"Tunggu dulu, Raja Iblis! Ada yang ingin saya bicarakan pada Anda! Di mana temanku Zara?!"Kondisi babak belur yang hanya terbalut plaster seadanya, Bastian memberanikan diri menghadang Reon di depan gedung perusahaan. Alexa dan Zack tak percaya Bastian berani datang bahkan setelah Alexa membuatnya berantakan. "Aku tidak tau," jawab Reon memperhatikannya jelas. "Jangan bohong!" Bastian memotong udara.Napasnya masih terengah, "Nona Alexa datang bertanya tentang keberadaan Zara. Sebenarnya apa yang telah terjadi? Apa dia menghilang?" Alexa dan Zack terperangah, tetapi Reon tetap tenang tak tersentuh. "Maafkan saya, Tuan Bastian. Saya telah salah paham," dengan kakunya Alexa memohon maaf seperti tiada niat. Bastian tetap mempertahankan emosi. "Saya tidak mempermasalahkannya." Zack yang terus memandang pun melerai. "Hei, sudahlah, jangan terlalu formal. Bastian, aku tidak kolot seperti mereka berdua. Saat ini mungkin akan mengejutkanmu, tapi Zara benar-benar menghilang sejak pag
"Tuan, Nona Zara ...," ucapan Alexa terputus dengan dobrakan pintu yang dilayangkan kakinya sendiri. Zack segera menayangkan tayangan rekaman CCTV. Dia merampas laptop polisi. "Diculik dalam keramaian trotoar," lanjut Alexa setelah berada di dekat Reon."Baiklah, ini dia!" Zack memutar rekaman itu. Sesuai praduga Reon, Zara hilang berdasarkan penculikan. Keningnya memunculkan garis halus yang nampak tenang, tetapi tangannya terkepal."Bodoh! Kenapa aku tidak berpikir dari awal? Ada apa dengan otakku?" Reon pun berdiri."Kita pergi!" Melenggang keluar rumah membuat Zack dan Alexa mengikutinya."Heh? Lalu, aku bagaimana?" Bastian menengadahkan tangan bingung. Reon melirik sempat berhenti."Kembalilah menjadi Burung Merpati Zara." Desisan Reon meninggalkan misteri bagi Bastian. "Argh, apa maksudnya?"Berkerut dahi sembari menggaruk kepala. Sontak terpikirkan sesuatu. "Burung Merpati ... astaga, aku juga harus pergi!"Tak menunggu lagi dia meninggalkan kediaman Reon begitu cepat.
Tanpa sadar Zara terbuai perjalanan. Dia tertidur pulas. Lalu, laki-laki yang hampir tidak pernah menunjukkan ekspresi lain selain keangkuhan dan sedikit senyuman itu seakan lupa diri. "Pergilah! Kuserahkan perusahaan pada kalian. Aku akan mencari Zara sendiri." Reon mengusir Zack dan Alexa. Badai telah berlalu. Tak mengira jika berlangsung hingga pagi. Mereka juga telah menjauh dari pemukiman. "Tuan, hubungi kami jika terjadi sesuatu. Bagaimana bisa saya meninggalkan Anda?" Dari nada bicara yang serius, Alexa sedih menjauh dari Reon. Dia ingin mengikuti Reon."Apa tidak sebaiknya saya saja yang melanjutkannya? Anda butuh istirahat," Zack turut tidak tega. Alis Reon justru bertaut."Kalian berani menentangku?" Sontak kedua orang itu menggeleng. "Ahaha, tentu tidak." Zack angkat tangan berkeringat dingin."Bagus! Pergilah!" Reon pun meninggalkan mereka.Zack dan Alexa saling pandang setelah Reon bergabung di jalan raya. Mereka pikir apakah tidak masalah membiarkan Reon yang di
