Liam pun menolehkan kepalanya dan senyum manisnya langsung menghiasi wajah tampannya. Semangatnya yang menghilang itu mendadak penuh kembali ketika melihat sosok yang sangat ia ingin temui kini berdiri tidak jauh darinya.
"MOMMYYY~"
Dengan sedikit berlari, Liam segera menghampiri sosok wanita tersebut dan kedua tangannya merentang lebar seakan siap memeluk sang mommy. Begitupun dengan Mia yang juga ikut melebarkan tangannya ingin menyambut pelukan murid kesayangannya itu.
Keduanya berpelukan dengan erat seakan tak ingin saling memisahkan.
"Liam pikir mommy tidak datang. Liam hampir pulang, Mommy." Ujar Liam.
"Maafkan mommy jika datang telat, hm?" Balas Mia yang langsung diangguki oleh Liam. Mia sebenarnya tidak telat, ia tidak berpikir jika Liam akan datang ke taman mengingat betapa ketatnya sang Oma kemarin. Namun, entah kenapa ia tetap mencoba datang untuk sekedar memastikan saja dan menunggu sebentar. Ini semua diluar ekspektasinya ketika meliha
Mia meringis pelan, ia mengusap pergelangan tangannya yang memerah akibat ulah David. Namun, tiba-tiba fokusnya tertuju pada sosok bocah tampan yang masih memejamkan kedua matanya sedang menarik-narik ujung bajunya."Mommy, are you OK?" Tanya Liam.Mia pun menyamakan tinggi tubuhnya dengan Liam dan tersenyum ketika melihat bocah laki-laki itu masih memejamkan kedua matanya sesuai perintahnya tadi."Mommy apa Liam sudah boleh membuka mata?" Tanya Liam yang langsung dibalas anggukkan pelan oleh Mia. "Boleh, Baby." Jawab Mia.Liam pun perlahan membuka matanya dan mencoba menyesuaikan cahaya yang masuk terasa menyilaukan untuk kedua matanya itu. Raut bocah tampan itu pun berubah menjadi khawatir dan menatap kearah Mia maupun David bergantian."Mommy ada apa? Kenapa mommy dan Daddy saling berteriak tadi?" Tanya Liam pada Mia karena ia tidak berani menatap David yang sedang menatapnya tajam saat ini."Tidak ada apa-apa kok, hanya sedikit salah pah
Liam tidak memberontak atau berteriak ketika sang Daddy menyeret dan menarik kuat dirinya agar segera masuk ke mansion. Anne yang baru saja bersiap ingin menyusul mereka berdua ke Taman Bermain pun kembali turun dari mobil yang belum sempat jalan itu dan ikut berlari mengejar Liam dan David."Astaga sudah aku duga sejak awal jika meninggalkan Liam berdua saja dengan David akan membuat macam masalah. Lihat saja, putraku kembali bersikap tak seharusnya pada cucuku." Batin Anne yang begitu kesal dan marah melihat tingkah David.Sementara didalam mansion, Liam kini berdiri tepat dihadapan David dengan tatapan sendunya ia menatap sang Daddy. Berbeda dengan David yang selalu saja melayangkan tatapan tajam serta tidak sukanya pada Liam."Kenapa Daddy membawaku pulang? Liam kan belum sempat bermain bersama Mommy?" Tanya Liam dengan lirihnya yang membuat David mengepalkan kedua tangannya."Liam tidak marah jika Daddy menyakiti Liam, tapi jangan sakiti Mommy sepert
2 Hari Kemudian. Tak ada yang berubah dari kedekatan hubungan Liam dan Miss Mia. Guru baru itu semakin menyayangi Liam dan memiliki keinginan kuat untuk memberikan Liam kasih sayang pengganti selama bocah tampan itu berada di sekolah bersamanya. Sementara Liam, ia tentu saja semakin menempel pada Mia dan tak pernah lagi menunjukkan kesedihannya meskipun sebenarnya ia masih merasa sedih karena permintaan sang Daddy yang memintanya untuk menjauhi sosok yang mirip Luna itu. Liam jelas tidak menurutinya, ia tidak bisa melakukan itu. Ketika melihat Miss Mia, Liam spontan berbinar dan bahagia seakan-akan memang itu sosok mommy yang selama ini belum ia temui. Liam masih sangat yakin jika wanita itu adalah wanita yang sama dengan sosok mommy yang melahirkannya. Meskipun sudah sangat jelas jika mereka berdua adalah wanita yang berbeda. Hanya saja Liam tidak bisa menghilangkan kekeliruannya karena wajah mereka yang begitu mirip tanpa ada perbedaan sedikit pun.
