Satu sudut bibir Mai tersungging miring ketika melihat Byakta berada di ujung koridor tempat lift berada. Pria itu terlihat tengah menelepon seseorang sembari memijat kepala. Meskipun Mai hanya melihat dari belakang, tapi ia yakin kalau sang penelepon di seberang sana tengah membuat pria itu sakit kepala.
Tanpa ingin memedulikan pria itu, Mai kemudian masuk ke dalam lift yang pintunya baru saja terbuka lebar. Menekan tombol ke lantai di mana ruangan Bira berada, dan langsung meluncur ke atas seorang diri.
Sesuai dengan pesan sang ayah, kalau Mai harus menemui Bira terlebih dahulu sebelum memulai pekerjaannya pagi ini.
Sesampainya di depan ruangan Bira, sang sekretaris mengatakan kalau pemimpin Casteel High tersebut masih dalam perjalanan. Untuk itu, Mai diminta menunggu langsung di dalam ruangan Bira, yakni ruang
Raj tersenyum lebar ketika melihat Mai yang baru saja keluar dari pintu samping gedung. Penampilan wanita itu masih terlihat sama seperti pagi tadi ketika Raj mengantarnya. Hanya saja, wajah Mai terlihat lelah dan kelopak matanya terlihat sangat berat.“Silakan, Mbak,” ucap Raj yang telah membukakan pintu mobil bagian belakang untuk Mai.“Hm, makasih,” balas Mai lalu menunduk untuk masuk ke dalam mobil sedannya. Napasnya terbuang lelah, lalu bersandar dengan kepala yang mendongak penat di atas sandaran jok.Mai yang memejamkan mata itu, mendengar suara pintu mobil yang tertutup. Tidak lama kemudian, ia juga mendengar suara sabuk pengaman yang terpasang. Itu berarti Raj sudah berada di belakang kemudi dan siap mengantarkannya pulang ke rumah.
Raj memelankan laju mobil dan memilih menepi. Ia menghentikan roda empat itu sejenak lalu menoleh ke belakang. Sekitar dua ratus meter di depan, ada sebuah warung bakso sederhana. Karena ragu, Raj memutuskan untuk bertanya lebih dulu dengan Mai.“Mbak, itu ada warung bakso di depan. Mau ke situ?”Mai memiringkan tubuhnya untuk melihat jalan yang berada di depan sana. Terlihat papan gantung sederhana dan terlihat kusam bertuliskan Bakso Sederhana."Ya gak papa, makan di situ aja. Emang kenapa?"Raj berbalik ke posisi semula. Mulai menjalankan mobil dengan perlahan. "Kirain gak mau makan kalau tempatnya seperti itu.""Aku gak masalah, tapi kamunya diem. Jangan lapor-lapor sama ayah."
Raj sengaja memelankan laju roda empat yang dikendarainya, ketika memasuki pintu gerbang kediaman Pras. Menoleh sekilas ke belakang dan melihat Mai yang ternyata juga tengah menatapnya saat ini. Tatapan datar yang selalu diberikan wanita itu kepada setiap orang. Terkadang, Raj merasa kesal sendiri jika ditatap seperti itu oleh Mai. “Apa nanti ada rencana keluar lagi?” tanya Raj memecah kesunyian yang sedari tadi melanda keduanya. Sampai sekarang, Raj masih belum menemukan celah sedikit pun untuk masuk ke dalam hati wanita tersebut. Bahkan, ketika Raj mencoba memberi Mai sebuah rayuan, wanita itu hanya memberinya tatapan datar. Tidak ada sedikit pun senyum yang terbit di wajah cantik itu. Namun, jika diingat lagi, sejak pertemuan pertamanya dengan Mai, mana pernah wanita itu menyematkan senyum lebar kepada dirinya. Sejauh ini, yang didapati Raj adalah sebuah senyum formal, seperti yang didapat oleh sesama rekan kerja. “Gak ada,” jawab Mai datar. “Kamu kalau ma
