"Kita mau kemana, Tuan?" Denio mengeluarkan pertanyaannya sesudah Kendrick masuk ke dalam mobil mewah keluaran terbaru tersebut. Dia menatap Kendrick yang sedang memainkan tablet di kursi penumpang melalui kaca spion tengah.
Kendrick yang dipanggil mendongakkan wajah. Wajah Kendrick terlihat benar-benar lelah. "Ke mansion ... yang baru," jelas Kendrick yang lalu memejamkan matanya.
Ada banyak mansion yang Kendrick miliki, jadi dia memberikan petunjuk lebih spesifik agar Denio mengerti.
"Baik, Tuan," sahut Denio yang paham yang lalu memberikan petunjuk ke sopir pribadi Kendrick.
Kendrick lelah. Satu harian ini dia terus berada di kantor untuk melakukan meeting dengan berbagai kolega bisnis.
Hanya satu yang ada di pikiran Kendrick untuk meredam rasa lelah yang mendekap tubuhnya, yaitu wanitanya, Adeline.
***
"Astaga!"
Suara itu sontak membuat Adeline terperanjat terkejut. Untung saja dia tidak menyenggol makanan yang tersaji di meja makan, bisa-bisa makanan itu hancur tak berbentuk.
"Ana, bisakah kau tidak mengagetkanku seperti itu?" tanya Adeline dengan tatapan kesal.
Ana mengatur deru nafasnya beberapa saat, lalu menelan salivanya, berusaha membasahi kerongkongannya yang kering. "Tuan Kendrick sudah ada di halaman, Nyonya!"
"Apa?!" pekik Adeline dengan bibir yang terbuka lebar, terkejut dengan apa yang Ana katakan. Segera dia melepas karet yang mengikat rambutnya, merapikan dengan sela-sela jarinya. Kini jari Adeline sudah beralih fungsi menjadi sisir.
"Nyonya tenang saja. Butuh waktu yang lama untuk Tuan Kendrick sampai ke sini," jelas Ana tapi tidak bisa membuat Adeline menjadi sedikit tenang.
"Bagaimana dengan pakaianku?" Adeline mengamati pakaian yang ia gunakan. "Kalau aku ganti pakaian pasti butuh waktu yang lama. Habislah diriku ini," jelasnya histeris sambil mengipas-ngipas wajah tanpa make up itu dengan tangan, berusaha agar keringat tidak muncul di wajahnya.
"Tenang saja, Nyonya. Pakaian Nyonya sudah layak," jelas Ana sambil mengangkat kedua jempolnya. "Kalau begitu saya pergi ke belakang dulu." Ana melangkah lebar, meninggalkan Adeline yang masih merapikan pakaiannya.
Tapi sepertinya Adeline tidak berpikir seperti itu, pakaian yang dipakainya jauh dari kata layak. Kaus oversize pink itu membuat tubuh Adeline tenggelam, bahkan hotpants yang ia gunakan tidak kelihatan, membuat Adeline seperti tidak memakai celana.
"K—kau datang," kata Adeline dengan menampilkan senyum manisnya, membuat Kendrick menghentikan langkahnya. Lagi, Adeline menarik nafas ketika manik biru itu menatapnya dengan intens, membuat detak jantung Adeline tak karuan. Dia berjalan mendekati Kendrick.
Kendrick menghela nafasnya panjang."Pergi dari sini," jelas Kendrick kepada Denio yang ada beberapa langkah di belakang. Kendrick tidak suka Adeline yang memakai pakaian seperti itu .... Bukan, lebih tepatnya Kendrick tidak suka karena Denio juga melihat Adeline.
"Baik, Tuan."
Dengan penuh keraguan, Adeline berhenti tepat di dekat Kendrick. Tersenyum, menarik bibirnya sampai batas maksimal.
"Bagaimana harimu?" tanya Adeline. Dari raut wajah Kendrick, Adeline sudah menemukan jawaban ... pria itu sangat kelelahan. Rasa simpati yang tak pernah ada ke pria di hadapannya mendadak muncul tanpa alasan yang jelas.
