Home / Romansa / My Assistant, My Husband / Keluarga Menyebalkan

Share

Keluarga Menyebalkan

Author: 5Lluna
last update Last Updated: 2024-03-16 09:20:13

“Jadi? Apa yang membuatmu tiba-tiba mengajakku ke klub malam?” Melanie tetap mengeluh, walau dia bersedia datang dengan sukarela.

“Entahlah.” Audrey mengedikkan bahunya. “Aku juga tidak begitu yakin.”

“Apa kau sudah gila?” tanya sahabat Audrey satu-satunya itu. “Kau yang memanggil, tapi tidak yakin? Kau itu kesurupan atau apa sih?”

Audrey tidak menjawab dan memilih menenggak minuman yang sejak tadi dia pesan. Hanya satu gelas kecil minuman keras, tapi itu membuatnya sedikit mendesis. Rasanya enak, tapi tetap menusuk dan sedikit pahit.

“Mungkin aku memang kesurupan.” Audrey mengangguk yakin, seraya mengangkat gelas. Dia meminta gelas kecilnya diisi lagi.

“Jadi apa yang membuatmu kesurupan?” Melanie bergabung dan ikut memesan minuman.

“Aku merasa kalau suamiku itu punya sesuatu yang dia sembunyikan,” jawab Audrey tanpa ragu sedikit pun. “Paling anehnya, aku kepikiran.”

“Wow, itu sebuah kemajuan. Kau a
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • My Assistant, My Husband   Tamu Tak Diundang

    “Dasar perempuan sialan.” Patricia berteriak, sembari menendang botol minuman terdekat. “Hanya karena punya suami tampan dan romantis saja dia sudah belagu.” “Babe, tidakkah kau kelewatan?” tanya lelaki yang sejak tadi mendampingi sepupu dari Audrey itu. “Kau terang-terangan merayu lelaki lain di depanku.” “So what?” teriak Patricia makin kesal saja. “Memangnya kenapa? Kau itu jauh dibandingkan dengan Damar, jadi tidak usah sok cemburu.” “Memangnya kau pikir aku ini apa?” tanya lelaki tadi mulai marah juga. “Aku ini pacarmu loh.” “Aku minta putus,” hardik Patricia dengan tegas. “Aku tidak mau lagi bersama denganmu yang jelek dan kurus tak berotot.” Lelaki yang dihina barusan melotot. Dia sebenarnya sangat marah dengan kelakuan Patricia, tapi masih cukup tahu diri untuk tidak memukul perempuan. Alhasil, dia hanya pergi dengan wajah masam dan menendang meja. “Pacarmu itu pemarah juga ya.” Seorang lelaki lain yang berada di sofa yang sama terkekeh. “Ini salahmu, Raden,” desi

    Last Updated : 2024-03-17
  • My Assistant, My Husband   Pingsan

    “Apa-apaan pakaianmu itu?” desis Audrey tampak begitu marah. “Apa kau pikir ini klub malam?” “Oh, ayolah Audrey.” Patricia memutar bola matanya karena merasa gemas. “Aku hanya pakai crop top dan hot pants. Ini masih termasuk biasa saja.” “Ini kantor, Sialan,” geram Audrey makin kesal saja. “Aku tidak mengizinkan hal tidak senonoh di sini.” Sebenarnya, wajar saja jika Audrey marah. Pasalnya, Patricia membuat perhatian sebagian orang yang ada di sekitar mereka teralihkan. Memang tidak terlalu banyak orang di area ruangan Audrey, tapi tetap saja mengganggu. Perempuan normal saja tidak bisa mengalihkan pandangan, apalagi lelaki kan? Itu jelas akan mengganggu pekerjaan orang-orang. “Oke, baiklah.” Patricia mengangkat tangan, seolah ingin menyerah. Tapi rupanya, tidak seperti itu. “Biarkan aku membawa Damar dan aku akan pergi,” lanjutnya dengan senyum lebar. “Siapa yang ingin kau bawa?” Bukan Audrey yang memekik, tapi Jennie. Perempuan yang sudah mengenakan jas lab di pagi ha