Tatapan datar itu melihat sedan hitam berlalu di depan mata. Suara klakson yang digaungkan oleh sang pengemudi, merupakan tanda perpisahan. Setelah berlalu, Mai berbalik dan melangkah untuk segera masuk ke dalam rumah.Ketika tiba di ruang keluarga, Mai melihat Qai yang sudah rapi dan sepertinya hendak pergi ke luar. Sebelum Mai melontarkan pertanyaan kepada sang kakak, Qai lebih dahulu mengajukan pertanyaan kepadanya.“Raj sudah balik atau masih di depan?” Qai menghentikan langkahnya di depan Mai, yang sudah lebih dahulu berhenti ketika melihatnya turun dari lantai dua.Mai merotasikan kedua bola matanya. Kenapa harus Raj yang ditanyakan oleh Qai, bukan malah sang adik yang kini berada di depannya. “Sudah balik.” Mai menjawab datar, karena tidak menyukai pertanyaan yang dilempar oleh Qai. “Kamu mau ke mana?”“Palace High, ada meeting sama om Bira, sama klien juga, sih.” Qai melewati Mai sembari mengan
Setelah menjenguk Widi di rumah sakit pagi itu, sesuai rencana Mai kemarin, maka Rajlah yang akan mengantarkannya ke kantor. Mai masih saja merasa canggung, bila berada di tengah-tengah keluarga Raj. Meskipun seluruh keluarga pria itu memperlakukannya dengan baik, tapi tetap saja, Mai tidak betah jika harus berlama-lama dengan mereka.Dengan berdalih bahwa pekerjaannya sebagai karyawan baru masih banyak, dan harus menyesuaikan diri lagi. Mai akhirnya berpamitan lebih dulu untuk pergi ke kantor.“Orang tuanya Mbak Widi ke mana?” tanya Mai untuk menuntaskan rasa penasarannya. Mai hanya melihat Diana dan Sila yang menemanni Widi di ruang rawat inap. Bahkan pria yang berlabel suami Widi tidak tampak sama sekali ujung hidungnya di sana. “Suaminya, juga gak ada.”“Mereka sudah gak ada,” tutur Raj dengan menenggelamkan kedua tangan di saku celananya. “Kalau mas Eza lagi perjalanan pulang, naik pesawat pagi tadi dari Balikpapan,
“Kamu gak pulang?” Dahi Mai berkerut ketika melihat Raj berhenti di sampingnya setelah mengitari mobil.“Aku pulang bareng Sila, dia lagi di dalam sama enda.”Kerutan di dahi Mai semakin terlihat dalam saja ketika mendengan ucapan Raj. Ia pun memangkas jarak dengan wajah datar. Meletakkan telunjuk tangan kanannya di dada Raj lalu mendorongnya. “Jangan sok akrab! Jangan ngelewati batas! Biasa juga kamu manggilnya bu Sinar.”“Ini, kan, luar biasa,” jawab Raj menaikturunkan kedua alis tebalnya dengan sengaja. Membuat Mai kesal seperti sekarang, sepertinya sudah menjadi kebiasaan yang tidak bisa ditinggalkan Raj selama menjadi supir pribadi wanita itu. Ada kepuasan sendiri di hati Raj, jika melihat wajah Mai itu memberengut masam karena ulahnya.“Mau gandengan gak, biar mesra?” Raj sudah menaikkan siku kirinya untuk kembali menggoda Mai. Ia tahu kalau ajakannya itu pasti ditolak, tapi entahlah, Raj t
Ponsel yang tergeletak di meja rias hotel, bergetar tanpa henti sedari tadi. Sudah hampir lima belas menit, Mai siap dengan pakaian dan riasan sempurna untuk menghadiri akad nikah Qai. Namun, sedari tadi pula, Mai hanya duduk membatu tanpa melakukan hal apapun. Mai hanya menatap pantulan dirinya dari cermin yang berhadapan dengannya.Akhirnya, hari itu tiba. Hari di mana Qai akan menikah dan Mai tidak mengerti, apa yang dirasakan hatinya saat ini. Mai bukannya tidak senang dengan hari bahagia sang kakak laki-lakinya itu. Namun, ada sesuatu yang tidak bisa Mai jelaskan dan sama sekali tidak dimengerti olehnya.Sampai akhirnya, suara ketukan menenggelamkan seluruh kehampaan yang ada di kepala Mai. Ia pun bangkit dan beranjak untuk membukakan pintu. Sudah ada Jejen, salah satu pelayan yang bekerja di rumahnya memasang wajah lega setelah Mai membuka pintu.“Mbak Mai, dicariin bapak sama ibu dari tadi, semuanya sudah di rooftop tinggal Mbak aja yang gak muncul-