Jauh dari keramaian kota, jauh dari polusi dan debu udara, juga jauh dari materialisme dunia. Tidak ada kesejukan melebihi sungai yang mengalir jernih. Hawa kehadirannya menghilangkan rasa lelah."Aku tertidur?"Perlahan Zara bangun. Begitu sadar menempati tempat yang berbeda dia berdiri tertatih. "Hah?! Di mana ini?!" teriaknya lantang.Terkejut hebat sudah berada di rerumputan basah. Dia menoleh ke segala arah. Tepi sungai di dalam hutan Jati serta banyaknya ilalang dan rumpun bambu menjadi pusat perhatiannya.Seluruh bagian tubuh terasa pegal, kemungkinan lelah perjalanan. Dahi pun berkerut tanda kebingungan."Hutan lagi?!" keluhnya memekik lemah. Mendesis kesakitan dan menggaruk tengkuknya. Dia tersentak menyadari ikatannya terlepas. Mengerjap dua kali, kemudian memahami kondisi."Ah, aku kembali dibuang, ya?"Menatap redup tangan dan kaki yang bebas. "Kukira aku akan dibawa ke pasar gelap. Apa untungnya penculik itu membuangku kemari? Ini di mana?" Mendongak menantang langi
Demi menghilangkan dahaga, Zara terpaksa kembali menyusuri hutan. Langit masih mengamuk mengubah petir menjadi cambuk. Zara sangat kesal karena air tak kunjung turun. "Hujan saja kalau mau hujan! Kenapa harus marah-marah?!" Dia mendongak memarahi langit. Dalam sekejap lesu tanpa tenaga. "Hah, aku sudah tidak sanggup lagi berjalan. Aku haus!" rengeknya dengan bibir bergelombang. Berkat terpaan angin, wajahnya yang lengket menjadi kering. Tubuhnya menyerah bersandar sebuah pohon Jati. Meraup rumput yang dingin dan memandangnya tanpa selera. "Eerrr, apa aku harus makan ini?" Genggaman yang sangat erat. Rumput itu menjadi tak berdaya di tangannya. Rahang Zara pun mengetat. "Hatiku ... masih terasa sesak." gumamnya lirih memandang rumput. Luruh sudah rerumputan itu. Zara kembali mengepalkan tangan di dada. Detakannya lebih kuat. Seirama dengan gemuruh yang meneror. Mendadak bayangan Reon terlintas di benaknya. Zara tersentak, sedetik kemudian lenyap."Ck! Kenapa aku memikirkan o
Mereka mengatur napas di dalam mobil. Para warga desa kembali, kesulitan mencari karena badai. Sontak Zara tidak bisa bergerak, bersandar kursi. "Hah, akhirnya aku bisa tenang." lirihnya senyum tenang. Reon hendak melepas kemejanya membuat Zara terjingkat melotot. "Aaaa! Apa yang kau lakukan?!" teriaknya menutup wajah, tapi jemarinya terbuka."Lepas pakaianmu jika tidak ingin masuk angin." Reon tetap melepas kemejanya. Terekspos lah Reon yang bertelanjang dada. Merah sudah setiap garis wajah Zara. Jantungnya seakan ingin meledak. "Ka-kau sudah gila, ya?!" pekiknya mencicit memalingkan wajah. Dia memanas.'Huaaa, berbahaya sekali! Kenapa dia bisa memiliki tubuh sebagus itu? Tidak, tidak, jangan berpikiran macam-macam, Zara. Kendalikan dirimu!' batinnya.Reon pindah ke belakang hanya untuk mengambil barang. "Ada selimut di bagasi. Pakailah!" Melempar selimut putih nan tebal pada Zara, sedangkan dia memakai pakaian ganti. "Eh? Ada selimut? Bahkan kemeja juga?" mengerjap menatap
"Dia itu aneh sekali! Sedikit-sedikit mau menghancurkan perusahaan orang seenaknya saja. Dipikir membuatnya mudah?" Zara sudah jauh lebih baik dari beberapa jam yang lalu. Bastian bingung. "Entahlah! Kalau kau sendiri bagaimana?" Zara Mengerucutkan bibir kesal sembari mengantar Bastian pulang hingga ke gerbang. "Tentu saja merusak jiwa orangnya." mendongak bangga.Bastian meringis karena itu jauh lebih parah. Kemudian, semuanya sirna. Pagi-pagi sekali Zara ingin bersantai menghirup udara segar. Namun, Reon menariknya pergi ke kantor. "Eh, apa-apaan ini? Lepaskan aku!" Dia tidak bertemu Alexa maupun Zack. Zara mencari mereka karena ingin mendapat bantuan. Pasalnya Reon memberi pekerjaan berat. "Salin semua dokumen itu di komputer. Selesaikan sekarang juga." Perintah Reon tanpa berhenti berkutat dengan laptop."Apa?" Zara terperangah melihat tumpukan laporan keuangan di meja. "Kenapa harus disalin? Bukankah sudah ada file-nya di divisi keuangan?" tanyanya heran. "Hilang," ja
