"Aahhh!!" pekik Carissa ketika melihat ada bangkai tikus di dalam lacinya. Dia tak sengaja memegangnya ketika berusaha mengambil buku yang ada di dalam laci.
Carissa berusaha membuang bangkai tikus itu sendirian. Dengan menggunakan kertas yang ia robek dari bukunya.
Rossa yang melihat dari kejauhan hanya terkekeh geli karena semua itu adalah perbuatannya.
"Setelah merebut perhatian ayah, sekarang berusaha merebut perhatian dari Daniel," desis Rossa.
Sebelumnya …
Ketika dia melihat sepupunya yang sedang makan di kantin, dia pun langsung melancarkan serangan.
Dia menyuruh Saipudin yang bucin padanya untuk meletakan bangkai tikus di dalam laci Carissa.
"Dari mana aku dapat bangkainya, Cha?!" tanya Udin dengan frustrasi,
"Sama Pak Bon, pasti dia ada," jawab Rossa. "Pokoknya taro aja di laci Carissa."
Dan akhirnya dia menuruti perintah dari Rossa, diam-diam dia meletakan bangkai tikus tersebut di dalam lacinya ketika di kelas itu tak ada yang menyadari keberadaan Udin.
"Udah nih," kata Udin sambil mengatur napasnya yang berantakan.
"Oke, makasih," kata Rosa kemudian berlalu dengan teman-temannya.
Ia ingin melihat pekerjaan Udin, dan ternyata sukses juga membuat wajah Carisa ketakutan seperti itu.
"Pelanggan kamu Dan, lihat tuh," kata Irvan.
"Kenapa?" tanya Daniel, matanya menangkap bayangan Carissa sedang membuang bangkai tikus ke dalam tempat sampah.
"Siapa yang lakuin?"
Irvan menaikan kedua pundaknya. "Hanya Tuhan dan pelakunya yang tahu."
Daniel diam, memandangi Carissa yang masih terkejut dengan bangkai yang tega diletakan di dalam sana.
"Memang masih zaman plonco buat anak baru ya?" tanya Rendy masih mengamati bayangan Carissa yang hendak masuk ke dalam kelasnya.
Yah, karena kelas tiga dan satu itu dekat jadi mudah bagi Daniel untuk mengawasi "pelangganya" itu.
"Jangan-jangan Si Ocha, kayaknya sejak kamu jadi guru les Carissa aneh-aneh aja yang dialamin sama tuh cewek."
Mungkin, Daniel berpikir dalam diam. Rossa gadis yang bisa ditebak. Dia memang nampak baik di luar tapi di dalam, dia lebih berbisa daripada ular kobra sekalipun.
"Cemburu mungkin." Ledek Irvan.
"Lagian jadi orang bagi-bagi dong kepopulerannya?" ledekan dari Rendy tak ditanggapi oleh Daniel, dia malah melangkah pergi keluar kelas.
Dia menuju kelas Carissa dan bertanya pada anak-anak di dalam sana siapa yang sudah melakukan hal itu pada Carissa.
"Gak ada yang tahu?!" Ini adalah suara Daniel yang paling keras seumur-umur.
"Apa kalian pura-pura buta?! Teman kalian dikerjain tapi malah gak ada yang peduli!" Kalimat terpanjang dari Daniel di sepanjang sejarah.
"Kak, aku gak apa-apa," kata Carissa pelan.
Daniel hanya mengamati wajah mungil itu lalu mengelilingkan pandangannya ke seisi kelas.
"Udin, Kak!" jawab seorang murid cewek.
"Udin?" Daniel tak kenal nama tak populer itu.
"Satu kelas sama Ocha," lanjutnya lagi. Dan bisa ditebak jika Daniel langsung menuju ke kelas Udin dan bertanya pada Udin mengapa dia melakukan ini pada Carissa.
"Gak apa-apa, Kak cuma iseng aja," jawab Udin ia tak mau membawa nama Rosa.
Padahal Rosa yang duduk di bangku depan sudah kelabakan. Tangan Widuri menyenggolnya tapi ditepis oleh Rossa.