"Eit, mau ke mana?" Entah dari mana datangnya, Raj kini sudah menghadang langkah Mai dengan merentangkan satu tangannya. Senyum khas yang selalu disematkannya ketika menatap Mai, lagi-lagi tidak pernah terbalaskan sama sekali. Enggan menjawab pertanyaan Raj, Mai menggeser langkahnya lalu berniat pergi menjauh dari pria itu. Namun, baru dua langkah Mai menjauh, tangannya dicekal dengan cepat oleh Raj hingga ia pun berbalik seketika. Menatap datar dan menahan kesal karena pembicaraannya bersama Byakta beberapa saat yang lalu. “Would you honor me with a dance?” tanya Raj dengan mengedip jahil kepada Mai. “For the last time.” Wajah Mai terlihat melunak seketika, tapi tetap datar seperti biasanya. “Last time?” “Ya,” jawab Raj dengan pasti. “Setelah ini, aku janji gak akan ganggu kamu lagi.” “Oh!” Bibir sensual Mai itu terbuka untuk beberapa saat, tapi tidak mengerti harus mengeluarkan kalimat seperti apa untuk Raj. “Oke.” Hanya satu k
Hola Mba beb ...My Arrogant Lawyer beneran tamat, kok. :D :D :DMeskipun saia juga gak rela, tapi, udah waktunya mup~on. Jadi cukup sekian dan terima kasih banyak sudah nemeni Pras sama Sinar sampai beranak pinak di GoodNovel.Sediih ... karena buat saia pribadi, Pras sama Sinar emang tokoh yang paling EUGH!, sampai saia bawa karakter mereka ke GN dengan cerita yang berbeda.Udahan curcolnya, eheheh ... Dan seperti janji saia waktu itu, ada hadiah tambahan untuk top fans setelah MAL tamat yakk. Datanya saia ambil per tanggal 20 Jan 2022 tepat pukul 20.00 WIB 1. Shifa Chibii : 500 koin GN + pulsa 200rb2. Fidyani - : 500 koin GN + pulsa 200rb3. Rafa Damanhuri : 300 koin GN + pulsa 150rb Untuk nama yang saia tulis di atas, bisa klaim koin GN dengan kirim screenshood ID lewat DM Igeh @kanietha_Kok top fans 1 dan 2 sama dapatnya? Karena total gem yang diberikan ke MAL jumlahnya sama, jadi biar fair, yakk. Saia tunggu konfirmasi sampai hari minggu ya, jadi senin bisa
Pagi yang sibuk. Seperti itulah gambaran hari libur yang selalu dihadapi oleh Mai selama lima tahun belakangan ini. Setelah bangun di pagi hari, ia akan selalu menuju dapur terlebih dahulu untuk membuat camilan juga sarapan, untuk dua orang penghuni yang masih tertidur dengan begitu lelap. Di hari libur seperti ini, putri Mai pasti akan mengungsi ke kamarnya dan mereka akan selalu berakhir dengan tidur bertiga. Meskipun ingin protes karena jatah malamnya akan berkurang, tapi Raj tidak bisa menolak jika putri kecil mereka sudah merengek untuk minta tidur bersama. Tidak hanya itu, Raj merupakan seorang ayah yang sangat memanjakan putri semata wayang mereka itu. Apapun yang gadis kecilnya itu minta, Raj pasti akan menurutinya tanpa kata tapi. “Mamiii …” Langkah kecil yang tergesa itu berlari memasuki dapur dengan ma