Pertanyaan Adeline membuat Kendrick mengerutkan keningnya, masih belum terbiasa. "Kuharap kau tahu kedatanganku kesini untuk apa," jelas Kendrick mengabaikan pertanyaan Adeline, yang lalu meninggalkan Adeline, berjalan menuju arah meja makan.
"Untuk tubuhku," jawab Adeline dalam hati. Dia menarik lagi bibirnya, kali ini tersenyum kecut.
"Siapa yang memasak ini?" tanya Kendrick yang sudah mengambil tempat, duduk di kursi yang berada di ujung.
"Huh?" Adeline tersadar dan langsung berbalik badan. Ringisan kecil keluar dari bibir Adeline saat Kendrick menatapnya dengan tatapan elang. "A—aku," jawab Adeline.
Kendrick menatap Adeline datar, tidak ada ekspresi sama sekali di wajah tampan itu, membuat Adeline menerka-nerka kesalahan apa yang telah ia buat.
"Kau ingin makan?" tanya Adeline sembari berjalan. Dia berhenti di dekat Kendrick. "Emh ... kalau kau tidak ingin makanan ini, aku bisa menyuruh Ana untuk menyiapkan makanan lain."
Siapa Adeline? Setidaknya dia harus tahu diri. Posisinya disini bukanlah sebagai pasangan Kendrick, namun sebagai pemuas Kendrick di ranjang.
"Tidak perlu," tolak Kendrick. Dia menatap ayam goreng yang tersaji, lalu berpindah, menatap Adeline. "Ambilkan untukku!"
Adeline dengan cepat mengambil piring, mengisinya dengan ayam, nasi, dan juga sayuran— mengabaikan rasa terkejutnya karena Kendrick yang ingin makan masakannya.
"Ini!" seru Adeline sambil menyerahkan piring di hadapan Kendrick.
Dengan posisi berdiri, Adeline melihat bagaimana Kendrick dengan lahapnya memasukkan sendok yang berisi makanan itu ke dalam mulutnya.
Syukurlah tadi Adeline sudah makan sebelum kedatangan Kendrick yang tiba-tiba, kalau tidak, maka sudah dipastikan cacing-cacing di perutnya akan teriak kelaparan ... Adeline tidak mungkin makan bersama Kendrick di satu meja.
"Aku tunggu di kamar," seru Kendrick yang sudah berdiri. Dia menghabiskan semua yang ada di piring itu sampai bersih.
Mata Adeline terpejam rapat bersamaan dengan bibir bawah yang ia gigit. Pria itu tidak sepenuhnya pergi ke kemar. Dia malah menyempatkan diri untuk menggoda Adeline dengan meremas benda kenyal miliknya.
Senyum puas terbit di wajah Kendrick, dia menggigit sensual bibirnya saat berhasil meremas kedua gunung Adeline. Benda kenyal yang punya ukuran pas di tangannya membuat Kendrick merasa gemas, maka dari itu dia memilih berhenti sejenak.
"Emhh." Adeline tidak munafik, sentuhan yang Kendrick buat berhasil membawanya ke dalam kenikmatan. Bahkan tangannya sudah meremas punggung belakang Kendrick. "Jangan disini," kata Adeline pelan.
Syukurlah otaknya masih berjalan dengan benar. Ia tidak bisa membayangkan kalau Kendrick menyentuhnya di meja makan, entah bagaimana reaksi orang-orang mansion ketika bertemu dengan Adeline nantinya.
"Aku suka dengan pakaianmu," puji Kendrick yang tangannya sudah berpindah meremas bokong penuh Adeline. "Kau semakin seksi dengan pakaian seperti ini," serunya yang lalu berlalu, menaiki tangga, menuju kamar, meninggalkan Adeline yang masih berusaha menelan kalimat pujian Kendrick.
"Tahan. Dia pasti akan cepat bosan denganku," gumam Adeline.
***
Nafas Adeline tersengal-sengal setelah mereka berhasil mendapatkan kenikmatannya bersama.
Kendrick mengecup leher Adeline, menghisapnya sesekali, membuat leher Adeline sedikit terangkat keenakan.
