Share

Mertua dan Ipar

Penulis: 5Lluna
last update Terakhir Diperbarui: 2024-03-24 12:32:55

“Bagaimana bisa ada Mathilda di sini?” tanya Audrey dalam desisan yang sangat pelan.

“Tentu saja ini kerjaan Madre.” Damar ikut berbisik. “Padahal tadi aku menyebut namanya bukan untuk saat ini, tapi ternyata malah terjadi sekarang.”

“Makanya jangan asal sebut nama. Itu bisa jadi pertanda buruk,” balas Audrey masih dalam desisan pelan. “Aku belum punya persiapan apa pun.”

“Bisakah kalian berhenti saling berbisik?” tanya Fiana dengan mata melotot. “Itu sama sekali tidak sopan.”

Audrey dengan cepat memperbaiki posisi duduknya, kemudian memberikan senyum lebar. Tidak lupa juga kata maaf meluncur mulus dari bibirnya yang dipulas dengan lipstik merah. Hal yang kontras dengan pakaian Audrey, tapi malah membuatnya makin memesona.

“Kami hanya saling melempar candaan yang rasanya agak sungkan untuk dikatakan di depan publik,” ucap Audrey masih dengan senyumannya.

Demi apa pun, ini pertama kalinya Audrey menjilat dan menggombal. Itu membuatnya merasa sedikit jijik dan ingin muntah,
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • My Assistant, My Husband   Perang

    “Oh, kau bukan ibunya Damar?” tanya Felix pura-pura terkejut. “Maaf kalau begitu.” Fiana tidak membalas dan memilih untuk menatap putranya dengan tatapan antara kecewa dan bingung. Ini jelas bukan sesuatu yang ingin dia dengar dari mulut orang lain. “Madre ini ....” Damar ingin menjelaskan, tapi dia kehabisan kata-kata. Lebih tepatnya, tidak tahu apa yang harus dia katakan. Jangankan Damar, Audrey saja merasa kehilangan kata-kata. Yang tertinggal hanyalah segala macam umpatan dan keinginan untuk menendang Felix tepat di selangkangan. Membuat lelaki itu impoten kalau perlu. “Felix.” Tiba-tiba saja, seseorang memanggil. “Apa yang kau lakukan di sini?” “Tere?” Jelas saja Felix bingung dengan kehadiran perempuan yang dia kenali sebagai sekretaris Audrey. “Ada apa denganmu?” “Itu harusnya jadi pertanyaanku?” tanya Tere yang matanya sudah terlihat merah. “Untuk apa kau berdiri di sebelah meja mantan pacarmu? Apa kau ingin cari gara-gara dengan menyebar gosip palsu lagi?” Keni

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-25
  • My Assistant, My Husband   Orang Baik

    “Aku tidak mengerti, apa yang kau sukai dari dia,” hardik Fiana setelah dia sudah duduk di sofa ruang tamu, di rumah sang putra. “Banyak hal,” jawab Damar dengan refleks. “Rasanya aku sudah memberi tahu Madre tentang itu.” “Dia memang cantik, kaya dan mungkin berotak cerdas. Tapi sifatnya itu jelas sebuah masalah. Madre tidak suka!” Damar yang baru mendaratkan bolong, memiringkan kepalanya karena bingung. Dia tahu Audrey itu tegas, kuat dan sedikit pemarah. Tapi itu semua rasanya bukan sebuah keburukan. Bukankah itu masih bisa dibilang kelebihan? “Aku tidak mengerti kenapa Madre mengatakan hal seperti itu, tapi bagiku sifat Audrey bukan suatu masalah.” Damar mengedikkan bahu dengan santainya. “Astaga! Kau sudah terkena guna-guna.” Fiana hanya bisa menggeleng, kemudian segara beranjak pergi. *** “Pagi Mbak Tere.” Damar langsung menyapa sang sekretaris, ketika hari kerja sudah tiba. “Kok sepertinya lesu banget sih.” “Anu. Bu Audrey dan Pak Damar.” Perempuan yang dipanggil