Dengan iming-iming bahwa Rajlah yang nantinya akan mengurus bayi mereka saat malam menjelang, ketika telah lahir. Akhirnya, Mai setuju untuk bertahan dan melahirkan secara normal. Meskipun, banyak drama yang diciptakan dan entah sudah berapa luka serta cubitan yang telah diterima, Raj hanya pasrah saja. Karena ada masanya nanti, ia akan membalas semua ‘dendam’ saat ini pada Mai. Tunggu saja saat masa nifas istrinya itu selesai, maka Raj benar-benar akan membalasnya. Sampai pada akhirnya, Raj benar-benar terhenyak ketika kuku-kuku nan lentik dan terawat itu kembali menusuk pada luka yang sama. Hanya saja, kali ini tancapan kelima jemari itu lebih bertenaga dari yang sudah-sudah. Ditambah, jeritan sang istri yang sangat panjang itu, ternyata mengakhiri semua perjuangan seorang Mai. Seorang bayi perempuan nan cantik, akhirnya lahir ke dunia dengan penuh perjuangan. Mendengar tangis pertama yang begitu kencang dari bayi mungil mereka, membuat Raj seketika menitikkan air
Begitu keluar dari mobil yang berhenti di depan lobi pintu rumah sakit, Sinar langsung menelepon Raj untuk bertanya mengenai kamar yang Mai tempati saat ini. Namun, satu hal yang membuat Sinar akhirnya menggelengkan kepala, karena putri dan menantunya itu masih berada di sebuah restoran Padang. Mai masih belum mau beranjak dari sana, karena beralasan perutnya masih terlalu penuh, sehingga enggan untuk melangkah. Pada akhirnya, Sinar dan Pras hanya bisa menjenguk Sila untuk sementara sembari menunggu Mai sampai ke rumah sakit. Sebenarnya, Sinar hendak mengomeli Qai karena tidak memberinya kabar sama sekali mengenai kondisi Sila. Putranya itu juga tidak mengangkat, ketika Sinar meneleponnya. Hingga rasa penasaran bercampur kesal, kini hendak ia luapkan pada putranya itu, sampai Sinar merasa puas. Namun, setelah Sinar dan Pras masuk ke dalam ruangan yang ditempati Sila saat ini, semua rasa kesal itu akhirnya hilang. Melihat Sila yang benar-benar terbarin
Pikiran Sinar dan Pras kali ini benar-benar terpecah. Sungguh merasa tidak nyaman dengan Bira dan sang istri. Setelah pagi tadi Qai tidak bisa menghadiri pernikahan, karena harus menjaga Sila yang mendadak pingsan dan langsung dibawa ke rumah sakit. Kini, Raj menelepon untuk mengabarkan hal yang sama. Tidak bisa menghadiri akad nikah yang akan berlangsung, karena kondisi Mai yang mulai kontraksi dan harus berangkat ke rumah sakit. “Gimana?” tanya Pras setelah Sinar kembali menelepon Raj. “Ini lagi mau jalan ke rumah sakit.” Sinar meraih tangan Pras dan meremasnya dengan kuat. Menyalurkan kecemasan yang kini tengah menggelayut di hatinya. Melahirkan seorang anak ke dunia tidak akan pernah mudah. Untuk itulah, rasa cemas di hati Sinar kini semakin menjadi-jadi. “Sudah ngomong sama Bira?” Pras mengangguk. “Sudah, setelah akad nikah selesai. Kita langsung ke rumah sakit.” “Aku gak enak sama Bira kalau begini,” keluh Sinar. “Terus maumu itu bagaima
