Dalam taksi di jalan yang sepi, supir taksi itu nampak sesekali melihat ke layar kaca untuk melihat di belakang. Juan menyunggingkan bibirnya, tatapan mata yang saling bersinggungan membuat supir itu langsung mengalihkan pandangan.
Juan kini beralih menatap Diandra yang sibuk memandang sekitar. Juan mendekat sampai tatapan mereka berdua terkikis oleh jarak, udara makin panas ketika wajah mereka hanya beberapa senti saja. Jendela kaca mobil yang masih tertutup membuat oksigen luar tak dapat masuk.Dekatnya wajah Juan, membuat Diandra sulit untuk mengalihkan pandangan, "Dengar," bisik Juan dari dekat."Keluarlah sebentar dan berpura-pura menelpon seseorang sambil bersembunyi di gang kecil itu," suruh Juan sambil menunjuknya dengan gerak mata.Bunyi pintu mobil yang terbuka terdengar, angin semilir membawa masuk suhu dingin saat senja hampir usai. Diandra bergegas beranjak keluar mobil, serta menggunakan ponsel sesuai arahan Juan sebelumnya. Setelah Diandra mulai menjauh, Juan langsung menutup pintu mobilnya.Juan terdiam beberapa saat, hingga supir taksi itu bertanya, "Pacarmu tinggal di daerah sini?"Juan menggeser posisi duduknya di tengah, dia memajukan tubuhnya dengan kedua tangan saling memegang, "Kurang lebih begitu," jawab Juan."Saya gak tau kalau ada yang tinggal di daerah sini, apa pacarmu baik-baik aja tinggal di sini?" tanyanya tanpa berbalik.Juan mengangguk seraya menarik tudung hoodie ke depan, menutupi rambut kepalanya. Pria bermata coklat ini hanya tertawa kecil untuk dapat menjawabnya. Dia menyandarkan tubuhnya di belakang bantalan kursi mobil sambil berkata, "Wah, perhatian sekali Bapak.""Saking perhatian dengan wanitaku ini, Anda repot-repot jemput kami tanpa diminta ya," ujar Juan.Pria tua itu mulai terdiam lebih lama, "Apa maksudnya ya?" tanyanya kemudian.Juan menyilangkan kedua tangannya di depan dada, "Biar ku jelaskan.""Aku tidak ingat jika supir taksi yang ku pesan adalah orang yang berjanggut. Apa Anda yakin tidak merusak sesuatu hari ini?"Gerak mata supir itu beralih cepat, "Merusak? Kayaknya gak ada, apa yang kurusak?""Jangan buat saya gugup, Pak," ucapnya sambil tertawa kecil."Bagian bagasi belakang kelihatannya harus diperbaiki, apa Bapak gak ada niatan membersihkannya sedikit dari noda merah?"Supir itu tertawa hambar, "Pertanyaannya buat saya kurang nyaman, ya."Juan pun tertawa, "Santai, cukup bilang siapa yang menyuruhmu, maka aku akan membuat harimu cukup nyaman," dengan perubahan ekspresi datar di akhir kata.Tak ada jawaban, pria itu tetap terdiam selama beberapa sekian detik. Dia mulai melepas sabuk pengaman secara perlahan, pria itu mematikan mesin mobilnya. Tangannya meraih sesuatu dari balik pakaiannya, kemudian menodongkan senjata api dengan kedua tangannya ke arah Juan."Sayang sekali, orang tua ini gak bisa jawab," katanya sambil melepas kunci senjata api itu.Juan mengangkat kedua tangannya ke atas sejajar mata, dia menari sudut bibirnya sampai membuat pria di hadapannya memegang erat senjata apinya, "Sayang sekali," ucap Juan sambil menggelengkan kepala. Namun, dengan cepat Juan memegang erat persendian kedua tangan pria tua itu ke atas.Dia menekan dengan keras hingga pria itu mengerang kesakitan. Pria itu tidak cukup kuat untuk menggerakkan jari-jemarinya sampai dia menjatuhkan senjata apinya ke bawah. Kaki Juan langsung menginjak senjata api di bawahnya, lalu menggeser menjauh dari jangkauan pria itu.Tak mau kalah, pria tersebut mencoba membalikkan