"Kayaknya kak Daniel suka sama sepupu kamu, Cha," bisik Widuri membuat perasaan Rosa semakin tak enak.
Dia sudah kesal dan kini diliputi rasa cemburunya pada sepupunya sendiri.
"Kalau gak, gak mungkin sampai begini. Masa cuma gara-gara dia adik kelas yang diles sama dia."
Gigi Rosa menggeretak, melirik tajam pada Widuri yang tak mau berhenti.
Cara apalagi agar Daniel berhenti peduli pada Carisa?
Oke, Rossa akui. Carissa memang gadis yang cantik, dengan kulitnya yang berwarna kuning langsat. Muka yang bulat dengan senyum yang menampakan deretan giginya meski ada gingsul, tapi itu yang membuat nilai plus pada dirinya.
Tapi gadis itu miskin, dia tak punya apa-apa. Dia tidak setinggi Rossa malahan dia pendek. Namun apa yang membuat Daniel menyukai gadis itu?
**
Carissa ingin berbicara pada Rian setelah sepulang sekolah, ia ingin mengatakan untuk tidak memberikannya apa-apa lagi karena membuatnya merasa tidak enak, terlebih pada dirinya.
"Memangnya kenapa? Rosa marah sama kamu?" tanya Rian pada Carissa yang mencari pamannya di dalam ruang kerjanya di samping kamar Rian.
"Bukan, tapi Carissa gak enak sama Ocha."
"Kamu kayak gak tau sifat Ocha aja, dia kan begitu," jawab Rian yang tak mau memahami kegelisahan Carissa.
"Tapi—"
"Jangan pakai tapi lagi, lebih baik kamu bersiap untuk les."
"Dan untuk lesnya, mungkin enam bulan cukup, Paman."
"Kalau kamu takut Ocha, maka kamu gak perlu takut dia marah. Karena Paman sudah daftarkan dia pada guru yang lebih baik dari Daniel."
"Lagian kamu gak suka sama Daniel kan?"
Wajah Carissa tersentak, mendongak menatap wajah Rian lalu menggelengkan kepalanya cepat.
"Gak Paman, Carissa sadar diri."
"Ya udah, jadi kamu jangan takut Ocha marah, oke." Rian menekan kedua bahu Carissa. Dia menatap wajah yang langsung menunduk itu.
Dengan jempolnya, dia mendongakan wajah Cariisa dan menatapnya sangat dekat. Membuat Carisa memundurkan wajahnya. Ini sedikit tidak wajar.
"Kalau begitu saya turun ke bawah dulu, Paman," ucap Cariisa, jika saja dia mau melirik ke arah monitor yang ada di meja kerja Rian pasti dia tahu kelakuan Pamannya itu.
Ketika menuruni tangga, dia sudah melihat Daniel di ruang tamu.
Lelaki itu datang lebih awal karena ada urusan mendadak dengan ibunya yang saat ini sedang dirawat di rumah sakit.
"Gak apa-apa kan kalau sekarang?" tanya Daniel, dia berjalan di samping Carissa.
"Gak apa-apa Kak, lagian ibu Kakak lebih butuh kehadiran kakak."
Daniel memandang wajah Carissa dari samping, sangat tenang meskipun menyimpan kesedihan di dalamnya.
Ada beberapa hal yang ia tahan untuk tak ia katakan sekarang apa yang sebenarnya terjadi di kelas.
"Kamu—baik-baik aja kan?" tanya Daniel tiba-tiba. Carissa yang ditanya otomatis terkejut, mengapa Daniel menanyakan hal itu padanya.
Apakah Daniel yang dingin, ternyata sehangat ini?
"Baik, Kak," jawab Carissa. Ia mengeluarkan buku dari tasnya dan membukanya.
"Kayaknya aku memang gak pinter Kak."
"Kenapa emang?"
"Aku salah lima dari lima soal."
Daniel terkekeh. "Mungkin kamu belum ngerti banget."
Baru kali ini Carisa melihat senyum itu. sangat manis tapi mengapa dia jarang tersenyum bahkan tertawa kecil seperti itu?
Tapi, ketika ia menyadari jika ditatap oleh Carisa dia langsung menyembunyikan senyumnya.
