"Aku tidak ke mana-mana, Mi," balasnya datar. "Lalu, kenapa pakaianmu keren begitu?" Kini Bumi yang menimpali. Mendengar itu Rey jadi mencebik. Dia topang dagunya dan menatap sinis ke arah Bumi. "Bukankah aku sejak lahir memang keren? Tapi stop! Cukup kagumi aku saja. Kita tidak dilahirkan di gene
Karena belum berhasil membuka misteri di balik penusukan yang dialaminya dulu, Rey pun terpaksa melanjutkan sandiwaranya. Dia harus bersedia kembali berkutat dengan buku, kerja kelompok, presentasi, PR, ulangan dan lainnya. Termasuk hari ini, dia dipaksa berpartisipasi dalam bazar yang dibuka untuk
Rey terdiam. Dia bahkan mengabaikan Nuna yang bertanya. Matanya hanya fokus pada orang yang dia lihat dan sebaya dengannya. "Farel," ucap Rey akhirnya. Dia bahkan semakin mengamati pria yang sebenarnya adalah sahabatnya waktu sekolah dulu. "Jadi namanya Farel?" ulang Nuna. Rey mengangguk, lantas
Karena penasaran, sepanjang bazar Farel memutuskan terus mengawasi Rey. Dia benar-benar tidak percaya, apa mungkin amnesia seperti itu ada? Dan juga bisa selamat dari penusukan itu sungguh mustahil. Dia bahkan menyaksikan sendiri saat Rey bersimbah darah. Sementara Rey, dalam kesibukan melayani pem
Saat perjalanan pulang, Rey tidak mengoceh seperti biasa, tak juga bermain gadget seperti biasanya. Pria dewasa berbalut seragam olahraga itu hanya memalingkan muka keluar jendela menatap jalanan yang sama sekali tidak menarik minatnya. Beberapa kali dia menghela napas berat, tentu saja suara itu me
Sementara itu, di waktu yang sama tapi berbeda tempat dengan Rey dan Bumi, Yota dan Aryan sedang duduk bersebelahan. Di depan mereka ada sebuah kaca besar dan hanya ada beberapa lubang kecil di bawahnya. Keduanya saling berpegangan tangan menunggu sang ibu keluar dari bilik jeruji besi. "Apa kamu y
"Aryan, kenapa kita ke sini?" tanya Yota. Dia meronta tapi cekalan tangan saudara kembarnya itu membuatnya tak kuasa melawan. Dia terpaksa mengikuti langkah kaki sang abang. Sekarang keduanya sudah berada di dekat meja prasmanan sebuah rumah makan Padang. Para karyawan bahkan saling berbisik meliha
"Aryan! Tenanglah. Jangan begini ...." Entah sudah keberapa kali Yota menenangkan Aryan. Akan tetapi tetap saja mendapatkan penolakan. Sang abang benar-benar telah diselimuti kemarahan sekarang. Aryan bahkan tanpa ragu menepis terus tangannya saat mencoba menghentikan. Mendadak dia menyesal mengata