Begitu Pras menurunkan tubuh Sinar di kamar hotel khusus pengantin baru, yang akan mereka tempati, manik wanita itu langsung mengarah pada beberapa paper bag yang berjejer di sofa. Menyingkap tinggi rok gaun pengantinnya lalu menghampiri, dan melihat isi paper bag tersebut, satu persatu.
“Yang lainnya, sudah dibawa pulang ke rumah,” ujar Pras menghampiri Sinar dan berdiri di sebelahnya. Melihat sang istri membolakan maniknya, ketika mengangkat secarik kain tipis berenda yang sangat tipis menerawang.
“Apa aku harus pake ini?” Sinar meletakkan kembali lingerie yang baru saja di ambilnya ke dalam paper bag yang berwarna ungu. Kemudian, Sinar merogoh paper bag di sebelahnya, dan mengambil barang yang sama, hanya saja dengan model dan warna yang berbeda.
Karena Sinar sudah pernah menikah sebelumnya, maka, ia tidak awam dengan gaun seksi seperti itu. Tentunya, dahulu kala, Sinar juga memiliki beberapa koleksi gaun tidur seperti itu di lemarinya
āSinar ā¦ā Pras menepuk pundak terbuka sang istri, yang masih tertidur pulas. Separuh bertelungkup seraya memeluk guling. Satu jam sebelumnya, Pras sudah bangun lebih dahulu, dan telah membersihkan seluruh tubuhnya dari sisa-sisa percintaan panas, yang baru mereka akhiri beberapa jam yang lalu. Pras pun sudah memesan sarapan untuk keduanya. Lantas, Pras baru membangunkan Sinar, ketika seluruh pesanannya telah diantar di kamar dan ditata rapi pada meja yang ada di balkon. āSinar, bangun,ā ujar Pras sekali lagi. Sinar menggumam kesal. Ia merasa baru saja menutup mata, tapi sudah dibangunkan begitu cepat. āSinar, bangun! Atau aku lempar kamu ke bathub!ā seru Pras dengan ancaman yang sukses membuat tubuh Sinar sedikit bergerak. Sinar kembali menggumam, tapi kali ini lebih panjang dan terdengar lelah. Melepaskan pelukannya pada guling lalu bertelentang. Namun, matanya masih terpejam. āAku masih ngantuk, Maaas ā¦ mataku lengket,ā desah
Sejak keluar dari hotel dan selama perjalanan menuju Raja Ampat, yang dilakukan Sinar hanya lah tidur. Begitu bokongnya menyentuh sesuatu untuk diduduki, kedua matanya sudah otomatis terpejam. Meletakkan kepalanya untuk bersandar di tubuh Pras. Benar-benar tidak kuat menahan kantuk, karena ulah sang suami yang membuatnya tidak dapat menikmati tidur dengan lelap. Begitu memasuki resort yang sudah di sewa sebelumnya oleh Aida, yang segera di cari oleh Sinar adalah tempat tidur. Setengah berlari, kemudian menghempas tubuhnya di atas ranjang dengan bertelungkup puas. Meluruskan pinggang dan meregangkan tubuhnya dengan helaan panjang. Beruntung, Sinar dan Pras sudah menyempatkan makan ketika pesawat tiba di Bandara Domine Eduard Osok, Sorong, Papua Barat. Setelah itu, barulah mereka menempuh perjalanan via laut menuju Raja Ampat. Jadi, Sinar bisa langsung melelapkan tubuh penatnya, tanpa harus merasakan kelaparan yang bisa saja tiba-tiba melanda. āKamu mau tidur l
Sungguh bulan madu yang sangat melahkan bagi Sinar. Lima hari yang menguras tenaga, begitu pun dengan emosinya. Menyesuaikan diri dengan Pras, ternyata lebih sulit dari pada dengan Bintang dahulu kala.Rasanya wajar, jika sebagai manusia, Sinar membandingkan Pras dengan Bintang. Meskipun di dalam hatinya tidak memiliki tujuan apa pun. Hal itu hanya dilakukan untuk memuaskan rasa kesal di dalam hati, karena tidak tahu harus menumpahkannya kepada siapa.Bintang, merupakan pendengar yang baik dan selalu menanggapi semua ucapan Sinar, sekecil apa pun. Sedangkan bersama Pras, pria itu benar-benar memiliki egoisme yang tinggi. Pras tidak jarang memaksakan seluruh kehendaknya kepada Sinar. Hingga mereka kerap melakukan perdebatan yang hanya berujung kesal.“Aku mau pulang ke rumah bunda besok,” ucap Sinar ketika baru memasuki mobil yang menjemput mereka di Bandara Soekarno-Hatta.“Hm,” Pras hanya menjawab sang istri dengan gumaman singkat
