Di sekolah, Rani semakin kegerahan saat melihat Erika begitu dibangga-banggakan. Guru baru yang semestinya dipuja-puja itu adalah dirinya, bukan malah wanita tamatan SMA yang ringkih itu! Kebencian darinya terhadap Erika semakin kentara dan sulit dilepaskan. Maka dari itu, dia punya rencana buat membuat Erika terluka dan sakit, seperti apa yang dia rasakan sekarang.
Rani mencari tahu informasi tentang suaminya Erika dari berbagai media dan sumber. Tak cuma sampai di situ, Rani juga sempat sekali mengintai pergerakan Erika sehingga dia pun tahu di mana Erika tinggal. Alhasil, dari segenap upaya yang telah dia jalankan, akhirnya dia pun bisa menghubungi Raden via telepon. “Apa benar kau suaminya Erika?” tanya Rani yang sedang santai di rumahnya. Dia tahu kalau saat ini Raden sedang bekerja. “Iya benar. Aku suaminya Erika. Kau siapa? Ada keperluan apa?” Rani menerbitkan senyum sebelah yang sangat jahat, lalu dia berkata dengaRaden tidak ragu atas apa yang dia lihat dengan mata kepalanya sendiri. Erika menjalin kedekatan dengan pria bernama Dennis itu tidak cuma dalam satu atau dua waktu saja, melainkan terlalu sering. Di dalam ruangan, di luar, di kantin. Rani bisa memfoto dan merekam sejumlah kejadian yang mana saat itu Erika dan Dennis memang sedang ada keperluan. Sebetulnya dua orang itu tidak saling pegang atau bahkan berbuat mesum. Sama sekali tidak. Cuma mengobrol sebatas antara sesama rekan, tidak lebih dari itu. Tapi karena foto dan video tersebut terlalu banyak, maka Raden pun kemudian berkesimpulan bahwa kuat dugaan istrinya memang berselingkuh. Meski, hati kecilnya tidak percaya kalau istrinya setega itu. Ya, Raden bakal menjadikan ini sebagai alat buat menyudutkan istrinya lebih dalam lagi. Setelah pembicaraan telepon dan proses pengiriman file itu selesai, tidak ada pembicaraan lanjutan antara Raden dan Rani sebab Rani sudah kelar
Selain cuma bisa menangis ketika bersujud mengadu pada Tuhannya, Erika lantas ingin menemui Laura malam hari itu. Dia sungguh tidak kuat jika mesti bermalam malam ini bersama Raden. Maka dia putuskan untuk menginap di rumah Laura malam hari ini. Begitu dia telah sampai di sana, dia disambut baik oleh sahabatnya itu, dan tidak perlu ditanyakan lagi apa masalahnya sebab Laura sudah tahu kira-kira apa masalahnya. Tidak lain dan tidak bukan, tentu saja adalah Raden. Hanya saja, Erika sama sekali tidak pernah menceritakan borok dan jahat suaminya pada siapa pun. Betapa pun sedih dan kecewanya dia, tidak pernah sama sekali dia mengghibahi suaminya sendiri, tidak pernah dia membicarakan kejahatan suaminya pada siapa pun. Namun, ketika Laura penasaran ingin tahu apa akar masalahnya, Erika cuma mengatakan sedikit saja. “Ada orang lain yang berusaha merusak rumah tangga kami. Orang itu menghasut dengan cara mengatakan pada suamiku kalau ana menjali
Pria yang dimaksud sudah sempat mengirimkan foto pada CV taaruf, dan Laura cukup suka dengan wajahnya. Jika saja pria itu tertarik pada Laura, maka tentu saja Laura berkenan agar proses taaruf ini dilanjutkan. Hanya saja, harapan Laura tersebut pun sirna lantaran si pria cukup terang-terangan mengatakan bahwa dia cuma mau mencari istri yang guru juga. Dengan kata lain, istri idamannya tentu saja berpendidikan yang cukup dan cerdas tentu saja. Laura sebenarnya tertarik pada pria tersebut. Dia pun sempat memberikan penjelasan singkat bahwa dirinya meskipun tidak berpendidikan cukup dan profesinya bukanlah guru, namun setidaknya dia sudah bercadar, belajar agama, dan pastinya bisa menjadi istri yang taat pada suami. Laura merasa sudah ideal dan siap menjadi seorang istri dan sekaligus ibu. Sebisa mungkin dia meyakinkan pria itu bahwa dirinya layak dan pantas. Namun, si pria tetap tidak mau melanjutkan proses taaruf tersebut meski Laura telah memberikan pe
