Berbagai wahana menantang adrenalin telah dicoba. Dalam setiap wahana tidak ada yang bisa merubah dinginnya wajah Reon.Berbeda dengan Zara yang menikmati sepenuh hati tertawa sana-sini.Dia melihat sekeliling mencari permainan baru yang aman untuk jantung. Semua bagian berbahaya telah dilewatinya dengan Reon tanpa melepas kaitan tangan."Tuan, ayo naik komedi putar!" "Ck!" Reon berpaling darinya.Penolakan yang tidak bisa dibantah."Tuan, ayo memancing ikan!" menunjuk area pemancingan ikan buatan."Berisik!""Tuan, rumah hantu! Ayo masuk ke sana!" berbalik melihat rumah hantu."Masuk sendiri!" Reon melengos.Akhirnya Zara menjelajahi rumah gelap mengerikan itu sendirian."Hiyaaa, hantunya dingin seperti Tuan!" Dia lari setelah memasuki pintu masuk dan bersembunyi di belakang Reon. Reon terkejut kaku karena Zara memegang lengannya, tetapi gadis itu tertawa. "Hahaha, menakutkan! Lebih menakutkan Tuan kalau marah." sampai menyeka air di sudut matanya.Kening Reon berkerut."Aku tidak
Melegakan dapat berbaring di ranjang setelah beraktivitas, sedangkan Reon berendam air hangat malam-malam. Tiba-tiba pintu didobrak mengejutkan Zara hingga bangkit dari ranjang. Alexa sedang dalam situasi buruk di ambang pintu. "Zara!!!""Huaaa! Alexa? Kenapa kau merusak pintuku?" Zara menabrak kepala ranjang. 'Kenapa dengannya? Hidung dan telinga seperti keluar asap,' batin Zara. Alexa masuk tak sopan dan menarik kerah pakaian Zara hingga Zara berdiri hampir tersungkur. "Aaa, lepaskan aku! Ada apa ini?" bingung Zara sibuk menjauhkan tangan Alexa dari lehernya. "Beraninya kau merebut Tuan dariku!"Alexa marah besar. Bola mata Zara melebar."Tu-tunggu, Alexa! Aku tidak mengerti apa yang kau bicarakan!" Zara semakin mendelik terpojok. Alexa menarik kerahnya lebih kasar membuat leher terasa tercekik."Aku akan merobek kecantikanmu!" mata Alexa memerah."Aaa, tidak, tidak! Kau ini kenapa?! Seseorang, tolong aku!"Alexa mengangkat tangan kiri yang siap mencakar."Hiyaaaa, tidak, Ale
Perubahan suasana hati Alexa begitu baik. Dalam sekejap tidak mempermasalahkan kecemburuannya lagi.Namun, jika Zara merebut Reon terlalu mencolok baik di matanya maupun mata dunia, maka dia akan menyingkirkan Zara bagaimana pun caranya. Ancaman yang membuat Zara terbayang-bayang hingga pagi. Dia tidak bisa tidur dengan tenang. "Alexa menakutkan! Dia sungguh menakutkan!" Selalu bergumam sembari menekuk lutut di atas ranjang. Pikiran penuh coretan negatif. Tugas pun memanggil. Entah mengapa Reon menyuruhnya melakukan pekerjaan kecil yang biasanya dilakukan oleh Alexa. Mulai dari menyiapkan air mandi, pakaian, hingga mengantar ke kantor, padahal Alexa juga ada di sana. Dari rumah hingga kantor tangan Zara tak berhenti gemetar. Tatapan Alexa seakan ingin mencabik-cabik jiwanya.'Hiyaaa, apa Reon sengaja melakukan ini? Aku tidak mau mati di tangan asisten gila itu!' pekik Zara setelah bebas kerja. Mondar-mandir di depan ruangan Reon. Ketika hendak pergi, Reon memanggil. Terpaksa ha
