Namun, Liana tidak mau bekerja sama. Dia menempelkan punggung tangannya dengan kuat di selimut, perawat sudah mencoba membujuk beberapa kali dengan suara pelan tetapi tidak berhasil.Saat itu, Yono sedang mencuci tangan di kamar mandi.Dion mendekat dan berkata pelan, "Aku yang akan melakukannya."Perawat itu menyerahkan semua peralatan kepadanya, lalu mundur diam-diam.Dion menepuk pergelangan tangan Liana, "Buka tanganmu.""...." Liana tidak mungkin mau bekerja sama.Dion berkata, "Kalau kamu nggak mau bekerja sama, nanti ketika Tuan Yono marah, dia akan mengeksekusi dengan paksa. Pada akhirnya, yang menderita tetap kamu sendiri."" ...." Liana tetap tidak bersuara.Tiba-tiba, dia merasakan sebuah jarum tipis di telapak tangannya.Dion menaruh jarum itu di telapak tangannya, lalu segera mengepalkan jari-jarinya, "Nona, jari-jarimu harus digenggam, aku akan menyuntikmu."Jarum itu sangat pendek, tetapi cukup kuat. Hanya dengan melipat jari-jarinya saja, Liana sudah merasakan tusukan j
"Nona?" Tatapan Dion sedikit suram.Liana berpura-pura, "Siapa ... aku?"Dion menghela napas lega.Liana sangat cerdas.Dalam situasi seperti ini, hipnosis baru saja dimulai. Jika Liana segera menjawab bahwa dia adalah Maura, itu malah akan menimbulkan kecurigaan pada Yono.Pertanyaan yang dia ajukan sangat tepat.Seolah-olah dia telah benar-benar kehilangan ingatan, dan kehidupannya menjadi kosong.Dan yang harus dilakukan oleh Yono berikutnya adalah menggambar secara sembarangan di ruang kosong ini, mengisi semua ingatan Maura, sehingga Liana sepenuhnya berubah menjadi pengganti Maura."Namamu Maura," kata Yono, "Kamu adalah putri keluarga Jatmika di Kota Jajakan ...."....Seluruh proses hipnosis berlangsung sekitar empat puluh menit.Selama empat puluh menit itu, Liana benar-benar memahami siapa Maura.Maura, putri keluarga Jatmika.Sejak lahir, dia mendapat banyak perhatian dan kasih sayang.Sejak kecil, dia sangat menyukai balet dan merupakan seorang penari balet yang sangat berb
"Kakak!" Yono berdiri sambil memegangi kepalanya.Jibran kembali mengayunkan stik golf dengan keras ke arah Yono.Kali ini, Yono sudah bersiap. Saat Jibran mulai bergerak, dia mengangkat tangan dan mencengkeram stik golf itu.Tenaga Jibran tidak sekuat dia. Dalam hitungan detik, stik golf itu sudah ada di tangan Yono.Tiba-tiba, suara langkah kaki terdengar dari luar pintu.Jibran buru-buru berjongkok, memeluk kepalanya, lalu berteriak-teriak, "Jangan pukul aku, jangan pukul aku .... Hu hu hu hu ...."Sesaat kemudian, pintu kamar terbuka, dan Tuan Yudi muncul di ambang pintu.Jibran berlari menghampirinya sambil memeluk kaki Tuan Yudi. "Tolong! Dia mau membunuhku! Tolong aku! Hu hu hu hu!"Yono mengerutkan kening, "Kakak!"Tatapan Tuan Yudi tertuju pada stik golf di tangan Yono, lalu dia membentak dengan suara tegas, "Yono, apa yang kamu lakukan?!""Ayah, bukan begitu. Ini Kakak yang ....""Diam!" Tuan Yudi memotong dengan nada tidak sabar, sambil membungkuk dan membantu Jibran berdiri