Keheningan melanda studio foto. Bastian menghilang, bayangan negatif merasuki pikiran Zara. "Dia hilang."Zara menceritakan tentang pesta yang akan dihadiri Forin pada Reon. Sang Bodyguard telah pergi setelah memberi kesaksian serupa.Berniat ikut serta bersama Bastian, tetapi Bastian lenyap tanpa jejak saat berganti pakaian sebelum pergi meminta izin pada Reon agar Zara diperbolehkan pergi. Zara berdecih menyeka dahi."Dia tidak ada di studio."Reon yang duduk sibuk mengamati raut wajah pelayannya dalam-dalam."Kau nampak tenang, padahal bisa saja temanmu dalam bahaya." Kening Zara berkerut.'Aku tau, bodoh! Aku frustasi, gemetar sekarang. Setelah aku yang diculik, sekarang Bastian tiada. Apa dia hilang karena aku?' batinnya. Meredam perasaan teramat mudah bagi Zara. Jika hanya memasang topeng tegar, dia sangat ahli. Binar matanya seperti lampu redup.Reon membuang napas besar memutus kontak. Nada yang tak tahan."Ada kemungkinan Ryo pelakunya. Alexa tidak mungkin lengah mengawa
Diam-diam mengintip di celah pintu. Kamar Reon membuat bulu kuduk Zara merinding. Kakinya gemetaran, meringis dalam diam. "Aduh! Kenapa aku malah ke sini? Tadinya hanya penasaran apa yang Reon lakukan, kenapa aku benar-benar datang mengintipnya?" mencicit bodoh. Tiba-tiba pintu terbuka membuat Zara berteriak hampir jatuh tersungkur. "Aaa, sakit sekali!" Bangkit mengusap lutut yang terbentur keras dengan lantai. Ada kaki besar di sampingnya. Seketika Zara mati gaya. Dia berdiri cepat dan memberi senyuman manis. "Ah, Tuan. Tidak bisa tidur, ya?" Senyum itu menjadi kikuk. Reon menatapnya begitu dalam sampai Zara terpaksa memutar-mutarkan pandangannya. "Zara," panggil Reon membuat Zara terjingkat. "Hiii! Iya, Tuan!" Seketika Zara bersikap tegap. "Apa kau tidak keberatan menyukai mantan Pembunuh Rahasia sepertiku?" Tatapan redup Reon mengatakan segalanya. Zara mendelik heboh bahkan sulit bernapas. 'Kenapa tiba-tiba begini?! Apa yang merasukinya?!' memekik dalam hati
"Zara Azuri Frazanista, kuucapkan terima kasih sudah mendampingi Tuan tanpa memerasnya seperti rencanamu pada awalnya," ujar Aoi tanpa melepas rokok di sudut mulutnya. Zara mendelik meringis. 'Sial! Kenapa gadis ini bisa setenang Alexa? Tidak, Alexa lebih gelap dari ini,' batin Zara. "Aku tidak bermaksud memerasnya, tapi memanfaatkannya." bela Zara malas menepis udara. "Omong-omong, kau sangat cantik!" Aoi mengeluarkan asap rokok dari mulutnya seperti mainan. Zara terperangah langsung memegang kedua pipi. "Iya, haha, jangan begitu. Aku tidak secantik itu."Dia tersipu. "Bicaranya jadi malu-malu." Bastian mendelik.Ekspresi Zara berubah seketika ketika menoleh ke Bastian. "Jadi, apa yang kalian lakukan?" Pertanyaan yang cukup serius. Bastian melengos. "Hanya bermain," jawabnya santai. Zara memicing tidak percaya. Dia pun berdiri membuat mereka mendongak. "Bastian, kutunggu penjelasanmu. Yah, terserah kalian mau bermain atau tidak, aku tidak berhak mengaturnya, tetapi aku
