Pagi harinya di mushala dekat rumah.
Pagi yang cerah dengan udara yang sejuk. Pagi yang indah karena mentari baru tampak dari salah satu ufuk. Namun, kesejukan dan keindahan pagi itu tak diiringi dengan suka cita oleh para anak-anak kecil yang sudah sekitar dua tahun ini diajar dan dididik oleh Erika. Wajah mereka tampak muram dan masam saat tahu kabar bahwa hari ini adalah hari terakhir mereka diajar. Anak-anak kecil tersebut tidak bisa menahan rasa sedih meskipun mereka memang terlalu kecil. Mereka tidak terima saat tahu bahwa guru mengaji kesayangan mereka lantas tidak akan mengajar lagi mulai hari ini dan seterusnya. Erika berdiri di hadapan mereka. “Mulai hari ini kalian bisa mencari tempat belajar lain ya. Masih banyak TPA dan juga guru lainnya yang dekat-dekat sini.” Namun, mereka belum bisa menerima kepergian Erika begitu saja. Satu dari puluhan mereka berdiri sambil menPerpisahan itu pasti tetap terjadi. Keputusan Erika untuk meninggalkan murid-murid kesayangannya tidak bisa diganggu gugat. Apa yang dia tempuh saat ini merupakan sesuatu yang menurutnya sudah baik dan tepat. Meski dia memang amat bersedih, hanya saja kasih sayangnya juga terlampau besar. Melepas mereka merupakan hal sulit, akan tetapi dia berjanji suatu saat nanti, esok hari, mereka pasti berkumpul kembali. Tidak tega, akhirnya Erika membukakan pintu harapan pada anak-anak kecil itu supaya mereka semua tidak larut dalam kesedihan. “Kita pasti akan belajar bareng lagi. Nanti kita atur waktu ya. Mungkin satu minggu sekali.” Mereka yang tadinya sedih dengan wajah tertekuk kini mulai sedikit menerbitkan senyum gembira meskipun cuma mendengar kata satu minggu sekali. “Benar kah, Bu Erika akan mengajar kami lagi?” Murid perempuan itu berbinar matanya. “Aku masih Iqro tiga lho, Bu. Masih lama aku belajarnya. Tolonglah. Aku cuma m
Dan hari itu pun tiba. Hari di mana Erika resmi untuk kali pertama berstatus sebagai guru. Baginya hari ini adalah salah satu hari terindah di dalam hidupnya. Betapa tidak, ada banyak orang di luar sana yang ingin jadi seperti dirinya tapi belum kesampaian. Banyak orang di luar sana yang mau jadi guru namun belum juga tercapai. Oh, sudah sepantasnya Erika bersyukur pada Allah karena telah diberikan karunia ini dan dia pun mesti berjanji agar menjadi seorang guru yang amanah nantinya. Dia telah diberikan kesempatan, maka dari itu dia tidak boleh menyianyiakannya. Dan hebatnya lagi, ketika berjumpa dengan murid-murid barunya, dia begitu antusias menyambutnya, dan sungguh bersemangat dalam proses perkenalan. Dengan cepat Erika mampu mengambil hati anak-anak kecil itu dengan senyum dan sapa yang sangat ramah. Seperti punya aura tersendiri, dia bisa memikat hati para muridnya dalam waktu cepat sehingga suasana kelas pun terasa h
Setelah menguntit dari tadi dan melakukan pengawasan dari jauh, pada akhirnya Rani pun tahu bahwa sepertinya memang ada yang tidak beres. ‘Erika sangat dekat dengan Dennis. Apa hubungan di antara mereka berdua? Padahal bukankah Erika sudah punya suami?’ Tidak puas mengintai dari jauh, Rani pun beranjak dari sana dan menuju kantin sekolah. Dia sengaja dan pura-pura tidak tahu tentang keberadaan Dennis dan Erika di sana, padahal dia bisa mendengar dengan jelas apa yang sedang mereka bicarakan. Rani begitu fokus mendengarkan apa yang saat ini dibicarakan oleh dua orang itu. Erika tadi ditawari makan oleh Dennis tapi dia menolak. Dia cuma pesan minum saja. “Alhamdulillah hari ini lancar dan tidak ada masalah,” kata Erika pada Dennis. Mendengar itu, Dennis bernapas lega. “Syukurlah kalau begitu. Semoga antum betah dan nyaman ya dengan dua kelas yang antum ajar.” Erika menganggukkan kepala. “Aamiin.