keadaan dengan menarik tubuh Juan ke depan hingga dia tersungkur. Kedua tangan yang terbebas dari Juan, membuat pria itu mengambil kesempatan ini, "B*jingan!" teriaknya memukul Juan menggunakan siku begitu keras.Juan yang menumpu tubuhnya bertahan pada dua pukulan keras yang dilayangkan ke punggungnya. Juan langsung memukul bagian perut dengan serangan tangan pisau. Kemudian Juan bangkit dan berpindah posisi ke kursi depan dengan tawa meledeknya dia berkata, "Pelayanan taksimu lebih buruk daripada pelayanan publik!"Kesabaran pria itu pun mulai menipis, dia mengepalkan tangannya memukul Juan. Namun, pukulan itu berhasil dibelokkan oleh Juan. Dengan sigap, Juan membenturkan kepala pria itu ke belakang kaca mobil hingga pecah.Bau anyir tercium, mengalahkan aromatik dalam mobil. Darah mengalir dari pelipis, "Tolong ampuni aku," pintanya.Juan kembali memegang kepala pria itu dan berkata, "Terlambat!"Juan memukulnya dengan keras hingga wajah pria itu membiru, kini tangannya memegang kepala pria di dekatnya, "Siapa dan kenapa Anda mengganti supir taksi yang sebenarnya?""Bagaimana k*parat seperti mu bisa tahu aku yang mengganti supir taksinya?" tanya pria itu dengan kesal.Juan menghela napasnya panjang, "Percuma, buang waktu. Aku serahkan saja ini kepada Darren," gumamnya.Juan melepaskan cengkraman kuatnya, dia berpindah tempat ke kursi belakang. Menunduk, tangannya meraba sesuatu di bawah. Pria supir itu seolah mengambil kesempatan dengan merangkak keluar mobil, melihat seseorang baru saja membuka pintu, Juan memasukkan senjata api itu ke dalam saku celananya."Eh eh, mau kemana, kita belum selesai, loh?" tanya Juan dengan nada layaknya orang tua yang menyuruh anaknya untuk makan."Ah, apa boleh buat," kata Juan yang kemudian keluar dari mobil.Juan melepas tudung yang masih melekat pada kepala, kedua tangannya dia masukkan ke dalam saku hoodie. Menatap tajam pria di depannya, "Apa masalahmu?""Aku harap Anda punya keluarga yang harus dijaga, karena aku kurang suka mengotori tanganku jika Anda tidak mau bekerja sama," ancam Juan sambil tersenyum.Seketika pria itu pun bangkit dan mencoba menyerang Juan dengan pukulannya. Namun, Juan berhasil menghindar dan menendang bagian belakang lututnya hingga pria itu hampir terjatuh. Tidak sampai di sana, Juan langsung memukul dagu pria supir tersebut hingga dia tumbang begitu saja.Juan mengambil ponsel miliknya, "Ini aku, cepat kirim orang untuk ke lokasi yang akan ku kirim. Selain itu, amankan orang babak belur di sini. Lakukan investigasi darurat," titah Juan kepada Darren dari ponsel miliknya.Setelah Juan mematikan ponselnya, sorot matanya beralih ke arah gang kecil tak jauh darinya, "Aku rasa terlalu cepat merekrut orang," gumam Juan."Tapi, kontrak adalah kontrak," ungkap Juan.Juan pun berjalan mendekati seseorang yang terdiam sendiri di balik gang kecil itu. Dia menatap seorang gadis yang nampak was-was, sampai Juan memanggilnya, Diandra terkejut karenanya."Ini aku, Juan," katanya menenangkan Diandra dengan senyum simpulnya."Pak Juan?"Nafasnya terengah-engah karena terkejut dengan kehadiran Juan yang tiba-tiba. Diandra menatap dengan mata terbelalak. Perlahan pun dia memenangkan dirinya, Juan nampak melayangkan senyumnya. Memberikan waktu yang tepat untuk Diandra."T-Tadi itu? Kenapa? Pak Juan?" ucapan Diandra begitu terbata-bata dengan tangannya yang gugup menunjuk ke arah Taksi di kejauhan.Juan tertawa kecil melihat tingkah Diandra, "Tenang, Diandra. Aku