"Rey, sebentar Rey. Ada telepon," tolak Bumi sembari mendorong dada Rey. Rey awalnya tidak menggubris. Akan tetapi bunyi telepon itu mulai mengganggu, terlebih-lebih lagi Bumi mulai menolak sentuhan yang dia berikan. "Sayang, kita sudah setengah jalan," bisik Rey. Ketidaksenangan terlihat sangat ke
"Tidak. Aku lihat bukan itu. Dia memang tidak ingin punya anak." Ada helaan napas putus asa yang Aryan dengar. Dia sangat yakin kalau Rey dan Bumi sedang tidak baik-baik saja. "Apa itu yang membuatmu murung?" tanya Aryan lagi. Rey menyeruput kopinya sedikit, lalu mengembuskan napas lagi. Matanya
"Ya, kamu benar. Sepertinya liburan memang kami butuhkan sekarang. Karena kesibukan di kantor Bumi seringkali mengabaikan aku," desah Rey lagi. "Itu karena kamu cemburu. Aku memahami perasaanmu, kita yang biasa di nomor satukan tiba-tiba jadi nomor dua itu rasanya memang sakit." Rey terdiam dan me
Karena tak kunjung membayar akhirnya Rey diarahkan untuk menepi. Di sana pria itu menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi—kalau dompetnya tercecer. Akan tetapi para pegawai hanya diam saja menatap dengan sorot mata mencemooh. Bisa-bisanya punya mobil mewah tapi tidak punya uang untuk membayar bahan
Milea hanya meringis dan tersenyum canggung. Setelah sukses berdiri dia pun mengucapkan terima kasih. Anehnya Rey melihat dengan sorot mata tak dipahaminya. Karena malu, Milea pun kembali memutar tumit dan menjauh. "Milea, tunggu!" panggil Rey. Milea menghentikan langkah, hati-hati dia membalik
"Kalau kamu mau, ikuti saja mamamu. Jangan banyak drama!" teriak Rajesh Kumar yang diakhiri dengan suara keras dari pintu yang terbanting. Namun, Milea tidak peduli, dia tatap lekat sang mama, lalu menggenggam erat tangannya. "Sebenarnya ada apa, Ma?" tanyanya lagi. Mikha menyeka air matanya, lalu
"Jangan berkhayal. Ayahmu itu terlalu sibuk. Yang ada dipikirannya hanyalah pekerjaan. Apa kamu lupa itu? Nenek yakin hari ulang tahun kamu saja dia tidak ingat," lanjut Salma lagi. "Tapi wanita itu adalah alasan ibuku pergi, Nek," sambar Imron tidak terima. "Kamu tau apa, Imron? Kamu masih kecil
Rey dan Bumi tampak mesra. Hubungan keduanya membaik ketika Rey menuruti saran Aryan. Sepulangnya dari kafe dia langsung mengutarakan isi hatinya. Bumi pun menyadari, apa yang dilakukannya ternyata salah. Mereka pun berencana akan memperbaiki diri agar hubungan kembali seperti semula. Mereka juga se
Mata Rio langsung terbelalak hebat. "Jadi ... jadi kamu yang digilainya, dan istrimu adalah orang yang dibuatnya keguguran?" terka Rio. Dia masih belum bisa menetralisir keterkejutan. "Ya begitulah kira-kira. Dan kamu masih saja menyukainya?" Rio terkekeh hambar. "Nasib benar-benar buruk. Aku tahu
Bumi cuma bisa nyengir saja. "Jangan tertawa, Bum! Ini tidak lucu!" dengkus Sakha. - - Enam bulan kemudian. Ballrorm sebuah hotel dihias sedemikian rupa megahnya. Lampu, bunga, serta balon menjadi ornamen pendukung pesta pernikahan dua bersaudara itu. Dua bersaudara? Ya, mereka adalah Aryan d
Rey yang keheranan merebut lembar itu, dan responnya juga sama—membulatkan mata seakan-akan tidak percaya. "Bum, kamu serius?" tanya Rey. Melihat Sakha yang ada di sebelahnya mematung tak bergerak memantik rasa penasarannya menjadi semakin besar. Di dekatinya Bumi, lantas duduk di sisi ranjang. "B
"Mi ...." "Padahal Mimi sudah semedi di spa demi nama ini. Gangga Semesta Jadiyaksa." Bumi dan Rey saling tatap. Mereka tak menyangka nama yang disiapkan begitu indah dan jauh dari nama aktor Hollywood. "Itu artinya apa, Mi?" tanya Bumi. Penasaran dia dan sejujurnya agar tertarik. Nama itu terden
Mata Rey pun kembali terarah ke box bayi yang ada disebelahnya. "Aku bingung. Terlalu banyak nama bagus yang aku pikirkan. Dan satu pun tidak ada yang membuatku yakin. Tolong beri waktu aku untuk memikirkannya," balas Rey. Bumi pun mengiakan dengan anggukan kepala. Sekarang mata Rey kembali ke Bumi
Kebahagiaan yang didapatkan sekarang tidak bisa Bumi jabarkan. Rasanya sangat luar biasa. Setelah melalui masa kontraksi hampir sepuluh jam akhirnya sang bayi lahir dengan selamat dan sehat dengan berat 3,5 kilogram dengan proses persalinan normal. Kebahagiaannya semakin berlipat ketika mengetahui a
"Dan yang membuat aku penasaran, kenapa kamu selalu diam? Kamu seolah tidak mengenalku. Jika kamu mengatakannya mungkin kita sudah lama berteman." "Maaf, aku tidak berpikir sampai di situ. Aku hanya menolong, itu saja," balas Aryan lagi. Senyum Milea semakin mengembang. Lamat dia menatap Aryan yan
Tiga puluh menit. Satu jam. Hingga dua jam berlalu sia-sia. Semua jenis olahraga dia coba. Dari squad jump, push-up, angkat barbel sudah dicoba, hanya saja hasilnya nihil. Aryan kalah dan lelah. Lelaki bingung harus bagaimana. Tubuhnya sudah lemah tapi hasrat untuk mencumbu Milea justru semakin k
"Kamu masih muda? Apa kamu single? Kalau iya, apa kamu mau menjadikan aku istri?" "Maaf, Nona. Saya memang masih single, tapi ...." "Tidak perlu dilanjutkan. Aku hanya butuh itu sebagai awal. Jadi Tuan Jas yang tampan, persiapkan diri untuk menerimaku sebagai istri." Aryan yang baru saja selesai