Pekerjaan fotografer menanti. Bastian terpaksa pulang meskipun ingin menetap lebih lama agar kenyataan tidak berubah menjadi mimpi. Zara yang ingin berbicara juga selalu ditahan Alexa, sehingga kesal merajuk pada Zack, padahal laki-laki itu terlalu sibuk. Mejanya berantakan penuh tumpukan dokumen dan kertas. Terkadang Zara heran mengapa Zack terlihat jauh lebih sibuk daripada Reon. "Wah, hebat sekali kau! Dihujani kertas." Zara memasuki ruangan Zack."Jadwal Pak Reon sangat padat. Bagaimana bisa dia malah bermain bersamamu? Aku harus mengatur ulang semua janjinya, dasar gadis bodoh!" Zara ternganga karena Zack menggerutu sambil bekerja. "Hei, yang kau bicarakan ada di sini." mengangkat tangan paham.Dia tahu Zack sengaja melakukannya, justru mendekati Zack."Hei, berapa usia Tuan? Kemarin aku bertanya, tapi tidak dijawab," berbisik di telinga Zack. "Ck, berisik sekali! Jangan menggangguku!" Zack kesal tanpa berhenti berpaling dari laptopnya. Zara melipat tangan di dada."Hmm,
"Dunia sedang tidak baik-baik saja. Kesalahanku hanya satu, membiarkan Zara kembali memasuki kehidupan Ryo. Virulen cinta menyebar begitu cepat. Tanpa arah, berujung pada pembalasan dendam."Setiap kata yang terucap menyapu dedaunan di jalanan. Trotoar di sore hari memanggil.Langkah ringan Forin tanpa merasakan deru debu menerpa."Jika nyawa dibayar nyawa, maka kehancuran dibayar kehancuran." Pandangan yang begitu kosong. Sadar atau tidak, dirinya menjadi manusia biasa yang berjalan di antara lalu lalang orang. Hingga di pertengah pohon Tabebuya, dia terhenti.Angin berhembus kencang membelai daun yang berterbangan. Mata redupnya melebar sempurna. Dia bertemu Zara.Mereka membatu di jarak pandang dua meter. "Forin?" Gadis itu juga sama tersentak. Darah seakan luruh di sekujur badan. Desiran angin begitu kuat menampar wajahnya. Tidak menyangkan akan bertemu di trotoar.Sunyi menghinggapi hingga klakson seseorang berbunyi di jalan raya. Mereka terjingkat ringan.Lalu, pandangan di
Berkeringat dingin di malam yang dingin. Wajahnya lebih suram daripada euforia. Sungguh kaki Zara gemetar saat menyalakan korek api. Entah dari mana Reon mendapatkan banyak bahan bakar yang mudah terbakar. Zara menggunakannya untuk membakar hotel.Faktanya meskipun korek api telah dijatuhkan dalam lumuran bahan bakar, api yang berkobar tidak cukup besar untuk pembakaran total. "Aduh, bagaimana ini? Harusnya aku buat ledakan besar di dalam saja. Kesalahan listrik atau kompor gas di dapur misalnya." bingung menggaruk tengkuk. Halaman belakang mendadak menjadi tempat terindah memandang api unggun raksasa. "Wah, Tuan, apa ini benar baik-baik saja? Aku jadi ragu." berpindah menggaruk kepala. "Sudah kau bakar, masih bisa ragu?" Reon berdiri di belakangnya. "Iya, bukan itu maksudku. Ck, membuang-buang aset seperti ini apa boleh? Lagipula gadis yang memberikan hotelnya pasti sedih jika tau," Zara membuat mimik sedih. Reon menunduk sejenak menatapnya. "Kalau kau mau, ambillah!" Zara
Zara berharap yang dia lakukan hanyalah utopia belaka. Udara pemakaman jauh lebih menyeramkan menembus rusuk. Sama sekali tidak bisa tersenyum. Reon juga diam sejak menaruh karangan bunga, yang dilihat hanyalah dua pusara.Dalam hati Zara mendesah sabar. 'Kematian memang begitu menyakitkan. Masalahnya kenapa dia membawaku kemari?' tanya Zara dalam hati.Lima menit kemudian setelah diam, laki-laki itu mengangkat suara."Kejadiannya sepuluh tahun yang lalu. Mereka meninggalkan dunia di tengah terpaan keharuman bunga Sakura." Mata teduh itu ikut berbicara. Zara tersentak dalam diam. 'Eh? Artinya Reon berusia tujuh belas tahun? Apa maksud terpaan bunga Sakura?' membatin bingung.Sorotan matanya hanya tertuju pada Reon. "Gelombang dahsyat membakar hotel tepat ketika Sakura berguguran. Seketika semua memerah. Kelopak-kelopak Sakura berubah menjadi api yang turun dari langit, membawa semua orang lenyap bersamanya." Kening Zara berkerut. 'Tragedi? Kebakaran di hotel dengan melibatkan b