sudah mengurusnya, kita naik taksi yang lain," ucap Diandra.Juan pun mulai berjalan, sementara Diandra yang baru keluar dari gang mematung, "Pak, Pak Juan, itu supirnya? Berdarah?""Ayo kita pergi ke apartemen," ajak Juan kemudian.Juan hanya melewati pria itu begitu santai, di lain sisi Diandra masih syok dengan apa yang dilihatnya, "T-Tapi, Pak?""Pegang ini."Juan memberikan satu kantung plastik besar kepada Diandra. Sementara itu, Juan membuka kode kunci pintu masuk apartemen. Setelah bunyi kode kunci benar, Juan mengambil kembali kantung belanjaan yang dia titipkan kepada Diandra. Kemudian dia masuk ke dalam, menaruh belanjaan di dapur yang berdekatan dengan ruang tengah.Diandra masih terdiam di pintu, ini kali pertama baginya masuk ke dalam apartemen laki-laki. Melihat ruang yang begitu rapi dengan suhu dingin dari pendingin ruang menyapa."Apa yang kamu lakukan di sana? Sini masuk!" teriak Juan dari dalam.Mendengar suara yang cukup lantang dari sana, Diandra buru-buru masuk ke dalam. Juan menghampiri Diandra yang berdiri di dekat pintu. Tinggi mereka yang berbeda, membuat Diandra harus mendongak untuk melihat matanya."Kenapa lama sekali?"Diandra terdiam ketika Juan yang menjulurkan tangannya di samping pinggang. Tanpa sepatah kata pun, Juan mendekat dan menatapnya dalam diam. Di saat itu Diandra memundurkan langkah k
Sentuhan di pipi membuat Diandra membuka matanya perlahan. Seseorang terus menyentuh pipinya dengan hari telunjuk, meskipun Diandra sudah mulai sadar dari bunga tidur. Tangan terasa pegal karena posisi yang sama dengan waktu begitu lama."Diandra bangun, sudah malam," ucap seseorang dengan suara beratnya."Bangun putri tidur, pekerjaan sudah selesai hari ini, pulang lah," katanya lagi.Diandra mengejapkan mata, mengumpulkan kesadaran. Suara dari samping, membuat Diandra menolehkan kepalanya. Dia melihat Juan yang jongkok di dekatnya sambil memperhatikan. Pria itu masih setia dengan jari telunjuk yang menggantung di udara, seolah siap menyentuh dengan jari panjangnya. "Jam kerja mu sudah selesai hari ini, terima kasih. Aku akan menghubungi mu nanti," ucapnya sambil tersenyum simpul.Kedua mata terbuka lebar, ketika dia menyadari seseorang yang tidak lain adalah bosnya sendiri berada di dekatnya. Memperhatikan tidur lelap nan entah seperti apa wajah Diandra tadi. Terkejutnya dia sekali
Beberapa saat setelah Diandra melambaikan tangan dan tersenyum kepada seseorang di balik mobil berwarna hitam yang tak lain adalah Darren. Wanita itu kemudian berbalik melangkahkan kaki menuju pintu coklat di sebuah rumah yang tidak terlalu luas. Dia mengetukkan pintunya sambil memanggil adiknya, "Fani, kakak pulang!"Beberapa menit tidak ada jawaban, akhirnya Diandra berinisiatif memutar knop pintu perlahan. Decitan suara pintu membuat hatinya mulai was-was. Kepalanya melongok ketika celah pintu mulai sedikit terbuka, tapi tak ada seorang pun di sana.Diandra kembali memanggil nama adiknya lagi untuk kesekian kalinya. Masih tidak ada jawaban, hingga suara pecahan benda terdengar dari dalam. Diandra segera membuka pintunya lebar dan berjalan cepat masuk tanpa melepas sepatunya."Fani?"Dengan tas pundak yang masih menggantung, Diandra membuka kamarnya yang sedikit terbuka di sana. Dia menemukan pria paruh baya yang sibuk mengacak lemari pakaian. Sementara Fani duduk di lantai dan mena
