"Pak Juan, ayolah, sini!"
Diandra semakin kesal kala Juan mematung di depan sebuah lemari minuman dingin yang menampilkan banyak varian susu serta olahan susu lainnya. Layaknya anak kecil yang menginginkan sesuatu dia akan memperhatikan sesuatu begitu lama, kemudian baru menunjuk apa yang diinginkan. Hampir sama seperti yang dilakukan pria pemilik hidung mancung dan mata coklatnya yang begitu cantik ini."Bukankah kita juga harus beli ini?" katanya.Diandra merasa ingin meremas kepala orang itu, sebab dia tidak yakin sudah membeli semua yang harus dibeli. Namun, orang ini malah merengek meminta membeli sekotak yogurt. Diandra mengangguk, anehnya pria itu begitu senang setelah diizinkan. Bukankah dia bisa membelinya sendiri? Kenapa perlu izin darinya. Begitulah isi pikiran Diandra ketika menatap lama Juan."B-Boleh, silahkan aja, Pak," ucap Diandra ragu.Diandra kembali mendorong troli ke tempat perbelanjaan selanjutnya. Juan selalu diawasi ketika Diandra hendak mengambil sesuatu. Hingga belanja pun selesai, mereka pun pergi ke bagian kasir, tidak terlalu ramai jadi mereka bisa menghitung barangnya lebih cepat. Bunyi mesin pendata harga belum berhenti. Diandra yang sedang melihat wanita kasir mengalihkan pandangannya kepada, Juan."Kamu punya masalah denganku?" tanya Juan tanpa merasa bersalah."Oh, enggak kok, Pak," jawab Diandra sambil tertawa paksa.Setelah ucapan terima kasih keluar dari mulut wanita kasir, Diandra dan Juan beranjak dari tempat. Entah kenapa Juan terlihat begitu senang dengan menenteng dua kantung plastik sambil bersenandung ria. Ketika hendak keluar dari pintu, Diandra mengambil belanjaan di minimarket yang berisi susu kotak di dalamnya. Sementara Juan berjalan duluan dan menunggu di depan.Diandra harus berlari kecil untuk sampai di dekat Juan yang jauh beberapa meter darinya. Pria bermata coklat itu menatap Diandra yang beberapa senti lebih pendek darinya, "Waktunya ke apartemen," ajaknya."Ke apartemen Pak Juan?" tanya Diandra dengan sedikit mendongak.Juan mengangguk sembari tersenyum simpul, "Tentu, kamu harus membantuku.""Bantu apalagi, Pak?"Juan mematikan layar ponselnya,Juan menaikkan kacamata hitam miliknya, "Tugasmu membantu, bukan banyak bertanya," ucapnya sambil menyunggingkan sudut bibirnya."Aku mau pulang," rengek Diandra dalam hatinya.Beberapa menit kemudian sebuah taksi berjalan di depan swalayan. Juan berjalan duluan diikuti Diandra yang berusaha menyamai langkah panjang pria di depannya. Pria tua sekitar umur 50 tahun dengan tubuh cukup berisi. Pengendara taksi itu membuka bagasi belakang sebelum Juan dan Diandra dapat selangkah lebih dekat dengan mobil. Pria itu begitu bersemangat dengan senyum ramahnya. Dia langsung membawa bawaan Juan ke dalam bagasi, termasuk bawaan Diandra."Biar saya aja, Bapak masuk aja ya," kata Juan sambil mendekat ke bagasi mobil.Namun, Juan nampak kesulitan menutup bagasinya. Dia malah bersusah payah menutup, walaupun barang belanjaannya tidak banyak. Usaha terakhirnya dia mendorong bagasi sekuat tenaga hingga dapat berbunyi seperti bagasi normal kebanyakan."Kenapa sulit sekali menebak isi pikiran orang ini?" pikir Diandra.Pria tua yang hendak membantu, tapi sudah terdahului oleh Juan yang berhasil menutup bagasinya. Tawa mengusir canggung dilakukan pria tua itu, akhirnya tak berapa lama dia memutuskan masuk ke mobil. Diandra mematung melihat aksi pria di depan matanya. Lamunannya kabur seketika Juan menatap ke arahnya."Ayo cepat masuk," katanya menunjuk pintu mobil dengan gerakan kepalanya.Diandra terkejut dan langsung masuk ke dalam mobil. Juan hanya terdiam sambil menatap keluar jendela