“Oke kalau begitu, kita ketemu lagi besok lusa, permisi,” ucap Pria dengan penampilan parlente berkumis tipis kemudian berdiri. Mengakhiri sebuah pertemuan untuk membahas sebuah kasus perebutan sengketa lahan yang terjadi di dalam perusahaanya.Setelah pria tua itu menjauh, ada helaan panjang diikuti gelengan dari Lex. “Fiiuh, aku gak suka sebenarnya dapat klien seperti ini, mereka banyak duit tapi terlampau sombong. Apalagi, kalau tahu mereka berada di pihak yang benar.”“Gak usah dipedulikan, kita kerjakan kasusnya, selesai, dan dia berani bayar mahal,” balas Pras tidak ingin masuk terlalu jauh dalam sifat sekaligus kepribadian kliennya. Selama mereka bersikap sopan dan saling menghargai, itu saja sudah cukup bagi Pras. “Serahkan kasus ini ke Novan, biar dia yang tangani. Tapi terus kamu pantau.”“Hm,” gumam Lex sembari mengangguk. “Kita belum sempat bicara tentang istri barumu, Pras,” sin
Matahari, masih belum berpendar di ufuk timur. Bahkan, orang rumah pun, masih terlelap di di alam mimpi. Namun, Sinar sudah bangun untuk berkutat di dapur secepat mungkin. Meninggalkan sang suami yang baru saja bangun dan membersihkan diri di kamar mandi.Setelah urusan di dapur selesai, Sinar buru-buru masuk ke kamarnya. Pras terlihat sudah selesai mandi dan tengah memasang kancing kemeja putih, yang sudah diantar oleh Mario beberapa waktu lalu. Sinar menghampiri dan berhenti di depan sang suami. Mengambil alih untuk membantu mengancingkan kemeja putih pria itu.Pras terdiam. Kembali, ia merasa aneh diperlakukan seperti ini oleh Sinar. Bukan tidak suka, hanya saja, Pras belum terbiasa karena ini kali pertama baginya. Pria itu sudah terbiasa melakukan semuanya seorang diri. Setelah beres dengan urusan kancing, Sinar dengan cekatan menaikkan kerah kemejanya dan membelitkan dasi dengan sempurna.Apa … Bintang dulu juga mendapat perlakuan seperti ini? Pras m
Kembali, Pras merasa dimanjakan, karena tidak lagi perlu memilih pakaian untuk dikenakannya untuk berkerja. Satu setel jas lengkap beserta dasi dan tetek bengeknya sudah tergantung rapi. Siap untuk dikenakan. Belum lagi, dengan cekatan Sinar membantu mengancingkan kemeja dan memasang dasi persis seperti kemarin. Itu berarti, Pras akan mendapat perlakuan seperti ini setiap harinya dari sang istri. Yang sampai detik ini, Pras seolah masih belum bisa mempercayai semuanya. āBekal yang kubawain kemarin, kamu makan gak, Mas?ā Sinar memicing menatap curiga, menunggu Pras untuk menjawab pertanyaannya. Kemarin Sinar membawakan satu buah sandwich tuna dan dua buah roti gulung sosis untuk bekal Pras di pesawat. Padahal, pria itu pasti mendapatkan makanan dari maskapai, tapi tetap saja Sinar membawakannya, hanya untuk melihat bagaimana perasaan Pras kepadanya. Bagaimana pun, mereka sudah menjadi suami istri, jadi wajar kalau Sinar ingin tahu, sejauh mana niat Pra