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-26
  • My Assistant, My Husband   Pelaku yang Sebenarnya

    “Apa maksudmu, Brengsek?” Audrey tidak segan untuk memaki, walau mereka sekarang berada di tempat umum. “Sabar, Audrey.” Felix yang sedang duduk, langsung berdiri. “Aku bisa menjelaskan semua ini dan aku harap kau mau mengerti.” “Duduk saja dulu, Rey.” Damar tiba-tiba mendorong pelan dan memanggil Audrey dengan cara berbeda. “Segala sesuatunya pasti bisa dijelaskan.” “Awas saja kalau penjelasanmu tidak masuk akal atau sama dengan yang dulu pernah kau katakan.” Audrey menyempatkan diri untuk menunjuki wajah Felix, sebelum menghempaskan diri di atas sofa. Jam makan siang, Felix mengajak Audrey keluar. Tentu saja ini bukan untuk kencan, tapi untuk membicarakan pekerjaan. Lebih tepatnya, membicarakan alasan Felix harus mundur dari pekerjaan yang sudah dipercayakan padanya. “Jadi ... aku merasa harus mundur, karena aku mengalami sesuatu yang disebut kehabisan ide,” gumam Felix terdengar sedikit ragu. “Aku sedang dalam fase yang tidak bisa melakukan sesuatu.” “Bukannya itu bers

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-27
  • My Assistant, My Husband   Penasaran

    “Ini benar-benar membingungkan.” Audrey memijat pelipis, untuk mengurangi rasa sakit yang ada di kepala. “Maaf, tapi aku harus menanyakan ini. Apa kau punya musuh?” Damar bertanya dengan hati-hati, tidak ingin perempuan yang sudah sakit kepala itu mengamuk. “Banyak,” jawab Audrey tanpa ragu. “Rasanya aku sudah pernah mengatakan itu sebelumnya.” “Aku hanya ingin memastikan saja,” ringis Damar, merasa tidak enak sudah menanyakan hal tadi. “Padahal aku sudah hampir melupakan urusan ini, tapi sekarang harus mengingatnya lagi.” Audrey mengembuskan napas lelah. “Bagaimana perkembangan yang kemarin?” “Sulit.” Sayangnya, Damar menggeleng. “Ciri-cirinya terlalu umum dan tidak mungkin juga kita mencari foto pegawai saingan. Ada cukup banyak yang seperti itu dan yang namanya tampan, adalah hal relatif bukan?” “Apa aku harus mulai mencari dari orang dalam saja?” Tiba-tiba saja, Audrey memberi ide. “Maksudku, aku juga punya banyak musuh dari dalam perusahaan dan keluarga.” Kedua ali

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-28
  • My Assistant, My Husband   Calon Suami

    “Itu ide yang sangat bagus.” Itulah kalimat yang keluar dari mulut Fiana, ketika Damar bertanya untuk menggunakan rumahnya sebagai tempat acara. Kalimat yang membuat Damar, menaikkan kedua alis dan membuka mulut dengan lebar. “Yakin?” tanya Damar sekali lagi. “Yakin.” Fiana mengangguk cepat. “Aku bahkan tidak keberatan membuatkan beberapa kudapan. Setidaknya, aku bisa melihat calon potensial lain untukmu. Tentu saja dia hanya cadangan, kalau kau benar-benar gagal dengan Mathilda.” Ekspresi Damar makin melongo. Sungguh, demi apa pun juga, Damar merasa tidak percaya dengan keputusan sang ibu. Padahal, biasanya Fiana kurang suka dengan acara semacam ini. Setidaknya, itulah yang sering terjadi di Italia. Tentu itulah yang Damar lihat, selama kunjungan singkatnya ke sana. Tapi coba lihat sekarang. Hanya karena tidak ingin menerima Audrey, Fiana bahkan rela bersusah payah untuk acara arisan yang tidak masuk akal. Lalu, di sinilah semua orang berada. “Maaf,” gumam Happy dengan p