Dengan buas, Kendrick menggambar dengan indah bekas-bekas permainan mereka di leher, lengan, bahkan perut Adeline. Seakan pria itu tidak punya kesempatan lagi untuk melakukan hal tersebut.
"Emhhh," desah Adeline sambil meremas rambut Kendrick
"Bagaimana, hm?" tanya Kendrick dengan senyum tipisnya. Ia mengecup bibir basah Adeline. "Once again."
"Yes, please," sahut Adeline dengan desahannya. Salah, ia tahu. Tapi entah kenapa Kendrick memperlakukannya dengan lembut, membuatnya seperti menari-nari di atas awan. Apalagi ketika suara berat Kendrick menyapa indra pendengarannya, membuatnya semakin bernafsu.
Adeline semakin melayang-layang karena pria yang sedang menungganginya ini meneriaki namanya disaat Kendrick mencapai kepuasannya.
Setelah mendengar itu, dengan sigap Kendrick mencium kembali bibir pink Adeline, menghisap, menyapu bersih di dalam sana.
Gila! Ini wanita yang Kendrick cari selama ini. Wanita yang bisa memuaskan nafsu berat Kendrick. Padahal ini adalah ronde keempat mereka, tapi Adeline masih bisa menuruti gairah seorang Kendrick.
Kendrick tidak pernah mendapatkan kepuasaan seperti ini saat bersama dengan Katrin, mantan istrinya. Awalnya Kendrick sedikit menyesal mengikuti ajakan Chris, tapi ternyata ajakan Chris memang benar.
Kendrick harus memuaskan nafsunya apalagi dirinya sudah bebas. Tidak ada lagi ikatan yang perlu dijaga. Bukan hanya itu, Kendrick juga beruntung, pasalnya ini pertama kalinya bagi dirinya merasakan bagaimana sensasi seorang perawan.
Ya, Katrin sudah tidak perawan. Kendrick tahu itu dengan jelas. Tapi dia tidak pernah protes, karena dia takut membuat Katrin menjadi kecewa.
"Cantik," pujinya sambil memajukan pinggangnya, membuat benda miliknya masuk, menghantam di dalam sana. Tangan Kendrick tak diam, dia meremas dua buah benda kenyal itu, sedikit mencubit di bagian ujung membuat Adeline berteriak keenakan.
***
Dengan kaki telanjang, Adeline menuruni tangga satu per satu. Kini tampilannya lebih fresh sesudah mandi. Air dingin yang menyapa tubuhnya itu membawa jiwa-jiwa Adeline yang masih di alam mimpi kembali sepenuhnya.
Rambutnya yang dikeringkan menggunakan hair dryer sudah dicepol asal. Sweater dan celana training melekat sempurna di tubuhnya. Bekas kegiatan yang Kendrick lakukan menimbulkan bekas, maka dari itu Adeline menggunakan pakaian tertutup.
Untung saja saat ini negara yang ditinggalinya sedang mengalami musim dingin, membuat orang-orang akan berpikir maklum nantinya.
Pria yang Adeline pikir sudah pergi sejak lama ternyata mengamati Adeline dengan intens dari bawah. Tidak munafik, Kendrick mengakui kalau Adeline cantik dan juga imut, ditambah dengan sweater pink yang cocok di kulit putih bersihnya. Rambutnya yang berantakan juga berhasil membuat Kendrick sedikit tergoda. Untung saja dia sudah melepaskan semua hasratnya semalam, kalau tidak, sudah dipastikan Kendrick akan membatalkan meetingnya pagi ini.
Langkah kaki Adeline melambat, ketika ia baru menyadari Kendrick berdiri dengan tangan yang dimasukkan ke kantong celana. Memang tampan, akan tetapi tatapannya itu membuat Adeline masih saja merasa ketakutan.
"Ini." Kendrick memberikan Adeline 2 buah kartu yang langsung diterima Adeline. Adeline tidak berniat bertanya, pasalnya dia sudah tahu kegunaan benda itu.
"Aku pergi dulu. Jangan membuat kerusuhan!" jelas Kendrick yang lalu berlalu ke arah luar.
"Memangnya aku anak-anak?" tanya Adeline yang lalu pergi juga, menuju ke ruang makan.