Rani menerbitkan senyum sebelah seraya agak memicingkan mata. “Jika kau tidak mau dituding yang tidak-tidak, ya jangan buat orang lain curiga dong! Dan jika kau tidak merasa berselingkuh, ya biasa saja lah! Jangan cemas dan takut seperti itu!” cecar Rani terus saja memberikan tekanan pada Erika. Tadinya Erika bersikap biasa saja dan tidak terlalu serius. Hanya saja Rani tak berhenti dari tadi mengeluarkan kata-kata kebencian. Tuduhan berselingkuh itu sungguh tidak berdasar. Kecuali jika Rani melihat dengan mata kepalanya sendiri bahwa Dennis dan Erika sedang berbuat mesum di suatu tempat. Barulah dia boleh mengatakan hal demikian. Tapi buktinya tidak ada sama sekali. Kedekatan antara Erika dan Dennis dalam batas kewajaran dan tidak ada hal yang mencurigakan. Mereka berdua tapi masih berada di tempat umum dan tidak berduaan di tempat sepi. Erika paham batasan-batasan dalam bicara dengan pria yang bukan mahrom-nya. Hanya saja, Rani tak akan
Sementara itu, Raden sibuk bekerja seperti biasa. Dan seperti biasa juga, isi kepalanya masih diliputi tentang bagaimana caranya mendapatkan uang ratusan juta dalam waktu cepat untuk melunasi semua utang dan keluar dari jeratan masalah. Selama dua bulan terakhir ini masih saja main judi tapi kecil-kecilan. Dia tidak bisa meninggalkan total kebiasaannya tersebut. Selain memang karena kebiasaan buruk waktu dulu, hal itu juga memaksa dia untuk melakukannya lantaran sebuah tuntutan. Dia terpaksa menghabiskan banyak waktu bermain judi demi meraup uang banyak dalam waktu relatif cepat. Meskipun sudah berminggu-minggu menggeluti dunia kelam seperti itu, dia juga tak kunjung mendapatkan apa yang dia harapkan selama ini. Uang ratusan juta yang dia cari tak juga dia dapatkan hingga detik ini. Dan parahnya, karena tidak ada tempat pinjaman lagi dan uang gajinya tak tersisa sama sekali, dia terpaksa mengkhianati Ricko bosnya sendiri supaya bisa kelu
Ketika Erika bisa bicara dengan Raden di kamar, dia tidak bisa untuk tidak bertanya soal mobil baru tersebut. Sebagai istri, dia punya hak untuk bertanya. “Kak Raden, berapa duit gaji mu memangnya sehingga kau bisa beli mobil baru dan cash?” Raden duduk di kursi sambil mengangkat kaki. “Rupanya kau masih peduli padaku, Erika? Kau mau tahu memangnya gajiku berapa di sana? Ha? Aku pikir tidak perlu kau tahu. Sudahlah, intinya gajiku sangat besar, puluhan juta sebulan. Jadi wajar dalam waktu lima bulan kerja aku bisa langsung beli mobil baru.” Kemarin-kemarin Raden memaksa Erika agar menerima duit darinya. Duit pinjaman sekaligus nafkah. Tapi Erika selalu saja menolaknya. Begitu Erika melihat ada pencapaian besar yang tak terduga, dia wajar merasa curiga. Dia punya firasat jelek terhadap suaminya meski sebisa mungkin dia berusaha berpikir positif. Jarang ada pekerja yang bisa beli mobil tanpa mencicil hanya dalam waktu bebera