āSeriously, Pras?ā Daya terkekeh dengan gelengan, ketika Pras baru saja menjatuhkan bokongnya di kursi. Keduanya tengah duduk berhadapan, di sebuah restoran Jepang. Sesuai dengan janji Pras, kala tengah berbulan madu di Raja Ampat bersama Sinar. Pria itu akan menemui Daya pada saat makan siang. āWhat?ā tanya Pras pendek, lalu menyebutkan menu yang akan dipesannya untuk makan siang kepada seorang pelayan, yang sudah berada di sisi meja mereka. Daya pun menjeda jawabannya sejenak, untuk memesan menu kepada pelayan. Setelah sang pelayan mencatat semuanya, dan pergi, barulah Daya kembali berujar. āKalian menikah?ā Daya kembali terkekeh, masih sulit untuk mempercayainya. āAda yang salah?ā Daya menarik kursinya, semakin memasuki kolong meja makan, untuk lebih mencondongkan tubuh. āKamu, sama Sinar? apa yang terjadi sebenarnya, sampai kalian bisa menikah?ā Pras menatap datar, mengatup kedua telapak tangan di atas meja. āKamu bawa berkas yang
Pras duduk bersandar dengan menyilang kaki. Seperti biasa, wajahnya terlihat datar terkesan begitu arogan. Melihat tajam pada seseorang yang baru saja keluar dari balik pintu, kemudian duduk tepat di depannya. Tatapan kedua sangat tidak ramah. Mengandung kebencian dalam konteks yang berbeda. āKamu pasti sudah dengar kabar baik, tentang pernikahanku dengan Sinar.ā Tidak perlu berbasa-basi atau pun bertanya kabar, karena itu tidak lah penting bagi Pras. Ia hanya ingin menunjukkan sebuah pencapaian, yang tidak pernah luput dalam genggamannya. Pria yang duduk bersebrangan dengan Pras itu, bergeming. Enggan menunjukkan ekspresi apapun. Namun Pras tahu, kalau pria itu pasti semakin membencinya. āApa maumu, Pras?ā āAku, mau mengembalikan sepuluh persen saham Sinar yang ada di perusahaanmu. ISTRIKU, gak butuh itu semua.ā Pastinya, kata istriku yang diungkapkan oleh Pras, diucap dengan penuh penekanan. Menerangkan, kalau Sinar sudah menjadi milik Pras seutuhny
Hola Mba beb ...My Arrogant Lawyer beneran tamat, kok. :D :D :DMeskipun saia juga gak rela, tapi, udah waktunya mup~on. Jadi cukup sekian dan terima kasih banyak sudah nemeni Pras sama Sinar sampai beranak pinak di GoodNovel.Sediih ... karena buat saia pribadi, Pras sama Sinar emang tokoh yang paling EUGH!, sampai saia bawa karakter mereka ke GN dengan cerita yang berbeda.Udahan curcolnya, eheheh ... Dan seperti janji saia waktu itu, ada hadiah tambahan untuk top fans setelah MAL tamat yakk. Datanya saia ambil per tanggal 20 Jan 2022 tepat pukul 20.00 WIB 1. Shifa Chibii : 500 koin GN + pulsa 200rb2. Fidyani - : 500 koin GN + pulsa 200rb3. Rafa Damanhuri : 300 koin GN + pulsa 150rb Untuk nama yang saia tulis di atas, bisa klaim koin GN dengan kirim screenshood ID lewat DM Igeh @kanietha_Kok top fans 1 dan 2 sama dapatnya? Karena total gem yang diberikan ke MAL jumlahnya sama, jadi biar fair, yakk. Saia tunggu konfirmasi sampai hari minggu ya, jadi senin bisa
Pagi yang sibuk. Seperti itulah gambaran hari libur yang selalu dihadapi oleh Mai selama lima tahun belakangan ini. Setelah bangun di pagi hari, ia akan selalu menuju dapur terlebih dahulu untuk membuat camilan juga sarapan, untuk dua orang penghuni yang masih tertidur dengan begitu lelap. Di hari libur seperti ini, putri Mai pasti akan mengungsi ke kamarnya dan mereka akan selalu berakhir dengan tidur bertiga. Meskipun ingin protes karena jatah malamnya akan berkurang, tapi Raj tidak bisa menolak jika putri kecil mereka sudah merengek untuk minta tidur bersama. Tidak hanya itu, Raj merupakan seorang ayah yang sangat memanjakan putri semata wayang mereka itu. Apapun yang gadis kecilnya itu minta, Raj pasti akan menurutinya tanpa kata tapi. āMamiii ā¦ā Langkah kecil yang tergesa itu berlari memasuki dapur dengan ma