***
"Apa ini?" tanya Adeline setelah ia sampai di ruang makan. Terdapat paper bag berwarna hitam terletak di atas sana. Alis Adeline menyatu, merasa penasaran, tetapi ia masih enggan untuk menyentuh paper bag tersebut.
"Itu pemberian Tuan Kendrick untuk Nyonya," jawab Ana yang baru saja datang dari arah dapur, membuat Adeline kembali mengarahkan matanya ke paper bag itu, berusaha menebak apa isinya.
Lingerie lagi, kah?
"Terima kasih, Ana," sahut Adeline pada akhirnya sesudah Ana meletakkan susu yang setiap pagi Adeline minta.
"Sama-sama, Nyonya. Kalau begitu saya pergi dulu."
Dengan ragu Adeline membuka paper bag itu. Matanya yang segar itu seketika membulat besar, diikuti dengan bibirnya yang membentuk huruf O. Terkejut.
"Ponsel?" tanya Adeline setelah membolak-balikkan kotak ponsel itu. Dia menggelengkan kepalanya takjub, ini adalah ponsel mahal keluaran terbaru. Ternyata, Kendrick menggantinya jauh lebih tinggi dari versi ponsel yang Adeline miliki sebelumnya.
"Dia sebenarnya baik, tapi kadang terlalu seram dan sulit di tebak," gumam Adeline sambil membuka kotak itu. Merasa penasaran dengan wujud ponsel mahal yang Kendrick berikan.
"Halo, Adeline."
Suara cempreng yang sedikit keras itu berhasil membuat Adeline menghentikan kegiatannya. Tubuhnya diam memaku, perasaan tidak enak mulai timbul, menyelimuti dirinya perlahan-lahan. Bahkan ingin membalik badan saja Adeline sangat kesusahan.
"Istri Kendrick?" tebak Adeline dalam hati sambil menelan salivanya dalam.
Mohon beri komentarnya ya teman teman.Setelah mencoba meyakinkan dirinya, Adeline kemudian berbalik badan. Mata cokelat terangnya langsung bertabrakan pada seorang wanita cantik.Wanita itu menggunakan sebuah dress dibalut oleh jaket tebal dengan aksen bulu di sekitar lehernya. Rambutnya diikat satu, menunjukkan lehernya yang jenjang."Akhirnya aku bertemu denganmu!" pekiknya sambil menunjukkan senyum lebar, mata wanita itu sampai tak terlihat lagi.Bahkan untuk membalas wanita itu dengan sebuah senyuman sangat sulit untuk dilakukan Adeline. Pikirannya masih menebak siapa wanita yang ada di hadapannya ... sepertinya dia pernah bertemu dengan wanita itu."
Pagi-pagi sekali Adeline sudah berada di balkon dengan segelas air hangat yang berada di tangannya. Saat dia ingin menatap ke bawah, ternyata matanya menemukan sesuatu. Di bawah sana, ada mobil mewah milik Kendrick. Tidak menunggu waktu lama, Kendrick segera keluar dari mobil tersebut.Sambil mengangguk mantap, akhirnya Adeline masuk ke dalam kamarnya. Bersiap sebentar lalu turun ke bawah untuk menyambut kedatangan Kendrick.Adeline boneka Kendrick. Dia harus menuruti semua yang Kendrick katakan. Dia tidak boleh membuat Kendrick marah.Langkah kaki Adeline melambat ketika melihat pria berbadan besar dengan jas yang membalut tubuh, masuk ke dalam mansion. Manik biru itu menyapu semua kondisi mansion, lalu akhirnya jatuh ke manik cokelat Adeline.