    Last Updated : 2024-03-18
  • My Assistant, My Husband   Kedatangan

    “Damar.” Seorang perempuan berusia sekitar dua puluhan tahun memanggil. “Kemarilah, Sayang.” “Tidak mau.” Damar kecil menggeleng pelan. “Aku tidak mau.” “Tidak apa-apa, Nak. Ini tidak akan sakit, jadi kemarilah.” Perempuan tadi kembali memanggil dengan suara manja yang mendayu. “Tidak.” Damar memekik makin keras. Bukan hanya Damar kecil yang memekik, tapi juga Damar dewasa yang sedang tertutup matanya. Pekikan tertahan yang membuat Audrey menjadi sedikit waspada dan sampai beranjak dari tempatnya duduk. “Damar.” Audrey mencoba memanggil. “Hei, ada apa denganmu?” Audrey mulai panik ketika melihat lelaki yang terbaring di ranjang itu mengernyit dan mengeluarkan keringat dingin. Jelas ada yang salah dan Audrey tidak tahu apa. Alhasil, dia menekan bel untuk memanggil perawat. “Lakukan sesuatu padanya,” ucap Audrey terdengar agak panik, ketika perawat datang. Tentu saja para perawat akan mendekat dengan panik, tapi hanya sebentar saja. Mereka pun dengan cepat menyadari kalau

    Last Updated : 2024-03-19
  • My Assistant, My Husband   Semobil

    “Madre.” Damar berlari mendekati perempuan paruh baya yang terlihat sedikit kesal. Saking terburu-burunya, dia bahkan menabrak seorang penumpang lelaki dengan cukup keras. “Kenapa kau lama sekali?” Perempuan paruh baya tadi menghardik pelan. “Ini sudah lebih dari satu jam, sejak aku menelepon. Bahkan mungkin sudah dua jam lebih.” “Maaf, tapi tadi aku sedang bekerja. Aku tidak mungkin pergi begitu saja tanpa minta izin kan? Lagi pula, tadi jalanan macet.” Tentu saja Damar akan menjelaskan. “Lalu kenapa kau pucat dan keringatan seperti itu?” Ibu Damar masih betah menghardik. “Memangnya kau berlari sejauh apa? Atau mungkin kau disiksa di kantor?” “Dari tempat parkir ke sini memang tidak begitu jauh, tapi cuaca sedang panas Bibi Fiana.” Tiba-tiba saja, Mathilda muncul entah dari mana. “Menggunakan kemeja lengan panjang, pasti membuat Damar makin kepanasan.” Kening damar berlipat melihat perempuan yang dijodohkan dengannya itu. Rasanya tadi dia tidak diberi tahu kalau ada Mathil

    Last Updated : 2024-03-20
  • My Assistant, My Husband   Pesan Tidak Jelas

    “Kenapa aku terdengar seperti perempuan posesif pada pacarnya?” geram Audrey dengan suara pelan. “Tidak bisa begini.” “Ibu ngomong sesuatu?” tanya Tere yang baru saja masuk ke ruangan Audrey. “Mau apa?” Alih-alih menjawab, Audrey malah bertanya. “Saya cuma mau membawakan invoice rumah sakitnya Pak Damar tadi.” Tere mendekat dan meletakkan map. “Sesuai perintah, ini dibayar menggunakan kartu yang Bu Audrey sempat berikan tadi.” “Taruh dan pergi saja.” Audrey yang sedang kesal, jelas saja akan mengusir. Sayangnya, Tere tetap diam di tempat. Perempuan yang tampak ragu-ragu itu, tampak ingin mengatakan sesuatu. Hanya saja, Tere tidak tahu bagaimana harus memulai. “Katakan saja kalau mau bicara atau segera keluar.” Pada akhirnya, Audrey harus menghardik lebih dulu. “Soal yang pernah Ibu bilang beberapa waktu lalu,” gumam Tere pelan. “Saya ingin tahu apa yang dimaksud.” “Yang mana ya?” tanya Audrey sok bego. “Yang ketika Bu Audrey meminta saya untuk berhati-hati, terutama s