Mata Yono yang penuh kemarahan sedikit mereda. "Maura, di dunia ini hanya kamu yang peduli padaku."Liana tersenyum, "Kakak adalah kakak terbaik di dunia.""Lalu, apa kamu bersedia untuk selalu bersamaku selamanya?"Selamanya?Bagaimana mungkin kakak dan adik bisa bersama selamanya?Kalaupun Maura masih hidup, suatu saat dia pasti akan menikah, begitu juga Yono.Sekuat apa pun perasaan mereka, bagaimana mungkin membicarakan keabadian?Satu-satunya yang bisa berbicara soal keabadian hanyalah sepasang kekasih.Mata Liana berkilat, dia bisa melihat sedikit kegilaan yang penuh obsesi di mata Yono.Dia tiba-tiba menyadari bahwa perasaan Yono terhadap Maura adalah cinta! Bukan sekadar kasih sayang kakak dan adik!Melihat dia ragu dan tidak menjawab, Yono menggenggam tangannya erat, "Maura, maukah kamu menikah denganku?"Mata Liana terbelalak. Pada saat itu, dia tidak tahu harus berkata apa.Kegilaan di mata Yono makin intens. "Maura, apa kamu nggak mau? Apa kamu nggak mencintaiku?"Liana men
Citra memanggil pelayan, "Kamu lihat Jibran, nggak?"Pelayan melihat sekeliling, lalu berkata, "Sepertinya dia balik ke kamar untuk mandi."Mata Citra sedikit meredup, "Baiklah."Pelayan itu pergi.Citra berdiri sebentar di halaman, kemudian berbalik naik ke lantai atas.Beberapa saat kemudian, dia keluar dari dapur sambil membawa sepiring buah.Dia membawanya ke atas, langsung menuju ke kamar Jibran."Tok tok!""Jibran, aku bawakan buah untukmu.""Aku akan masuk, ya."Citra membuka pintu dan masuk. Kamar itu agak berantakan, tembok putih yang tadinya bersih kini penuh coretan. Di lantai berserakan pasir, pakaian, dan kaus kaki pria dewasa.Citra berjalan masuk lebih dalam, matanya tertuju ke kamar mandi.Terdengar suara air yang mengalir, dan samar-samar terdengar suara gumaman juga.Citra meletakkan piring buah di tangannya. Dia menarik sebuah pisau buah dari bawah piring, menggenggamnya erat, dan berjalan perlahan menuju kamar mandi.Sampai di depan pintu, dia mendorong pintunya hin
Bela merasa rendah diri, tertekan, dan mulai menangis lagi.Cara ini memang efektif. Setiap kali dia begitu, Josua selalu tidak tega.Entah karena rasa bersalah atau memang tulus, yang diinginkan Bela hanyalah memastikan pria ini tetap di sisinya. Cara apa pun tidak masalah!Benar saja, setelah dia bicara seperti itu, nada suara Josua langsung melunak, "Bodoh, mana mungkin aku membencimu? Kalau aku sudah janji akan bertanggung jawab, seumur hidup aku hanya akan bersamamu. Kalau kita memang sudah memutuskan untuk hidup bersama, kepercayaan adalah hal paling dasar yang harus ada di antara kita, 'kan?"Bela mengangguk, "Iya. Kak Josua, aku nggak akan meragukanmu lagi."Tepat setelah Josua selesai bicara, ponselnya berdering lagi.Kali ini, Josua tidak langsung menjawab, tetapi memandang Bela.Walaupun merasa tidak senang, Bela tahu bahwa pekerjaan Josua memang rumit, dan barusan dia sudah berjanji untuk memercayai Josua. Jadi, dengan penuh kepura-puraan, dia berkata lembut, "Terima saja p
"Tsk!" Jibran menggelengkan kepalanya dengan ekspresi menghina, "Sudah bertahun-tahun berlalu, selera Yono tetap nggak berubah. Dulu suka dengan adiknya sendiri, sekarang suka istri orang. Dia memang selalu suka memungut sisa-sisa orang lain!"Ucapannya membuat Yohan tidak senang, alisnya langsung berkerut, tetapi dia tidak berkata apa-apa.Beberapa menit kemudian, Yohan dan Josua keluar ruangan dengan berurutan.Sambil berdiri di depan jendela, Yohan merogoh sakunya dengan gelisah, lalu bertanya pada Josua, "Kamu bawa rokok?""Aku sudah berhenti," jawab Josua. "Seingatku kamu juga nggak merokok?"Dahi Yohan masih berkerut, "Entah sejak kapan aku mulai."Mungkin sejak Liana menghilang, dia tidak bisa tidur siang maupun malam. Setiap detik hanya penuh dengan perhitungan, menjalani hidupnya dengan hati-hati seperti berjalan di atas es yang sangat tipis. Sejak saat itu, dia mulai merokok.Awalnya hanya untuk mengalihkan perhatian, sebagai cara melepaskan stres. Tak disangka, makin lama ma