dalam diamnya. Sementara Diandra mencuri pandangan kepada Juan, bosnya. Dia masih begitu penasaran dengan orang di sampingnya ini. Tanpa sadar Diandra memperhatikan Juan terlalu lama."Kalian lagi berantem ya?" tanya tiba-tiba supir taksi tua itu.Kalimat itu membuyarkan pandangan Diandra. Dia mengalihkan pandangannya ke arah pria tua itu. Tidak ada angin maupun hujan tiba, pria itu bertanya di tengah keheningan yang menerpa."Enggak kok," jawab Diandra sambil tertawa kecil.Beberapa detik kemudian wanita ini berpikir, "Dia gak mikir aku dan Pak Juanpacaran, iya kan?""Udah berapa lama kalian pacaran?" tanya supir itu kemudian.Seketika Diandra menatap datar, dia tidak menyangka isi pikirannya benar. Mulutnya tersekat sebelum hendak mengatakan beberapa kata untuk pria itu. Sebab Juan langsung menjawab asal dengan mengatakan, "Baru satu bulan," katanya sambil tersenyum.Tatapan risih beralih kepada pria yang duduk di sampingnya. Senyum simpul yang dia tunjukkan menutupi kebohongan yang dibuat. Pria tua itu mulai menelisik lebih jauh lagi, "Oalah, baru seumur jagung ya. Mau adat apa nanti?""Kami ...." Diandra hendak berbicara tapi tatapan Juan menghentikannya.Juan melirik ke arah Diandra di sampingnya beberapa saat, "Ngikut maunya calon aja, Pak," jawab Juan kemudian.Seketika Diandra menganga tidak percaya, jawabannya begitu santai. Diandra bahkan tak dapat membantah karena ucapannya selalu tersekat.Dengan penuh tanda tanya Diandra memegang kain hoodie lengan Juan sambil berbisik memanggilnya, "Pak?"Juan menurunkan tangan Diandra seolah menyuruhnya diam. Dengan begitu, Diandra pun terdiam sepanjang perjalanan mendengar omong kosong kedua pria yang saling berbincang. Bahkan omong kosong seperti dimana Diandra dan Juan akan tinggal nantinya."Pak tolong belok kanan dan berhenti di depan gerai toko yang tutup itu, ya," kata Juan kemudian.Pria tua berjanggut itu mengiyakan ucapan Juan tanpa keraguan. Diandra pun semakin kebingungan karena mereka malah berada di jalanan sepi. Diandra memandang Juan penuh tanya, Juan mendekat ke arah Diandra hingga wajah mereka begitu dekat.Diandra mematung melihat mata coklat itu dari dekat hingga membuatnya salah tingkah, "P-Pak mau ngapain?""Dengar," katanya."Keluarlah sebentar dan berpura-pura menelpon seseorang sambil bersembunyi di gang kecil itu," titah Juan berbisik menunjuk gang kecil di belakang dengan gerak matanya."Eh, tapi?"Ucapan Diandra terpotong oleh suara pintu mobil yang dibukakan oleh Juan. Tatapan serius itu membuat Diandra menurut dan segera keluar dari mobil. Diandra mulai bingung dan khawatir, sebelum akhirnya dia melepas pandangan dari Juan. Diandra mengangkat telponnya sambil berjalan cepat dengan sepatu hak tingginya yang menimbulkan bunyi di tengah keheningan.Hingga akhirnya dia berdiri di balik tembok menjauh dari Juan dan supir itu. Beberapa menit kemudian suara kaca pecah membuat Diandra memberanikan diri mengintip di balik tembok. Mobil itu begitu terguncang, kaca bagian samping nampak pecah dengan serpihan kaca berserakan di aspal.Suara teriakan seseorang dari dalam sana terdengar merintih kesakitan. Sampai pria berjanggut itu keluar dari mobil, tersungkur dengan lumuran darah di pelipisnya. Dia mencoba bangkit dengan gontai menatap amarah seseorang dari dalam mobil.Juan keluar dari sana, kedua tangannya melepas tudung yang menutupi kepalanya. Dari kejauhan Juan terlihat mengatakan sesuatu kepada pria tua itu. Sampai akhirnya pria tua itu mampu berdiri dan menyerang dengan satu pukulan, tapi berhasil dihindari oleh Juan kemudian dengan cepat menendang lutut kiri bagian belakangnya. Pria tua