"Heh gadis barbar. Apa kamu masih tidak mau minta maaf," ucap Rey. Dia sengaja menghampiri Nuna yang sedang mendalami peran sebagai kang bersih toilet siang itu. "Kalau kamu mau aku bisa kok minta bapak kepala sekolah menghentikan hukuman kamu ini. Tapi dengan catatan kamu harus minta maaf. Bagaim
"Rey, Mimi boleh masuk?" tanya Prita setelah mengetuk pintu kamar putranya. Rey yang awalnya berbaring lelah di atas ranjang akhirnya membukakan pintu untuk ibunya itu. "Kenapa, Mi?" tanyanya dengan malas. "Apa kamu nggak bisa sopan sedikit sama Bumi? Dia itu istri kamu," jelas Prita. "Mi, plea
"Sialan. Om om menyebalkan." Nuna tak henti-hentinya merengut seraya mematut diri di depan cermin. Dia bahkan tak segan bertanya pada semua siswi yang dijumpainya di toilet dan bertanya perihal alis. Apakah benar tinggi sebelah seperti yang Rey katakan? Namun, baik dia ataupun yang lain tidak mene
Setelah adegan berbagi jawaban tadi, entah kenapa Nuna merasa ada yang mengganjal dalam hati. Jujur saja, dia masih kesal pada Rey dan benar-benar tidak bisa memprediksi jalan pikiran pria itu. Kadang kala menyebalkan tapi jadi pahlawan saat dibutuhkan. Menghela napas panjang, Nuna yang baru selesa
Nuna yang semakin penasaran memutuskan mengintip dari jendela ruang kepala sekolah yang berbentuk persegi empat. Nuna bahkan sengaja mencari kursi demi melancarkan aksi mengintipnya itu. Benar adanya, kecurigaan Nuna ternyata terbukti. Di dalam ruang itu Rey terus membongkar apa saja. Dimulai daru
"Nuna, apa kamu tidak mau bertanya soal tadi pagi?" tanya Rey. Nuna terdiam. Dia paham dengan apa yang Rey maksud tapi enggan untuk menjawab. Dia memilih pura-pura sibuk membaca hingga Rey yang menyadarinya dan tersenyum. "Kamu benar-benar tidak penasaran?" ulang Rey yang tetap melihat depan. "Ti
Dengan sedikit memaksa dan mengancam, akhirmya Bumi bisa membujuk Rey pulang bersamanya. Suasana di mobil begitu senyap. Tak ada yang bersuara selain radio. Bumi yang penasaran mencoba mengintip Rey dari kaca tengah mobil. "Jadi apa kamu akan ikut cerdas cermat itu?" tanya Bumi. Rey yang awalnya
"Sudah?" Sakha bertanya pada Bumi yang sedang memasukkan ponsel dan beberapa berkas dalam tas. Keduanya baru saja selesai bernegosiasi bisnis dengan seorang investor asing di sebuah restoran bintang lima. "Iya, Udah. Tapi kamu duluan saja. Aku mau ke toilet dulu. Mau benerin make up. Nanti aku lan
Mata Rio langsung terbelalak hebat. "Jadi ... jadi kamu yang digilainya, dan istrimu adalah orang yang dibuatnya keguguran?" terka Rio. Dia masih belum bisa menetralisir keterkejutan. "Ya begitulah kira-kira. Dan kamu masih saja menyukainya?" Rio terkekeh hambar. "Nasib benar-benar buruk. Aku tahu
Bumi cuma bisa nyengir saja. "Jangan tertawa, Bum! Ini tidak lucu!" dengkus Sakha. - - Enam bulan kemudian. Ballrorm sebuah hotel dihias sedemikian rupa megahnya. Lampu, bunga, serta balon menjadi ornamen pendukung pesta pernikahan dua bersaudara itu. Dua bersaudara? Ya, mereka adalah Aryan d
Rey yang keheranan merebut lembar itu, dan responnya juga sama—membulatkan mata seakan-akan tidak percaya. "Bum, kamu serius?" tanya Rey. Melihat Sakha yang ada di sebelahnya mematung tak bergerak memantik rasa penasarannya menjadi semakin besar. Di dekatinya Bumi, lantas duduk di sisi ranjang. "B
"Mi ...." "Padahal Mimi sudah semedi di spa demi nama ini. Gangga Semesta Jadiyaksa." Bumi dan Rey saling tatap. Mereka tak menyangka nama yang disiapkan begitu indah dan jauh dari nama aktor Hollywood. "Itu artinya apa, Mi?" tanya Bumi. Penasaran dia dan sejujurnya agar tertarik. Nama itu terden
Mata Rey pun kembali terarah ke box bayi yang ada disebelahnya. "Aku bingung. Terlalu banyak nama bagus yang aku pikirkan. Dan satu pun tidak ada yang membuatku yakin. Tolong beri waktu aku untuk memikirkannya," balas Rey. Bumi pun mengiakan dengan anggukan kepala. Sekarang mata Rey kembali ke Bumi
Kebahagiaan yang didapatkan sekarang tidak bisa Bumi jabarkan. Rasanya sangat luar biasa. Setelah melalui masa kontraksi hampir sepuluh jam akhirnya sang bayi lahir dengan selamat dan sehat dengan berat 3,5 kilogram dengan proses persalinan normal. Kebahagiaannya semakin berlipat ketika mengetahui a
"Dan yang membuat aku penasaran, kenapa kamu selalu diam? Kamu seolah tidak mengenalku. Jika kamu mengatakannya mungkin kita sudah lama berteman." "Maaf, aku tidak berpikir sampai di situ. Aku hanya menolong, itu saja," balas Aryan lagi. Senyum Milea semakin mengembang. Lamat dia menatap Aryan yan
Tiga puluh menit. Satu jam. Hingga dua jam berlalu sia-sia. Semua jenis olahraga dia coba. Dari squad jump, push-up, angkat barbel sudah dicoba, hanya saja hasilnya nihil. Aryan kalah dan lelah. Lelaki bingung harus bagaimana. Tubuhnya sudah lemah tapi hasrat untuk mencumbu Milea justru semakin k
"Kamu masih muda? Apa kamu single? Kalau iya, apa kamu mau menjadikan aku istri?" "Maaf, Nona. Saya memang masih single, tapi ...." "Tidak perlu dilanjutkan. Aku hanya butuh itu sebagai awal. Jadi Tuan Jas yang tampan, persiapkan diri untuk menerimaku sebagai istri." Aryan yang baru saja selesai