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-29
  • My Assistant, My Husband   Tantangan

    Tatapan mata tajam dan rahang yang mengeras, membuat wajah Jennie jadi terlihat sedikit lebih seram. Dia benar-benar terlihat sangat geram, terutama ketika melihat Mathilda yang tampak begitu akrab dengan Fiana. “Gigimu bisa hancur, kalau kau seperti itu terus,” bisik Audrey yang duduk di sebelah Jennie, mencoba untuk sedikit mengejek. “Kenapa bisa perempuan sialan itu yang jadi calonnya Damar?” desis Jennie yang langsung menyambar gelas jus setelahnya. “Dia bahkan tidak tahu bagaimana caranya berpakaian yang benar.” “Dia mungkin kalau ini adalah acara prom atau pesta kolam.” Audrey mengedikkan bahunya dengan santai, sembari menatap perempuan dengan gaun hijau yang berdiri agak jauh di depannya. Gaun yang dimaksud Audrey adalah sejenis gaun yang biasa dipakai orang-orang ke pesta kelulusan di luar negeri. Hanya ada masing-masing satu tali tipis di pundaknya, belahan dada rendah dan belahan paha yang tinggi. Benar-benar tidak sesuai tema arisan yang kasual. Yah, arisan ini j

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-30
  • My Assistant, My Husband   Kemarahan Mertua

    “Ada masalah?” tanya Audrey, ketika dia sudah masuk kantor pada hari kerja berikutnya. “Tidak ada, Bu.” Karyawan yang terpergok berbisik sembari melirik Audrey, langsung menurunkan pandangannya. “Kalau begitu bekerjalah,” desis Audrey tampak kesal. Bukan hanya karyawan tadi yang meringis, tapi juga Damar yang mendampingi. Bisa dibilang, mood Audrey tiga hari belakangan anjlok. Lebih tepatnya, gara-gara tantangan yang diajukan Mathilda. Ya. Hari Sabtu lalu, Mathilda tidak segan menunjuk Audrey sebagai kandidat ketiga. Hal yang tentu saja membuat para karyawan lain, dan juga Damar syok berat. “Kenapa semuanya terlihat aneh?” tanya Mathilda kala itu. “Apa kalian tidak tahu hubungan Damar dan Audrey?” Tentu saja tidak ada yang menjawab pertanyaan itu, dan tidak ada juga yang mau mengoreksi. Alhasil, sisa hari dijalani dengan canggung dan mood Audrey yang sangat jelek. “Maaf,” gumam Damar dengan pelan, ketika dia sudah masuk ke dalam ruangan Audrey. “Kenapa minta maaf?” Au

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-31
  • My Assistant, My Husband   Siapa?

    “Dasar kau bajingan.” Carl kembali ingin melayangkan pukulan, tapi segera di tahan oleh Happy. “EH, SEBENTAR,” teriak Happy refleks saja memegang tangan lelaki yang menjadi atasannya. “Tolong jangan asal pukul, Pak.” Tere ikut menenangkan Carl dan menolong Damar berdiri. “Kalian berani melawanku?” desis Carl berusaha meredam amarah, karena tidak ingin sampai melukai orang tidak bersalah dan perempuan. “Mereka mungkin tidak, tapi aku berani.” Audrey muncul di depan pintu ruangannya dengan kedua tangan terlipat di depan dada. “Kau berani membela lelaki tidak tahu malu ini?” tanya Carl makin emosi saja, apalagi dua sekretaris sang putri sudah beranjak menjauh. “Kalau Daddy ingin bicara, masuklah ke ruangan. Tidak perlu membuat keributan seperti ini dan membuatku jadi bahan pembicaraan.” Carl sedikit tersentak mendengar kalimat sang putri. Dia melihat ke belakang dan menemukan ada beberapa karyawan berkumpul di sana. Memang tidak banyak, tapi gosip bisa menyebar dengan mudah.

