Keheningan melanda studio foto. Bastian menghilang, bayangan negatif merasuki pikiran Zara. "Dia hilang."Zara menceritakan tentang pesta yang akan dihadiri Forin pada Reon. Sang Bodyguard telah pergi setelah memberi kesaksian serupa.Berniat ikut serta bersama Bastian, tetapi Bastian lenyap tanpa jejak saat berganti pakaian sebelum pergi meminta izin pada Reon agar Zara diperbolehkan pergi. Zara berdecih menyeka dahi."Dia tidak ada di studio."Reon yang duduk sibuk mengamati raut wajah pelayannya dalam-dalam."Kau nampak tenang, padahal bisa saja temanmu dalam bahaya." Kening Zara berkerut.'Aku tau, bodoh! Aku frustasi, gemetar sekarang. Setelah aku yang diculik, sekarang Bastian tiada. Apa dia hilang karena aku?' batinnya. Meredam perasaan teramat mudah bagi Zara. Jika hanya memasang topeng tegar, dia sangat ahli. Binar matanya seperti lampu redup.Reon membuang napas besar memutus kontak. Nada yang tak tahan."Ada kemungkinan Ryo pelakunya. Alexa tidak mungkin lengah mengawa
Seluruh pandangan berpusat pada seorang gadis bergaun merah penuh mawar hitam. Keanggunannya memikat setiap lensa kamera. "Wah, siapa dia?""Cantik sekali!" Tak heran Zara mendapat banyak pujian. Wajahnya yang manis menunjukkan ketegasan tanpa celah. 'Di mana Ryo?' batinnya mengucap pertanyaan yang sama. Tidak peduli grasak-grusuk tamu undangan, dia melirik setiap sudut sembari diam di tempat.Kemegahan pesta bagai tidak ada apa-apanya. "Ck, aku tidak bisa bergerak bebas. Tentu saja di sini ada banyak pewarta. Pernikahan seorang model benar-benar mengundang perhatian. Pasti setelah ini aku yang jadi perhatian," gumam Zara pada diri sendiri. Reon dan Zack sedang sibuk bersosialisasi lantaran Reon begitu terkenal dan digandrungi banyak gadis. Karena itu Zack harus menjaganya. Zara terpaksa berdiri seorang diri, menautkan tangan sembari tersenyum manis. "Untuk mata setajam duri mawar, Nona. Sangat menawan!" Tiba-tiba seseorang datang membawa minuman berwarna merah. Mulut Zara m
Tiba-tiba gedung berubah gelap. Kepanikan terjadi atas pemadaman listrik yang telah dirancang. Seolah berada di panggung pagelaran, Zara kembali menjadi pemeran utama. "Ada apa ini?!" suaranya bergetar merasakan firasat buruk.Sorotan cahaya proyektor memecah keheningan, menembus dinding menampilkan perseteruan beberapa menit lalu yang telah dimanipulasi. Jantung Zara seolah ingin loncat dari asalnya. "A-apa itu?" Semua orang bertanya-tanya seperti sekumpulan lalat yang menikmati perputaran film. Mereka mulai memandang Zara buruk. Para budak media pun tak menyia-nyiakan kesempatan. Banyak kamera mengabadikan Zara dalam kegelapan. "Bohong! Ini rekayasa," tutur Zara selirih bisikan ilusi. Reon dan Zack menoleh. Mereka tetap tenang dalam ketidakpercayaannya.Kuku-kuku Zara sudah menembus telapak tangannya sendiri. 'Bajingan tengik kurang ajar! Apa dia pikir bisa memerintahku dengan rekayasa rekaman ini? Lagipula sejak kapan pesta pernikahan menjadi ajang balas dendam? Dasar bodo
"Sudah dipastikan, bukan mereka pelakunya," tablet hitam Alexa menyisir kebenaran. Zara gusar walau diam di ruangan Alexa."Tenang saja, kami semua di sini untukmu." lirih Zack meneleng tersenyum manis. Termakan rayuan, Zara mendongak terpana. "Kalian semua ...," bahkan lidah tak mampu berucap. "Kata Tuan Reon, sungguh merepotkan," desis Alexa kaku.Zack berkacak pinggang, "Oh, jadi kau menghilang saat kehilangan Ryo karena mendatangi seluruh media yang akan menghadiri pesta? Hebat sekali! Apa kau peramal?" "Aku terlalu pintar, tidak lamban sepertimu," jawab Alexa cuek. Zack merasa terhina. "Argh, kau selalu mencari gara-gara denganku! Aku harus mengawasi Bos agar tidak disentuh wanita manapun walau hanya seujung kain. Dia bisa alergi nanti!" menunjuk Alexa marah."Alibi!" Alexa acuh. Zack semakin kesal. Mereka pun berdebat dan dipastikan Alexa selalu menang. Zara melongo menatap mereka bergantian. Dia bisa merasakan desiran darahnya yang mengalir tenang. 'Perasaan apa ini?