Zara melamun memandang uang di kamarnya dan Alexa tiba-tiba datang. Seolah tidak peduli keberadaan asisten itu, Zara mendesah panjang bercengkerama terhadap uang. "Nasib berputar seperti roda. Dulu aku ingin uang, sekarang sudah ada, tapi tidak tau harus digunakan untuk apa."Helaan napas yang begitu panjang. "Apa yang kau lakukan dengan Tuan sejak aku sibuk di laboratorium?" tanya Alexa di ambang pintu. "Menurutmu apa yang harus kulakukan dengan uang ini, Alexa?" Zara justru bertanya. Alexa pun masuk. Zara melirik tablet hitam yang setia di tangan kanan Alexa. Seketika dia bangun. "Aku yakin tablet itu memperlihatkanmu segalanya. Untuk apa masih bertanya?" Zara duduk nan cemberut. Nampak jemari Alexa mencengkeram tablet membuat Zara sedikit melebarkan netranya.'Aku benar, ya? Padahal hanya menebak,' pikir Zara. Mengira Alexa menyuruh orang mengikuti mereka ataupun memasang penyadap."Kau tidak ikut Reon?" Bertanya lantaran Reon pergi bekerja setelah mengantarnya pulang."Saa
Diam-diam mengintip di celah pintu. Kamar Reon membuat bulu kuduk Zara merinding. Kakinya gemetaran, meringis dalam diam. "Aduh! Kenapa aku malah ke sini? Tadinya hanya penasaran apa yang Reon lakukan, kenapa aku benar-benar datang mengintipnya?" mencicit bodoh. Tiba-tiba pintu terbuka membuat Zara berteriak hampir jatuh tersungkur. "Aaa, sakit sekali!" Bangkit mengusap lutut yang terbentur keras dengan lantai. Ada kaki besar di sampingnya. Seketika Zara mati gaya. Dia berdiri cepat dan memberi senyuman manis. "Ah, Tuan. Tidak bisa tidur, ya?" Senyum itu menjadi kikuk. Reon menatapnya begitu dalam sampai Zara terpaksa memutar-mutarkan pandangannya. "Zara," panggil Reon membuat Zara terjingkat. "Hiii! Iya, Tuan!" Seketika Zara bersikap tegap. "Apa kau tidak keberatan menyukai mantan Pembunuh Rahasia sepertiku?" Tatapan redup Reon mengatakan segalanya. Zara mendelik heboh bahkan sulit bernapas. 'Kenapa tiba-tiba begini?! Apa yang merasukinya?!' memekik dalam hati
"Zara Azuri Frazanista, kuucapkan terima kasih sudah mendampingi Tuan tanpa memerasnya seperti rencanamu pada awalnya," ujar Aoi tanpa melepas rokok di sudut mulutnya. Zara mendelik meringis. 'Sial! Kenapa gadis ini bisa setenang Alexa? Tidak, Alexa lebih gelap dari ini,' batin Zara. "Aku tidak bermaksud memerasnya, tapi memanfaatkannya." bela Zara malas menepis udara. "Omong-omong, kau sangat cantik!" Aoi mengeluarkan asap rokok dari mulutnya seperti mainan. Zara terperangah langsung memegang kedua pipi. "Iya, haha, jangan begitu. Aku tidak secantik itu."Dia tersipu. "Bicaranya jadi malu-malu." Bastian mendelik.Ekspresi Zara berubah seketika ketika menoleh ke Bastian. "Jadi, apa yang kalian lakukan?" Pertanyaan yang cukup serius. Bastian melengos. "Hanya bermain," jawabnya santai. Zara memicing tidak percaya. Dia pun berdiri membuat mereka mendongak. "Bastian, kutunggu penjelasanmu. Yah, terserah kalian mau bermain atau tidak, aku tidak berhak mengaturnya, tetapi aku