    Terakhir Diperbarui : 2024-04-01

Bab terbaru

  • My Assistant, My Husband   Ekstra - Satu Saja

    “Lebih cepat lagi, please.” Damar menggeram dalam suara rendah dan tertahan. “Kau pikir aku ini mesin yang bisa bergerak cepat?” jawab Audrey dengan nafas terengah. “Kakiku sudah mulai terasa pegal.” “Kalau begitu, biarkan aku mengambil alih.” Damar yang terengah pun memohon dengan sangat. “Aku mohon.” Audrey tidak menjawab, tapi dia berhenti bergerak. Kedua tangan yang tadi bertumpu pada kaki Damar, kini bergerak memeluk sang suami. Sayangnya, dia masih belum mau membiarkan lelaki itu mengambil alih kegiatan ranjang mereka dan memilih mengubah posisi saja. “Jangan bergerak.” Kali ini giliran Audrey yang menggeram, ketika merasakan sang suami menggoyangkan pinggulnya. “Aku tidak bisa menahan diri lagi, Re,” desis Damar tepat di telinga sang istri yang kini memeluknya. Dia bahkan menggigit bagian telinga itu, sebelum melanjutkan, “Tolong lepaskan ikatan di tanganku. Please.” Sungguh, Damar ingin sekali mengentak lebih keras. Dia bisa melakukan itu dalam keadaan duduk dan terikat

  • My Assistant, My Husband   Ekstra - Pamer

    “Apa kau menikmati acaranya?” Audrey bertanya pada orang di depannya, dengan senyum lebar. “Kau mengejekku?” desis Patricia tampak begitu marah. “Aku hanya bertanya, Patricia. Mengejek dan bertanya jelas adalah dua hal yang berbeda.” Dua perempuan itu pada akhirnya saling menatap. Patricia dengan tatapan kemarahan disertai dendam, sementara Audrey dengan tatapan penuh kemenangan. “Re. Kau di sini.” Baru juga Patricia ingin buka mulut untuk memaki, tapi Damar sudah mendekat. Lelaki itu tampak begitu rapi dengan menggunakan tuxedo berwarna putih dan dasi kupu-kupu hitam. Penampilannya jadi makin sempurna dengan celana hitam, sapu tangan putih dan rambut tertata. “Ada Patricia rupanya.” Demi kesopanan, Damar dengan terpaksa menyapa. “Hai.” Mau tidak mau, Patricia menyunggingkan senyum. “Aku tidak tahu kalau kau benar-benar dari Italia dan punya rumah seindah ini.” “Ini bukan rumahku, tapi

  • My Assistant, My Husband   Mengikutimu

    “Wah, jadi ini perkebunan milik Padre?” tanya Audrey, ketika mereka baru saja memasuki kawasan penuh tanaman anggur. “Ya, kebetulan saja ini sudah dekat masa panen.” Domi yang menjawab dengan riang. “Kau bisa memetik beberapa kalau mau, sebelum semuanya dijadikan wine.” “Oh, sungguh?” Audrey tampak cukup tertarik. “Tapi apakah aku boleh mendapatkan keduanya? Anggur dan wine?” “Apa pun yang kau inginkan.” Kali ini, Damar yang menjawab. “Aku bertanya pada Padre,” balas Audrey dengan sebelah alis yang terangkat. “Ini semua akan jadi milikmu, jadi tentu kau boleh meminta apa saja.” Damar tersenyum lebar, sembari menatap sang istri. Hal yang membuat ayahnya berdecak. “Rasanya kau lebih parah, dari lelaki mana pun yang kukenal di dunia ini.” Mau tidak mau, Domi mengeluh juga. “Kalau tidak ingin dilihat, Padre tidak perlu melihat.” Audrey membalas dengan sangat kurang ajar. Mendengar itu, Domi hanya bisa mendengus saja. Dia juga tidak mungkin marah, karena biar bagaima