Zara dipaksa memasuki kamar utama. Reon langsung memeluknya. "Aaa, Tuan, aku tidak bisa bernapas! Ini tidak benar!" pekiknya kecil mendorong Reon."Apa yang kau pikirkan? Bercanda seperti ini tidak baik."Memalingkan wajah mengatur napas. Laki-laki itu tetap memandangnya datar. Zara melirik dengan perasaan gelisah.'Apa-apaan dia? Keterlaluan sekali! Kenapa tiba-tiba memelukku?' batinnya mencicit seperti burung.Wajahnya semerah tomat menahan malu. Mengerjap sadar telah meninggalkan Bastian. "Oh, tidak! Bastian sendirian di depan!" Zara memekik.Reon melotot menekan keberanian Zara. "Biarkan saja!" serunya tajam dan dalam.Sontak nyali Zara menciut. "Kenapa jadi seram begini?" gumamnya jelas.Zara menangkap adanya kegelapan di bola mata Reon."Inikah balasanmu?" Pertanyaan itu menyiratkan alasan. Begitu dalam dan berdengung di kepala. Zara tak bisa mengelaknya. 'Apakah Reon ingin diperhatikan? Benar juga, sejak kemarin aku belum berterima kasih dengan benar. Aku sibuk dengan pi
Kabar Reon terjangkit virus mematikan menyebar ke penghuni rumah. Seluruh pelayan berjajar di depan kamar Reon memakai masker. Mereka sedih. "Ah, aku tidak percaya ini. Mereka menganggap demam itu virus mematikan?" Zara menepuk dahinya. "Zara, selamatkan Tuanku dari kematian," Alexa sedih di ujung lemari."Sudah kubilang dia tidak akan mati! Ini hanya demam tinggi!" teriak Zara kesal di tepi ranjang."Selama ini Tuan tidak pernah sakit," ujar Alexa. "Hah? Benarkah? Mustahil!" Zara berubah terkejut.Alexa hanya mengangguk. "Kalau begitu kenapa kau melarangku tadi?" Alisnya bertaut sendu memandang Reon.'Sejak kedatanganku, dia telah menunjukkan kerapuhannya. Apa selama ini ... Reon selalu menahan sakit sendirian? Meskipun jam kerjanya tidak teratur, tapi dia bekerja tanpa henti tidak peduli siang atau malam,' pikir Zara. Mendadak sedikit bersimpati.'Kenapa aku merasa sakit?' batinnya.Kemudian, Zack menerobos kamar terlalu panik, syok ketika melihat Zara merawat Reon. "Kenapa
Mendung selalu mengindahkan istana. Tanpa gemuruh, udara sejuk menerjang berlebihan.Rambut Zara terombang-ambing tak karuan."Apa maksudmu?" desis Alexa tajam.Berdiri di depan pilar penyangga, hati mereka sedingin teras. "Apa rencanamu?" Alexa kembali bersuara.Zara membuang muka."Tidak akan kuberitahu." Sore tanpa jingga bagai lautan kelabu. Zara menyadarinya. Langit tidak akan menurunkan hujan dan semangatnya tetap membara. Namun, pandangan cantik itu menunduk redup. "Aku tau Reon yang menyuruhmu bertanya, 'kan?" ucap Zara tak mau menatap Alexa. "Tidak," jawab Alexa kaku. "Eh?" Terlalu terkejut, Zara sampai terbelalak. Pikirnya bohong jika Alexa melakukan sesuatu tanpa dasar perintah dari Reon. Gadis keren itu berubah malu-malu. Mata Zara semakin melebar karenanya. "Terima kasih atas kue-nya. Itu enak." Zara mundur mendengar suara berat Alexa. Dia bisa merasakan kelemahan yang berasal dari lubuk hati yang paling dalam. Lantas Zara tersenyum dan berbalik badan menatap