"Bilang aja kalau belum ngerti, pasti aku bantu. Aku kan dibayar buat bantuin kamu."
"Tapi aku gak enak."
"Aku lebih gak enak kalau kamu belum ngerti dan aku dibayar untuk membuat kamu ngerti."
Carisa tersenyum. "Makasih, Kak."
"Buat apa?" tanya Daniel, lagi-lagi menatap wajah Carissa.
"Untuk tadi di sekolah."
Ada keheningan sejenak di antara mereka berdua.
"Aku gak tau kenapa ada yang iseng begitu sama aku."
Rossa semakin membenci Carissa, terlebih ketika mengetahui jika gadis itu nampak semakin dekat dengan Daniel, dan karena itu lah Rossa semakin memusuhinya tak hanya di sekolah tapi juga di rumah.Ibu Carissa sama sekali tidak tahu, karena waktunya selama seharian ia habiskan di tempat kerjanya. Dia hanya tahu jika anaknya itu lebih bahagia dibanding dengan kehidupan sebelumnya."Sekolah kamu lancar kan, Ris?" tanya ibunya ketika malam itu melihat anaknya masih terjaga dan terpekur di meja belajar.Dia berusaha memahami pelajarannya karena tak ingin membuat Daniel susah."Lancar, Bu," jawab Carissa sambil menatap wajah ibunya yang nampak letih tersebut. "Ibu tidur aja, Carissa masih mau belajar.""Hubungan kamu sama Rossa, baik-baik aja kan?" Entah mengapa ibunya tiba-tiba bertanya seperti itu pada Carissa.Tak seperti biasanya juga dia masuk ke dalam kamar anaknya hanya untuk bertan
Daniel mengatakan hal itu bukan tanpa sebab, karena setiap hari dia melihat bagaimana pamannya memperlakukan Carissa sangat aneh dan berlebihan.Dan ia ingin membawa gadis itu pergi dari rumah itu nanti, setelah dia sudah menjadi seseorang yang membuat Carissa bisa hidup dengan nyaman.Seperti waktu itu ketika Daniel datang untuk memberikan les untuk Carissa. Dengan mata kepalanya sendiri dia melihat Rian memperlakukan Carissa bukan seperti layaknya keponakannya sendiri."Permisi," sapa Daniel ketika dia sudah berada di ruang tamu.Carissa yang berada di dapur dan tepat di belakangnya ada Rian, langsung menoleh. Wajah keduanya tegang, Rian gugup sedangkan Carissa takut."Oh, kamu sudah datang rupanya," sahut Rian dengan gugup. Ia tersenyum canggung dan menatap keduanya bergantian."Sana Carissa, jangan buat Daniel menunggu lama," kata Rian. Dia mendorong punggung Carissa pelan.
Mau tak mau Carissa pergi dengan Rossa dan Daniel. Daripada pergi dengan pamannya mungkin lebih baik pergi dengan mereka berdua meskipun banyak hal yang menyebalkan selama di perjalanan.Seperti ketika Rossa inginnya duduk di sebelah Daniel. Lalu ia akan berpura-pura ketiduran dengan kepala bersandar di bahunya.Daniel duduk di sebelah Rossa, dan Carissa duduk di depannya.Sesekali Daniel menampakan wajah tak nyamannya ketika Rossa terus menempel padanya seperti tikus yang terkena jebakan lem tikus.Carissa akan memalingkan wajahnya, karena jujur saja dia tidak begitu menyukai dengan sikap Rossa saat ini."Setelah ini kita naik apa?" tanya Daniel pada Carissa."Mungkin naik ojek," jawab Carissa."Aku gak mau kalau naik ojek, kalau kamu mau naik ojek kamu aja sendirian. Aku dan Kak Daniel akan naik taksi," sahut Rossa. Matanya tiba-tiba terbuka sempurna seperti belum