Di sekolah, Rani semakin kegerahan saat melihat Erika begitu dibangga-banggakan. Guru baru yang semestinya dipuja-puja itu adalah dirinya, bukan malah wanita tamatan SMA yang ringkih itu! Kebencian darinya terhadap Erika semakin kentara dan sulit dilepaskan. Maka dari itu, dia punya rencana buat membuat Erika terluka dan sakit, seperti apa yang dia rasakan sekarang. Rani mencari tahu informasi tentang suaminya Erika dari berbagai media dan sumber. Tak cuma sampai di situ, Rani juga sempat sekali mengintai pergerakan Erika sehingga dia pun tahu di mana Erika tinggal. Alhasil, dari segenap upaya yang telah dia jalankan, akhirnya dia pun bisa menghubungi Raden via telepon. “Apa benar kau suaminya Erika?” tanya Rani yang sedang santai di rumahnya. Dia tahu kalau saat ini Raden sedang bekerja. “Iya benar. Aku suaminya Erika. Kau siapa? Ada keperluan apa?” Rani menerbitkan senyum sebelah yang sangat jahat, lalu dia berkata denga
Raden tidak ragu atas apa yang dia lihat dengan mata kepalanya sendiri. Erika menjalin kedekatan dengan pria bernama Dennis itu tidak cuma dalam satu atau dua waktu saja, melainkan terlalu sering. Di dalam ruangan, di luar, di kantin. Rani bisa memfoto dan merekam sejumlah kejadian yang mana saat itu Erika dan Dennis memang sedang ada keperluan. Sebetulnya dua orang itu tidak saling pegang atau bahkan berbuat mesum. Sama sekali tidak. Cuma mengobrol sebatas antara sesama rekan, tidak lebih dari itu. Tapi karena foto dan video tersebut terlalu banyak, maka Raden pun kemudian berkesimpulan bahwa kuat dugaan istrinya memang berselingkuh. Meski, hati kecilnya tidak percaya kalau istrinya setega itu. Ya, Raden bakal menjadikan ini sebagai alat buat menyudutkan istrinya lebih dalam lagi. Setelah pembicaraan telepon dan proses pengiriman file itu selesai, tidak ada pembicaraan lanjutan antara Raden dan Rani sebab Rani sudah kelar
Mayoritas atau bahkan semua pria ingin punya istri cantik dan fisiknya bagus. Dan Dennis tidak mungkin bisa membohongi dirinya bahwa dia mau punya istri yang enak dipandang. “Istri yang cantik bisa buat pria betah di rumah. Dan kalau pria sudah merasa puas, ketika berada di luar rumah, dia tidak akan berani macam-macam, dia tidak akan melirik wanita lain.” Canda Dennis dan tidak mau terlalu serius ketika menjawab pertanyaan Erika. “Memang tidak ada jaminan bahwa pria akan pasti selamat ketika berada di luar. Tapi setidaknya begitu dia mendapatkan istri yang cantik dan bikin betah di rumah, peluang untuk berzina di luar akan jauh lebih berkurang.” Jawaban dari Dennis lebih diplomatis dan memang dari dirinya sendiri. Dan tentu saja jawaban tersebut sebenarnya mewakili dari sekian banyak pria di dunia ini. Mendengar jawaban tersebut, Erika cuma bisa menahan senyum kemudian menanggapi. “Tapi cantik itu
Raden bisa membaur dengan baik bersama warga sekitar. Lebih dari itu, pencapaian bagi dirinya sendiri tentu saja dia telah berhasil mengubah hidupnya kembali pada jalan yang benar. Meski dia masih menjadi buronan dari bos besar narkoba, namun setidaknya dia berhasil keluar dari kubangan lumpur maksiat yang telah menyeretnya pada banyak perkara dosa. Ketika malam hari dan sedang sendiri di beranda rumah milik temannya, Raden lantas teringat dengan sosok yang lebih dari tiga tahun ini menemani hidupnya. Dia teringat dengan Erika, istri yang selama ini selalu peduli padanya. Dia membatin, “Erika, maafkan aku karena selama ini aku kerap menyusahkan dan menyakiti mu. Maafkan aku.’ Mulai detik ini Raden berjanji akan menemui istrinya lagi. Dia mengakui bahwa dirinya memang salah besar karena telah menyiakan orang yang sangat baik pada dirinya. Dia menyesal telah membohongi istrinya dan bahkan berniat ingin menceraikan pula.
