"Bum, kamu kenapa? Kamu kenapa, Sayang? Bumi, bangun!" Nihil. Sama sekali tak ada jawaban. Bumi seolah damai kala terpejam. Tentu saja itu membuat Rey makin ketakutan. Celingukan, Rey pun menggendong sang istri. Susah payah akhirnya dia bisa membopong badan Bumi yang terkulai. Beruntung, di depan
Beranjak dari posisinya yang tidak nyaman, Rey pun mencoba mendekati istrinya lagi. "Sayang, kamu kenapa?" tanyanya keheranan. "Kenapa? Kenapa tanyamu?" geram Bumi, juga telunjuknya diarahkan mengacung tegak ke Rey. "Kamu bodoh apa pura-pura bodoh, Rey. Kamu melakukan semuanya sekehendak hati. Apa
Sesenggukan lagi, Bumi pun semakin mengeratkan pelukan. Terlihat sangat posesif seakan-akan tidak ingin Rey pergi. "Maka dari itu aku nekat bersandiwara, berpura-pura lupa ingatan adalah cara aman menjaga pernikahan kita. Aku juga berusaha keras mencari dalang yang mencoba menusukku waktu itu," pap
"Apa yang ingin kamu katakan?" tanya Sakha ketika keduanya sudah berada jauh dari ruangan Bumi dirawat. Sekarang mereka ada di tangga darurat rumah sakit itu. "Aku ingin kamu jauhi Bumi," kata Rey to the poin. Sakha terdiam dan tak ada niatan menyahut sama sekali. Hanya alisnya saja yang naik turu
“Oh, ya? Apa kamu mau coba buktikan? Silakan, kita lihat apa Bumi akan meninggalkan aku atau justru membencimu._ "Kamu makin menyebalkan," dengkus Sakha sembari menurunkan tangannya. Dia juga membuang muka. Malu karena tidak bisa melakukan niatnya tadi. Jika dipikir-pikir dia dan Rey memiliki kelem
"Rey ada telepon dari Nona Rusuh. Siapa dia?" tanya Bumi. Rey yang tadinya berniat pergi pun mendekat, lalu menerima ponsel yang Bumi sodorkan. Alisnya naik turun dan timbullah senyum ambigu. "Siapa Nona Rusuh?" ulang Bumi untuk kedua kali. Terlihat kentara sekali ketidaksenangan di mukanya ketika
"Tuh, dia nelpon lagi. Angkat sana dan lepaskan aku!" "Janji dulu kalau kamu tidak akan cemburu," balas Rey yang masih terpesona. Dia terus menyapu wajah istrinya yang semakin cantik. "Tidak, aku tidak cemburu. Untuk apa aku cemburu," sahut Bumi. Matanya memutar malas. "Lalu, kalau bukan cemburu
"Sepertinya kamu sedang bahagia," ujar seseorang dari arah pintu. Seorang laki-laki berkemeja putih yang lengannya sudah tergulung sampe siku. Orang itu adalah Aryan. Dia terlihat begitu keren dan berwibawa saat masuk dengan santai karena pintu kamar Rey dan Bumi sedikit terbuka sejak tadi. "Tentu
Mata Rio langsung terbelalak hebat. "Jadi ... jadi kamu yang digilainya, dan istrimu adalah orang yang dibuatnya keguguran?" terka Rio. Dia masih belum bisa menetralisir keterkejutan. "Ya begitulah kira-kira. Dan kamu masih saja menyukainya?" Rio terkekeh hambar. "Nasib benar-benar buruk. Aku tahu
Bumi cuma bisa nyengir saja. "Jangan tertawa, Bum! Ini tidak lucu!" dengkus Sakha. - - Enam bulan kemudian. Ballrorm sebuah hotel dihias sedemikian rupa megahnya. Lampu, bunga, serta balon menjadi ornamen pendukung pesta pernikahan dua bersaudara itu. Dua bersaudara? Ya, mereka adalah Aryan d
Rey yang keheranan merebut lembar itu, dan responnya juga sama—membulatkan mata seakan-akan tidak percaya. "Bum, kamu serius?" tanya Rey. Melihat Sakha yang ada di sebelahnya mematung tak bergerak memantik rasa penasarannya menjadi semakin besar. Di dekatinya Bumi, lantas duduk di sisi ranjang. "B
"Mi ...." "Padahal Mimi sudah semedi di spa demi nama ini. Gangga Semesta Jadiyaksa." Bumi dan Rey saling tatap. Mereka tak menyangka nama yang disiapkan begitu indah dan jauh dari nama aktor Hollywood. "Itu artinya apa, Mi?" tanya Bumi. Penasaran dia dan sejujurnya agar tertarik. Nama itu terden
Mata Rey pun kembali terarah ke box bayi yang ada disebelahnya. "Aku bingung. Terlalu banyak nama bagus yang aku pikirkan. Dan satu pun tidak ada yang membuatku yakin. Tolong beri waktu aku untuk memikirkannya," balas Rey. Bumi pun mengiakan dengan anggukan kepala. Sekarang mata Rey kembali ke Bumi
Kebahagiaan yang didapatkan sekarang tidak bisa Bumi jabarkan. Rasanya sangat luar biasa. Setelah melalui masa kontraksi hampir sepuluh jam akhirnya sang bayi lahir dengan selamat dan sehat dengan berat 3,5 kilogram dengan proses persalinan normal. Kebahagiaannya semakin berlipat ketika mengetahui a
"Dan yang membuat aku penasaran, kenapa kamu selalu diam? Kamu seolah tidak mengenalku. Jika kamu mengatakannya mungkin kita sudah lama berteman." "Maaf, aku tidak berpikir sampai di situ. Aku hanya menolong, itu saja," balas Aryan lagi. Senyum Milea semakin mengembang. Lamat dia menatap Aryan yan
Tiga puluh menit. Satu jam. Hingga dua jam berlalu sia-sia. Semua jenis olahraga dia coba. Dari squad jump, push-up, angkat barbel sudah dicoba, hanya saja hasilnya nihil. Aryan kalah dan lelah. Lelaki bingung harus bagaimana. Tubuhnya sudah lemah tapi hasrat untuk mencumbu Milea justru semakin k
"Kamu masih muda? Apa kamu single? Kalau iya, apa kamu mau menjadikan aku istri?" "Maaf, Nona. Saya memang masih single, tapi ...." "Tidak perlu dilanjutkan. Aku hanya butuh itu sebagai awal. Jadi Tuan Jas yang tampan, persiapkan diri untuk menerimaku sebagai istri." Aryan yang baru saja selesai