Josua menatapnya, dalam sorot matanya yang gelap ada banyak emosi yang bergejolak."Kak Josua ...."Josua menundukkan pandangannya, beberapa detik kemudian dia mengangkat matanya. Tatapan dinginnya memudar, menyisakan rasa pasrah dan pengertian. "Ayo, buka mulut."Bela segera memanfaatkan kesempatan itu. Dia membuka bibir merahnya dan menggigit sepotong steik.Setelah mengunyah dua kali, wajahnya dipenuhi kegembiraan. "Sangat enak."Josua kembali menusuk sepotong lagi. "Kalau enak, makan lebih banyak. Aku suapi kamu."Bela memanfaatkan kesempatan itu untuk mendekat dan mengecup pipinya. "Kak Josua, kamu baik sekali.""Kak Josua, setelah makan, aku ingin nonton film." Bela mengajukan permintaan.Karena merasa sudah bosan di rumah, ini adalah kesempatan langka baginya untuk bisa keluar. Apalagi suasana hari ini sangat menyenangkan, jadi tentu saja dia ingin memanfaatkan momen ini sebaik-baiknya untuk mendekatkan diri dengan Josua.Di hotel ini ada bioskop pribadinya. Nanti dia akan memil
Hasan mengambil pena dan memegang pergelangan tangannya dengan punggung tangan, "Apa yang kamu lakukan?"Lusi menangis, "Hasan! Kamu sudah menikah denganku selama setahun, tapi kamu belum pernah menyentuhku! Apa aku nggak boleh mencari pria lain untuk hiburan? Aku tahu kamu dipaksa menikah, tapi kita sudah menikah. Bisakah kamu menghormatiku sebagai istrimu?"Hasan menunduk, "Kenapa kamu membicarakan hal ini sekarang?"Lusi menggelengkan kepalanya, mendekat untuk memeluknya lagi, dan memohon, "Kak Hasan, aku khilaf, jadi aku melakukan hal seperti itu. Maafkan aku kali ini? Selama kamu jadi suami yang baik, aku berjanji padamu, aku nggak akan pernah keluar dan main-main lagi."Hasan mengulurkan tangan dan melepaskan tangannya, "Nggak perlu. Aku sudah membalas kebaikan keluarga Halim.""Nggak, nggak! Hutangmu pada keluarga Halim nggak akan pernah terbayar seumur hidup! Aku nggak mau bercerai! Kak Hasan, aku mencintaimu, aku sangat mencintaimu. Aku cuma nggak bisa menahannya. Aku juga seo
....Tiga hari kemudian.Liana, Yohan, Sudar dan Raisa naik ke pesawat.Hasan kembali ke kampung halamannya dan mengadakan pernikahan.Reno bergegas kembali dari tempat lain dan setelah mempelajari semuanya, dia menghela napas, "Kalian semua sangat nggak berperasaan. Kalian pergi melihat aurora dan nggak mengajakku?"Ratna berdiri di sampingnya dan berkata, "Mereka pergi melihat aurora berpasangan. Itu hal yang sangat romantis. Kenapa mereka harus mengajakmu yang jomblo? Kamu mau buat permintaan?"Reno tertawa tak berdaya, "Bu, kenapa ibu sekarang begitu padaku? Mudah buat cari menantu. Putramu memberi isyarat, mereka yang mau jadi menantumu sudah antri sangat panjang!"Ratna melambaikan tangannya, "Aku nggak mau yang lain, aku cuma mau Sinta.""....""Kalau kamu nggak bisa menikahi Sinta, kamu melajang saja seumur hidupmu.""....""Kamu sendiri saja, sebaiknya kamu sendiri saja, sendiri juga lumayan bagus.""...."Malam itu, Reno mengetahui kalau dia telah diblokir oleh Sinta.Dia men