itu pun hampir terjatuh tersungkur, dia bertumpu pada lutut yang bertemu dengan aspal. Tidak sampai disitu, Juan langsung memukul dagunya sampai pria itu benar-benar jatuh dan tidak sadarkan diri.Diandra menutup mulutnya tidak percaya melihat apa yang barusan terjadi. Dia sulit menjelaskan kepada isi kepala yang penuh tanda tanya. Diandra syok sekarang, melihat apa yang barusan kedua matanya saksikan. Tatapan dingin dan tajam Juan yang mengarah kepada pria itu mampu membuat tangannya gemetar.Diandra pun kembali menarik tubuhnya, seolah dia mencoba bersembunyi dari Juan. Tangannya memegang ponsel dengan erat, "Aku mau pulang!" rengek Diandra dalam hatinya."Diandra," panggil Juan yang datang tanpa suara terdengar.Diandra terlonjak kaget, jantungnya memacu kencang ketika dia melihat orang yang dengan santainya berdiri tak jauh darinya. Seseorang yang baru saja menghabisi pria tua sampai berlumuran darah. Anehnya pria itu tidak terluka sedikit pun, hanya bercak darah yang melumuri telapak tangannya serta beberapa tetes mengotori hoodie birunya."Diandra, ayo kita ke apartemen. Aku sudah bilang kamu harus bantu aku," kata Juan.Dalam taksi di jalan yang sepi, supir taksi itu nampak sesekali melihat ke layar kaca untuk melihat di belakang. Juan menyunggingkan bibirnya, tatapan mata yang saling bersinggungan membuat supir itu langsung mengalihkan pandangan. Juan kini beralih menatap Diandra yang sibuk memandang sekitar. Juan mendekat sampai tatapan mereka berdua terkikis oleh jarak, udara makin panas ketika wajah mereka hanya beberapa senti saja. Jendela kaca mobil yang masih tertutup membuat oksigen luar tak dapat masuk. Dekatnya wajah Juan, membuat Diandra sulit untuk mengalihkan pandangan, "Dengar," bisik Juan dari dekat."Keluarlah sebentar dan berpura-pura menelpon seseorang sambil bersembunyi di gang kecil itu," suruh Juan sambil menunjuknya dengan gerak mata.Bunyi pintu mobil yang terbuka terdengar, angin semilir membawa masuk suhu dingin saat senja hampir usai. Diandra bergegas beranjak keluar mobil, serta menggunakan ponsel sesuai arahan Juan sebelumnya. Setelah Diandra mulai menjauh, Juan langsung
"Pegang ini."Juan memberikan satu kantung plastik besar kepada Diandra. Sementara itu, Juan membuka kode kunci pintu masuk apartemen. Setelah bunyi kode kunci benar, Juan mengambil kembali kantung belanjaan yang dia titipkan kepada Diandra. Kemudian dia masuk ke dalam, menaruh belanjaan di dapur yang berdekatan dengan ruang tengah.Diandra masih terdiam di pintu, ini kali pertama baginya masuk ke dalam apartemen laki-laki. Melihat ruang yang begitu rapi dengan suhu dingin dari pendingin ruang menyapa."Apa yang kamu lakukan di sana? Sini masuk!" teriak Juan dari dalam.Mendengar suara yang cukup lantang dari sana, Diandra buru-buru masuk ke dalam. Juan menghampiri Diandra yang berdiri di dekat pintu. Tinggi mereka yang berbeda, membuat Diandra harus mendongak untuk melihat matanya."Kenapa lama sekali?"Diandra terdiam ketika Juan yang menjulurkan tangannya di samping pinggang. Tanpa sepatah kata pun, Juan mendekat dan menatapnya dalam diam. Di saat itu Diandra memundurkan langkah k
