Sesaat kemudian, gadis cantik itu memanggil pelayan untuk membayar tagihannya. Namun tiba-tiba raut muka kebingungan tercetak jelas di wajah cantiknya. Keringat dingin secara perlahan meronta keluar membasahi pakaiannya.
Aji sedikit mengernyitkan dahinya saat melihat kebingungan di wajah gadis cantik tersebut. Lelaki tampan itu kemudian bertanya kepadanya, "Ada masalah apa, Nisanak? Apa ada yang bisa kubantu?"
Gadis cantik itu menatap Aji sebentar lalu menundukkan kepalanya. Dia takut jika lelaki tampan itu akan meminta balas budi jika dia menerimanya. Dan yang lebih ditakutkannya lagi, bisa saja lelaki itu meminta membalas jasanya dengan cara menikmati tubuhnya.
Dia bergidik ngeri. Tapi dia juga dibuat bingung dengan situasi yang saat ini bisa benar-benar membuatnya malu besar. Tak bisa membayar makanan yang sudah berpindah ke dalam perutnya tentu adalah hal yang sangat memalukan buatnya.
"Kenapa kau malah melamun, Nisanak? Apa ada yang bisa
Sesampainya di penginapan, mereka menuju kamarnya masing-masing untuk beristirahat. Aji tidak segera merebahkan tubuhnya. Dia duduk bersila di atas ranjang dan Pedang Kegelapan berada tepat di depan tubuhnya.Selama Pedang Kegelapan belum memberinya petunjuk kemana dia harus melangkah, dia akan mencoba terus untuk bertanya. Selain rasa penasaran besar tentang siapa yang harus ditemuinya, dia juga penasaran tugas apa yang harus dilakukannya, sehingga dia harus menerima berkah memiliki darah murni di dalam tubuhnya.Seperti semula, Pedang Kegelapan hanya diam tak bergerak. Bahkan ketika Aji mengeluarkan pedang berwarna hitam kelam itu dari sarungnya.Lama tak kunjung mendapat jawaban, Aji berpikir mungkin ada rencana lain untuknya, sebelum dia menemukan sosok yang harus ditemuinya. Lelaki tampan berumur 25 tahun itupun memasukkan kembali bilah pedang Kegelapan ke dalam sarungnya.Setelah itu dia merebahkan tubuhnya, lalu memejamkan matanya
Hanya dengan anggukan kepala, keduanya menjawab pertanyaan tersebut. Selepas itu, pembawa acara menghela napas lega lalu menuruni panggung.Di bawah panggung, seorang lelaki yang merupakan bandar judi, berteriak keras memancing para penonton agar bertaruh dan memilih salah satu petarung yang sudah ada di atas panggung. Berbagai upaya dia lakukan agar partai pembuka dalam turnamen kali ini bisa sarat orang-orang yang bertaruh."Satu banding dua ... satu banding dua!" teriaknya mempromosikan.Karena tidak ada yang meresponnya, bandar tersebut menaikkan lagi tawarannya, "Satu banding tiga ... satu banding tiga!"Satu persatu penonton mulai tertarik memasang taruhan. Mayoritas dari mereka memilih Sapto sebagai pemenangnya, dan hanya dua orang saja yang memilih Aji. Salah satunya adalah Ratih yang menggunakan sisa uang dari Aji kemarin sebagai bahannya bertaruh.Gadis cantik itu
"Itu hanya kebetulan saja," jawab Aji. Bibirnya tersungging tipis menimbulkan misteri bagi Ratih yang melihatnya."Tidak mungkin," gumam Ratih dalam hati. Dia sangat yakin jika Aji tidak asal menebak. Dan menurutnya, Jika Aji bisa membaca pergerakan mereka yang sedang bertarung dan juga menebak siapa yang kalah dan menang, pastinya Aji bukan pendekar biasa.Beberapa orang yang mendengar tebakan Aji , merangsek mendekati lelaki tampan tersebut. Mereka berharap Aji akan menebak lagi pertarungan berikutnya yang akan segera digelar. Dengan begitu mereka akan mendapatkan keuntungan besar dari bertaruh.Namun mereka dibuat kecewa, Aji berjalan menjauh secara tiba-tiba sambil menggandeng tangan Ratih. Gadis cantik berlesung pipi itupun dibuat kaget setelah Aji menggandeng tangannya dengan erat.Seumur hidupnya, hanya ayahnya, lelaki satu-satunya yang pernah bersentuhan kulit denganny
