Alih-alih tersenyum, Bumi justru mendesah lagi. Rey, begitu keras kepala. Padahal Bumi sudah melarang dan mengabaikan tapi tetap saja lelaki itu selalu mengirimkan bunga. Sudah seminggu mereka pisah rumah dan selama itu juga Rey selalu mengirim bunga untuknya. Jadi, dia tak heran kalau halaman ruma
Saat tengah menata hatinya kembali tiba-tiba ada yang mengetuk ruangannya. Bumi yang masih setengah kesal pun mempersilakan orang yang mengetuk untuk masuk dan ternyata adalah Sakha. "Kenapa mukamu ditekuk begitu?" tanya Sakha sembari membawa beberapa map di tangan, lantas meletakkannya ke meja. B
"Berhentilah mengoceh," pungkas Sakha, pipinya menghangat dan Bumi bisa melihat dengan jelas kalau sahabatnya itu tengah tersipu malu. "Sekarang aku paham, pantas saja kamu keras kepala seperti ini. Ya karena memang belum pernah merasakan nikmatnya punya pasangan untuk di ajak berolahraga malam."
Sakha terdiam, rasa diikat mati pita suaranya. Jika dipikir memang benar perkataan Rey itu. Tidak akan ada di dunia ini laki-laki yang akan membiarkan istri mereka berdekatan dengan laki-laki yang menyimpan hati untuk istri mereka. "Apa yang kamu inginkan?" tanya Sakha to the point. Terdengar dingi
Di sebuah restoran yang sangat terkenal. Bumi dan Sakha sedang jalan bersisian. Mereka memasuki sebuah private room yang ada di lantai dua restoran tersebut. "Aku sudah lama tidak makan di sini," oceh Bumi pada Sakha sembari bersila. Matanya berbinar melihat ruang yang kanan kirinya di sekat dindin
"Rey! Untuk apa kamu ke sini?" sentak Bumi. Alih-alih menjawab atau menjauh, Rey justru semakin nekat mendekat. Setelah itu meletakkan buket bunganya di atas meja. Lelaki tampan dan rapi bak hendak melamar itu juga berlutut di depan sang istri yang sudah berdiri. "Rey! Berdiri, Rey! Untuk apa kamu
Bumi tak menyangka karena emosi sesaat semalam dia harus mengalami hari yang sangat melelahkan. Sisa perdebatan semalam menjungkirbalikkan dunianya. Sakha benar-benar tidak masuk bekerja. Karena itu juga terpaksa dia yang harus menghandle segala macam pekerjaan, belum lagi alasan yang harus dikaran
Bumi menyadari, suaminya adalah tipe romantis meski kadang kala kekanakan. Memikirkan itu dia semakin merindukan sosok Rey. "Ya Tuhan apa yang harus aku lakukan?" gumam Bumi, matanya yang mulai berkaca-kaca melihat kedatangan sepasang suami istri yang baru saja masuk restoran. Bumi perhatian gelag
Mata Rio langsung terbelalak hebat. "Jadi ... jadi kamu yang digilainya, dan istrimu adalah orang yang dibuatnya keguguran?" terka Rio. Dia masih belum bisa menetralisir keterkejutan. "Ya begitulah kira-kira. Dan kamu masih saja menyukainya?" Rio terkekeh hambar. "Nasib benar-benar buruk. Aku tahu
Bumi cuma bisa nyengir saja. "Jangan tertawa, Bum! Ini tidak lucu!" dengkus Sakha. - - Enam bulan kemudian. Ballrorm sebuah hotel dihias sedemikian rupa megahnya. Lampu, bunga, serta balon menjadi ornamen pendukung pesta pernikahan dua bersaudara itu. Dua bersaudara? Ya, mereka adalah Aryan d
Rey yang keheranan merebut lembar itu, dan responnya juga sama—membulatkan mata seakan-akan tidak percaya. "Bum, kamu serius?" tanya Rey. Melihat Sakha yang ada di sebelahnya mematung tak bergerak memantik rasa penasarannya menjadi semakin besar. Di dekatinya Bumi, lantas duduk di sisi ranjang. "B
"Mi ...." "Padahal Mimi sudah semedi di spa demi nama ini. Gangga Semesta Jadiyaksa." Bumi dan Rey saling tatap. Mereka tak menyangka nama yang disiapkan begitu indah dan jauh dari nama aktor Hollywood. "Itu artinya apa, Mi?" tanya Bumi. Penasaran dia dan sejujurnya agar tertarik. Nama itu terden
Mata Rey pun kembali terarah ke box bayi yang ada disebelahnya. "Aku bingung. Terlalu banyak nama bagus yang aku pikirkan. Dan satu pun tidak ada yang membuatku yakin. Tolong beri waktu aku untuk memikirkannya," balas Rey. Bumi pun mengiakan dengan anggukan kepala. Sekarang mata Rey kembali ke Bumi
Kebahagiaan yang didapatkan sekarang tidak bisa Bumi jabarkan. Rasanya sangat luar biasa. Setelah melalui masa kontraksi hampir sepuluh jam akhirnya sang bayi lahir dengan selamat dan sehat dengan berat 3,5 kilogram dengan proses persalinan normal. Kebahagiaannya semakin berlipat ketika mengetahui a
"Dan yang membuat aku penasaran, kenapa kamu selalu diam? Kamu seolah tidak mengenalku. Jika kamu mengatakannya mungkin kita sudah lama berteman." "Maaf, aku tidak berpikir sampai di situ. Aku hanya menolong, itu saja," balas Aryan lagi. Senyum Milea semakin mengembang. Lamat dia menatap Aryan yan
Tiga puluh menit. Satu jam. Hingga dua jam berlalu sia-sia. Semua jenis olahraga dia coba. Dari squad jump, push-up, angkat barbel sudah dicoba, hanya saja hasilnya nihil. Aryan kalah dan lelah. Lelaki bingung harus bagaimana. Tubuhnya sudah lemah tapi hasrat untuk mencumbu Milea justru semakin k
"Kamu masih muda? Apa kamu single? Kalau iya, apa kamu mau menjadikan aku istri?" "Maaf, Nona. Saya memang masih single, tapi ...." "Tidak perlu dilanjutkan. Aku hanya butuh itu sebagai awal. Jadi Tuan Jas yang tampan, persiapkan diri untuk menerimaku sebagai istri." Aryan yang baru saja selesai