Pada saat Erika sudah sedikit tenang dan melupakan fitnah dari suaminya tentang kedekatannya dengan Dennis, waktu berada di sekolah pagi hari itu, tiba-tiba saja si sumber masalah malah mengangkat kembali topik yang baru saja terbenam. Rani menghadang Erika yang hendak menuju ruang guru. Dia menerbitkan senyum sebelah yang hangat tapi sebenarnya jahat. “Selamat pagi, Erika!” Erika senyum dan membalas. “Selamat pagi, Bu Rani. Semoga hari mu baik hari ini.” Namun, Rani malah jutek dan mengawasi wajah Erika dengan pandangan lain. “Kau agak berbeda hari ini. Kau berkantung mata. Merah pula mata mu itu. Kau seperti habis begadang semalam. Atau jangan-jangan kau habis menangis yang banyak ya semalaman.” Erika memang sedikit berbeda hari ini. Tapi tidak terlalu begitu tampak. Dia memang membawa suasana hati yang buruk, cuma kekusutan itu tidak terlalu nampak di wajah.
Erika tetap mengajar seperti biasa walaupun suasana hatinya tidak begitu baik hari ini. Sebisa mungkin dia menghindari Rani dan membuat dirinya senyaman mungkin. Semata-mata agar dia tetap bisa bekerja dengan baik seperti biasanya. Hari ini memang cukup berat, namun dia bisa melewatinya dengan tenang. Untunglah orang-orang di sana tidak begitu peduli dengan hasutan Rani tadi. Akan tetapi, begitu Erika tiba di rumah siang menjelang sore itu, masalah lain pun datang silih berganti. Tuduhan selingkuh dengan seorang guru pria di sekolah itu rupanya telah sampai di telinga mertua dan iparnya. Raden menceritakan pada keluarganya tentang kelakukan Erika tersebut meskipun kebenarannya belum juga terbukti. Molek yang sedari tadi menunggu kehadiran Erika lantas berdiri saat tahu kalau menantunya yang memalukan itu sudah tiba di rumah. “Erika, kami dengar dari Raden kalau kau buat kasus ya di sekolah. Padahal baru juga
Dan dirasa inilah klimaks kecil dari problema yang menimpa Erika. Keluarga ini sudah punya alasan kuat buat mendepak Erika dari sini. Perselingkuhan merupakan perkara besar dan sulit dimaafkan. Maka tidak ada hal lain kecuali mereka bisa dengan mudah menendang Erika dari rumah ini. Akhirnya Raden punya cara dan alasan tepat untuk segera berpisah dari istri mandul ini. Selama berbulan-bulan dia mencari cara tapi kurang berhasil. Dan sekarang alasan itu pun hadir, maka dengan begitu tidak ada penghalang lagi untuk segera mengakhiri semuanya. “Orang tua dan adikku sudah tahu perbuatan buruk mu, Erika!” ucap Raden menyeringai. “Mereka tahu kalau kau bermain di belakangku. Mereka tahu kalau kau menjalin kedekatan dengan seorang guru di sekolah. Bukti-bukti sudah sangat jelas. Tidak ada lagi yang perlu diperdebatkan.” Namun, Erika tidak akan diam saja saat fitnah ini semakin larut. “Dengan cara apa lagi aku mengatakan pada kalian bahwa aku tid