  • My Assistant, My Husband   Dunia Terbalik

    “Apa aku tidak salah lihat?” tanya seseorang pada Happy. “Bu Audrey dan Pak Damar bergandengan tangan?” “Sama sekali tidak,” jawab Happy dengan embusan napas pelan. “Yang kau lihat itu adalah kenyataan.” “Serius?” tanya rekan kerja Happy yang tadi. “Jadi gosip yang bilang kalau Bu Audrey mengincar Damar itu benar?” “Tidak, Sayang.” Happy menatap temannya dengan tatapan kasihan. “Sejak awal Pak Damar itu off limit. Sejak awal dia sudah sold out, alias taken.” Setelah mengatakan hal itu, Happy memilih untuk melangkah terlebih dulu dan meninggalkan temannya yang tampak sangat terkejut. Biar bagaimana, atasannya sudah datang. Dia tidak bisa lagi bersantai-santai dengan alasan habis dari membeli kopi. “Sekarang aku punya dua atasan,” gumam Happy sepelan mungkin. “Untung Pak Damar baik, tapi jelas aku harus hati-hati padanya. Kalau tidak, Bu Audrey yang akan memecatku.” *** “Perasaanku saja, atau sejak ta

  • My Assistant, My Husband   Yang Penting

    “Untuk apa kau membawa buket bunga?” tanya Domi, ketika melihat sang menantu berdiri di depan pintu rumah, yang baru saja dia buka. “Aku tentu saja akan memberikan ini untuk ....” “Damar?” Fiana muncul di sebelah sang suami dengan sebelah alis terangkat. “Kau ingin memberikan bunga untuk Damar? Bukankah seharusnya terbalik?” “Tentu saja bukan untuk Damar,” jawab Audrey dengan senyum lebar. “Aku membawakan ini untuk Madre dan membawakan hadiah lain untuk Damar.” Kedua alis Fiana terangkat mendengar jawaban yang mengejutkan, tapi tetap menerima buket bunga yang dibawakan oleh menantunya. Hadiah yang sangat tidak biasa dari menantu perempuannya, sampai Audrey lupa untuk dipersilakan masuk. Untung saja Audrey yang sedikit tidak tahu malu itu, meminta izin untuk duduk di ruang tamu. Katanya, masih ada hadiah yang mau diberikan. “Cokelat untuk Madre.” Audrey mengeluarkan sekotak cokelat yang terlihat mahal. “Apa ayah mertuamu ini tidak mendapatkan apa-apa?” tanya Domi pu

  • My Assistant, My Husband   Jujur

    “Ini benar-benar tidak masuk akal,” desis Audrey benar-benar kesal, dengan ponsel yang menempel di telinga. “Bagaimana mungkin mereka mengurung, bahkan menempatkan bodyguard di depan pintu dan di bawah jendela.” Mendengar protes dari sang istri, Damar hanya bisa tertawa pelan. Memang ini sangat tidak masuk akal, tapi kalau Audrey jadi memperhatikan dirinya seperti ini, rasanya Damar tidak akan masalah. “Mau apa lagi?” tanya damar denan senyum yang terkulum. “Walau aku sering olahraga, tapi aku tidak mungkin melawan orang-orang berbadan besar itu kan? Apalagi mereka lebih dari satu orang.” “Tapi kau kan bukan anak gadis perawan yang harus dijaga dengan bak,” hardik Audrey terlihat begitu kesal. “Aku juga bukan serigala yang akan memangsamu.” Tentu saja Damar akan tertawa mendengar hal itu. Dia merasa perumpamaan yang diucapkan oleh Audrey sangat lucu. “Bu, tolong jangan pacaran di depan saya.” Jangankan Damar, Happy saja merasa risih dan langsung menegur ketika sang atas