Adeline melangkahkan kakinya menuju area taman belakang.Tidak ada yang dia bisa dia lakukan di dalam mansion. Maka dari itu Adeline memutuskan untuk mengunjungi taman belakang sembari menjernihkan matanya karena sudah bosan melihat sosok Kendrick yang ada di dalam mansion.Kaki yang dibalut oleh Hermes oran sandal itu berhenti kala matanya mendapatkan seorang pria besar yang menggunakan setelan jas sedang menatapnya dengan tatapan datar tapi terlihat mengerikan.Adeline kenal orang itu. Dia Denio, sekretaris pribadi Kendrick.Adeline menggerakkan kepalanya, berusaha merilekskan ototnya yang tegang. "Apa yang kau lakukan disini?" tanya Adeline mencoba mencairkan suasana.Denio mene
"Hari ini kau berangkat ke kantor, 'kan?" Adeline yang duduk di kursi menghadap kaca bertanya sembari mengeringkan rambutnya dengan bantuan hair dryer. Sebenarnya dia malas keramas pagi-pagi, tapi mengingat rambutnya yang sudah bercampur dengan keringat hasil kegiatan mereka semalam, membuat Adeline terpaksa melakukannya.Kendrick menarik pandangannya yang sedari tadi memandang luar melalui kaca jendela besar. Dirinya sempat tertegun ketika melihat punggung seksi Adeline dari belakang. Padahal Adeline menggunakan sweater tapi tetap membuat Kendrick bisa membayangkan betapa mulusnya punggung Adeline."Ya," jawab Kendrick. Ia mengangkat cangkir berisi kopi, membawanya masuk, membasahi kerongkongannya.Adeline bernafas lega, setidaknya dia tidak akan sport jantung selama beberapa
"Kendrick!""Kau berani meninggikan suaramu, heh?" tanya Kendrick dari seberang.Adeline meringis, merutuki dirinya. Bukan tanpa sebab, dia sudah kepalang kesal dan berakhir meninggikan suaranya. Setelah cukup mengontrol emosinya, barulah Adeline membuka suara."M-maaf," beo Adeline yang sedikit menjauhkan ponsel dari telinganya, berjaga-jaga jika teriakan Kendrick terdengar nantinya."Kalau tidak penting aku matikan—""T-tunggu," potong Adeline cepat.Bagaimana bisa Adeline menelepon pria kejam jika tidak ada kepentingan? Ada-ada saja!Dia menelan salivanya, membasahi kerongkongannya yang kering. "Kau menyuruh bodyguard untuk mengawa
Adeline mengernyitkan alisnya ketika banyak suara masuk ke indra pendengarannya. Ia menoleh ke depan, mengamati beberapa pelayan yang ada di sana. Karena merasa penasaran, Adeline bergegas menuju ke arah depan."Ada apa ini?" tanya Adeline. Deg. Tatapannya langsung jatuh kepada seorang wanita yang rambutnya terurai.Wanita itu menarik bibirnya, membentuk senyuman sinis yang dilemparkan kepada banyak pasang mata. "Tanya saja sama dia, apakah dia mengenalku atau tidak!" anjur wanita itu sembari menunjuk Adeline.Adeline menghela nafasnya. "Aku mengenalnya. Kalian boleh pergi sekarang.""Tapi, Nyonya, nanti kalau Tuan Kendrick—""Aku ak
"Ada masalah dengan pekerjaanku, jadi aku mau kau harus memuaskan diriku," bisik Kendrick sambil menggigit daun telinga Adeline dengan lembut. Adeline akhirnya bisa bernapas lega walau sedikit. Setidaknya Kendrick belum mengetahui kedatangan Carmila. "Buat emosiku kembali stabil," lanjutnya."I will," jawab Adeline pelan. Entah apa yang ada di kepala wanita bermata cokelat terang itu. Hanya dengan melihat ke mata Kendrick, Adeline seperti dihipnotis begitu saja.Kendrick membasahi bibir merahnya dengan lidah sembari membuka celana pendek Adeline dengan gerakan cepat.SrekkkkTak lupa juga dia merobek tank top hitam itu dengan kasar, membuat benda kenyal langsung menyembul keluar seperti menantang K
Denio berjalan tegas, menginjak ubin berwarna kayu milik Kendrick. Dia berada di ruangan kerja Kendrick yang didominasi oleh warna-warna kayu. Ditatapnya Kendrick yang terlihat sibuk dengan laptop di tas meja.Kendrick, si pekerja keras."Ada apa?" tanya Kendrick yang melirik Denio melalui ujung matanya dengan tangan yang terus bergerak menyentuh keyboard."Saya membawa laporan pengeluaran dari kartu yang Tuan berikan kepada Nyonya Adeline."Mendengar nama wanita simpanannya membuat Kendrick bergeming. Ia menutup laptopnya begitu saja, lalu menengadah, menatap Denio dengan tatapan yang tak bisa dijelaskan."Berikan! Aku ingin tahu ap
Tubuh pria itu kian mengeras seperti batu. Sungguh, Kendrick baru menyadari kalau saat ini mereka ada di makam Katrin.Kendrick tak berbohong kali ini. Awalnya, ia kira mereka sedang berziarah ke sebuah makam keluarga pria itu, makanya dia tak melirik batu nisan itu di awal.“Kenapa kau terdiam, Kendrick?” tanya Adeline. Menarik kerah mantel pria itu sehingga mata mereka kembali bertemu. “Ayo, jawab aku! Apa kau tidak punya jawaban? Apa kau tidak bisa berbohong untuk yang kesekian kalinya lagi? Jawab!” bentak Adeline hebat.Meskipun pria itu sedang dilanda rasa terkejut, mimik wajahnya tetap tidak menunjukkan itu. Malah terkesan sangat santai. Yang berhasil membuat emosi Adeline semakin mendidih.