    Last Updated : 2024-03-21
  • My Assistant, My Husband   Pergi Perang

    “Kenapa wajahmu terlihat lesu begitu?” Fiana menegur putranya, ketika lelaki sudah masuk ke rumah. “Kau disiksa atasanmu?” “Audrey tidak kejam.” Damar menghempaskan diri ke atas sofa. “Yah, walau dia memang kadang menyiksaku di atas ranjang.” “Damar,” desis Fiana terlihat agak kesal. “Aku hanya mengatakan kenyataan Madre.” Damar hanya bisa mengedikkan bahunya. “Kenyataan yang tidak perlu diucapkan. Lagi pula, kenapa kau bisa nakal begitu?” “Apanya yang nakal?” “Sejak kapan Damarku mau tidur dengan sembarang perempuan?” tanya Fiana tanpa merasa perlu menghaluskan kalimatnya. “Audrey bukan sembarang perempuan, Madre.” Damar ingin sekali mengatakan tentang statusnya, tapi jelas tidak bisa. “Memangnya kenapa? Kau ingin menikah dengannya?” tanya Fiana dengan mata melotot. “Kenapa tidak? Dia perempuan yang baik, cantik dan pintar. Keluarganya juga baik.” Damar tak segan untuk memuji. “Kau sudah bertemu keluarganya?” tanya Fiana makin melotot saja. “Tentu saja sudah. Ser

    Last Updated : 2024-03-23
  • My Assistant, My Husband   Mertua dan Ipar

    “Bagaimana bisa ada Mathilda di sini?” tanya Audrey dalam desisan yang sangat pelan. “Tentu saja ini kerjaan Madre.” Damar ikut berbisik. “Padahal tadi aku menyebut namanya bukan untuk saat ini, tapi ternyata malah terjadi sekarang.” “Makanya jangan asal sebut nama. Itu bisa jadi pertanda buruk,” balas Audrey masih dalam desisan pelan. “Aku belum punya persiapan apa pun.” “Bisakah kalian berhenti saling berbisik?” tanya Fiana dengan mata melotot. “Itu sama sekali tidak sopan.” Audrey dengan cepat memperbaiki posisi duduknya, kemudian memberikan senyum lebar. Tidak lupa juga kata maaf meluncur mulus dari bibirnya yang dipulas dengan lipstik merah. Hal yang kontras dengan pakaian Audrey, tapi malah membuatnya makin memesona. “Kami hanya saling melempar candaan yang rasanya agak sungkan untuk dikatakan di depan publik,” ucap Audrey masih dengan senyumannya. Demi apa pun, ini pertama kalinya Audrey menjilat dan menggombal. Itu membuatnya merasa sedikit jijik dan ingin muntah,

    Last Updated : 2024-03-24
  • My Assistant, My Husband   Perang

    “Oh, kau bukan ibunya Damar?” tanya Felix pura-pura terkejut. “Maaf kalau begitu.” Fiana tidak membalas dan memilih untuk menatap putranya dengan tatapan antara kecewa dan bingung. Ini jelas bukan sesuatu yang ingin dia dengar dari mulut orang lain. “Madre ini ....” Damar ingin menjelaskan, tapi dia kehabisan kata-kata. Lebih tepatnya, tidak tahu apa yang harus dia katakan. Jangankan Damar, Audrey saja merasa kehilangan kata-kata. Yang tertinggal hanyalah segala macam umpatan dan keinginan untuk menendang Felix tepat di selangkangan. Membuat lelaki itu impoten kalau perlu. “Felix.” Tiba-tiba saja, seseorang memanggil. “Apa yang kau lakukan di sini?” “Tere?” Jelas saja Felix bingung dengan kehadiran perempuan yang dia kenali sebagai sekretaris Audrey. “Ada apa denganmu?” “Itu harusnya jadi pertanyaanku?” tanya Tere yang matanya sudah terlihat merah. “Untuk apa kau berdiri di sebelah meja mantan pacarmu? Apa kau ingin cari gara-gara dengan menyebar gosip palsu lagi?” Keni