Pipi merah merona melihat bekas pergelangan tangan yang memerah."Jujur saja jika kau mengikutiku. Kau takut aku menghilang lagi, 'kan? Sikap Tsundere-mu itu sudah jelas, Tuan. Aku juga tidak akan minta maaf meskipun Alexa meminta." Lahan Konstruksi masih menjadi saksi. Setiap kali mereka bersinggungan, cuaca berubah sebagaimana mestinya. Udara dingin malam ini tak sedingin kemarin malam. Zara tidak mengelak kedinginan walau tatapannya sepanas api.'Sial! Reon tak bergerak. Lagipula kenapa dia mengejarku?' batin Zara. Laki-laki itu terdiam. Kehadirannya menyita seluruh kehangatan. Memandang wajahnya saja Zara terhanyut dalam udara hangat. "Kita pulang." Reon melenggang pergi. Bibir Zara yang membulat menjadi datar."Eh? Kenapa dia?" alisnya terangkat kebingungan. Dari perjalanan hingga ke rumah hanya tersisa sunyi. Hingga kemudian, Reon meminta Zara untuk kembali memakai pakaian pelayan. Setelah itu, masa hukuman berlangsung. Zara hanya perlu tidur di samping Reon. "HEH?!" te
Diam-diam mengintip di celah pintu. Kamar Reon membuat bulu kuduk Zara merinding. Kakinya gemetaran, meringis dalam diam. "Aduh! Kenapa aku malah ke sini? Tadinya hanya penasaran apa yang Reon lakukan, kenapa aku benar-benar datang mengintipnya?" mencicit bodoh. Tiba-tiba pintu terbuka membuat Zara berteriak hampir jatuh tersungkur. "Aaa, sakit sekali!" Bangkit mengusap lutut yang terbentur keras dengan lantai. Ada kaki besar di sampingnya. Seketika Zara mati gaya. Dia berdiri cepat dan memberi senyuman manis. "Ah, Tuan. Tidak bisa tidur, ya?" Senyum itu menjadi kikuk. Reon menatapnya begitu dalam sampai Zara terpaksa memutar-mutarkan pandangannya. "Zara," panggil Reon membuat Zara terjingkat. "Hiii! Iya, Tuan!" Seketika Zara bersikap tegap. "Apa kau tidak keberatan menyukai mantan Pembunuh Rahasia sepertiku?" Tatapan redup Reon mengatakan segalanya. Zara mendelik heboh bahkan sulit bernapas. 'Kenapa tiba-tiba begini?! Apa yang merasukinya?!' memekik dalam hati
"Zara Azuri Frazanista, kuucapkan terima kasih sudah mendampingi Tuan tanpa memerasnya seperti rencanamu pada awalnya," ujar Aoi tanpa melepas rokok di sudut mulutnya. Zara mendelik meringis. 'Sial! Kenapa gadis ini bisa setenang Alexa? Tidak, Alexa lebih gelap dari ini,' batin Zara. "Aku tidak bermaksud memerasnya, tapi memanfaatkannya." bela Zara malas menepis udara. "Omong-omong, kau sangat cantik!" Aoi mengeluarkan asap rokok dari mulutnya seperti mainan. Zara terperangah langsung memegang kedua pipi. "Iya, haha, jangan begitu. Aku tidak secantik itu."Dia tersipu. "Bicaranya jadi malu-malu." Bastian mendelik.Ekspresi Zara berubah seketika ketika menoleh ke Bastian. "Jadi, apa yang kalian lakukan?" Pertanyaan yang cukup serius. Bastian melengos. "Hanya bermain," jawabnya santai. Zara memicing tidak percaya. Dia pun berdiri membuat mereka mendongak. "Bastian, kutunggu penjelasanmu. Yah, terserah kalian mau bermain atau tidak, aku tidak berhak mengaturnya, tetapi aku
"Semuanya telah berakhir?" Di gerbang kantor polisi, Ryo bertanya kepada Zara. Zara mengangguk mantap. "Sudah berakhir!" Mereka berjabat tangan dan menukar senyum.Tidak akan ada pembalasan dendam lagi yang menyulitkan semua orang. Zara sudah bisa lega sepenuhnya. Kegelisahan di hati pun hilang. "Aku akan pergi ke jalanku. Temui aku jika membutuhkan sesuatu. Setelah ini apa rencanamu?" Ryo melepaskan jabatan tangan mereka. Zara berkedip polos. "Hmm? Aku akan kembali bekerja di rumah Tuan Reon, apa lagi?" Ryo pun menepuk dahi. "Gadis payah!" "Ha? Apa? Kenapa kau bilang begitu?" Zara seperti orang bodoh yang dikerjai. Namun, jalan memisahkan mereka sehingga Zara tidak mendapat jawabannya. Ryo kembali mengatur perusahaannya dan Zara kembali ke rumah Reon bersama orang-orang penting yang berbunga-bunga akannya. Setibanya di rumah, dia baru sadar bahwa Bastian dan Aoi menghilang, padahal Reon beserta kedua ajudannya ada di sana. "Bibi, ke mana Bastian dan Aoi? Tadi mereka p