Liam dan Mia spontan saja menolehkan kepalanya menatap David. Bocah tampan itu seketika berbinar senang ketika melihat sang Daddy berada di sekolahnya dan mengira jika David datang untuk menjemputnya. Tentu saja ini pertama kalinya David datang ke sekolahnya dan itu sukses membuat Liam merasa bahagia meskipun pikiran bocah kecil itu salah terhadap David."Daddy!" Panggil Liam dengan riangnya tanpa melepaskan genggaman tangannya pada Mia.*SREETTT*Kedua mata Mia membola sempurna ketika melihat David baru saja menarik kasar Liam sehingga terpisah jauh dengannya. Melihat wajah David saja sudah membuat Mia emosi mengingat pertemuan pertama mereka yang tidak mengenakan itu, apalagi kini ia kembali menyaksikan tingkah kasar dari David yang dilakukan pada Liam. Sudah bisa dipastikan emosinya pun mulai membawa dan menatap tajam David."Jangan menyakitinya!" Tegas Mia penuh tekanan ketika berbicara pada David.David pun tak kalah menatap tajam Mia, s
Sementara itu di kamar Liam, bocah itu sama sekali tidak menangis atau bahkan merintih kesakitan. Ia bukannya tidak merasakan, hanya saja Liam menahan semuanya. Ia bahkan menggigil kuat bibir bawahnya agar isak tangis yang ia tahan itu tidak lolos dari bibi mungilnya. Kedua matanya benar sudah berair seakan air mata itu siap terjun bebas kapan saja ketika Liam mengedipkan kedua matanya. Memar di pergelangan tangannya akibat cekalan David 2 hari yang lalu saja masih tercetak jelas dan kini David kembali melakukan hal yang sama hingga membuat pergelangan tangan kiri Liam begitu merah padam dan terasa panas.Liam tampak begitu kuat dan sabar menghadapi sikap David yang begitu kasar padanya saat ini. Ia bahkan tidak berpikir buruk sedikitpun pada sang Daddy, hatinya selalu mengulang dan mempercayai jika sang Daddy benar-benar mencintai dan menyayanginya."Daddy, kenapa Daddy juga ikut memarahi Mommy?" Tanya Liam dengan sedikit ragu karena rasa takutnya."Mommy?!" De
Pria itu menghembuskan napas panjangnya melihat wajah sang kekasih yang sangat tidak bersemangat meskipun saat ini ia tengah memegang sesuatu yang selalu berhasil membangkitkan mood, apalagi kalau bukan ice cream mint chocolate kesukaannya.Mia yang sedang termenung memikirkan nasib Liam yang dibawa kasar oleh Daddy-nya sendiri itu. Entah sudah berapa kali ia menghela napas beratnya, namun jelas sekali jika pikirannya kini memang hanya tertuju pada bocah tampan yang akhir-akhir ini dekat dengannya dan memanggil dirinya dengan panggilan "Mommy"."Sayang, kamu kenapa?" Tanya Ricky dengan lembutnya seraya mengusap punggung tangan Mia.Mia pun terkesiap dan mencoba memberikan senyuman terbaiknya pada Ricky. Ia menggelengkan kepalanya berusaha tidak lagi memikirkan Liam disaat ia sedang bersama Ricky."Apa kamu ingin mencoba rasa lain? Biar aku pesankan jika kamu sedang tidak ingin rasa mint chocolate." Mia pun segera menahan tangan Ricky ketika pria itu henda
Mila seketika menampilkan raut wajah anehnya ketika mendengar satu kata yang berhasil membuatnya geli sekaligus tak percaya itu pada Mia."Putramu? Sejak kapan anak orang lain kau claim sebagai putramu, Yaya? Tunggu, atau jangan-jangan wajah kalian berdua yang sangat mirip itu benar-benar membuktikan jika kau dan Liam adalah ibu dan anak? Yaya, apa kau masih perawan? Oh tidak, jangan katakan kau tidak tau jika sebelumnya kau pernah diperkosa hingga hamil lalu tak sadar jika anakmu dibawa orang lain dan kalian bertemu kembali sehingga Liam memanggilmu dengan panggilan mommy? Astaga itu gila! Bagaimana nasib kekasihmu itu, Yaya? Apa dia mengetahui ini semua?" Cerocos Mila yang sangat ingin membuat Mia ingin menampar mulutnya itu.Mia yang sedang kesal itu menghembuskan napas kasarnya dan menatap jengkel Mila."Kenapa aku memiliki sahabat yang begitu bodoh seperti dirimu?"Mia yang tadinya ingin mengeluarkan seluruh umpatan kasarnya untuk pria gila itu
Mila pun perlahan mengusap bahu Mia, ia sangat mengerti jika mungkin Mia masih saja teringat akan masa kecilnya yang tidak cukup membahagiakan itu. Namun, Mila pikir sahabatnya itu tak perlu sampai seperti ini, padahal anak itu pun tidak ada hubungan apapun yang terlihat jelas dekat dengannya. Liam hanya orang asing yang baru saja bertemu dengan Mia. Namun lihat saja, belum satu tahun mereka bersama atau bahkan baru hitungan bulan saja kedekatan dan ikatan mereka berdua sudah sangat dekat. Mila sendiri pun tidak mengerti karena ia dan Liam juga tidak terlalu dekat. Mila benar-benar adil dalam bersikap dan mendidik muridnya. Mia sebenarnya sama adilnya, hanya saja diluar jam pelajaran wanita itu akan selalu ada didekat Liam."Menurutku kau sama sekali tidak salah memiliki empati yang besar seperti itu untuk murid-muridmu. Hanya saja kita sebagai guru mereka pun tetap memiliki batasan-batasan yang tidak bisa dilanggar. Yaya, kau tetap bisa menjaga dan melindungi Liam ketika di