Setelah menenangkan diri akhirnya Rey kembali ke rumah sakit. Sekarang tampilannya sudah lumayan segar karena dia membasuh muka dan membersihkan noda darah Bumi yang tertinggal di badan. Pikiran Rey juga sudah lebih tenang sekarang. Rey menyadari, di situasi kacau seperti ini bersikap gegabah hanya
"Rey ... anak kita, Rey. Anak kita ...." Bumi terus menerus mengigau dan membuat Rey kembali mengembuskan napas panjang. Tak ada yang bisa Rey lakukan selain menenangkan—menggenggam tangan Bumi dan mengusap keningnya—setelah itu dia menenggelamkan wajah di ceruk leher istrinya itu. "Tenanglah, Say
"Kenapa Papa berubah drastis begini? Apa karena ibu kami di penjara jadi Papa membuangku begitu saja dan memilih berpihak pada Bumi agar status sosial dan jabatan Papa masih bertahan?" Bima terdiam, mukanya masam karena lisan Yota telah menghinanya. Namun, dia tidak menampik itu karena memang sejat
Beberapa hari berselang, kesehatan fisik Bumi mulai stabil tapi tidak untuk psikisnya. Wanita yang baru saja kehilangan itu lebih sering melamun dan tak henti-hentinya menghela napas panjang. Rey yang melihat kebiasaan aneh istrinya itu pun tak tinggal diam, dia selalu menghibur dengan lelucon konyo
"Masih punya nyali rupanya!" seru Rey yang seketika membuat kakak beradik itu menolah dan berdiri. Sedangkan Bumi hanya diam memperhatikan saudara tirinya itu mendekat. "Untuk apa kalian ke sini?" ketus Rey lagi. Akan tetapi Yota tidak peduli. Matanya yang sembab hanya tertuju pada Bumi. Dia melih
Rey pun mengeluarkan ponselnya, lalu meletakkan ke telapak tangan Bumi yang sudah terbuka. Tentu saja Bumi langsung menggeser layar ponsel itu dan mulai menghubungi seseorang. Senyap, semua orang terdiam. Rey menatap tajam ke Yota sedangkan Aryan menepuk punggung tangan Yota yang melingkar di lenga
Setahun kemudian. Cahaya pagi mulai masuk dari celah-celah tirai yang berwarna putih, membuat Rey yang tadinya terlelap menggeliat pelan, tangannya yang kekar meraba-raba sisi ranjang di sebelahnya. Saat tak mendapati apa yang dicari, Rey pun langsung membuka mata meski masih terasa berat. "Apa di
Bak tengah memperagakan adegan pengantin baru, Rey dengan begitu gagah membopong badan Bumi. Tangannya yang berotot dan kekar telah membuktikan betapa kuat tenaganya itu. Dia benar-benar tidak ingin melepaskan Bumi kali ini. Dengan mata yang berkabut hasrat lelaki yang sudah terbuka semua kancing k
Mata Rio langsung terbelalak hebat. "Jadi ... jadi kamu yang digilainya, dan istrimu adalah orang yang dibuatnya keguguran?" terka Rio. Dia masih belum bisa menetralisir keterkejutan. "Ya begitulah kira-kira. Dan kamu masih saja menyukainya?" Rio terkekeh hambar. "Nasib benar-benar buruk. Aku tahu
Bumi cuma bisa nyengir saja. "Jangan tertawa, Bum! Ini tidak lucu!" dengkus Sakha. - - Enam bulan kemudian. Ballrorm sebuah hotel dihias sedemikian rupa megahnya. Lampu, bunga, serta balon menjadi ornamen pendukung pesta pernikahan dua bersaudara itu. Dua bersaudara? Ya, mereka adalah Aryan d
Rey yang keheranan merebut lembar itu, dan responnya juga sama—membulatkan mata seakan-akan tidak percaya. "Bum, kamu serius?" tanya Rey. Melihat Sakha yang ada di sebelahnya mematung tak bergerak memantik rasa penasarannya menjadi semakin besar. Di dekatinya Bumi, lantas duduk di sisi ranjang. "B
"Mi ...." "Padahal Mimi sudah semedi di spa demi nama ini. Gangga Semesta Jadiyaksa." Bumi dan Rey saling tatap. Mereka tak menyangka nama yang disiapkan begitu indah dan jauh dari nama aktor Hollywood. "Itu artinya apa, Mi?" tanya Bumi. Penasaran dia dan sejujurnya agar tertarik. Nama itu terden
Mata Rey pun kembali terarah ke box bayi yang ada disebelahnya. "Aku bingung. Terlalu banyak nama bagus yang aku pikirkan. Dan satu pun tidak ada yang membuatku yakin. Tolong beri waktu aku untuk memikirkannya," balas Rey. Bumi pun mengiakan dengan anggukan kepala. Sekarang mata Rey kembali ke Bumi
Kebahagiaan yang didapatkan sekarang tidak bisa Bumi jabarkan. Rasanya sangat luar biasa. Setelah melalui masa kontraksi hampir sepuluh jam akhirnya sang bayi lahir dengan selamat dan sehat dengan berat 3,5 kilogram dengan proses persalinan normal. Kebahagiaannya semakin berlipat ketika mengetahui a
"Dan yang membuat aku penasaran, kenapa kamu selalu diam? Kamu seolah tidak mengenalku. Jika kamu mengatakannya mungkin kita sudah lama berteman." "Maaf, aku tidak berpikir sampai di situ. Aku hanya menolong, itu saja," balas Aryan lagi. Senyum Milea semakin mengembang. Lamat dia menatap Aryan yan
Tiga puluh menit. Satu jam. Hingga dua jam berlalu sia-sia. Semua jenis olahraga dia coba. Dari squad jump, push-up, angkat barbel sudah dicoba, hanya saja hasilnya nihil. Aryan kalah dan lelah. Lelaki bingung harus bagaimana. Tubuhnya sudah lemah tapi hasrat untuk mencumbu Milea justru semakin k
"Kamu masih muda? Apa kamu single? Kalau iya, apa kamu mau menjadikan aku istri?" "Maaf, Nona. Saya memang masih single, tapi ...." "Tidak perlu dilanjutkan. Aku hanya butuh itu sebagai awal. Jadi Tuan Jas yang tampan, persiapkan diri untuk menerimaku sebagai istri." Aryan yang baru saja selesai