"Semuanya telah berakhir?" Di gerbang kantor polisi, Ryo bertanya kepada Zara. Zara mengangguk mantap. "Sudah berakhir!" Mereka berjabat tangan dan menukar senyum.Tidak akan ada pembalasan dendam lagi yang menyulitkan semua orang. Zara sudah bisa lega sepenuhnya. Kegelisahan di hati pun hilang. "Aku akan pergi ke jalanku. Temui aku jika membutuhkan sesuatu. Setelah ini apa rencanamu?" Ryo melepaskan jabatan tangan mereka. Zara berkedip polos. "Hmm? Aku akan kembali bekerja di rumah Tuan Reon, apa lagi?" Ryo pun menepuk dahi. "Gadis payah!" "Ha? Apa? Kenapa kau bilang begitu?" Zara seperti orang bodoh yang dikerjai. Namun, jalan memisahkan mereka sehingga Zara tidak mendapat jawabannya. Ryo kembali mengatur perusahaannya dan Zara kembali ke rumah Reon bersama orang-orang penting yang berbunga-bunga akannya. Setibanya di rumah, dia baru sadar bahwa Bastian dan Aoi menghilang, padahal Reon beserta kedua ajudannya ada di sana. "Bibi, ke mana Bastian dan Aoi? Tadi mereka p
Keesokan harinya, Zara sudah tidak menjadi tahanan asmara. Ryo berniat untuk menyelesaikan segalanya dan memulai sesuatu yang baru. Dengan didampingi Zara, Ryo berniat menuju kantor polisi, akan tetapi tanpa diduga Forin menghadang di depan rumahnya. "Astaga! Forin?!" Zara yang terkejut sampai mundur hampir kembali ke teras. Ryo juga terkejut, tetapi dia mematung. 'A-apa yang dilakukannya di sini?! Pagi-pagi sekali sudah ada masalah?! Oh, tidak, kapan ini akan selesai?!' batin Zara menjerit. Memandang mereka berdua bergantian sampai matanya melebar. Ekspresi Forin nampak segan bercampur malu, tetapi terdapat niat yang kuat. Mereka diam sampai Forin membuka percakapan. Dia sangat gelisah sebelum memantapkan langkah dan memandang Ryo dalam. "Ryo, aku ingin mengakhiri hubungan denganmu," ujar Forin tegas. Sontak pagi yang cerah itu menjadi mendung bagi Ryo. Zara membekap mulutnya. Syok tak berkesudahan dengan keberanian Forin dalam bermain-main, akan tetapi kali ini mantan mode
Demam melanda, panas-dingin di sekujur badan. Hujan petir di luar menambah gelapnya kamar. Zara menyelimuti Ryo dengan satu-satunya selimut dan menyuruhnya duduk menekuk lutut setelah sadar. Laki-laki itu begitu lembab. Tubuhnya membiru nan pucat. Zara panik tak karuan. "Ada apa denganmu? Kenapa bisa begini? Kau bermain hujan? Seperti anak kecil saja!" Marah Zara akan kekhawatirannya. Ryo yang terpuruk menatap Zara dengan makna berbeda. Sisi perhatian nan baik itu membuatnya berdecak dalam hati. Memalingkan pandangan kembali pada kesedihan yang mendalam. Kemudian, dia menceritakan segalanya. Tentang Forin yang berkhianat.Zara terperangah, "Apa ... kau bilang?" Tangan lemah tak lagi memegang selimut yang menutupi Ryo dari kepala hingga kaki. Laki-laki itu pun mengangguk lemah. Zara tidak bisa berucap sepatah kata pun. Meskipun telah mengetahui perasaan Forin pada Reon, tetapi keberanian Forin menyelamatkan Reon dan mengakui cintanya pada Ryo itu terlalu memukul. Bahkan Zara
"Karena aku mencintaimu!" Jantung Reon bergemuruh. Langit menghadirkan guntur dan awan mendung dari segala sisi. Bulan separuh yang bersinar mulai tertutup mendung. Musim kemarau lenyap untuk malam ini. Rintikan air mulai turun mengguyur seluruh sudut Jakarta. Pernyataan Forin hanyut bersamaan turunnya hujan. "Kau gila!" Reon menggeleng. Forin justru berbinar. "Ini pertama kalinya kau menggunakan ekspresimu untukku selain senyuman sinis dan marah. Aku senang sekali!" Reon memejamkan mata meredam emosi. "Terima kasih, tapi aku tidak punya banyak waktu. Membebaskanku hanya akan menambah masalah bagimu." Reon hendak pergi, tetapi Forin menariknya berjongkok di dekat pintu belakang. "Ssttt! Aku punya rencana untuk membawa Zara ke sisimu."Forin mengangguk pasti. Reon terpancing."Zara?" Tatapannya sedikit berubah. "Ryo menjaganya sangat ketat. Jika aku yang membawanya keluar pasti tidak akan masalah. Percayalah padaku!" Reon hendak membalas, akan tetapi sebuah tepuk tangan te