Bau menyengat dari sampah tercium semerbak dari dalam sebuah kost. Satu orang berbadan besar dan tinggi berada di luar gerbang masuk, sementara yang satu lagi berjaga di luar pintu kost. Darren pergi ke sebuah indekos, dimana supir taksi gadungan yang bernama Rudi ini tinggal di sana.Darren yang masih mengenakan setelah jas biru miliknya bergegas pergi ke kos-kosan Rudi saat pagi menjelang siang, dimana orang masih sibuk dengan aktivitas bekerja dan berkuliah. Meskipun masih ada beberapa orang tinggal di dalam ruang kos tak jauh dari kos yang sedang dikunjungi.Kedua mata Darren bergerak dari ke kanan lalu ke kiri, beberapa barang nampak berkarat dan usang. Sebuah tempat tidur lantai begitu berantakan dengan bau menyengat dari sampah yang ada di dekatnya. Botol alkohol dan plastik makanan ringan berserakan di mana-mana.Terdapat seseorang yang sibuk memeriksa tiap barang, furnitur, bahkan sampah yang berserakan. Sementara itu, Darren berdiri dan memperhatikan sekitar. Memperhatikan r
Pukul 10 pagi dalam kantor, kedua mata tak berhenti menatap layar. Telinganya menangkap banyak suara orang di sekitarnya, riuh bisik dari mulut ke mulut lainnya membuat telinganya terasa panas. Setelah Diandra bekerja sampai malam kemarin, dia tidak menyangka akan ada hal yang mengejutkan lainnya."Ih, jadi dia beneran sama Pak Darren gitu? Dia masuk pake orang dalem, dong," bisik seorang wanita dari belakang.Suasana di kantor menjadi kurang nyaman baginya. Dia merasa ingin mengambil langkah seribu dari sini. Menatap layar monitor saja rasanya membuat enggan. Meskipun sudah menatap lama, suara riuh itu membuatnya merasa sangat terganggu."Kamu sama Pak Darren ada hubungan, ya?" tanya setengah berisik sambil memberikan sebuah permen di meja.Gea berdiri di dekat Diandra, sambil terdiam menatapnya. Seolah dia sedang menunggu jawaban pasti dari temannya itu. Diandra melamun, memandang sebua permen kemasan berwarna merah dengan kata-kata kekinian di situ."Santai," ucap Diandra lirih me
Rambut berantakan, pakaian tidak serapi sebelumnya. Begitulah yang terlihat jelas dari Diandra saat ini. Duduk di kursi sambil sesekali menatap sinis orang di dekatnya. Sama halnya dengan Diandra, Mawar pun dalam kondisi demikian. Dalam ruangan tersebut mereka duduk di kursi, menghadap Darren. Sementara Juan sibuk melihat tanaman di dekat jendela. Atas kejadian ini, Diandra dan dibawa dibawa ke ruang khusus Darren."Apa masalahnya?"Darren berubah menjadi orang yang dingin dan kaku, bahkan tatapan itu lebih lama kepada Mawar. Darren berdiri dari tempat dan berjalan menghampiri Mawar, dia memegang sandaran tangan kursi yang diduduki wanita berambut pendek ini, dengan sedikit memajukan tubuhnya mendekat dia berkata, "Saya tau ini bukan kali pertamanya kamu membuat karyawan saya pergi dari kantor ini.""Apa kamu tau kenapa saya masih membiarkan kamu di sini?" tanyanya dengan sorotan mata tajam.Kaki Mawar mulai bergetar saat ini, dia menggeleng gugup. Dia terdiam, lidahnya begitu kelu
"Potong gaji 50%, mau?"Diandra terdiam membisu, dia menggertakkan gigi ketika mendengar ucapan pria yang masih terduduk di sofa. Kemudian Juan tiba-tiba bangkit dari duduknya, melangkah agar lebih dekat dengan Diandra.Jarak mereka kini hanya sekitar setengah meter. Udara semakin panas, angin yang masuk melalui jendela balkon tidak dapat mengusir suhu panasnya. Diandra memundurkan langkahnya menjauh, tetapi Juan kembali selangkah lebih dekat dengannya."Apa nona ini baru saja mengancamku buat mogok kerja?" tanya Juan sambil menyeringai. Juan memegang dagu wanita di depannya, kemudian berkata, "Kamu sudah menandatangani kontrak ini. Selama satu bulan ke depan kamu harus bekerja denganku, bukan?"Juan menaikan salah satu alisnya, Diandra dapat melihat mata coklat itu lagi dari dekat. Tanpa sepatah kata lain yang dikeluarkan, Juan melepaskan dagu Diandra. Kemudian dia kembali menegakkan tubuhnya."Berhenti banyak bertanya, aku punya pekerjaan tambahan hari ini. Jadi aku mengundang kamu