Lelaki tersebut terpancing emosinya mendengar ejekan yang dilontarkan Ratih. Dia berdiri hendak melompat ke atas panggung, tapi temannya langsung memegang lengannya seraya menggelengkan kepalanya. "Jangan mencari masalah sekarang!" ucap lelaki lainnya sambil melirik ke arah Aji yang sedang melihat mereka. Lelaki tersebut menoleh sebentar ke arah Aji, lalu kembali memegang lengan Si Bogang dan membantunya berdiri. Kedua lelaki itu menyibak puluhan penonton dan memapah tubuh Si Bogang yang sudah tidak berdaya menjauhi panggung. Ratih dengan ringan melompat dari atas panggung. Setelah itu dia berjalan mendekati lelaki tampan yang sedikit telat melihat kemampuannya tadi. "Untung tadi lawanmu tidak melihat kelemahanmu," bisik Aji di telinga Ratih. Gadis cantik itu mengernyitkan dahinya, "Kalau boleh tahu, di mana letak kelemahanku?" "Nanti di penginapan saja aku akan tunjukkan celah pertahananmu yan
Selepas kepergian Aji, Ratih menghela napas panjang sebelum meloloskan semua kain yang melekat di tubuhnya, dan memakai pakaian lainnya.Entah kenapa, sejak Aji menggandeng tangannya, pikiran Ratih tak bisa lepas dari wajah tampan yang selalu bersliweran di otaknya. Bahkan ketika dia sudah merebahkan tubuhnya untuk beristirahat, bayangan wajah tampan Aji sampai masuk ke dalam alam mimpinya.Keesokan paginya, suasana di sekitar panggung sudah dijubeli oleh para penonton dan peserta yang masih bertahan masuk ke babak kedua. Aji dan Ratih juga tampak berdiri berdampingan di antara ratusan orang di sekitarnya.Wajah rupawan yang mereka berdua miliki, menjadi pusat perhatian puluhan pasang mata yang berada di tempat itu. Mereka menilai jika Aji dan Ratih adalah pasangan pendekar yang sangat serasi, baik dari segi wajah maupun penampilan.Tak berapa lama, pembawa acara menaiki panggung. S
"Kau kira aku akan membiarkanmu jatuh dan kalah begitu saja? Tidak akan! Mulutmu itu harus diberi pelajaran terlebih dahulu!"Posisi keduanya kini berbalik. Birowo berada di bibir panggung, dan Aji bergerak melakukan serangan tanpa henti.Setiono berusaha menangkis dan menghindari serangan Aji yang terus menerus terarah ke mukanya. Pendekar berjuluk Mayat Hidup tersebut tahu, sekali saja tubuhnya terkena serangan, dia akan langsung terjatuh dan kalah.Sesekali dia melirik ke samping untuk memastikan posisi bibir panggung. Sekali saja dia salah menempatkan kakinya, dia akan terjerembab jatuh dari panggung. Dan itu sama artinya dia akan kalah.Dalam satu kesempatan memanfaatkan serangan Aji yang mengendur, Birowo melompat dan berusaha menuju ke tengah panggung. Namun Aji lebih sigap, dia menangkap kaki lelaki berwajah dingin itu dan seketika membantingnya ke lantai panggung yang terbu
Kurang dari 30 detik, Birowo harus merelakan dadanya terkena pukulan hingga membuatnya terjungkal ke belakang sejauh 7 langkah. Tubuhnya mendarat di lantai panggung yang keras, dan sesaat berikutnya dia memuntahkan darah segar dari mulutnya. "Bedebah! Aku tidak boleh kalah!" dengusnya pelan. Diakui atau tidak, dia terkejut dengan kecepatan lawannya yang jauh meningkat. "Berdiri! Jangan jadi pendekar pengecut yang menyerah kalah sebelum menuntaskan pertarungan!" bentak Aji dengan keras. Tamparan begitu telak mendarat di pikiran Birowo. Rasa takut yang sempat dirasakannya akhirnya menghilang. Dia tahu, menyerah tidak akan membuat keadaan berubah. Lelaki yang menjadi lawannya itu pasti akan tetap berusaha memberinya pelajaran. Lelaki berwajah pucat yang tak lagi pucat itu berdiri dan menyeka darah yang masih menetes dari sudut bibirnya. Matanya tajam menatap ke arah Aji seolah hendak mengu
"Seharusnya dia juga mendapat jadwal bertanding hari ini." Aji bergumam pelan, tapi masih terdengar oleh telinga Ratih yang ada di sebelahnya.Beberapa gadis yang melintas di depan mereka berdua, menatap keduanya dengan pandangan iri. Rasa iri mereka dipicu dari paras yang dimiliki Aji dan Ratih. Tampan dan juga cantik. Para gadis itu tentu berharap bisa mendapatkan jodoh yang rupawan selayaknya Aji, meski itu kedengarannya sangat klise.Selang satu jam berikutnya, pendekar yang dimaksud Aji sudah berada di atas panggung. Di depannya, sudah berdiri seorang lelaki yang bertubuh jangkung dan kekar. Dia menunjukkan jari-jari tangannya yang sebesar buah pisang untuk mengintimidasi lawannya yang memiliki postur tubuh lebih kecil. Rahangnya mengeras mengeluarkan suara menggeram, seolah hendak memakan lelaki di depannya hidup-hidup.Sebelum turun dari panggung, pembawa acara berteriak dengan keras, "Untuk pertandingan berikutnya, mari kita saksikan Rangga m