    Last Updated : 2024-03-25

Latest chapter

  • My Assistant, My Husband   Ekstra - Satu Saja

    “Lebih cepat lagi, please.” Damar menggeram dalam suara rendah dan tertahan. “Kau pikir aku ini mesin yang bisa bergerak cepat?” jawab Audrey dengan nafas terengah. “Kakiku sudah mulai terasa pegal.” “Kalau begitu, biarkan aku mengambil alih.” Damar yang terengah pun memohon dengan sangat. “Aku mohon.” Audrey tidak menjawab, tapi dia berhenti bergerak. Kedua tangan yang tadi bertumpu pada kaki Damar, kini bergerak memeluk sang suami. Sayangnya, dia masih belum mau membiarkan lelaki itu mengambil alih kegiatan ranjang mereka dan memilih mengubah posisi saja. “Jangan bergerak.” Kali ini giliran Audrey yang menggeram, ketika merasakan sang suami menggoyangkan pinggulnya. “Aku tidak bisa menahan diri lagi, Re,” desis Damar tepat di telinga sang istri yang kini memeluknya. Dia bahkan menggigit bagian telinga itu, sebelum melanjutkan, “Tolong lepaskan ikatan di tanganku. Please.” Sungguh, Damar ingin sekali mengentak lebih keras. Dia bisa melakukan itu dalam keadaan duduk dan terikat

  • My Assistant, My Husband   Ekstra - Pamer

    “Apa kau menikmati acaranya?” Audrey bertanya pada orang di depannya, dengan senyum lebar. “Kau mengejekku?” desis Patricia tampak begitu marah. “Aku hanya bertanya, Patricia. Mengejek dan bertanya jelas adalah dua hal yang berbeda.” Dua perempuan itu pada akhirnya saling menatap. Patricia dengan tatapan kemarahan disertai dendam, sementara Audrey dengan tatapan penuh kemenangan. “Re. Kau di sini.” Baru juga Patricia ingin buka mulut untuk memaki, tapi Damar sudah mendekat. Lelaki itu tampak begitu rapi dengan menggunakan tuxedo berwarna putih dan dasi kupu-kupu hitam. Penampilannya jadi makin sempurna dengan celana hitam, sapu tangan putih dan rambut tertata. “Ada Patricia rupanya.” Demi kesopanan, Damar dengan terpaksa menyapa. “Hai.” Mau tidak mau, Patricia menyunggingkan senyum. “Aku tidak tahu kalau kau benar-benar dari Italia dan punya rumah seindah ini.” “Ini bukan rumahku, tapi

  • My Assistant, My Husband   Mengikutimu

    “Wah, jadi ini perkebunan milik Padre?” tanya Audrey, ketika mereka baru saja memasuki kawasan penuh tanaman anggur. “Ya, kebetulan saja ini sudah dekat masa panen.” Domi yang menjawab dengan riang. “Kau bisa memetik beberapa kalau mau, sebelum semuanya dijadikan wine.” “Oh, sungguh?” Audrey tampak cukup tertarik. “Tapi apakah aku boleh mendapatkan keduanya? Anggur dan wine?” “Apa pun yang kau inginkan.” Kali ini, Damar yang menjawab. “Aku bertanya pada Padre,” balas Audrey dengan sebelah alis yang terangkat. “Ini semua akan jadi milikmu, jadi tentu kau boleh meminta apa saja.” Damar tersenyum lebar, sembari menatap sang istri. Hal yang membuat ayahnya berdecak. “Rasanya kau lebih parah, dari lelaki mana pun yang kukenal di dunia ini.” Mau tidak mau, Domi mengeluh juga. “Kalau tidak ingin dilihat, Padre tidak perlu melihat.” Audrey membalas dengan sangat kurang ajar. Mendengar itu, Domi hanya bisa mendengus saja. Dia juga tidak mungkin marah, karena biar bagaima