Sentuhan di pipi membuat Diandra membuka matanya perlahan. Seseorang terus menyentuh pipinya dengan hari telunjuk, meskipun Diandra sudah mulai sadar dari bunga tidur. Tangan terasa pegal karena posisi yang sama dengan waktu begitu lama."Diandra bangun, sudah malam," ucap seseorang dengan suara beratnya."Bangun putri tidur, pekerjaan sudah selesai hari ini, pulang lah," katanya lagi.Diandra mengejapkan mata, mengumpulkan kesadaran. Suara dari samping, membuat Diandra menolehkan kepalanya. Dia melihat Juan yang jongkok di dekatnya sambil memperhatikan. Pria itu masih setia dengan jari telunjuk yang menggantung di udara, seolah siap menyentuh dengan jari panjangnya. "Jam kerja mu sudah selesai hari ini, terima kasih. Aku akan menghubungi mu nanti," ucapnya sambil tersenyum simpul.Kedua mata terbuka lebar, ketika dia menyadari seseorang yang tidak lain adalah bosnya sendiri berada di dekatnya. Memperhatikan tidur lelap nan entah seperti apa wajah Diandra tadi. Terkejutnya dia sekali
Beberapa saat setelah Diandra melambaikan tangan dan tersenyum kepada seseorang di balik mobil berwarna hitam yang tak lain adalah Darren. Wanita itu kemudian berbalik melangkahkan kaki menuju pintu coklat di sebuah rumah yang tidak terlalu luas. Dia mengetukkan pintunya sambil memanggil adiknya, "Fani, kakak pulang!"Beberapa menit tidak ada jawaban, akhirnya Diandra berinisiatif memutar knop pintu perlahan. Decitan suara pintu membuat hatinya mulai was-was. Kepalanya melongok ketika celah pintu mulai sedikit terbuka, tapi tak ada seorang pun di sana.Diandra kembali memanggil nama adiknya lagi untuk kesekian kalinya. Masih tidak ada jawaban, hingga suara pecahan benda terdengar dari dalam. Diandra segera membuka pintunya lebar dan berjalan cepat masuk tanpa melepas sepatunya."Fani?"Dengan tas pundak yang masih menggantung, Diandra membuka kamarnya yang sedikit terbuka di sana. Dia menemukan pria paruh baya yang sibuk mengacak lemari pakaian. Sementara Fani duduk di lantai dan mena
Bau menyengat dari sampah tercium semerbak dari dalam sebuah kost. Satu orang berbadan besar dan tinggi berada di luar gerbang masuk, sementara yang satu lagi berjaga di luar pintu kost. Darren pergi ke sebuah indekos, dimana supir taksi gadungan yang bernama Rudi ini tinggal di sana.Darren yang masih mengenakan setelah jas biru miliknya bergegas pergi ke kos-kosan Rudi saat pagi menjelang siang, dimana orang masih sibuk dengan aktivitas bekerja dan berkuliah. Meskipun masih ada beberapa orang tinggal di dalam ruang kos tak jauh dari kos yang sedang dikunjungi.Kedua mata Darren bergerak dari ke kanan lalu ke kiri, beberapa barang nampak berkarat dan usang. Sebuah tempat tidur lantai begitu berantakan dengan bau menyengat dari sampah yang ada di dekatnya. Botol alkohol dan plastik makanan ringan berserakan di mana-mana.Terdapat seseorang yang sibuk memeriksa tiap barang, furnitur, bahkan sampah yang berserakan. Sementara itu, Darren berdiri dan memperhatikan sekitar. Memperhatikan r
Pukul 10 pagi dalam kantor, kedua mata tak berhenti menatap layar. Telinganya menangkap banyak suara orang di sekitarnya, riuh bisik dari mulut ke mulut lainnya membuat telinganya terasa panas. Setelah Diandra bekerja sampai malam kemarin, dia tidak menyangka akan ada hal yang mengejutkan lainnya."Ih, jadi dia beneran sama Pak Darren gitu? Dia masuk pake orang dalem, dong," bisik seorang wanita dari belakang.Suasana di kantor menjadi kurang nyaman baginya. Dia merasa ingin mengambil langkah seribu dari sini. Menatap layar monitor saja rasanya membuat enggan. Meskipun sudah menatap lama, suara riuh itu membuatnya merasa sangat terganggu."Kamu sama Pak Darren ada hubungan, ya?" tanya setengah berisik sambil memberikan sebuah permen di meja.Gea berdiri di dekat Diandra, sambil terdiam menatapnya. Seolah dia sedang menunggu jawaban pasti dari temannya itu. Diandra melamun, memandang sebua permen kemasan berwarna merah dengan kata-kata kekinian di situ."Santai," ucap Diandra lirih me