Erika memilih untuk tidak berkunjung lagi ke rumah Laura. Masalahnya sudah terlanjur berat sekarang. Sore hari itu dia menuju Masjid Agung guna menenangkan diri. Tidak ada tempat mengadu kecuali hanya pada Sang Pencipta. Kala itu dia shalat dan berdoa, melepaskan apa yang menyusahkan hatinya pada Rabbnya. Dalam doanya dia berkata, “Ya Allah Ya Tuhanku, jadikanlah hamba termasuk hamba yang kuat dan sabar dalam menjalani segenap ujian dan hukuman yang Engkau berikan. Ujian keimanan dan hukuman atas dosa yang pernah hamba lakukan. Ampunilah dosa-dosa hamba. Berikanlah karunia dan pertolongan. Bantulah hamba dalam mengatasi segala permasalahan. Terpenting perbaikilah rumah tangga hamba yang berantakan ini. Hamba ingin hidup bahagia di dunia dan di akhirat bersama suami hamba.” Erika selalu menyebutkan nama suaminya di setiap permintaannya, tetap berharap supaya suaminya diberikan rahmat dan hidayah sehingga bisa menjadi pria ta
Tak berhenti sampai di sana, Rani pun melanjutkan, “Aku adalah orang yang paling dekat dengan Erika. Aku paham betul dia orangnya seperti apa. Dia suka curhat padaku tentang apa yang terjadi pada rumah tangganya.” Rani sengaja merangkai cerita seolah-olah dia memang sangat akrab dengan Erika. Padahal nyatanya tidaklah demikian. Pertemanan mereka sangat biasa-biasa saja. Dan bahkan Erika tidak pernah menganggap Rani sebagai seorang sahabat karib. Dennis dan pihak sekolah secara umum telah menganggap Erika sebagai tenaga pengajar yang istimewa. Di mata mereka, Erika adalah guru yang begitu spesial dan sulit ditemukan lagi. Oleh karena itu, mereka tidak mau terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan pada Erika. Namun sayang, Dennis mulai terhasut dengan omongan Rani barusan. Mulanya dia tidak mau tahu tentang privasi Erika, tapi karena hal ini menyangkut kepentingan sekolah, akhirnya dia tidak bisa menahan diri untuk tidak b
Mayoritas atau bahkan semua pria ingin punya istri cantik dan fisiknya bagus. Dan Dennis tidak mungkin bisa membohongi dirinya bahwa dia mau punya istri yang enak dipandang. “Istri yang cantik bisa buat pria betah di rumah. Dan kalau pria sudah merasa puas, ketika berada di luar rumah, dia tidak akan berani macam-macam, dia tidak akan melirik wanita lain.” Canda Dennis dan tidak mau terlalu serius ketika menjawab pertanyaan Erika. “Memang tidak ada jaminan bahwa pria akan pasti selamat ketika berada di luar. Tapi setidaknya begitu dia mendapatkan istri yang cantik dan bikin betah di rumah, peluang untuk berzina di luar akan jauh lebih berkurang.” Jawaban dari Dennis lebih diplomatis dan memang dari dirinya sendiri. Dan tentu saja jawaban tersebut sebenarnya mewakili dari sekian banyak pria di dunia ini. Mendengar jawaban tersebut, Erika cuma bisa menahan senyum kemudian menanggapi. “Tapi cantik itu
Raden bisa membaur dengan baik bersama warga sekitar. Lebih dari itu, pencapaian bagi dirinya sendiri tentu saja dia telah berhasil mengubah hidupnya kembali pada jalan yang benar. Meski dia masih menjadi buronan dari bos besar narkoba, namun setidaknya dia berhasil keluar dari kubangan lumpur maksiat yang telah menyeretnya pada banyak perkara dosa. Ketika malam hari dan sedang sendiri di beranda rumah milik temannya, Raden lantas teringat dengan sosok yang lebih dari tiga tahun ini menemani hidupnya. Dia teringat dengan Erika, istri yang selama ini selalu peduli padanya. Dia membatin, “Erika, maafkan aku karena selama ini aku kerap menyusahkan dan menyakiti mu. Maafkan aku.’ Mulai detik ini Raden berjanji akan menemui istrinya lagi. Dia mengakui bahwa dirinya memang salah besar karena telah menyiakan orang yang sangat baik pada dirinya. Dia menyesal telah membohongi istrinya dan bahkan berniat ingin menceraikan pula.