Pokok kesembilan adalah bersabar dalam mengemban ilmu dan mengamalkannya. Raden berkata, “Seseorang tidak akan meraih ilmu kecuali dengan kesabaran. Baik sabar dalam menuntut ilmu, mengamalkan, maupun menyampaikannya.” Para ulama bersabar dalam menahan lapar, sedikit tidur, dan berjalan kaki ribuan kilo meter dalam proses belajar. Selanjutnya Raden masuk pada pokok kesepuluh, yakni berpegang teguh pada adab-adab ilmu. “Ibnu Qayyim berkata : Adabnya seseorang adalah kunci kebahagiaan dan kesuksesannya. Dan tidak beradab merupakan kunci kehancuran dan kebinasaannya.” “Seorang ulama berkata : Dengan adab engkau akan memahami ilmu.” “Ibnu Sirin berkata : Dahulu mereka mempelajari adab layaknya mereka mempelajari ilmu.” Bahkan dari para salaf mendahulukan untuk mempelajari adab sebelum mempelajari ilmu. Oleh karena itu, penting bagi setiap muslim untuk mempelajari adab
Meski Raden merasa berat menerima permintaan tersebut, namun karena terus didesak, akhirnya dia pun menerimanya. Dia berusaha menguatkan diri dan menumbuhkan kepercayaandiri. “Insya Allah, semoga Allah mudahkan.” Pak Syarif sontak mengucapkan kata syukur. “Alhamdulilah.” Karena Raden tidak tahu kapan dia akan pergi dari kampung ini, maka dia bilang pada Pak Syarif supaya jadwal mengajar dia dipercepat saja. Mungkin bisa jadi tiga hari lagi, atau satu pekan lagi dia mesti meninggalkan kampung ini.*** Keesokan paginya. Tepatnya pada hari Minggu di masjid. Lebih dari lima puluh jamaah pria dan wanita dari berbagai kalangan usia telah hadir di sana. Pak Syarif sebagai salah satu ketua di kampung tersebut telah meminta kepada masyarakat sekitar untuk menghadiri sebuah kajian. Maka sebagian masyarakat pun berbondong-bondong untuk pergi. Dan baiknya Pak Syarif, dia mengeluarkan uang sekitar satu juta untuk membeli k
Keberadaan Raden di sana telah membuat suasana baru dalam beribadah dan itulah yang semestinya terjadi. Tidak ada maksud apa pun sebelumnya dari Raden untuk mencari perhatian atau pun dengan sengaja ingin menata ulang sesuatu yang telah lama terjadi. Pastinya ini adalah kehendak dari Yang Maha Kuasa. Setidaknya dengan ini dia telah melakukan sesuatu yang benar dan sesuai dengan tuntunan. Lebih dari itu, setelah terpuruk karena ditimpa masalah yang amat berat, kini dia kembali mendapatkan ketenangan dan juga hidayah untuk kembali pada jalur yang benar. “Aku cuma menyampaikan kebenaran,” tuturnya pada semua orang di sana. Mayoritas orang-orang di masjid tersebut bersyukur atas kehadiran Raden yang telah meluruskan apa yang selama ini bengkok. Pasalnya urusan agama bukanlah sesuatu yang dianggap enteng, jika ada suatu kebenaran yang datang, entah itu dari siapa berasal, maka sudah barang tentu semestinya diterima.