Keesokan harinya, Zara sudah tidak menjadi tahanan asmara. Ryo berniat untuk menyelesaikan segalanya dan memulai sesuatu yang baru. Dengan didampingi Zara, Ryo berniat menuju kantor polisi, akan tetapi tanpa diduga Forin menghadang di depan rumahnya. "Astaga! Forin?!" Zara yang terkejut sampai mundur hampir kembali ke teras. Ryo juga terkejut, tetapi dia mematung. 'A-apa yang dilakukannya di sini?! Pagi-pagi sekali sudah ada masalah?! Oh, tidak, kapan ini akan selesai?!' batin Zara menjerit. Memandang mereka berdua bergantian sampai matanya melebar. Ekspresi Forin nampak segan bercampur malu, tetapi terdapat niat yang kuat. Mereka diam sampai Forin membuka percakapan. Dia sangat gelisah sebelum memantapkan langkah dan memandang Ryo dalam. "Ryo, aku ingin mengakhiri hubungan denganmu," ujar Forin tegas. Sontak pagi yang cerah itu menjadi mendung bagi Ryo. Zara membekap mulutnya. Syok tak berkesudahan dengan keberanian Forin dalam bermain-main, akan tetapi kali ini mantan mode
Demam melanda, panas-dingin di sekujur badan. Hujan petir di luar menambah gelapnya kamar. Zara menyelimuti Ryo dengan satu-satunya selimut dan menyuruhnya duduk menekuk lutut setelah sadar. Laki-laki itu begitu lembab. Tubuhnya membiru nan pucat. Zara panik tak karuan. "Ada apa denganmu? Kenapa bisa begini? Kau bermain hujan? Seperti anak kecil saja!" Marah Zara akan kekhawatirannya. Ryo yang terpuruk menatap Zara dengan makna berbeda. Sisi perhatian nan baik itu membuatnya berdecak dalam hati. Memalingkan pandangan kembali pada kesedihan yang mendalam. Kemudian, dia menceritakan segalanya. Tentang Forin yang berkhianat.Zara terperangah, "Apa ... kau bilang?" Tangan lemah tak lagi memegang selimut yang menutupi Ryo dari kepala hingga kaki. Laki-laki itu pun mengangguk lemah. Zara tidak bisa berucap sepatah kata pun. Meskipun telah mengetahui perasaan Forin pada Reon, tetapi keberanian Forin menyelamatkan Reon dan mengakui cintanya pada Ryo itu terlalu memukul. Bahkan Zara
"Karena aku mencintaimu!" Jantung Reon bergemuruh. Langit menghadirkan guntur dan awan mendung dari segala sisi. Bulan separuh yang bersinar mulai tertutup mendung. Musim kemarau lenyap untuk malam ini. Rintikan air mulai turun mengguyur seluruh sudut Jakarta. Pernyataan Forin hanyut bersamaan turunnya hujan. "Kau gila!" Reon menggeleng. Forin justru berbinar. "Ini pertama kalinya kau menggunakan ekspresimu untukku selain senyuman sinis dan marah. Aku senang sekali!" Reon memejamkan mata meredam emosi. "Terima kasih, tapi aku tidak punya banyak waktu. Membebaskanku hanya akan menambah masalah bagimu." Reon hendak pergi, tetapi Forin menariknya berjongkok di dekat pintu belakang. "Ssttt! Aku punya rencana untuk membawa Zara ke sisimu."Forin mengangguk pasti. Reon terpancing."Zara?" Tatapannya sedikit berubah. "Ryo menjaganya sangat ketat. Jika aku yang membawanya keluar pasti tidak akan masalah. Percayalah padaku!" Reon hendak membalas, akan tetapi sebuah tepuk tangan te