  • My Assistant, My Husband   Dunia Terbalik

    “Apa aku tidak salah lihat?” tanya seseorang pada Happy. “Bu Audrey dan Pak Damar bergandengan tangan?” “Sama sekali tidak,” jawab Happy dengan embusan napas pelan. “Yang kau lihat itu adalah kenyataan.” “Serius?” tanya rekan kerja Happy yang tadi. “Jadi gosip yang bilang kalau Bu Audrey mengincar Damar itu benar?” “Tidak, Sayang.” Happy menatap temannya dengan tatapan kasihan. “Sejak awal Pak Damar itu off limit. Sejak awal dia sudah sold out, alias taken.” Setelah mengatakan hal itu, Happy memilih untuk melangkah terlebih dulu dan meninggalkan temannya yang tampak sangat terkejut. Biar bagaimana, atasannya sudah datang. Dia tidak bisa lagi bersantai-santai dengan alasan habis dari membeli kopi. “Sekarang aku punya dua atasan,” gumam Happy sepelan mungkin. “Untung Pak Damar baik, tapi jelas aku harus hati-hati padanya. Kalau tidak, Bu Audrey yang akan memecatku.” *** “Perasaanku saja, atau sejak ta

  • My Assistant, My Husband   Yang Penting

    “Untuk apa kau membawa buket bunga?” tanya Domi, ketika melihat sang menantu berdiri di depan pintu rumah, yang baru saja dia buka. “Aku tentu saja akan memberikan ini untuk ....” “Damar?” Fiana muncul di sebelah sang suami dengan sebelah alis terangkat. “Kau ingin memberikan bunga untuk Damar? Bukankah seharusnya terbalik?” “Tentu saja bukan untuk Damar,” jawab Audrey dengan senyum lebar. “Aku membawakan ini untuk Madre dan membawakan hadiah lain untuk Damar.” Kedua alis Fiana terangkat mendengar jawaban yang mengejutkan, tapi tetap menerima buket bunga yang dibawakan oleh menantunya. Hadiah yang sangat tidak biasa dari menantu perempuannya, sampai Audrey lupa untuk dipersilakan masuk. Untung saja Audrey yang sedikit tidak tahu malu itu, meminta izin untuk duduk di ruang tamu. Katanya, masih ada hadiah yang mau diberikan. “Cokelat untuk Madre.” Audrey mengeluarkan sekotak cokelat yang terlihat mahal. “Apa ayah mertuamu ini tidak mendapatkan apa-apa?” tanya Domi pu

  • My Assistant, My Husband   Jujur

    “Ini benar-benar tidak masuk akal,” desis Audrey benar-benar kesal, dengan ponsel yang menempel di telinga. “Bagaimana mungkin mereka mengurung, bahkan menempatkan bodyguard di depan pintu dan di bawah jendela.” Mendengar protes dari sang istri, Damar hanya bisa tertawa pelan. Memang ini sangat tidak masuk akal, tapi kalau Audrey jadi memperhatikan dirinya seperti ini, rasanya Damar tidak akan masalah. “Mau apa lagi?” tanya damar denan senyum yang terkulum. “Walau aku sering olahraga, tapi aku tidak mungkin melawan orang-orang berbadan besar itu kan? Apalagi mereka lebih dari satu orang.” “Tapi kau kan bukan anak gadis perawan yang harus dijaga dengan bak,” hardik Audrey terlihat begitu kesal. “Aku juga bukan serigala yang akan memangsamu.” Tentu saja Damar akan tertawa mendengar hal itu. Dia merasa perumpamaan yang diucapkan oleh Audrey sangat lucu. “Bu, tolong jangan pacaran di depan saya.” Jangankan Damar, Happy saja merasa risih dan langsung menegur ketika sang atas