Dalam senyap tatapan matanya menyelidik kedua orang yang sedang duduk di kursi sofa pada hadapannya. Bolak-balik kedua bola mata memandang dua orang secara bergantian, sampai tatapannya terkunci kepada seorang pria berpakaian jas hitam. Dia sibuk melihat gelas cangkir teh berwarna putih mengkilap."Siapa dia?" tanya Risa sambil menunjuk dengan gerak matanya ke arah Juan.Diandra melirik beberapa saat kepada Juan, berpikir sampai Juan menatapnya balik, "D-Dia ....""Kita langsung saja," ucap Juan tiba-tiba.Juan menaruh cangkirnya di atas meja, kemudian mengambil sebuah kertas dari balik jas hitam miliknya bersama sebuah pena yang ada di saku. Dia menaruh di atas meja bersama dengan pena yang telah disiapkan. Lalu, dia kembali mengapkan tubuhnya dan menatap Risa dalam."Mungkin sudah terlambat untuk memintamu menghapus foto yang kamu ambil, tetapi saya harap kamu mau mengundurkan diri menjadi karyawan di perusahaan Diamond Company," tutur Juan. "Maksudnya apa ya?" tanya Risa dengan ke
"Pak Juan? Ini aku Diandra," ucap Diandra sambil menekan bel.Beberapa kali Diandra memanggil nama sang tuan rumah, tapi tidak ada jawaban. Akhirnya Diandra memilih untuk menekan beberapa angka untuk membuka pintu apartemen. Darren memberikan informasi yang begitu penting kepadanya demi jaga-jaga akan kejadian semacam ini.Langkah kaki mulai memasuki ruang yang pengap, hanya ada beberapa lampu kuning yang menyala di beberapa sudut. Ruang tengah begitu remang-remang, dia segera melepas sepatu, lalu suhu dingin menyentuh kakinya yang menapak lantai. Entah sudah berapa lama ruangan ini begitu tertutup tanpa cahaya matahari yang menghangatkan, bahkan hingga membuat sinar matahari itu kembali terlelap di malam hari."Pak Juan di dalam?"Diandra memandang seluruh sudut yang ia temui di ruang tengah ini. Dia tidak menemukan apa pun, selain bau menyengat dari sebuah ruang. Ruangan itu tak lain adalah kamar pribadi sekaligus tempat Juan menyelesaikan pekerjaan. Diandra memberanikan diri untuk
Udara makin dingin ketika matahari mulai tergelincir di ufuk barat. Wanita itu telah menenteng sebuah kantung belanjaan dari minimarket tak jauh dari depan gedung Diamond Company. Dia meraih ponsel dari tas bahu yang dikenakan, mengetuk dua kalo pada layar hingga menampilkan waktu pukul setengah enam sore.Diandra berdiri di pinggir jalan, hingga seseorang pengendara motor mengenakan pakaian hijau datang lalu berhenti di depannya. Pria paruh baya itu tersenyum dan menanyakan kepastian nama pelanggannya. Diandra meraih helm yang disodorkan, kemudian menaiki ojek online yang dipesannya."Pak Apartemen Anggrek, ya," kata Diandra."Baik, neng," balas pria paruh baya itu.Motor pun melaju menerobos kemacetan di jam pulang, beberapa kali harus terhenti karena mobil di depannya. Panas jalanan mengalahkan waktu yang seharusnya lebih dingin. Meskipun matahari sudah mulai menghilang, panas dari asap kendaraan dan mesin serta banyak orang di sekitar membuat hawa makin terasa tidak nyaman.Di te