Bastian masih menganga tak percaya. Bagaimana bisa seorang gadis berubah menjadi kepala sipir yang mengerikan?Bagaimana pula tubuh kecil itu berkembang menjadi besar? Di depan cermin, Bastian tak kunjung reda menunjukkan wajah bodohnya. "Aku siap! Kau jangan mengacaukan rencanaku. Jika tidak, kau juga akan kugantung!" Aoi berbalik sembari memakai sarung tangan putih. Bastian tersentak mundur. "Haaa! Suara ... suaramu juga berubah seperti laki-laki!" Syok yang tak berkesudahan itu membuat Aoi mendesah panjang."Ayo pergi!" Terpaksa menyeret Bastian dengan menarik kamera yang terkalung di leher. Sungguh malam yang indah penuh gairah. Perempuan bisa menjadi sangat kuat dari dua sisi. Zara hanya bisa merenung membayangkan langit gelap penuh bintang. Andai saja pertarungan juga terjadi padanya sekarang. "Menendang pintu juga tidak berhasil. Sialan! Ryo, kau melanggar janjimu!" Ribuan kali Zara memaki tak mempan menghilangkan dendamnya. Semua untaian perasaan Ryo sebelumnya len
Ryo memberitahu siksaan yang Reon terima di penjara kepada Zara. Terus mengancam dan mendorong mental Zara agar bersedia membebaskan Forin dan Mario. Gadis itu begitu tangguh, meskipun mendengar Reon disiksa. Ini sudah lewat satu hari. Semuanya masih berjalan monoton. Hingga pada akhirnya, di pagi ini Ryo kembali datang membawa sebuah video rekaman. "Pergilah!" usir Zara. Ryo tersenyum miring setelah mengunci pintu."Kenapa? Ayo kita bermain-main, Sayang! Akan kuperlihatkan kehidupan penjara padamu." Langkah tertata memaksa keberanian Zara mundur hingga terealisasikan. Zara menabrak kepala ranjang dan Ryo semakin mendekatinya. Kemudian, rekaman video itu pun diputar. Bagai tersapu badai seorang diri, kesadaran Zara menghilang. Mata seakan buta dan telinga tidak mendengar.Ryo tersenyum jahat melihat Zara yang membatu tak berdaya. Ketangguhan Reon yang tak menjerit sama sekali dalam menerima semua siksaan itu tiba-tiba meluruhkan air mata Zara. Tanpa suara, gadis itu menangis
Sementara Reon yang terus disiksa, perusahaannya masih berjalan dengan normal. Alasannya karena Zack dan Alexa dipaksa bekerja dari penjara. "Haha, ini menarik! Akan kukenang seumur hidup. Ternyata penjara tidak sepahit itu. Yah, jika aku mau kubisa merusak besi-besi ini kapan saja, tapi demi Pak Reon dan Zara aku harus menahannya. Ah, aku pegal. Azuma, bisakah kau buatkan aku kopi?" Zack dengan lihai mengolah dokumen di laptop dalam jeruji besi. Dia bertolakbelakang dengan Alexa yang juga sedang bekerja. Azuma hanya memandang mereka di pojokan. "Hanya debu yang bisa kuberikan padamu, Tuan Zack. Huft, kenapa Tuan Reon harus menerima pukulan yang menyakitkan itu demi kita? Kenapa tidak membiarkan kita menanggungnya juga? Aku sangat sedih!" lirih Azuma. "Menjijikkan!" maki Alexa datar. Seketika bibir Azuma semakin melengkung ke bawah. "Itulah kualitas terbaik Tuan kita, bukan?" Zack meredupkan matanya.Di sisi lain, Ryo membawakan makanan untuk Zara. Zara berdiri tegap mengepal