Bagaimanapun juga Carissa tidak bisa mengatakan yang sebenarnya pada ayahnya mengenai sikap Rian yang menakutkan.Ia memendamnya sendirian dan hanya Daniel yang mengetahuinya.Tetapi—setelah Daniel tidak ada nanti. Ketika dia pergi ke Sydney untuk kuliah, siapa lagi yang akan menjaganya seperti sekarang?"Aku gak mau pulang, Kak," ucap Carissa pelan. Ia memandang matahari yang sebentar lagi akan tenggelam.Air laut membias oranye menunjukan jika senja sebentar lagi akan tiba."Kamu mau di sini dulu?" tanya Daniel."Kalau bisa, aku mau tinggal di sini sama ayah, tapi—""Kalau kita lapor polisi gimana?" Usulan Daniel membuat Carissa menoleh ke arahnya.Ia menggelengkan kepalanya cepat."Jangan, Kak.""Kenapa?""Gak ada bukti, lagian yang ada aku dan ibuku akan diusir. Dan ayahku pasti akan menganggur
Di sepanjang perjalanan Carissa hanya diam saja. Dia sama sekali tak bicara pada Daniel meskipun lelaki itu sudah berusaha untuk mengajaknya berbicara.Bahkan ketika tangan Daniel ingin mengenggam tangan Carissa dia menolaknya dengan halus."Kakak udah ada Ocha," ucap Carissa pelan.Daniel menghela napasnya. Wajar saja kalau Carissa marah padanya. Tapi mau bagaimana lagi, hanya itu yang bisa dilakukan oleh Daniel.Sebentar lagi dia akan lulus sekolah dan meninggalkan sekolah itu. Dia sudah tak bisa menjaga Carissa seperti biasanya karena ia pasti akan sibuk dengan persiapan kuliahnya.Hanya pada Rossa dia bisa meminta tolong, meskipun itu tidak masuk akal."Maafin aku, Riss," ucap Daniel yang menatap ke arah wajah Carissa dari samping, namun Carissa menatap jendela kereta.Sebentar lagi mereka berdua akan sampai. Dan entah apa yang akan dilakukan oleh
Mata Carissa membeliak terkejut ketika dia melihat panggung pensi yang ada di depannya. Ini bukan seperti yang ada di dalam pikirannya.Ini sama sekali berbeda dengan apa yang ia bayangkan di dalam kepalanya. Sangat berbeda dengan pensi yang ada di sekolahnya yang lama.Ini nampak seperti sebuah pesta—untuk siswa orang kaya."Aku mau ke temanku, terserah kamu mau ke mana," ucap Rosa pada Carissa.Sudah diduga jika Rossa tidak akan terus bersamanya selama ada di acara pensi itu. Ia langsung melesat meninggalkannya dan berkumpul dengan teman-temannya. Hingga membuat Carissa kebingungan sendiri.Ia mengitari pandangannya, dan sejauh yang ia lihat. Tak ada orang yang ia kenal. Semuanya rasanya asing meskipun mereka satu kelas dengannya.Carissa tak dianggap, Carissa dibuang."Itu kan Carissa." Rendy menunjuk ke sebuah arah. Diikuti oleh Galih dan Irvan.
"Yakin sekolahannya di sini?" tanya Daniel ketika ia dan bersama dengan ketiga temannya ada di depan sebuah sekolah khusus laki-laki."Iya, aku udah cari tahu dan dia di sini. Namanya Arka, anak kelas dua.""Bukan kelas tiga?" tanya Daniel lagi."Bukan.""Mau ngapain sih emang?" Kali ini Galih yang bertanya pada Daniel.Sejak sepulang sekolah tadi, ia mengajak ketiga temannya itu untuk melihat sekolahan Arka. Ia ingin bertanya mengapa dia melakukan hal itu pada Carissa padahal jelas si Arka tak mungkin mengenal Carissa jika bukan satu sekolahan.Jika di balik kejadian ini ada hubungannya dengan Rossa, maka lebih baik Daniel akan menyudahi hubungannya dengan perempuan itu.Rossa tak dapat dipercaya."Mau ngajak berantem, Niel?" tanya Rendy kali ini."Bisa jadi—kalau dia gak mau jawab." Daniel menatap ketiga temannya itu bergantian.