Diandra menarik langkah kakinya mundur, dia mencari kontak Darren sesegera mungkin. Dengan tergesa-gesa, Diandra mengetikkan isi pesannya pada layar ponselnya."Pak, tadi Pak Juan nelpon saya, tapi gak ada jawaban dan cuman suara berisik. Bisa bapak lakukan sesuatu? Kayaknya gak mungkin kalo saya pergi sebelum jam pulang, gak enak sama anak-anak yang lain," tuturnya dalam pesan yang dia ketik.Diandra terdiam di depan pintu lift, dia menoleh ke belakang dimana tempat kerja Darren berada tak jauh dari sana. Beberapa saat terdengar bunyi notifikasi dari ponsel. Pesan dari Darren muncul di gelembung notifikasi, dengan sigap Diandra menekan layarnya."Akan kukirim orang untuk memeriksanya hari ini," balas Darren.Meskipun hatinya masih gundah, Diandra sedikit merasa lega. Dia kembali berjalan menuju tempat kerjanya. Sementara itu di sisi lain kantor ini, Darren berdiri menghadap kaca jendela yang memperlihatkan kota di bawahnya. Tatanan kota yang kurang beraturan di sisi lain, menyimpan s
"Mati atau kembali."Setelah mengatakan hal itu, pria misterius tersebut tertawa menggelegar. Dia tertawa seperti orang kurang waras hingga membuat semua di sekitarnya merasa keherenan sekaligus takut. Beberapa orang mulai pergi karena takut, beberapa pegawai memanggil satpam untuk segera datang."Apa maksudnya?" gumam Diandra.Sementara Juan hanya terdiam dengan genggaman tangan yang makin mengerat kepadanya. Seolah mengkhawatirkan akan sesuatu dalam otaknya. Akhirnya pria misterius itu pun berhenti tertawa lepas, lalu berkata, "Jangan biarkan Tuanku menunggu jawabanmu," pungkas pria misterius itu.Tak lama setelahnya, tiga orang satpam yang bertugas langsung meringkus pria berjaket hitam tersebut. Dia tidak mengelak apalagi memberontak saat dibawa oleh para satpam. Malahan dia tertawa dan bersenandung seperti orang kurang waras."Hahaha! Pertaruhan dimulai!" teriaknya sembari diseret dua satpam lainnya.Salah satu satpam menghampiri Juan dan Diandra, "Apa ada yang terluka?" tanyany
Pria bertubuh tinggi ini memasuki mobil, dia mengambil sebuah kunci dari saku celananya. Deruman mobil terdengar halus ketika mulai melaju. Sementara Diandra masih membisu, memandang kendaraan yang berlalu lalang."Ini masih siang, ayo kita ke Mall," ajak Juan tanpa menoleh.Diandra mengalihkan pandangan setelah mendengar apa yang dikatakan Juan. Keningnya berkerut saat dia sedang mencerna apa yang ingin dilakukan pria ini di sana. Dengan tidak nyaman, Diandra sedikit membenarkan posisi duduknya, lalu mencondongkan tubuhnya beberapa senti kepada pengemudi yang ada di sampingnya, "Emang ada tugas lagi, Pak?" tanya Diandra heran.Juan menarik kedua sudut bibirnya, dan berucap, "Tentu ada tugas lagi.""Apa kamu gak penasaran?" tanya Juan kemudian.Diandra yang sudah mulai lelah akhirnya mengangguk ragu disertai senyum tipisnya. Juan menengok ke samping, kemudian tersenyum dengan rentetan gigi yang nampak manis. Tanpa aba-aba, Juan melajukan mobilnya lebih kencang menuju Mall terdekat. So
Dalam senyap tatapan matanya menyelidik kedua orang yang sedang duduk di kursi sofa pada hadapannya. Bolak-balik kedua bola mata memandang dua orang secara bergantian, sampai tatapannya terkunci kepada seorang pria berpakaian jas hitam. Dia sibuk melihat gelas cangkir teh berwarna putih mengkilap."Siapa dia?" tanya Risa sambil menunjuk dengan gerak matanya ke arah Juan.Diandra melirik beberapa saat kepada Juan, berpikir sampai Juan menatapnya balik, "D-Dia ....""Kita langsung saja," ucap Juan tiba-tiba.Juan menaruh cangkirnya di atas meja, kemudian mengambil sebuah kertas dari balik jas hitam miliknya bersama sebuah pena yang ada di saku. Dia menaruh di atas meja bersama dengan pena yang telah disiapkan. Lalu, dia kembali mengapkan tubuhnya dan menatap Risa dalam."Mungkin sudah terlambat untuk memintamu menghapus foto yang kamu ambil, tetapi saya harap kamu mau mengundurkan diri menjadi karyawan di perusahaan Diamond Company," tutur Juan. "Maksudnya apa ya?" tanya Risa dengan ke