Kemudian Raden membuat analogi sederhana. Ada orang tua yang mewariskan sebuah rumah pada anaknya dan berpesan pada anaknya tersebut untuk tetap menjaga rumah itu tanpa melakukan perubahan apa pun sama sekali. Orang tua itu melarang anaknya melakukan perubahan sedikit pun. Cukup tinggal dan menjaganya saja. Tidak lebih dari itu. Namun, karena anaknya mereka sok pintar dari orang tuanya dan punya pemikiran lebih baik, akhirnya dia pun mengubah warna cat rumah, membongkar, mengganti pajangan, merombak isi di dalamnya, sehingga rumah tersebut sangat berbeda dari pada sebelumnya. “Kalian sebagai orang tua suka dengan anak yang suka berinovasi seperti itu?” tanya Raden. Mereka semua serempak menggeleng. Tidak ada satu pun dari mereka yang setuju. Seperti itu juga dalam beragama. Nabi telah mewariskan sesuatu yang sempurna pada umatnya. Ketika kita menerima segalanya, lantas apa hak kita untuk mengub
Raden memimpin shalat berjamaah di masjid tersebut. Tak pernah terpikir di benaknya sama sekali setelah melewati masa-masa kelam dan penuh dosa akhirnya Allah memberikan hidayah dan keberkahan padanya. Jika Allah hendak membuat hamba berada pada jalan yang lurus, maka tidak ada satu pun yang bisa menghalangi. Sekarang hidayah dan pertolongan itu pun datang dan Raden tidak akan menyiakannya. Tentu saja hal yang saat ini dia lakukan menjadi pemicu untuk dia segera bangkit dari keterpurukan. Tidak ada tempat berserah diri dan meminta tolong, kecuali hanya pada Allah semata. Usai memimpin shalat maghrib berjamaah tadi, Raden membalik badan dan duduk menghadap jamaah, lalu berdzikir dengan suara kecil. Hal yang dia lakukan tentu tak biasa seperti yang biasa dilakukan masyarakat sekitar. Biasanya mereka melakukan dzikir dan doa bersama. Namun malam ini ceritanya sedikit berbeda, dan itu tentu saja membuat mereka bertanya-tanya.
“Coba kalau kemarin Anti kasih lihat foto Dennis pada ana. Mungkin ceritanya bakal beda,” ujar Erika. “Kan kemarin ana pernah mau lihat wajah pria terakhir yang jadi kenalan Anti.” Laura mengangguk. “Benar sih. Coba waktu itu ana kasih lihat fotonya. Hm. Tapi kok bisa kebetulan gitu yah.” “Qadarullah. Jadi, Ukhti masih kesal sama ana?” Cepat Laura menggelengkan kepala. “Tidak. Tidak lagi. Untuk apa pula ana kesal sama Ukhti?” “Baguslah kalau begitu.” Erika punya ide, dan mudah-mudahan idenya nanti berhasil. *** Sementara itu, di suatu tempat yang cukup jauh, Raden sedang berusaha menghilangkan kegelisahan dan keresahan di hati saat dia masih saja berada pengejaran bosnya. Tidak disangka kehidupannya bakal jadi berantakan seperti sekarang. Jika saja waktu itu dia tidak terjerat judi online, jika saja waktu itu dia tidak bekerja di tempa
Ketika sudah berada di kosnya, Erika mencoba menelepon Laura bermaksud menanyakan kenapa tiba-tiba dia hari ini tampak berbeda. Tapi Laura tidak mengangkat telepon itu sama sekali. Begitu Erika mengirimkan chat, Laura pun tidak juga membalasnya. Hal itu membuat Erika lantas semakin bertanya-tanya, kira-kira apakah gerangan yang membuat Laura begitu jutek padanya. Saat ini Erika tidak punya sahabat yang sangat dekat selain Laura. Tidak ada tempat curhat bagi Erika kecuali hanya pada Laura seorang. Namun kini Laura tidak menanggapinya sama sekali. Karena penasaran, akhirnya keesokan harinya dia berkeinginan mengunjungi rumah Laura selepas dari pulang mengajar. Mulanya Laura tidak menerima kehadiran Erika di rumahnya, tapi tidak mungkin juga Laura mengusirnya. “Ada apa mau main ke sini?” tanya Laura dengan cuek. Erika senyum dan berkata, “Maaf, Laura. Ada sesuatu yang ingin ana bicarakan. Bisakah minta waktunya