Rambut berantakan, pakaian tidak serapi sebelumnya. Begitulah yang terlihat jelas dari Diandra saat ini. Duduk di kursi sambil sesekali menatap sinis orang di dekatnya. Sama halnya dengan Diandra, Mawar pun dalam kondisi demikian. Dalam ruangan tersebut mereka duduk di kursi, menghadap Darren. Sementara Juan sibuk melihat tanaman di dekat jendela. Atas kejadian ini, Diandra dan dibawa dibawa ke ruang khusus Darren."Apa masalahnya?"Darren berubah menjadi orang yang dingin dan kaku, bahkan tatapan itu lebih lama kepada Mawar. Darren berdiri dari tempat dan berjalan menghampiri Mawar, dia memegang sandaran tangan kursi yang diduduki wanita berambut pendek ini, dengan sedikit memajukan tubuhnya mendekat dia berkata, "Saya tau ini bukan kali pertamanya kamu membuat karyawan saya pergi dari kantor ini.""Apa kamu tau kenapa saya masih membiarkan kamu di sini?" tanyanya dengan sorotan mata tajam.Kaki Mawar mulai bergetar saat ini, dia menggeleng gugup. Dia terdiam, lidahnya begitu kelu
"Potong gaji 50%, mau?"Diandra terdiam membisu, dia menggertakkan gigi ketika mendengar ucapan pria yang masih terduduk di sofa. Kemudian Juan tiba-tiba bangkit dari duduknya, melangkah agar lebih dekat dengan Diandra.Jarak mereka kini hanya sekitar setengah meter. Udara semakin panas, angin yang masuk melalui jendela balkon tidak dapat mengusir suhu panasnya. Diandra memundurkan langkahnya menjauh, tetapi Juan kembali selangkah lebih dekat dengannya."Apa nona ini baru saja mengancamku buat mogok kerja?" tanya Juan sambil menyeringai. Juan memegang dagu wanita di depannya, kemudian berkata, "Kamu sudah menandatangani kontrak ini. Selama satu bulan ke depan kamu harus bekerja denganku, bukan?"Juan menaikan salah satu alisnya, Diandra dapat melihat mata coklat itu lagi dari dekat. Tanpa sepatah kata lain yang dikeluarkan, Juan melepaskan dagu Diandra. Kemudian dia kembali menegakkan tubuhnya."Berhenti banyak bertanya, aku punya pekerjaan tambahan hari ini. Jadi aku mengundang kamu
"Pak Juan? Ini aku Diandra," ucap Diandra sambil menekan bel.Beberapa kali Diandra memanggil nama sang tuan rumah, tapi tidak ada jawaban. Akhirnya Diandra memilih untuk menekan beberapa angka untuk membuka pintu apartemen. Darren memberikan informasi yang begitu penting kepadanya demi jaga-jaga akan kejadian semacam ini.Langkah kaki mulai memasuki ruang yang pengap, hanya ada beberapa lampu kuning yang menyala di beberapa sudut. Ruang tengah begitu remang-remang, dia segera melepas sepatu, lalu suhu dingin menyentuh kakinya yang menapak lantai. Entah sudah berapa lama ruangan ini begitu tertutup tanpa cahaya matahari yang menghangatkan, bahkan hingga membuat sinar matahari itu kembali terlelap di malam hari."Pak Juan di dalam?"Diandra memandang seluruh sudut yang ia temui di ruang tengah ini. Dia tidak menemukan apa pun, selain bau menyengat dari sebuah ruang. Ruangan itu tak lain adalah kamar pribadi sekaligus tempat Juan menyelesaikan pekerjaan. Diandra memberanikan diri untuk
Udara makin dingin ketika matahari mulai tergelincir di ufuk barat. Wanita itu telah menenteng sebuah kantung belanjaan dari minimarket tak jauh dari depan gedung Diamond Company. Dia meraih ponsel dari tas bahu yang dikenakan, mengetuk dua kalo pada layar hingga menampilkan waktu pukul setengah enam sore.Diandra berdiri di pinggir jalan, hingga seseorang pengendara motor mengenakan pakaian hijau datang lalu berhenti di depannya. Pria paruh baya itu tersenyum dan menanyakan kepastian nama pelanggannya. Diandra meraih helm yang disodorkan, kemudian menaiki ojek online yang dipesannya."Pak Apartemen Anggrek, ya," kata Diandra."Baik, neng," balas pria paruh baya itu.Motor pun melaju menerobos kemacetan di jam pulang, beberapa kali harus terhenti karena mobil di depannya. Panas jalanan mengalahkan waktu yang seharusnya lebih dingin. Meskipun matahari sudah mulai menghilang, panas dari asap kendaraan dan mesin serta banyak orang di sekitar membuat hawa makin terasa tidak nyaman.Di te