Rossa pulang ke rumahnya selepas diputuskan oleh Daniel. Hatinya dipenuhi oleh amarah dan berpikir jika semua penyebab dia diputuskan adalah Carissa.Ya, dia menuduh Carissa yang telah membuat semuanya menjadi berantakan seperti ini.Dia buru-buru bergerak menuju ke dalam Carissa. Dan rupanya tak ada sepupunya di sana.Karena semakin kesal tak menemukan Carissa, Rossa mengacak-acak barang di atas meja belajar Carissa sampai berantakan. Dia juga membuang semua baju yang ada di lemari, dan matanya menangkap baju mahal yang dibelikan oleh papanya sendiri.Setelah merebut Daniel dari dirinya, kini dia juga telah merebut perhatian papanya."Carissa! Kamu ada di mana!!" teriaknya kemudian sebuah bayangan muncul di ambang pintu dengan wajah yang terkejut."Kamu ngapain ada di dalam kamarku dan mengacaukan semuanya?" tanya Carissa kaget."Aku?! Kamu pikir aku lagi ngapain p
“Ada yang pengin aku tunjukin sama kamu,” kata Rendy malam itu. Setelah bebas, Carissa tinggal di sebuah kos yang dekat dengan Rendy. Dan karena itu lah membuat hubungan mereka dekat seperti sekarang.Selama tujuh tahun, Carissa tidak pernah mengizinkan Aaron untuk mengunjunginya. Dia menolak tiap kali Aaron ingin bertemu dengannya di penjara, karena Carissa tak ingin membuat Aaron tidak dapat melupakannya.Sudah tujuh tahun, harusnya Aaron sudah bisa melupakannya. Dan memiliki seseorang yang dia sayangi.“Kita mau ke mana, Kak?” tanya Carissa.“Kalau aku ngasih tau sekarang, namanya bukan kejutan,” jawab Rendy.Karena tak bisa menolak permintaan Rendy, akhirnya Carissa menurutinya. Mereka naik motor untuk menuju ke tempat yang dimaksud oleh Rendy.Di perjalanan, tiba-tiba saja Carissa teringat dengan Aaron. Ada perasaan rindu yang mengusiknya saat ini, tapi di sisi lain dia takut untuk bertanya pada Rendy bagaimana keadaan Aaron sekarang.Apakah dia sudah menikah? Apakah dia sudah m
Tak ada penyesalan dari diri Carissa ketika dia mengetahui bahwa Rian telah mati di tangannya. Luka tusuk yang dia berikan rupanya menembus tepat ke jantungnya.Namun, ada penyesalan bagi Carissa sampai sekarang. Jika dirinya tidak bisa melihat dan menemani Aaron sampai sadar.Satu haru setelah kejadian itu, Carissa dibawa ke kantor polisi untuk diminta keterangan. Hingga akhirnya, statusnya berubah menjadi seorang pelaku pembunuhan.Carissa tidak mengelak. Dia mengaku bahwa dirinya memang sudah membunuh Rian.Di kantor polisi itu juga lah, dia bertemu dengan ibunya yang sudah tidak dia lihat selama beberapa bulan ini. Dan juga Rossa yang menangis karena dirinya telah menjadi anak yatim piatu.“Kenapa kamu harus melakukan ini pada pamanmu sendiri, Carissa?!” geram ibunya. Dian benar-benar sama sekali tidak mengasihani anaknya yang sebentar lagi akan dipenjara selama tujuh tahun.Carissa diam.“Padahal kamu tak perlu sampai membunuhnya.”Tiba-tiba Carissa menyeringai.“Apa ibu takut ak
Dengan sekuat tenaga Carissa mencoba untuk agar tetap terjaga, meski rasa kantuknya saat ini benar-benar sangat menyiksanya.Samar-samar dia melihat bayangan Rian, lelaki yang sudah lama tidak dia lihat masuk ke kamar. Dia tersenyum dan mendekati Carissa.Baru saja saat Rian hendak menyentuh pipi Carissa. Bayangan lain masuk, meski Carissa setengah sadar tapi dia tahu bahwa bayangan lain itu adalah Aaron.Namun, sepertinya ada yang salah dengan Aaron. Wajahnya dipenuhi dengan darah yang menetes. Dengan mata yang ganas dia mencoba memukul Rian dengan kayu yang ada di tangannya.Rian yang sadar jika ada orang lain masuk ke kamar itu pun menoleh. Dia terkejut mendapati Aaron mampu melewati anak buahnya.“Kamu pikir aku akan membiarkanmu hidup!” ujar Aaron. Pukulan pertamanya meleset, lelaki itu terhuyung dan terjatuh.Rian menendang perut Aaron yang sudah tidak berdaya. Terus memukulinya sangat kalap tanpa takut jika hal itu dapat membunuh Aaron.Carissa membuka matanya lebar-lebar. Dia