Bastian masih menganga tak percaya. Bagaimana bisa seorang gadis berubah menjadi kepala sipir yang mengerikan?Bagaimana pula tubuh kecil itu berkembang menjadi besar? Di depan cermin, Bastian tak kunjung reda menunjukkan wajah bodohnya. "Aku siap! Kau jangan mengacaukan rencanaku. Jika tidak, kau juga akan kugantung!" Aoi berbalik sembari memakai sarung tangan putih. Bastian tersentak mundur. "Haaa! Suara ... suaramu juga berubah seperti laki-laki!" Syok yang tak berkesudahan itu membuat Aoi mendesah panjang."Ayo pergi!" Terpaksa menyeret Bastian dengan menarik kamera yang terkalung di leher. Sungguh malam yang indah penuh gairah. Perempuan bisa menjadi sangat kuat dari dua sisi. Zara hanya bisa merenung membayangkan langit gelap penuh bintang. Andai saja pertarungan juga terjadi padanya sekarang. "Menendang pintu juga tidak berhasil. Sialan! Ryo, kau melanggar janjimu!" Ribuan kali Zara memaki tak mempan menghilangkan dendamnya. Semua untaian perasaan Ryo sebelumnya len
Ryo memberitahu siksaan yang Reon terima di penjara kepada Zara. Terus mengancam dan mendorong mental Zara agar bersedia membebaskan Forin dan Mario. Gadis itu begitu tangguh, meskipun mendengar Reon disiksa. Ini sudah lewat satu hari. Semuanya masih berjalan monoton. Hingga pada akhirnya, di pagi ini Ryo kembali datang membawa sebuah video rekaman. "Pergilah!" usir Zara. Ryo tersenyum miring setelah mengunci pintu."Kenapa? Ayo kita bermain-main, Sayang! Akan kuperlihatkan kehidupan penjara padamu." Langkah tertata memaksa keberanian Zara mundur hingga terealisasikan. Zara menabrak kepala ranjang dan Ryo semakin mendekatinya. Kemudian, rekaman video itu pun diputar. Bagai tersapu badai seorang diri, kesadaran Zara menghilang. Mata seakan buta dan telinga tidak mendengar.Ryo tersenyum jahat melihat Zara yang membatu tak berdaya. Ketangguhan Reon yang tak menjerit sama sekali dalam menerima semua siksaan itu tiba-tiba meluruhkan air mata Zara. Tanpa suara, gadis itu menangis
Sementara Reon yang terus disiksa, perusahaannya masih berjalan dengan normal. Alasannya karena Zack dan Alexa dipaksa bekerja dari penjara. "Haha, ini menarik! Akan kukenang seumur hidup. Ternyata penjara tidak sepahit itu. Yah, jika aku mau kubisa merusak besi-besi ini kapan saja, tapi demi Pak Reon dan Zara aku harus menahannya. Ah, aku pegal. Azuma, bisakah kau buatkan aku kopi?" Zack dengan lihai mengolah dokumen di laptop dalam jeruji besi. Dia bertolakbelakang dengan Alexa yang juga sedang bekerja. Azuma hanya memandang mereka di pojokan. "Hanya debu yang bisa kuberikan padamu, Tuan Zack. Huft, kenapa Tuan Reon harus menerima pukulan yang menyakitkan itu demi kita? Kenapa tidak membiarkan kita menanggungnya juga? Aku sangat sedih!" lirih Azuma. "Menjijikkan!" maki Alexa datar. Seketika bibir Azuma semakin melengkung ke bawah. "Itulah kualitas terbaik Tuan kita, bukan?" Zack meredupkan matanya.Di sisi lain, Ryo membawakan makanan untuk Zara. Zara berdiri tegap mengepal