Sejak kejadian hari itu, Raj sangat berhati-hati dalam mengeluarkan ucapannya. Semua Raj lakukan demi calon putrinya, demi Mai dan tentu saja demi keluarga kecilnya. Mengingat wajah Pras ketika mengancamnya kala itu, hati Raj juga sempat waswas dengan nasibnya jika Mai sampai tidak ingin berbaikan dengannya. Bukan karir yang Raj permasalahkan, tapi, nasib rumah tangga yang sudah pasti akan tercerai berai. Apalagi, jika nantinya ia tidak bisa bertemu dengan istri dan anaknya ketika telah terlahir ke dunia. Hanya satu hal itu yang Raj cemaskan, ketika sang mertua sempat memberi ancaman sedemikian rupa. Namun, nasib akhirnya berpihak pada Raj. Sang istri ternyata tidak sesulit itu ketika dibujuk. Bahkan, jika dipikir lagi, Mai itu cenderung penurut meskipun harus banyak drama yang tercipta sebelumnya. Asal kemauannya dituruti, maka dunia akan aman sejahtera. Hanya itu kuncinya jika ingin berhasil saat bernegosiasi dan berhadapan dengan Mai. Masalah hati, R
Begitu mendengar penjelasan dokter, mengenai kondisi Mai dan kandungannya baik-baik saja, ketiga orang yang saat ini berada di kamar VVIP itu langsung bernapas lega.“Meskipun baik-baik saja, tapi tingkat stresnya tetap harus dijaga,” lanjut dokter menjelaskan kondisi psikis Mai yang memang harus tetap diperhatikan karena tengah hamil besar. “Karena dampaknya, tidak akan baik bagi kondisi janin.”Manik Sinar dan Pras kompak menatap Raj dengan sebuah tanda tanya besar. Tampaknya, rumah tangga putrinya dengan Raj, sedang tidak baik-baik saja. Kalau Mai tidak stres, tidak mungkin putri mereka itu akan terdampar di rumah sakit seperti sekarang.“Baik, Dok, terima kasih,” ucap Sinar dan sang dokter itu berlalu dari ruang rawat inap tersebut. Menyisakan keempat orang yang kini saling pandang dalam diam.“Stres?” Pras menghampiri sang putri lalu duduk di tepi tempat tidurnya. “Kalian berdua bertengkar?”
Raj memang sengaja pulang terlambat. Bahkan, Raj pulang ke rumah saat langit sudah berubah kelam. Hatinya masih merasa kesal karena kejadian siang tadi. Ia bahkan sampai melupakan, kalau sudah membayar kamar hotel yang akan ditempati malam ini bersama sang istri.Ketika roda empatnya sudah berhenti di depan pagar, Raj mengernyit memandang rumahnya yang gelap gulita. Tidak mungkin kalau Mai belum pulang sampai semalam ini. Atau, Raj telah melewatkan sesuatu?Mengeluarkan ponselnya dari saku jas, Raj meneliti satu pesatu telepon masuk beserta chat yang ia terima dari siang sampai detik ini. Namun, tidak ada nama istrinya di dalam sana.Atau, jangan-jangan telah terjadi sesuatu dengan Mai di dalam sana?Bulu kuduk Raj merinding seketika membayangkannya. Ia buru-buru keluar, membuka pagar dan masuk ke dalam rumah dengan tergesa. Menyalakan seluruh penerangan yang ada dan mencari sang istri di setiap sudut rumah.“Mi …”Setelah
“Ke rumah sakit, Pak,” titah Mai setelah Ibam masuk ke dalam mobil dan sudah berada di belakang kemudi.“Ke rumah sakit?” tanya Ibam membalik badan seraya memasang sabuk pengaman. “Rumah sakit mana, Bu? Tadi kata pak Raj, saya disur—”“Ke rumah sakit ibu dan anak,” putus Mai lalu menyebutkan nama rumah sakit yang biasa ia kunjungi setiap bulannya untuk kontrol kandungan. “Nanti sampai sana, Pak Ibam bisa pulang aja.”“Loh, Bu? Kena—”“Jangan bilang sama pak Raj, kalau saya di rumah sakit.” Mai kembali memotong ucapan Ibam. “Udalah Pak, jalan aja. Saya capek banget mau ngomong.”“I-iya, Bu.” Ibam mana berani membantah. Ia langsung melajukan mobilnya ke tempat yang sudah disebut oleh sang majikan. Meskipun banyak tanya yang ada di kepala, tapi Ibam tidak berani bertanya ketika mood Mai terlihat buruk seperti sekarang.Selama