Gustav mengernyitkan alisnya kala mendapati ada sebuah bayangan yang kini menutupi cahaya yang menerangi punggung bagian belakangnya hingga Adeline. Merasa penasaran, kepala pria itu berputar 180 derajat ke arah belakang, diikuti dengan sebagian tubuhnya. Dan kini, tubuh pria itu mematung kala matanya menatap netra biru yang sangat dingin.Adeline— yang posisinya tepat di seberang Gustav— juga menyadari ada sesuatu yang janggal. Perlahan namun pasti, juga dengan detak jantung yang kencang— wanita itu mendongakkan wajahnya. Mata dan bibir wanita itu terbuka lebar kala melihat seorang pria tengah menarik pandangan dari arah Gustav ke dirinya.“Kendrick.” Adeline menggumam kaget. Tanpa sadar, dia berdiri dari tempat semula. Tatapan yang Kendrick layangkan, seakan dapat membuat tubuhnya terasa sa
Dalam perjalanan, sebenarnya Gustav sudah ingin memberitahukan dimana alamat itu berada. Namun karena melihat reaksi Adeline yang sungguh semangat, itu membuatnya mengurungkan niat untuk menjelaskan apa yang terjadi.Gustav tidak ingin membuat ekspresi bahagia di wajah itu luntur begitu saja. Namun, ketika mereka sudah sampai, Adeline pasti akan berada dalam tahap itu. Sungguh, Gustav sangat dilema sekali.Beberapa menit berlalu, akhirnya mobil itu berjalan melambat. Menandakan kalau sebentar lagi mereka akan sampai di tempat yang dituju.Adeline kerap kali memutar kepalanya ke kiri dan kanan. Seakan sedang mencari-cari namun sayangnya tak menemukan apa yang ia cari. Dengan penuh perasaan campur aduk, wanita itu melirik ke samping, ke arah Gustav. “Ap
Adeline meringis pelan. Dia terus berjalan dengan menatap ke arah samping. Sungguh merasa tidak enak.“Aku pasti sudah sangat mengecewakanmu.”Ucapan Adeline, membuat Gustav sontak memberhentikan langkahnya. Memutar kepalanya ke samping, menatap Adeline dengan alis yang menyatu bingung. “Mengecewakan?” tanyanya.Adeline mengangguk pelan. Ketika ia hendak menjelaskan, Gustav segera berbicara lebih dahulu.“Oh, aku paham. Soal permintaanku tadi di dalam?” Gustav bertanya dengan alis yang naik ke atas, juga telunjuk yang menunjuk ke belakang. Melihat Adeline yang mengangguk lagi, Gustav pun terkekeh ramah. “Astaga, Adeline, tidak perlu merasa seperti itu. Aku
“Maaf.”Satu kata itu membuat Adeline menoleh ke sebelah. “Tidak masalah.”Gustav mengembuskan napas. Dirinya merasa tidak enak sama sekali. “Aku sungguh bersalah. Ehm ... aku punya kenalan, dia seorang pria juga, kau mau bersamanya untuk mencari Katrin?” tanya Gustav, memberikan saran.Adeline terlihat berpikir. Sebenarnya, dia membutuhkan informasi mengenai Katrin dengan sangat cepat. Namun dengan tawaran itu, itu sama saja semakin merepotkan Gustav.“Tidak perlu. Aku maklum. Malah, aku yang merepotkanmu. Seharusnya tadi, kau meninggalkanku saja di restoran. Biar aku saja yang mencari keberadaan Katrin.”
