Sementara itu di kamar Liam, bocah itu sama sekali tidak menangis atau bahkan merintih kesakitan. Ia bukannya tidak merasakan, hanya saja Liam menahan semuanya. Ia bahkan menggigil kuat bibir bawahnya agar isak tangis yang ia tahan itu tidak lolos dari bibi mungilnya. Kedua matanya benar sudah berair seakan air mata itu siap terjun bebas kapan saja ketika Liam mengedipkan kedua matanya. Memar di pergelangan tangannya akibat cekalan David 2 hari yang lalu saja masih tercetak jelas dan kini David kembali melakukan hal yang sama hingga membuat pergelangan tangan kiri Liam begitu merah padam dan terasa panas.
Liam tampak begitu kuat dan sabar menghadapi sikap David yang begitu kasar padanya saat ini. Ia bahkan tidak berpikir buruk sedikitpun pada sang Daddy, hatinya selalu mengulang dan mempercayai jika sang Daddy benar-benar mencintai dan menyayanginya.
"Daddy, kenapa Daddy juga ikut memarahi Mommy?" Tanya Liam dengan sedikit ragu karena rasa takutnya.
"Mommy?!" De
Pria itu menghembuskan napas panjangnya melihat wajah sang kekasih yang sangat tidak bersemangat meskipun saat ini ia tengah memegang sesuatu yang selalu berhasil membangkitkan mood, apalagi kalau bukan ice cream mint chocolate kesukaannya.Mia yang sedang termenung memikirkan nasib Liam yang dibawa kasar oleh Daddy-nya sendiri itu. Entah sudah berapa kali ia menghela napas beratnya, namun jelas sekali jika pikirannya kini memang hanya tertuju pada bocah tampan yang akhir-akhir ini dekat dengannya dan memanggil dirinya dengan panggilan "Mommy"."Sayang, kamu kenapa?" Tanya Ricky dengan lembutnya seraya mengusap punggung tangan Mia.Mia pun terkesiap dan mencoba memberikan senyuman terbaiknya pada Ricky. Ia menggelengkan kepalanya berusaha tidak lagi memikirkan Liam disaat ia sedang bersama Ricky."Apa kamu ingin mencoba rasa lain? Biar aku pesankan jika kamu sedang tidak ingin rasa mint chocolate." Mia pun segera menahan tangan Ricky ketika pria itu henda
Mila seketika menampilkan raut wajah anehnya ketika mendengar satu kata yang berhasil membuatnya geli sekaligus tak percaya itu pada Mia."Putramu? Sejak kapan anak orang lain kau claim sebagai putramu, Yaya? Tunggu, atau jangan-jangan wajah kalian berdua yang sangat mirip itu benar-benar membuktikan jika kau dan Liam adalah ibu dan anak? Yaya, apa kau masih perawan? Oh tidak, jangan katakan kau tidak tau jika sebelumnya kau pernah diperkosa hingga hamil lalu tak sadar jika anakmu dibawa orang lain dan kalian bertemu kembali sehingga Liam memanggilmu dengan panggilan mommy? Astaga itu gila! Bagaimana nasib kekasihmu itu, Yaya? Apa dia mengetahui ini semua?" Cerocos Mila yang sangat ingin membuat Mia ingin menampar mulutnya itu.Mia yang sedang kesal itu menghembuskan napas kasarnya dan menatap jengkel Mila."Kenapa aku memiliki sahabat yang begitu bodoh seperti dirimu?"Mia yang tadinya ingin mengeluarkan seluruh umpatan kasarnya untuk pria gila itu
Mila pun perlahan mengusap bahu Mia, ia sangat mengerti jika mungkin Mia masih saja teringat akan masa kecilnya yang tidak cukup membahagiakan itu. Namun, Mila pikir sahabatnya itu tak perlu sampai seperti ini, padahal anak itu pun tidak ada hubungan apapun yang terlihat jelas dekat dengannya. Liam hanya orang asing yang baru saja bertemu dengan Mia. Namun lihat saja, belum satu tahun mereka bersama atau bahkan baru hitungan bulan saja kedekatan dan ikatan mereka berdua sudah sangat dekat. Mila sendiri pun tidak mengerti karena ia dan Liam juga tidak terlalu dekat. Mila benar-benar adil dalam bersikap dan mendidik muridnya. Mia sebenarnya sama adilnya, hanya saja diluar jam pelajaran wanita itu akan selalu ada didekat Liam."Menurutku kau sama sekali tidak salah memiliki empati yang besar seperti itu untuk murid-muridmu. Hanya saja kita sebagai guru mereka pun tetap memiliki batasan-batasan yang tidak bisa dilanggar. Yaya, kau tetap bisa menjaga dan melindungi Liam ketika di