"Potong gaji 50%, mau?"Diandra terdiam membisu, dia menggertakkan gigi ketika mendengar ucapan pria yang masih terduduk di sofa. Kemudian Juan tiba-tiba bangkit dari duduknya, melangkah agar lebih dekat dengan Diandra.Jarak mereka kini hanya sekitar setengah meter. Udara semakin panas, angin yang masuk melalui jendela balkon tidak dapat mengusir suhu panasnya. Diandra memundurkan langkahnya menjauh, tetapi Juan kembali selangkah lebih dekat dengannya."Apa nona ini baru saja mengancamku buat mogok kerja?" tanya Juan sambil menyeringai. Juan memegang dagu wanita di depannya, kemudian berkata, "Kamu sudah menandatangani kontrak ini. Selama satu bulan ke depan kamu harus bekerja denganku, bukan?"Juan menaikan salah satu alisnya, Diandra dapat melihat mata coklat itu lagi dari dekat. Tanpa sepatah kata lain yang dikeluarkan, Juan melepaskan dagu Diandra. Kemudian dia kembali menegakkan tubuhnya."Berhenti banyak bertanya, aku punya pekerjaan tambahan hari ini. Jadi aku mengundang kamu
Rambut berantakan, pakaian tidak serapi sebelumnya. Begitulah yang terlihat jelas dari Diandra saat ini. Duduk di kursi sambil sesekali menatap sinis orang di dekatnya. Sama halnya dengan Diandra, Mawar pun dalam kondisi demikian. Dalam ruangan tersebut mereka duduk di kursi, menghadap Darren. Sementara Juan sibuk melihat tanaman di dekat jendela. Atas kejadian ini, Diandra dan dibawa dibawa ke ruang khusus Darren."Apa masalahnya?"Darren berubah menjadi orang yang dingin dan kaku, bahkan tatapan itu lebih lama kepada Mawar. Darren berdiri dari tempat dan berjalan menghampiri Mawar, dia memegang sandaran tangan kursi yang diduduki wanita berambut pendek ini, dengan sedikit memajukan tubuhnya mendekat dia berkata, "Saya tau ini bukan kali pertamanya kamu membuat karyawan saya pergi dari kantor ini.""Apa kamu tau kenapa saya masih membiarkan kamu di sini?" tanyanya dengan sorotan mata tajam.Kaki Mawar mulai bergetar saat ini, dia menggeleng gugup. Dia terdiam, lidahnya begitu kelu
Pukul 10 pagi dalam kantor, kedua mata tak berhenti menatap layar. Telinganya menangkap banyak suara orang di sekitarnya, riuh bisik dari mulut ke mulut lainnya membuat telinganya terasa panas. Setelah Diandra bekerja sampai malam kemarin, dia tidak menyangka akan ada hal yang mengejutkan lainnya."Ih, jadi dia beneran sama Pak Darren gitu? Dia masuk pake orang dalem, dong," bisik seorang wanita dari belakang.Suasana di kantor menjadi kurang nyaman baginya. Dia merasa ingin mengambil langkah seribu dari sini. Menatap layar monitor saja rasanya membuat enggan. Meskipun sudah menatap lama, suara riuh itu membuatnya merasa sangat terganggu."Kamu sama Pak Darren ada hubungan, ya?" tanya setengah berisik sambil memberikan sebuah permen di meja.Gea berdiri di dekat Diandra, sambil terdiam menatapnya. Seolah dia sedang menunggu jawaban pasti dari temannya itu. Diandra melamun, memandang sebua permen kemasan berwarna merah dengan kata-kata kekinian di situ."Santai," ucap Diandra lirih me