Dengan iming-iming bahwa Rajlah yang nantinya akan mengurus bayi mereka saat malam menjelang, ketika telah lahir. Akhirnya, Mai setuju untuk bertahan dan melahirkan secara normal. Meskipun, banyak drama yang diciptakan dan entah sudah berapa luka serta cubitan yang telah diterima, Raj hanya pasrah saja. Karena ada masanya nanti, ia akan membalas semua ādendamā saat ini pada Mai. Tunggu saja saat masa nifas istrinya itu selesai, maka Raj benar-benar akan membalasnya. Sampai pada akhirnya, Raj benar-benar terhenyak ketika kuku-kuku nan lentik dan terawat itu kembali menusuk pada luka yang sama. Hanya saja, kali ini tancapan kelima jemari itu lebih bertenaga dari yang sudah-sudah. Ditambah, jeritan sang istri yang sangat panjang itu, ternyata mengakhiri semua perjuangan seorang Mai. Seorang bayi perempuan nan cantik, akhirnya lahir ke dunia dengan penuh perjuangan. Mendengar tangis pertama yang begitu kencang dari bayi mungil mereka, membuat Raj seketika menitikkan air
Begitu keluar dari mobil yang berhenti di depan lobi pintu rumah sakit, Sinar langsung menelepon Raj untuk bertanya mengenai kamar yang Mai tempati saat ini. Namun, satu hal yang membuat Sinar akhirnya menggelengkan kepala, karena putri dan menantunya itu masih berada di sebuah restoran Padang. Mai masih belum mau beranjak dari sana, karena beralasan perutnya masih terlalu penuh, sehingga enggan untuk melangkah. Pada akhirnya, Sinar dan Pras hanya bisa menjenguk Sila untuk sementara sembari menunggu Mai sampai ke rumah sakit. Sebenarnya, Sinar hendak mengomeli Qai karena tidak memberinya kabar sama sekali mengenai kondisi Sila. Putranya itu juga tidak mengangkat, ketika Sinar meneleponnya. Hingga rasa penasaran bercampur kesal, kini hendak ia luapkan pada putranya itu, sampai Sinar merasa puas. Namun, setelah Sinar dan Pras masuk ke dalam ruangan yang ditempati Sila saat ini, semua rasa kesal itu akhirnya hilang. Melihat Sila yang benar-benar terbarin
Pikiran Sinar dan Pras kali ini benar-benar terpecah. Sungguh merasa tidak nyaman dengan Bira dan sang istri. Setelah pagi tadi Qai tidak bisa menghadiri pernikahan, karena harus menjaga Sila yang mendadak pingsan dan langsung dibawa ke rumah sakit. Kini, Raj menelepon untuk mengabarkan hal yang sama. Tidak bisa menghadiri akad nikah yang akan berlangsung, karena kondisi Mai yang mulai kontraksi dan harus berangkat ke rumah sakit. āGimana?ā tanya Pras setelah Sinar kembali menelepon Raj. āIni lagi mau jalan ke rumah sakit.ā Sinar meraih tangan Pras dan meremasnya dengan kuat. Menyalurkan kecemasan yang kini tengah menggelayut di hatinya. Melahirkan seorang anak ke dunia tidak akan pernah mudah. Untuk itulah, rasa cemas di hati Sinar kini semakin menjadi-jadi. āSudah ngomong sama Bira?ā Pras mengangguk. āSudah, setelah akad nikah selesai. Kita langsung ke rumah sakit.ā āAku gak enak sama Bira kalau begini,ā keluh Sinar. āTerus maumu itu bagaima