Pokok kesembilan adalah bersabar dalam mengemban ilmu dan mengamalkannya. Raden berkata, “Seseorang tidak akan meraih ilmu kecuali dengan kesabaran. Baik sabar dalam menuntut ilmu, mengamalkan, maupun menyampaikannya.” Para ulama bersabar dalam menahan lapar, sedikit tidur, dan berjalan kaki ribuan kilo meter dalam proses belajar. Selanjutnya Raden masuk pada pokok kesepuluh, yakni berpegang teguh pada adab-adab ilmu. “Ibnu Qayyim berkata : Adabnya seseorang adalah kunci kebahagiaan dan kesuksesannya. Dan tidak beradab merupakan kunci kehancuran dan kebinasaannya.” “Seorang ulama berkata : Dengan adab engkau akan memahami ilmu.” “Ibnu Sirin berkata : Dahulu mereka mempelajari adab layaknya mereka mempelajari ilmu.” Bahkan dari para salaf mendahulukan untuk mempelajari adab sebelum mempelajari ilmu. Oleh karena itu, penting bagi setiap muslim untuk mempelajari adab
Meski Raden merasa berat menerima permintaan tersebut, namun karena terus didesak, akhirnya dia pun menerimanya. Dia berusaha menguatkan diri dan menumbuhkan kepercayaandiri. “Insya Allah, semoga Allah mudahkan.” Pak Syarif sontak mengucapkan kata syukur. “Alhamdulilah.” Karena Raden tidak tahu kapan dia akan pergi dari kampung ini, maka dia bilang pada Pak Syarif supaya jadwal mengajar dia dipercepat saja. Mungkin bisa jadi tiga hari lagi, atau satu pekan lagi dia mesti meninggalkan kampung ini.*** Keesokan paginya. Tepatnya pada hari Minggu di masjid. Lebih dari lima puluh jamaah pria dan wanita dari berbagai kalangan usia telah hadir di sana. Pak Syarif sebagai salah satu ketua di kampung tersebut telah meminta kepada masyarakat sekitar untuk menghadiri sebuah kajian. Maka sebagian masyarakat pun berbondong-bondong untuk pergi. Dan baiknya Pak Syarif, dia mengeluarkan uang sekitar satu juta untuk membeli k
Keberadaan Raden di sana telah membuat suasana baru dalam beribadah dan itulah yang semestinya terjadi. Tidak ada maksud apa pun sebelumnya dari Raden untuk mencari perhatian atau pun dengan sengaja ingin menata ulang sesuatu yang telah lama terjadi. Pastinya ini adalah kehendak dari Yang Maha Kuasa. Setidaknya dengan ini dia telah melakukan sesuatu yang benar dan sesuai dengan tuntunan. Lebih dari itu, setelah terpuruk karena ditimpa masalah yang amat berat, kini dia kembali mendapatkan ketenangan dan juga hidayah untuk kembali pada jalur yang benar. “Aku cuma menyampaikan kebenaran,” tuturnya pada semua orang di sana. Mayoritas orang-orang di masjid tersebut bersyukur atas kehadiran Raden yang telah meluruskan apa yang selama ini bengkok. Pasalnya urusan agama bukanlah sesuatu yang dianggap enteng, jika ada suatu kebenaran yang datang, entah itu dari siapa berasal, maka sudah barang tentu semestinya diterima.