  • My Assistant, My Husband   Pisah

    “Senang berkenalan dengan Anda berdua.” Carl mengulurkan tangan, disertai dengan senyuman lebar. “Hai, aku Dominique. Panggil saja Domi dan aku adalah ayah dari Damar. Lelaki yang selama ini ternyata sudah menikah dengan putrimu.” Carl sempat terdiam untuk beberapa saat, berpikir kalau dirinya baru saja diejek. Untungnya, Domi segera tersenyum lebar setelahnya. Memberitahu kalau dia hanya bercanda, walau di bawah pelototan sang istri. “Aku merasa senang karena pada akhirnya, kita semua bisa bertemu juga,” ucap Vita dengan senyum antusiasnya. “Omong-omong, ini adik Audrey. Mereka berbeda sangat jauh, tapi Brian sangat mengagumi kakaknya.” “Aku tidak suka mereka,” gumam Brian tanpa segan. “Mereka tidak akan mengambil Kak Audrey kan?” “Bukan kami yang akan mengambil kakakmu, Nak.” Carl dengan cepat menanggapi. “Tapi lelaki yang satu ini yang akan dan sudah melakukannya.” “Padre.” Damar tentu saja akan langsung menegur, ketika sang ayah menepuk pelan punggungnya. Dia tidak ingin Br

  • My Assistant, My Husband   Anak

    “Kau bilang apa?” tanya Damar dengan mata melotot. “Mathilda yang menyerangmu,” jawab Audrey yang tengah menggunakan rangkaian perawatan kulitnya, setelah pulang kerja. “Dia sudah mengau.” “Yang benar saja!” Damar tampak tidak percaya. “Katanya dia menyukaiku, tapi menyerangku. Apakah itu terdengar masuk akal?” “Cinta itu buta.” Audrey yang sudah selesai, kini menatap suaminya. “Dia akan melakukan apa saja, untuk menyingkirkan saingan atau mendapatkanmu. Dalam kasus ini, dia ingin menyingkirkanku. Hanya saja dia lupa kalau aku juga punya mobil Eropa dan duduk di sebelah kanan sebagai penumpang.” “Ini serius?” tanya Damar masih tampak tidak percaya. “Maksudku, dia benar-benar meminta seseorang untuk mencelakaimu?” “Kenapa? Tidak percaya?” tanya Audrey dengan mata melotot. Jujur saja, Audrey tidak suka dengan pertanyaan Damar. Lelaki itu seperti terdengar tidak rela ada yang memfitnah perempuan yang dia sukai. Audrey tidak menyukai hal itu sama sekali. “Jujur saja tidak.” Damar

  • My Assistant, My Husband   Tersangka

    “Apa maumu?” Audrey mendongak ketika mendengar suara ketus itu. Dia tersenyum, ketika melihat tamunya sudah datang. Siapa yang sangka kalau Mathilda benar-benar datang sesuai dengan keinginannya. “Aku sudah datang, jadi katakan apa maumu.” “Duduk dulu, Mathilda.” Audrey mengedikkan bahu dengan santainya, menunjuk kursi yang ada di depannya. “Kita ini sedang di tempat umum, akan jadi tontonan kalau kau terus berdiri.” Perempuan berdarah Italia itu tidak langsung duduk, dan memilih untuk melihat sekitarnya lebih dulu. Mereka sedang ada di sebuah kafe yang cukup ramai, dengan beberapa pasang mata yang menatapnya. “Katakan dengan cepat, karena aku harus ke bandara.” Pada akhirnya, Mathilda memilih untuk duduk. “Bandara?” Audrey bertanya dengan kedua alis yang terangkat. “Kau akan berangkat?” “Tentu saja aku perlu pulang ke rumah orang tuaku kan? Apa kau pikir aku akan selamanya tinggal di sini, setelah dipermalukan seperti itu?” Audrey tersenyum miring mendengar apa yang dikataka

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status