Bumi menyadari, suaminya adalah tipe romantis meski kadang kala kekanakan. Memikirkan itu dia semakin merindukan sosok Rey. "Ya Tuhan apa yang harus aku lakukan?" gumam Bumi, matanya yang mulai berkaca-kaca melihat kedatangan sepasang suami istri yang baru saja masuk restoran. Bumi perhatian gelag
Bumi berlari setelah memarkirkan mobil. Langkah kakinya begitu panjang seolah lupa bahwa dia sedang mengandung. Rasa takut kehilangan Rey membuatnya yang masih mengenakan setelan formal itu seperti kehilangan akal. Dia terus berlari dan menerabas beberapa paramedis yang kebetulan perpapasan denganny
Bumi menarik diri. Matanya yang sembab menatap mata sang suami yang terlihat sendu. Bagian bawah mata lelaki itu terlihat lebih gelap menandakan bahwa Rey kurang istirahat "Janji ya! Jangan tinggalkan aku!" pinta Bumi. Rey mengulas senyuman lalu mengusap lembut pipi Bumi. "Iya janji, aku tidak aka
Rey yang jail tiba-tiba menghentikan langkah. Dia merintih dan sontak saja Bumi panik dan menatap tubuh Rey dari atas sampai bawah. "Rey kamu kenapa? Apa sakit? Di mana yang sakit?" cacar bumi. "Aku harus panggil dokter," balas Bumi. Netranya yang indah bergerak liar. Namun, sedetik kemudian dia b
"Tolong temui ibuku satu kali saja, bisa?" pinta Yota penuh harap. Di pelupuk matanya bahkan sudah tergenang air mata yang siap tumpah. "Haruskah?" balas Bumi dalam hati. Dia tatap Yota. Gadis itu terlihat putus asa dan ada rasa kasihan juga menyeruak dalam dada Bumi kala melihatnya. "Aku hanya in
"Yota. Apa kamu baik-baik saja?" tanya Sakha pelan. Yota yang sedang kacau pun mendongak, matanya yang berair dan merah menatap sinis Sakha. Mantan suaminya itu tampak jelas sedang canggung. Betapa tidak, Yota menatapnya seakan mampu mengulitinya hidup-hidup. "Untuk apa kamu ke sini? Apa kamu mau
"Baiklah. Jika dengan mendapatkan maaf dariku kamu tenang dan berhenti, aku akan memaafkan. Aku akan memaafkan dan mencoba melupakan hinaan demi hinaan yang pernah kamu lontarkan. Aku akan melupakan itu semua bersamaan dengan namamu. Jadi tolong pergilah dari hidupku." "Yota ...." Sakha mendekat t
Pulang ke rumah mereka, Rey sama sekali tidak ingin melepaskan genggaman tangannya ke Bumi, dia bahkan tidak mengizinkan istrinya itu menaiki anak tangga. Ala pengantin baru yang sedang dimabuk asmara Rey bahkan menggendong tubuh Bumi. “Rey, aku malu.” Pipi Bumi merona merah, dia tidak bisa menahan
Mata Rio langsung terbelalak hebat. "Jadi ... jadi kamu yang digilainya, dan istrimu adalah orang yang dibuatnya keguguran?" terka Rio. Dia masih belum bisa menetralisir keterkejutan. "Ya begitulah kira-kira. Dan kamu masih saja menyukainya?" Rio terkekeh hambar. "Nasib benar-benar buruk. Aku tahu
Bumi cuma bisa nyengir saja. "Jangan tertawa, Bum! Ini tidak lucu!" dengkus Sakha. - - Enam bulan kemudian. Ballrorm sebuah hotel dihias sedemikian rupa megahnya. Lampu, bunga, serta balon menjadi ornamen pendukung pesta pernikahan dua bersaudara itu. Dua bersaudara? Ya, mereka adalah Aryan d
Rey yang keheranan merebut lembar itu, dan responnya juga sama—membulatkan mata seakan-akan tidak percaya. "Bum, kamu serius?" tanya Rey. Melihat Sakha yang ada di sebelahnya mematung tak bergerak memantik rasa penasarannya menjadi semakin besar. Di dekatinya Bumi, lantas duduk di sisi ranjang. "B
"Mi ...." "Padahal Mimi sudah semedi di spa demi nama ini. Gangga Semesta Jadiyaksa." Bumi dan Rey saling tatap. Mereka tak menyangka nama yang disiapkan begitu indah dan jauh dari nama aktor Hollywood. "Itu artinya apa, Mi?" tanya Bumi. Penasaran dia dan sejujurnya agar tertarik. Nama itu terden
Mata Rey pun kembali terarah ke box bayi yang ada disebelahnya. "Aku bingung. Terlalu banyak nama bagus yang aku pikirkan. Dan satu pun tidak ada yang membuatku yakin. Tolong beri waktu aku untuk memikirkannya," balas Rey. Bumi pun mengiakan dengan anggukan kepala. Sekarang mata Rey kembali ke Bumi
Kebahagiaan yang didapatkan sekarang tidak bisa Bumi jabarkan. Rasanya sangat luar biasa. Setelah melalui masa kontraksi hampir sepuluh jam akhirnya sang bayi lahir dengan selamat dan sehat dengan berat 3,5 kilogram dengan proses persalinan normal. Kebahagiaannya semakin berlipat ketika mengetahui a
"Dan yang membuat aku penasaran, kenapa kamu selalu diam? Kamu seolah tidak mengenalku. Jika kamu mengatakannya mungkin kita sudah lama berteman." "Maaf, aku tidak berpikir sampai di situ. Aku hanya menolong, itu saja," balas Aryan lagi. Senyum Milea semakin mengembang. Lamat dia menatap Aryan yan
Tiga puluh menit. Satu jam. Hingga dua jam berlalu sia-sia. Semua jenis olahraga dia coba. Dari squad jump, push-up, angkat barbel sudah dicoba, hanya saja hasilnya nihil. Aryan kalah dan lelah. Lelaki bingung harus bagaimana. Tubuhnya sudah lemah tapi hasrat untuk mencumbu Milea justru semakin k
"Kamu masih muda? Apa kamu single? Kalau iya, apa kamu mau menjadikan aku istri?" "Maaf, Nona. Saya memang masih single, tapi ...." "Tidak perlu dilanjutkan. Aku hanya butuh itu sebagai awal. Jadi Tuan Jas yang tampan, persiapkan diri untuk menerimaku sebagai istri." Aryan yang baru saja selesai