"Semuanya telah berakhir?" Di gerbang kantor polisi, Ryo bertanya kepada Zara. Zara mengangguk mantap. "Sudah berakhir!" Mereka berjabat tangan dan menukar senyum.Tidak akan ada pembalasan dendam lagi yang menyulitkan semua orang. Zara sudah bisa lega sepenuhnya. Kegelisahan di hati pun hilang. "Aku akan pergi ke jalanku. Temui aku jika membutuhkan sesuatu. Setelah ini apa rencanamu?" Ryo melepaskan jabatan tangan mereka. Zara berkedip polos. "Hmm? Aku akan kembali bekerja di rumah Tuan Reon, apa lagi?" Ryo pun menepuk dahi. "Gadis payah!" "Ha? Apa? Kenapa kau bilang begitu?" Zara seperti orang bodoh yang dikerjai. Namun, jalan memisahkan mereka sehingga Zara tidak mendapat jawabannya. Ryo kembali mengatur perusahaannya dan Zara kembali ke rumah Reon bersama orang-orang penting yang berbunga-bunga akannya. Setibanya di rumah, dia baru sadar bahwa Bastian dan Aoi menghilang, padahal Reon beserta kedua ajudannya ada di sana. "Bibi, ke mana Bastian dan Aoi? Tadi mereka p
Keesokan harinya, Zara sudah tidak menjadi tahanan asmara. Ryo berniat untuk menyelesaikan segalanya dan memulai sesuatu yang baru. Dengan didampingi Zara, Ryo berniat menuju kantor polisi, akan tetapi tanpa diduga Forin menghadang di depan rumahnya. "Astaga! Forin?!" Zara yang terkejut sampai mundur hampir kembali ke teras. Ryo juga terkejut, tetapi dia mematung. 'A-apa yang dilakukannya di sini?! Pagi-pagi sekali sudah ada masalah?! Oh, tidak, kapan ini akan selesai?!' batin Zara menjerit. Memandang mereka berdua bergantian sampai matanya melebar. Ekspresi Forin nampak segan bercampur malu, tetapi terdapat niat yang kuat. Mereka diam sampai Forin membuka percakapan. Dia sangat gelisah sebelum memantapkan langkah dan memandang Ryo dalam. "Ryo, aku ingin mengakhiri hubungan denganmu," ujar Forin tegas. Sontak pagi yang cerah itu menjadi mendung bagi Ryo. Zara membekap mulutnya. Syok tak berkesudahan dengan keberanian Forin dalam bermain-main, akan tetapi kali ini mantan mode
Demam melanda, panas-dingin di sekujur badan. Hujan petir di luar menambah gelapnya kamar. Zara menyelimuti Ryo dengan satu-satunya selimut dan menyuruhnya duduk menekuk lutut setelah sadar. Laki-laki itu begitu lembab. Tubuhnya membiru nan pucat. Zara panik tak karuan. "Ada apa denganmu? Kenapa bisa begini? Kau bermain hujan? Seperti anak kecil saja!" Marah Zara akan kekhawatirannya. Ryo yang terpuruk menatap Zara dengan makna berbeda. Sisi perhatian nan baik itu membuatnya berdecak dalam hati. Memalingkan pandangan kembali pada kesedihan yang mendalam. Kemudian, dia menceritakan segalanya. Tentang Forin yang berkhianat.Zara terperangah, "Apa ... kau bilang?" Tangan lemah tak lagi memegang selimut yang menutupi Ryo dari kepala hingga kaki. Laki-laki itu pun mengangguk lemah. Zara tidak bisa berucap sepatah kata pun. Meskipun telah mengetahui perasaan Forin pada Reon, tetapi keberanian Forin menyelamatkan Reon dan mengakui cintanya pada Ryo itu terlalu memukul. Bahkan Zara
"Karena aku mencintaimu!" Jantung Reon bergemuruh. Langit menghadirkan guntur dan awan mendung dari segala sisi. Bulan separuh yang bersinar mulai tertutup mendung. Musim kemarau lenyap untuk malam ini. Rintikan air mulai turun mengguyur seluruh sudut Jakarta. Pernyataan Forin hanyut bersamaan turunnya hujan. "Kau gila!" Reon menggeleng. Forin justru berbinar. "Ini pertama kalinya kau menggunakan ekspresimu untukku selain senyuman sinis dan marah. Aku senang sekali!" Reon memejamkan mata meredam emosi. "Terima kasih, tapi aku tidak punya banyak waktu. Membebaskanku hanya akan menambah masalah bagimu." Reon hendak pergi, tetapi Forin menariknya berjongkok di dekat pintu belakang. "Ssttt! Aku punya rencana untuk membawa Zara ke sisimu."Forin mengangguk pasti. Reon terpancing."Zara?" Tatapannya sedikit berubah. "Ryo menjaganya sangat ketat. Jika aku yang membawanya keluar pasti tidak akan masalah. Percayalah padaku!" Reon hendak membalas, akan tetapi sebuah tepuk tangan te