Aaron terkejut saat mendapati mobilnya tidak ada Carissa. Awalnya dia mengira jika Carissa mungkin saja ke toilet, tapi rasa curiganya muncul saat menemukan ponsel milik Carissa terjatuh di samping mobilnya.Aaron memungutnya, jelas Carissa bukan perempuan ceroboh seperti ini.Mobil melintas di sampingnya, sosok Carissa memukul jendela mobil di bangku penumpang dengan wajah ketakutan. Aaron dapat melihatnya sekilas dan yakin jika Carissa saat ini sedang diculik.Bergegas masuk ke dalam mobilnya, Aaron langsung mengejar mobil yang membawa Carissa. Ia tak ingin melewatkan waktu sedetik saja agar tidak kehilangan jejak mobil tersebut.Seorang lelaki menarik rambut Carissa hingga perempuan itu tertarik ke belakang. Dengan kasar dia lalu mengikat kedua tangan Carissa menggunakan tali rafia.“Diam. Kamu sudah cukup merepotkan selama ini, jadi berhenti bergerak atau aku akan membunuhmu.”Carissa dapat melihat pisau yang ditodongkan ke perutnya. Wajahnya memucat dan menggigil ketakutan.Aaron
“Kalian mau ke mana?” tanya Aarin saat melihat Aaron sudah mengenakan pakaian rapi tidak seperti tadi.“Mau jalan-jalan, kenapa? Kalian nggak boleh ikut,” jawab Aaron. Dia masih menunggu Carissa yang mengganti pakaiannya. Sementara Daniel, dia sedang mengobrol dengan ayah Aarin di taman belakang rumah.“Malam minggu? Kamu jalan-jalan sama Carissa? Nggak salah?”“Kenapa salah. Udah urus aja pacarmu,” kata Aaron. Dia melihat Carissa muncul dengan rok jeans berwarna biru terang. Atasnya dia memakai hoodie berwarna mocca yang pernah dibelikan oleh Aaron beberapa waktu yang lalu. Tak lupa Carissa mengenakan sepatu kets hasil hadiah dari Aaron.Aaron yang melihat jika Carissa memakai hadiah pemberiannya pun merasa bangga dan senang.Mata Carissa melihat ke sekitarnya, memastikan jika tak ada Daniel di sana.“Ayo berangkat,” ajak Aaron.Carissa mengangguk, dia pamitan pada Aarin kemudian pergi keluar. Tak lama kemudian Daniel muncul dan mengatakan pada Aarin jika malam ini ayahnya ingin pest
Satu minggu kemudian …Tamu yang ditunggu-tunggu oleh Aarin akhirnya datang juga. Sejak pagi dia sudah sangat antusias dan bersemangat untuk mengenalkan pada ayah dan ibunya jika dia adalah pacarnya selama ini.Meski selalu diejek oleh Aaron karena mereka menjalani hubungan jarak jauh, tapi hal itu tak lantas membuat Aarin terpengaruh. Kerap Aaron mengatakan jika bisa saja kekasihnya selingkuh di luar negeri, tapi Aarin tetap percaya pada pacarnya itu.“Nggak usah masak yang enak-enak, Bi. Lagian juga belum tentu bakalan nikah sama si Aarin,” kata Aaron. Sejak tadi dia duduk di kursi meja makan dan mengawasi pembantu-pembantunya menyiapkan makanan untuk tamu Aarin. Padahal dia di sana hanya ingin mengawasi Carissa.“Inget ya, dia itu tamu penting. Very Important Person, jadi nggak boleh asal-asalan masaknya.” Setelah menjitak kepala Aaron, dia duduk di sebelah adiknya dan mengambil apel yang sedang dikupas Aaron.Aaron mendelik, padahal apel itu untuk Carissa.“Makannya belajar masak.