Kemudian Raden membuat analogi sederhana. Ada orang tua yang mewariskan sebuah rumah pada anaknya dan berpesan pada anaknya tersebut untuk tetap menjaga rumah itu tanpa melakukan perubahan apa pun sama sekali. Orang tua itu melarang anaknya melakukan perubahan sedikit pun. Cukup tinggal dan menjaganya saja. Tidak lebih dari itu. Namun, karena anaknya mereka sok pintar dari orang tuanya dan punya pemikiran lebih baik, akhirnya dia pun mengubah warna cat rumah, membongkar, mengganti pajangan, merombak isi di dalamnya, sehingga rumah tersebut sangat berbeda dari pada sebelumnya. “Kalian sebagai orang tua suka dengan anak yang suka berinovasi seperti itu?” tanya Raden. Mereka semua serempak menggeleng. Tidak ada satu pun dari mereka yang setuju. Seperti itu juga dalam beragama. Nabi telah mewariskan sesuatu yang sempurna pada umatnya. Ketika kita menerima segalanya, lantas apa hak kita untuk mengub
Raden memimpin shalat berjamaah di masjid tersebut. Tak pernah terpikir di benaknya sama sekali setelah melewati masa-masa kelam dan penuh dosa akhirnya Allah memberikan hidayah dan keberkahan padanya. Jika Allah hendak membuat hamba berada pada jalan yang lurus, maka tidak ada satu pun yang bisa menghalangi. Sekarang hidayah dan pertolongan itu pun datang dan Raden tidak akan menyiakannya. Tentu saja hal yang saat ini dia lakukan menjadi pemicu untuk dia segera bangkit dari keterpurukan. Tidak ada tempat berserah diri dan meminta tolong, kecuali hanya pada Allah semata. Usai memimpin shalat maghrib berjamaah tadi, Raden membalik badan dan duduk menghadap jamaah, lalu berdzikir dengan suara kecil. Hal yang dia lakukan tentu tak biasa seperti yang biasa dilakukan masyarakat sekitar. Biasanya mereka melakukan dzikir dan doa bersama. Namun malam ini ceritanya sedikit berbeda, dan itu tentu saja membuat mereka bertanya-tanya.
“Coba kalau kemarin Anti kasih lihat foto Dennis pada ana. Mungkin ceritanya bakal beda,” ujar Erika. “Kan kemarin ana pernah mau lihat wajah pria terakhir yang jadi kenalan Anti.” Laura mengangguk. “Benar sih. Coba waktu itu ana kasih lihat fotonya. Hm. Tapi kok bisa kebetulan gitu yah.” “Qadarullah. Jadi, Ukhti masih kesal sama ana?” Cepat Laura menggelengkan kepala. “Tidak. Tidak lagi. Untuk apa pula ana kesal sama Ukhti?” “Baguslah kalau begitu.” Erika punya ide, dan mudah-mudahan idenya nanti berhasil. *** Sementara itu, di suatu tempat yang cukup jauh, Raden sedang berusaha menghilangkan kegelisahan dan keresahan di hati saat dia masih saja berada pengejaran bosnya. Tidak disangka kehidupannya bakal jadi berantakan seperti sekarang. Jika saja waktu itu dia tidak terjerat judi online, jika saja waktu itu dia tidak bekerja di tempa
Ketika sudah berada di kosnya, Erika mencoba menelepon Laura bermaksud menanyakan kenapa tiba-tiba dia hari ini tampak berbeda. Tapi Laura tidak mengangkat telepon itu sama sekali. Begitu Erika mengirimkan chat, Laura pun tidak juga membalasnya. Hal itu membuat Erika lantas semakin bertanya-tanya, kira-kira apakah gerangan yang membuat Laura begitu jutek padanya. Saat ini Erika tidak punya sahabat yang sangat dekat selain Laura. Tidak ada tempat curhat bagi Erika kecuali hanya pada Laura seorang. Namun kini Laura tidak menanggapinya sama sekali. Karena penasaran, akhirnya keesokan harinya dia berkeinginan mengunjungi rumah Laura selepas dari pulang mengajar. Mulanya Laura tidak menerima kehadiran Erika di rumahnya, tapi tidak mungkin juga Laura mengusirnya. “Ada apa mau main ke sini?” tanya Laura dengan cuek. Erika senyum dan berkata, “Maaf, Laura. Ada sesuatu yang ingin ana bicarakan. Bisakah minta waktunya