Diandra menarik langkah kakinya mundur, dia mencari kontak Darren sesegera mungkin. Dengan tergesa-gesa, Diandra mengetikkan isi pesannya pada layar ponselnya."Pak, tadi Pak Juan nelpon saya, tapi gak ada jawaban dan cuman suara berisik. Bisa bapak lakukan sesuatu? Kayaknya gak mungkin kalo saya pergi sebelum jam pulang, gak enak sama anak-anak yang lain," tuturnya dalam pesan yang dia ketik.Diandra terdiam di depan pintu lift, dia menoleh ke belakang dimana tempat kerja Darren berada tak jauh dari sana. Beberapa saat terdengar bunyi notifikasi dari ponsel. Pesan dari Darren muncul di gelembung notifikasi, dengan sigap Diandra menekan layarnya."Akan kukirim orang untuk memeriksanya hari ini," balas Darren.Meskipun hatinya masih gundah, Diandra sedikit merasa lega. Dia kembali berjalan menuju tempat kerjanya. Sementara itu di sisi lain kantor ini, Darren berdiri menghadap kaca jendela yang memperlihatkan kota di bawahnya. Tatanan kota yang kurang beraturan di sisi lain, menyimpan s
"Mati atau kembali."Setelah mengatakan hal itu, pria misterius tersebut tertawa menggelegar. Dia tertawa seperti orang kurang waras hingga membuat semua di sekitarnya merasa keherenan sekaligus takut. Beberapa orang mulai pergi karena takut, beberapa pegawai memanggil satpam untuk segera datang."Apa maksudnya?" gumam Diandra.Sementara Juan hanya terdiam dengan genggaman tangan yang makin mengerat kepadanya. Seolah mengkhawatirkan akan sesuatu dalam otaknya. Akhirnya pria misterius itu pun berhenti tertawa lepas, lalu berkata, "Jangan biarkan Tuanku menunggu jawabanmu," pungkas pria misterius itu.Tak lama setelahnya, tiga orang satpam yang bertugas langsung meringkus pria berjaket hitam tersebut. Dia tidak mengelak apalagi memberontak saat dibawa oleh para satpam. Malahan dia tertawa dan bersenandung seperti orang kurang waras."Hahaha! Pertaruhan dimulai!" teriaknya sembari diseret dua satpam lainnya.Salah satu satpam menghampiri Juan dan Diandra, "Apa ada yang terluka?" tanyany
Pria bertubuh tinggi ini memasuki mobil, dia mengambil sebuah kunci dari saku celananya. Deruman mobil terdengar halus ketika mulai melaju. Sementara Diandra masih membisu, memandang kendaraan yang berlalu lalang."Ini masih siang, ayo kita ke Mall," ajak Juan tanpa menoleh.Diandra mengalihkan pandangan setelah mendengar apa yang dikatakan Juan. Keningnya berkerut saat dia sedang mencerna apa yang ingin dilakukan pria ini di sana. Dengan tidak nyaman, Diandra sedikit membenarkan posisi duduknya, lalu mencondongkan tubuhnya beberapa senti kepada pengemudi yang ada di sampingnya, "Emang ada tugas lagi, Pak?" tanya Diandra heran.Juan menarik kedua sudut bibirnya, dan berucap, "Tentu ada tugas lagi.""Apa kamu gak penasaran?" tanya Juan kemudian.Diandra yang sudah mulai lelah akhirnya mengangguk ragu disertai senyum tipisnya. Juan menengok ke samping, kemudian tersenyum dengan rentetan gigi yang nampak manis. Tanpa aba-aba, Juan melajukan mobilnya lebih kencang menuju Mall terdekat. So