Carissa akhirnya makan siang dengan Rendy saat dia tahu bahwa Aaron akan makan dengan Indri. Dia pikir mungkin sesekali bisa lepas dari Aaron itu bagus.Tapi, ketika di restoran di dekat kampus, Aaron menghampiri meja Carissa yang datang lebih dulu di sana.Carissa mendelik kesal, tapi Aaron mengabaikannya.“Masih banyak meja kosong,” kata Carissa. Dia merasa tidak enak pada Rendy saat ini, di mana Rendy menatap penasaran lelaki itu.“Aku kerja di rumah dia, Kak,” kata Carissa. Rendy mengangguk saja dan meneruskan memilih menu makanan yang ada di buku menu. Sementara Indri, sejak Aaron mengajaknya untuk makan satu meja dengan Carissa, dia terus merengut kesal.Makan siang tak nyaman pun selesai, ketika Rendy bilang bahwa sudah saatnya dia masuk kerja. Tinggal Carissa, Aaron dan Indri di sana bertiga.“Yuk, balik,” ajak Indri mendesak Aaron.“Kamu duluan aja ya, aku mau ngomong dulu sama Carissa,” kata Aaron.Karena tahu tak ada gunanya berdebat, akhirnya Indri meninggalkan Aaron setel
Carissa sudah memiliki ponsel sekarang, jadi dia tidak harus terpaku pada Aaron. Ketika dia berada di dalam mobil, dia tidak perlu berbicara dengan Aaron.Kini, dia sedang sibuk mencari-cari Daniel di sosial medianya. Bagaimana kabar Daniel? Apakah dia baik-baik saja? Apakah dia sudah kembali ke Indonesia?“Kamu sibuk banget sih,” kata Aaron, dia melirik melalui ekor matanya, melihat Carissa yang asik dengan ponselnya sejak tadi.“Ya, aku sibuk banget,” balas Carissa.“Dan aku kamu cuekin.”“Kamu bisa telepon Indri kalau bosen,” balas Carissa lagi.“Aku bisa ketemu sama Indri di kampus. Kalau sekarang kan bisa ngobrol sama kamu.”Carissa menghela napasnya. “Itu bukan pekerjaanku, tugasku cuma nemenin kamu kuliah,” katanya. “Kalau nanti mau pergi pesta atau apapun itu, tolong kirim pesan sama aku. Aku udah punya ponsel, jadi nggak ada alasan buat nggak ngabarin.”Aaron merasa Carissa sudah berubah. Entah sejak kapan, tapi Carissa menjadi bukan seperti perempuan penurut.“Oke oke, kayak
Dua belas tahun yang lalu …Aaron yang masih kecil sudah ditinggal sendirian di rumah, ibu atau ayahnya tidak merasa khawatir ketika mereka sudah percaya pada pengasuh anak yang sudah merawat Aaron sejak kecil.Namanya adalah suster Anna, pengasuh Aaron yang saat itu berusia tiga puluh tahunan. Dia lumayan cantik dan pandai berbicara. Aaron banyak belajar dari Anna, tapi tidak dengan santu hal itu.Satu hari ketika Aaron harus ditinggal ayah dan ibunya pergi keluar kota karena kakaknya akan menjalani lomba di sekolahnya. Aaron kecil tidak diperbolehkan ikut. Kata Aarin, Aaron sangat menganggu, jadi akan lebih baik jika dia ada di rumah. Hingga akhirnya, Aaron hanya ditinggal dengan Anna.Malam hujan lebat, seluruh pembantu sudah tidur dua jam yang lalu. Aaron yang ketakutan malam itu, meringkuk di dalam selimut. Dia takut dengan petir dan kilat yang terus berkilat di langit.Mendengar suara Anna masuk ke dalam kamarnya, membuat Aaron merasa lega. Dia membuka selimutnya dan melihat An