Keesokan Harinya.Liam tampak lebih pendiam dan murung hari ini. Ia mendadak malas pergi ke sekolah. Ia takut bertemu dengan sosok wanita yang biasa ia panggil 'mommy' itu. Liam takut keceplosan memanggilnya mommy karena sudah terbiasa dengan panggilan itu. Liam takut ditemani olehnya ketika ia sedang sendiri ketika jam istirahat ataupun pulang sekolah nanti. Liam tidak ingin David kembali marah padanya, Liam tidak ingin David kembali mengatakan hal buruk. Liam hanya ingin menjadi anak baik dan membanggakan dimata David. Itulah kenapa ia selalu patuh atas ucapan atau perintah yang David lalukan dan memang kemarin itu pertama kalinya Liam berani membantah dan tak mendengarkan perintah David yang berujung kemarahan besar."Daddy, apa Liam boleh tidak pergi ke sekolah hari ini?" Tanya Liam seraya menunduk takut dan memainkan sendok garpu dihadapannya.Ya, mereka memang baru saja menyelesaikan sarapan mereka. Biasanya Liam selalu belakangan dalam menyelesaikan
Liam duduk di kursi putih tempat favoritnya ia sendirian ketika jam istirahat tiba. Liam memang kurang suka bermain permainan yang ada di sekolah bersama teman-temannya. Namun, jelas akan berbeda ketika ia bermain di taman bermain bersama Mia. Entahlah, Liam hanya kurang tertarik dan tidak nyaman bersosialisasi dengan teman-teman yang sebagian besar hanya mengejeknya.Tatapannya sendu dan tersenyum lirih melihat anak-anak lain bisa tertawa riang berlarian kesana kemari dan bermain perosotan, ayunan, jungkat-jungkit dan lainnya bersama-sama. Namun, Liam segera mengalihkan pandangannya dan membuka kotak bekal yang sudah disiapkan oleh koki di mansion.Namun, tiba-tiba saja..."Liam." Panggil seorang gadis kecil berkuncir dua datang menghampiri dan duduk disamping Liam.Liam hanya menolehkan kepalanya sekilas dan menatap bingung teman sekelasnya itu yang bernama Tasya."Liam, kenapa sendilian? Tumben, biasanya ditemani Miss Mia." Tanya Tasya dan Liam
Mia menghela napas beratnya dan memilih beranjak menuju ruang guru karena tak ingin membuat Liam tidak nyaman atas tindakannya jika ia terus mendesak dan mendekati Liam saat ini yang masih kekeh tidak ingin berdekatan dengannya. Jujur saja itu membuat perasaan Mia sangat sedih, entah kenapa hatinya menjerit tidak rela ketika Liam tak lagi memanggil dirinya dengan sebutan "mommy" ataupun bermanja ria padanya lagi.Mila yang melihat sahabatnya kembali memasukki ruang guru padahal jam masuk setelah istirahat belum berbunyi itu hanya mengernyitkan dahinya dengan heran. Belum lagi raut wajah Mia yang terlihat lesu dan sedih. Jelas saja Mila bertanya-tanya, pasalnya Mia biasanya sedang bersama Liam saat ini dan kembali jika jam masuk setelah istirahat itu berbunyi untuk memulai mengajar."Kau tidak bersama Liam?" Tanya Mila dengan raut herannya.Mia hanya menghembuskan napas panjangnya dan menggelengkan kepalanya pelan."Tumben sekali. Biar kutebak, Liam tidak
Setelah memastikan seluruh murid di kelas keluar dari kelas, Mia pun segera berjalan cepat menuju ruang guru untuk merapikan barang-barangnya. Tak peduli tatapan aneh yang dilayangkan oleh Mila, ia hanya ingin melihat Liam dan memastikan bocah tampan itu benar-benar masuk ke dalam mobil yang benar. Meskipun hati kecilnya sedikit berharap jika Liam menunggunya di depan gerbang utama sekolah."Yaya, kenapa kau buru-buru sekali. Kau mau kemana, hey?!" Tanya Mila yang tak dihiraukan oleh Mia yang sudah berlari keluar dari ruang guru setelah selesai absen akhir didekat pintu ruang guru tersebut.Mila hanya menggelengkan kepalanya pelan, "Apa Liam berhasil membuatnya gila seperti itu? Ck, aku tidak percaya jika Yaya terobsesi pada anak-anak. Kuharap kekasihnya bisa menyadarkan Mia secepatnya." Gumam Mila.Sesampainya di gerbang utama sekolah, kedua mata Mia berbinar ketika melihat Liam masih berdiri di tempat biasanya mereka menunggu supir pribadi Liam datang. Dengan
Anne tampak terkejut ketika melihat cucu semata wayangnya sedang terisak pelan seraya memeluk bingkai foto sang mommy. Wanita paruh baya itu mulai paham jika Liam seperti ini karena ia terpaksa secara mendadak untuk menjauhi sosok yang begitu mirip dengan mommy kandungnya. Semua itu jelas masih terasa membingungkan bagi anak seusia Liam. Namun, Anne juga tidak bisa menyalahkan David karena walau bagaimana pun itu semua demi kebaikan Liam juga agar tidak lagi keliru dalam mengenali sosok mommy yang sebenarnya.Langkahnya perlahan mendekati Liam dan tangannya dengan ragu mulai menyentuh punggung Liam lalu mengusapnya perlahan dengan penuh kelembutan."Liam..." Panggil Anne yang berusaha mengalihkan perhatian Liam.Benar saja, bocah tampan itu segera menatap sang Oma seraya dengan cepat mengembalikan bingkai foto itu ke tempat semula. Kedua tangannya bahkan langsung menghapus air matanya tanpa ingin meninggalkan jejak sedikitpun air matanya yang sempat luruh.