Sejak kejadian hari itu, Raj sangat berhati-hati dalam mengeluarkan ucapannya. Semua Raj lakukan demi calon putrinya, demi Mai dan tentu saja demi keluarga kecilnya. Mengingat wajah Pras ketika mengancamnya kala itu, hati Raj juga sempat waswas dengan nasibnya jika Mai sampai tidak ingin berbaikan dengannya. Bukan karir yang Raj permasalahkan, tapi, nasib rumah tangga yang sudah pasti akan tercerai berai. Apalagi, jika nantinya ia tidak bisa bertemu dengan istri dan anaknya ketika telah terlahir ke dunia. Hanya satu hal itu yang Raj cemaskan, ketika sang mertua sempat memberi ancaman sedemikian rupa. Namun, nasib akhirnya berpihak pada Raj. Sang istri ternyata tidak sesulit itu ketika dibujuk. Bahkan, jika dipikir lagi, Mai itu cenderung penurut meskipun harus banyak drama yang tercipta sebelumnya. Asal kemauannya dituruti, maka dunia akan aman sejahtera. Hanya itu kuncinya jika ingin berhasil saat bernegosiasi dan berhadapan dengan Mai. Masalah hati, R
Begitu mendengar penjelasan dokter, mengenai kondisi Mai dan kandungannya baik-baik saja, ketiga orang yang saat ini berada di kamar VVIP itu langsung bernapas lega.“Meskipun baik-baik saja, tapi tingkat stresnya tetap harus dijaga,” lanjut dokter menjelaskan kondisi psikis Mai yang memang harus tetap diperhatikan karena tengah hamil besar. “Karena dampaknya, tidak akan baik bagi kondisi janin.”Manik Sinar dan Pras kompak menatap Raj dengan sebuah tanda tanya besar. Tampaknya, rumah tangga putrinya dengan Raj, sedang tidak baik-baik saja. Kalau Mai tidak stres, tidak mungkin putri mereka itu akan terdampar di rumah sakit seperti sekarang.“Baik, Dok, terima kasih,” ucap Sinar dan sang dokter itu berlalu dari ruang rawat inap tersebut. Menyisakan keempat orang yang kini saling pandang dalam diam.“Stres?” Pras menghampiri sang putri lalu duduk di tepi tempat tidurnya. “Kalian berdua bertengkar?”
Raj memang sengaja pulang terlambat. Bahkan, Raj pulang ke rumah saat langit sudah berubah kelam. Hatinya masih merasa kesal karena kejadian siang tadi. Ia bahkan sampai melupakan, kalau sudah membayar kamar hotel yang akan ditempati malam ini bersama sang istri.Ketika roda empatnya sudah berhenti di depan pagar, Raj mengernyit memandang rumahnya yang gelap gulita. Tidak mungkin kalau Mai belum pulang sampai semalam ini. Atau, Raj telah melewatkan sesuatu?Mengeluarkan ponselnya dari saku jas, Raj meneliti satu pesatu telepon masuk beserta chat yang ia terima dari siang sampai detik ini. Namun, tidak ada nama istrinya di dalam sana.Atau, jangan-jangan telah terjadi sesuatu dengan Mai di dalam sana?Bulu kuduk Raj merinding seketika membayangkannya. Ia buru-buru keluar, membuka pagar dan masuk ke dalam rumah dengan tergesa. Menyalakan seluruh penerangan yang ada dan mencari sang istri di setiap sudut rumah.“Mi …”Setelah
“Ke rumah sakit, Pak,” titah Mai setelah Ibam masuk ke dalam mobil dan sudah berada di belakang kemudi.“Ke rumah sakit?” tanya Ibam membalik badan seraya memasang sabuk pengaman. “Rumah sakit mana, Bu? Tadi kata pak Raj, saya disur—”“Ke rumah sakit ibu dan anak,” putus Mai lalu menyebutkan nama rumah sakit yang biasa ia kunjungi setiap bulannya untuk kontrol kandungan. “Nanti sampai sana, Pak Ibam bisa pulang aja.”“Loh, Bu? Kena—”“Jangan bilang sama pak Raj, kalau saya di rumah sakit.” Mai kembali memotong ucapan Ibam. “Udalah Pak, jalan aja. Saya capek banget mau ngomong.”“I-iya, Bu.” Ibam mana berani membantah. Ia langsung melajukan mobilnya ke tempat yang sudah disebut oleh sang majikan. Meskipun banyak tanya yang ada di kepala, tapi Ibam tidak berani bertanya ketika mood Mai terlihat buruk seperti sekarang.Selama