Dalam senyap tatapan matanya menyelidik kedua orang yang sedang duduk di kursi sofa pada hadapannya. Bolak-balik kedua bola mata memandang dua orang secara bergantian, sampai tatapannya terkunci kepada seorang pria berpakaian jas hitam. Dia sibuk melihat gelas cangkir teh berwarna putih mengkilap."Siapa dia?" tanya Risa sambil menunjuk dengan gerak matanya ke arah Juan.Diandra melirik beberapa saat kepada Juan, berpikir sampai Juan menatapnya balik, "D-Dia ....""Kita langsung saja," ucap Juan tiba-tiba.Juan menaruh cangkirnya di atas meja, kemudian mengambil sebuah kertas dari balik jas hitam miliknya bersama sebuah pena yang ada di saku. Dia menaruh di atas meja bersama dengan pena yang telah disiapkan. Lalu, dia kembali mengapkan tubuhnya dan menatap Risa dalam."Mungkin sudah terlambat untuk memintamu menghapus foto yang kamu ambil, tetapi saya harap kamu mau mengundurkan diri menjadi karyawan di perusahaan Diamond Company," tutur Juan. "Maksudnya apa ya?" tanya Risa dengan ke
"Potong gaji 50%, mau?"Diandra terdiam membisu, dia menggertakkan gigi ketika mendengar ucapan pria yang masih terduduk di sofa. Kemudian Juan tiba-tiba bangkit dari duduknya, melangkah agar lebih dekat dengan Diandra.Jarak mereka kini hanya sekitar setengah meter. Udara semakin panas, angin yang masuk melalui jendela balkon tidak dapat mengusir suhu panasnya. Diandra memundurkan langkahnya menjauh, tetapi Juan kembali selangkah lebih dekat dengannya."Apa nona ini baru saja mengancamku buat mogok kerja?" tanya Juan sambil menyeringai. Juan memegang dagu wanita di depannya, kemudian berkata, "Kamu sudah menandatangani kontrak ini. Selama satu bulan ke depan kamu harus bekerja denganku, bukan?"Juan menaikan salah satu alisnya, Diandra dapat melihat mata coklat itu lagi dari dekat. Tanpa sepatah kata lain yang dikeluarkan, Juan melepaskan dagu Diandra. Kemudian dia kembali menegakkan tubuhnya."Berhenti banyak bertanya, aku punya pekerjaan tambahan hari ini. Jadi aku mengundang kamu
Rambut berantakan, pakaian tidak serapi sebelumnya. Begitulah yang terlihat jelas dari Diandra saat ini. Duduk di kursi sambil sesekali menatap sinis orang di dekatnya. Sama halnya dengan Diandra, Mawar pun dalam kondisi demikian. Dalam ruangan tersebut mereka duduk di kursi, menghadap Darren. Sementara Juan sibuk melihat tanaman di dekat jendela. Atas kejadian ini, Diandra dan dibawa dibawa ke ruang khusus Darren."Apa masalahnya?"Darren berubah menjadi orang yang dingin dan kaku, bahkan tatapan itu lebih lama kepada Mawar. Darren berdiri dari tempat dan berjalan menghampiri Mawar, dia memegang sandaran tangan kursi yang diduduki wanita berambut pendek ini, dengan sedikit memajukan tubuhnya mendekat dia berkata, "Saya tau ini bukan kali pertamanya kamu membuat karyawan saya pergi dari kantor ini.""Apa kamu tau kenapa saya masih membiarkan kamu di sini?" tanyanya dengan sorotan mata tajam.Kaki Mawar mulai bergetar saat ini, dia menggeleng gugup. Dia terdiam, lidahnya begitu kelu
Pukul 10 pagi dalam kantor, kedua mata tak berhenti menatap layar. Telinganya menangkap banyak suara orang di sekitarnya, riuh bisik dari mulut ke mulut lainnya membuat telinganya terasa panas. Setelah Diandra bekerja sampai malam kemarin, dia tidak menyangka akan ada hal yang mengejutkan lainnya."Ih, jadi dia beneran sama Pak Darren gitu? Dia masuk pake orang dalem, dong," bisik seorang wanita dari belakang.Suasana di kantor menjadi kurang nyaman baginya. Dia merasa ingin mengambil langkah seribu dari sini. Menatap layar monitor saja rasanya membuat enggan. Meskipun sudah menatap lama, suara riuh itu membuatnya merasa sangat terganggu."Kamu sama Pak Darren ada hubungan, ya?" tanya setengah berisik sambil memberikan sebuah permen di meja.Gea berdiri di dekat Diandra, sambil terdiam menatapnya. Seolah dia sedang menunggu jawaban pasti dari temannya itu. Diandra melamun, memandang sebua permen kemasan berwarna merah dengan kata-kata kekinian di situ."Santai," ucap Diandra lirih me