Adeline tak mengerti kenapa dia bisa sepercaya ini pada seseorang yang baru ia kenal. Bahkan, kini dia sudah masuk ke dalam apartemen pria itu untuk menunggu sang pemilik apartemen bersiap.Wanita itu mencoba untuk menarik kesimpulan sendiri. Mungkin saja dikarenakan Adeline sudah sangat pasrah dan tidak tahu harus mencari kemana Katrin, makanya dia menerima tawaran yang diberikan oleh Gustav .... Ya, itu adalah alasan yang paling masuk akal.“Maaf. Kau jadi lama menungguku.”Suara berat dan harum parfum maskulin itu masuk ke indra pendengaran dan penciuman Adeline. Wanita itu sontak menoleh ke sumber suara.Di depan sana, sudah ada Gustav yang penampilannya jauh berbeda dari sebelumnya
Seseorang itu mengucek matanya berkali-kali dikarenakan habis bangun dari tidur nyenyaknya. Dan secara bersamaan, mata mereka berdua terbuka untuk saling menatap satu sama lain.Tanpa sadar, napas Adeline tertahan. Dia memang menemukan sosok manusia, namun bukan sosok wanita yang bernama Katelyn, melainkan sosok pria tampan. Amat sangat tampan.Rambut pria itu yang sedikit panjang, juga ikal di bagian ujungnya, yang ditata ke belakang. Sungguh menampilkan kesan bad boy. Juga, manik pria itu yang berwarna abu cerah, berhasil menahan Adeline untuk mengedipkan kedua matanya. Dan bagian terakhir, yang sungguh membuat tubuh wanita itu panas adalah tubuh pria itu yang benar-benar tidak ditutup oleh sehelai benang apapun. Dibiarkan terbuka. Membuat Adeline bisa melihat secara bebas bagaimana dada padat dan bidang, juga perut kot
Sesudah menghabiskan waktu beberapa hari bersama Samu di kota kecil yang ada di negara Perancis, akhirnya wanita itu kini menginjakkan kaki di Kota Paris yang kerap disebut kota cinta. Adeline mendecak, kota cinta ... seharusnya dia pergi bersama pasangannya bukan?Abaikan.Tujuan kedatangan Adeline ke kota ini sebenarnya jauh sekali dari kata liburan. Dia mengunjungi tempat ini dikarenakan ingin mencari keberadaan wanita yang telah menghilang lebih dari dua tahun dan baru mengganggu pikiran Adeline untuk mengingatnya.Katrin. Ya, dia akan berusaha mencari wanita itu.Berbekal dari informasi yang Denio dapatkan, kini Adeline berada di depan salah satu unit apartemen yang berada tepat di seber
Dingin. Namun tidak terlalu menusuk kulit dan memberikan rasa gigil yang berlebihan. Karena suhu udara itu, seorang wanita dengan rambut tergerai kini mengembangkan sebuah senyuman amat lebar. Mempertontonkan bagaimana indahnya senyumnya dan gigi putih bersih itu.Hidungnya yang tinggi itu terlihat mengempis, menjadi pertanda kalau dia sedang membawa masuk oksigen yang menyegarkan ke dalam paru-parunya. Hal ini sungguh sangat merilekskan diri. Seakan pikiran-pikiran berat lenyap begitu saja untuk beberapa saat.Dikarenakan kencangnya angin, jaket bentuk jubah yang melekat di tubuhnya bergerak-gerak dengan sangat indah. Celana jeans hitam itu pun membentuk pahanya yang seksi. Ditambah lagi heels berbentuk boats itu. Sangat indah.“Apa kau sudah lama menunggu