Bastian masih menganga tak percaya. Bagaimana bisa seorang gadis berubah menjadi kepala sipir yang mengerikan?Bagaimana pula tubuh kecil itu berkembang menjadi besar? Di depan cermin, Bastian tak kunjung reda menunjukkan wajah bodohnya. "Aku siap! Kau jangan mengacaukan rencanaku. Jika tidak, kau juga akan kugantung!" Aoi berbalik sembari memakai sarung tangan putih. Bastian tersentak mundur. "Haaa! Suara ... suaramu juga berubah seperti laki-laki!" Syok yang tak berkesudahan itu membuat Aoi mendesah panjang."Ayo pergi!" Terpaksa menyeret Bastian dengan menarik kamera yang terkalung di leher. Sungguh malam yang indah penuh gairah. Perempuan bisa menjadi sangat kuat dari dua sisi. Zara hanya bisa merenung membayangkan langit gelap penuh bintang. Andai saja pertarungan juga terjadi padanya sekarang. "Menendang pintu juga tidak berhasil. Sialan! Ryo, kau melanggar janjimu!" Ribuan kali Zara memaki tak mempan menghilangkan dendamnya. Semua untaian perasaan Ryo sebelumnya len
Ryo memberitahu siksaan yang Reon terima di penjara kepada Zara. Terus mengancam dan mendorong mental Zara agar bersedia membebaskan Forin dan Mario. Gadis itu begitu tangguh, meskipun mendengar Reon disiksa. Ini sudah lewat satu hari. Semuanya masih berjalan monoton. Hingga pada akhirnya, di pagi ini Ryo kembali datang membawa sebuah video rekaman. "Pergilah!" usir Zara. Ryo tersenyum miring setelah mengunci pintu."Kenapa? Ayo kita bermain-main, Sayang! Akan kuperlihatkan kehidupan penjara padamu." Langkah tertata memaksa keberanian Zara mundur hingga terealisasikan. Zara menabrak kepala ranjang dan Ryo semakin mendekatinya. Kemudian, rekaman video itu pun diputar. Bagai tersapu badai seorang diri, kesadaran Zara menghilang. Mata seakan buta dan telinga tidak mendengar.Ryo tersenyum jahat melihat Zara yang membatu tak berdaya. Ketangguhan Reon yang tak menjerit sama sekali dalam menerima semua siksaan itu tiba-tiba meluruhkan air mata Zara. Tanpa suara, gadis itu menangis
Sementara Reon yang terus disiksa, perusahaannya masih berjalan dengan normal. Alasannya karena Zack dan Alexa dipaksa bekerja dari penjara. "Haha, ini menarik! Akan kukenang seumur hidup. Ternyata penjara tidak sepahit itu. Yah, jika aku mau kubisa merusak besi-besi ini kapan saja, tapi demi Pak Reon dan Zara aku harus menahannya. Ah, aku pegal. Azuma, bisakah kau buatkan aku kopi?" Zack dengan lihai mengolah dokumen di laptop dalam jeruji besi. Dia bertolakbelakang dengan Alexa yang juga sedang bekerja. Azuma hanya memandang mereka di pojokan. "Hanya debu yang bisa kuberikan padamu, Tuan Zack. Huft, kenapa Tuan Reon harus menerima pukulan yang menyakitkan itu demi kita? Kenapa tidak membiarkan kita menanggungnya juga? Aku sangat sedih!" lirih Azuma. "Menjijikkan!" maki Alexa datar. Seketika bibir Azuma semakin melengkung ke bawah. "Itulah kualitas terbaik Tuan kita, bukan?" Zack meredupkan matanya.Di sisi lain, Ryo membawakan makanan untuk Zara. Zara berdiri tegap mengepal