  • My Assistant, My Husband   Pisah

    “Senang berkenalan dengan Anda berdua.” Carl mengulurkan tangan, disertai dengan senyuman lebar. “Hai, aku Dominique. Panggil saja Domi dan aku adalah ayah dari Damar. Lelaki yang selama ini ternyata sudah menikah dengan putrimu.” Carl sempat terdiam untuk beberapa saat, berpikir kalau dirinya baru saja diejek. Untungnya, Domi segera tersenyum lebar setelahnya. Memberitahu kalau dia hanya bercanda, walau di bawah pelototan sang istri. “Aku merasa senang karena pada akhirnya, kita semua bisa bertemu juga,” ucap Vita dengan senyum antusiasnya. “Omong-omong, ini adik Audrey. Mereka berbeda sangat jauh, tapi Brian sangat mengagumi kakaknya.” “Aku tidak suka mereka,” gumam Brian tanpa segan. “Mereka tidak akan mengambil Kak Audrey kan?” “Bukan kami yang akan mengambil kakakmu, Nak.” Carl dengan cepat menanggapi. “Tapi lelaki yang satu ini yang akan dan sudah melakukannya.” “Padre.” Damar tentu saja akan langsung menegur, ketika sang ayah menepuk pelan punggungnya. Dia tidak ingin Br

  • My Assistant, My Husband   Anak

    “Kau bilang apa?” tanya Damar dengan mata melotot. “Mathilda yang menyerangmu,” jawab Audrey yang tengah menggunakan rangkaian perawatan kulitnya, setelah pulang kerja. “Dia sudah mengau.” “Yang benar saja!” Damar tampak tidak percaya. “Katanya dia menyukaiku, tapi menyerangku. Apakah itu terdengar masuk akal?” “Cinta itu buta.” Audrey yang sudah selesai, kini menatap suaminya. “Dia akan melakukan apa saja, untuk menyingkirkan saingan atau mendapatkanmu. Dalam kasus ini, dia ingin menyingkirkanku. Hanya saja dia lupa kalau aku juga punya mobil Eropa dan duduk di sebelah kanan sebagai penumpang.” “Ini serius?” tanya Damar masih tampak tidak percaya. “Maksudku, dia benar-benar meminta seseorang untuk mencelakaimu?” “Kenapa? Tidak percaya?” tanya Audrey dengan mata melotot. Jujur saja, Audrey tidak suka dengan pertanyaan Damar. Lelaki itu seperti terdengar tidak rela ada yang memfitnah perempuan yang dia sukai. Audrey tidak menyukai hal itu sama sekali. “Jujur saja tidak.” Damar

  • My Assistant, My Husband   Tersangka

    “Apa maumu?” Audrey mendongak ketika mendengar suara ketus itu. Dia tersenyum, ketika melihat tamunya sudah datang. Siapa yang sangka kalau Mathilda benar-benar datang sesuai dengan keinginannya. “Aku sudah datang, jadi katakan apa maumu.” “Duduk dulu, Mathilda.” Audrey mengedikkan bahu dengan santainya, menunjuk kursi yang ada di depannya. “Kita ini sedang di tempat umum, akan jadi tontonan kalau kau terus berdiri.” Perempuan berdarah Italia itu tidak langsung duduk, dan memilih untuk melihat sekitarnya lebih dulu. Mereka sedang ada di sebuah kafe yang cukup ramai, dengan beberapa pasang mata yang menatapnya. “Katakan dengan cepat, karena aku harus ke bandara.” Pada akhirnya, Mathilda memilih untuk duduk. “Bandara?” Audrey bertanya dengan kedua alis yang terangkat. “Kau akan berangkat?” “Tentu saja aku perlu pulang ke rumah orang tuaku kan? Apa kau pikir aku akan selamanya tinggal di sini, setelah dipermalukan seperti itu?” Audrey tersenyum miring mendengar apa yang dikataka

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status