"Nggak bisa," dia melambaikan tangannya, "Aku pusing sekali, aku nggak bisa berdiri. Aku akan tidur di sini."Sudar tidak memaksakannya. Dia menatapnya lama dan bertanya, "Bagaimana kalau aku menelepon pacarmu? Minta dia untuk menjemputmu?""Jangan!" teriak Raisa.Kata "pacar" benar-benar merupakan penghinaan besar baginya saat ini.Dia meringkuk dan bergumam pelan, "Aku nggak punya pacar lagi, aku putus ...."Suara musik terlalu keras dan Sudar tidak dapat mendengarnya.Namun, melihat bibir merah mudanya membuka dan menutup, dia penasaran dengan apa yang Raisa katakan, jadi dia berjongkok di depan sofa dan membungkuk untuk mendengarkan.Kali ini dia mendengar dengan jelas.Dia menyentuh wajah Raisa dengan jarinya dan berkata, "Putus?"Raisa setengah membuka matanya dan menatapnya terluka, "Ya."Sudar mengangkat alisnya, "Kenapa?""..." Raisa mengerucutkan bibirnya, tidak mau mengatakan apa pun.Sudar tersenyum dan berkata, "Kamu putus dengannya dan membuat dirimu seperti ini, nggak se
Bar itu dikelola oleh dua bawahannya, dan kebetulan mereka berdua juga mengenal Raisa.Mereka berdua memperhatikan Raisa sejak dia masuk dan mengamatinya.Raisa memesan dua gelas anggur, duduk di bilik, dan mulai minum.Seorang pria di dekatnya datang untuk memulai percakapan, tetapi dia memarahinya.Mengutuk dan mengumpat, dan dia mulai menangis lagi.Melihat ada yang tidak beres, kedua pria itu segera menelepon Sudar.....Sepuluh menit berlalu. Liana dan Yohan sedang duduk di dalam mobil, tetapi Raisa tidak keluar.Setelah menunggu satu menit lagi, Liana mengulurkan tangan untuk menarik pintu mobil, "Nggak bisa, aku harus masuk dan mencari Raisa. Dia perempuan, bagaimana kalau dia diganggu?"Yohan berkata, "Aku akan menemanimu."Sebelum keduanya turun dari mobil, mereka mendengar deru sepeda motor yang melaju dari ujung jalan. Dalam waktu sepuluh detik, sebuah sepeda motor berwarna hitam menerobos angin. Seperti kilat hitam, dan meninggalkan bayangan di malam yang kabur.Saat sampai
Raisa tumbuh dewasa dengan selalu dimanjakan oleh keluarganya, dan dia hanya pernah ditolak oleh Yohan.Semua orang di sekitarnya tahu perasaannya pada Hasan.Sekarang Hasan mau menikah dengan orang lain, ini adalah pukulan besar bagi Raisa.Tidak heran dia sangat sedih dan mendatangi mereka sambil menangis.Liana menghiburnya, "Jangan khawatir, Yohan akan menelepon dan mencari tahu apa yang terjadi. Hasan adalah bawahan Yohan, dan dia pasti akan mendengarkan Yohan."Kata-katanya sangat efektif. Setelah mendengar itu, Raisa perlahan-lahan berhenti menangis, "Tapi, Hasan pasti akan melakukan apa yang dia janjikan kepada orang lain. Apa dia benar-benar akan mendengarkan Kak Yohan?"Liana tidak bisa menjaminnya, tetapi dia ingin Yohan mencobanya.Mungkin saja ada rahasia lain.Mungkin saja Hasan bisa berubah pikiran.Mungkin saja.Sama seperti dia dan Yohan telah melalui begitu banyak hal di masa lalu, dan kesalahpahaman di tengah-tengah mereka sangat buruk, tetapi pada akhirnya semua aka
Suara di seberang telepon sangat berisik, sementara di sisi Yansen sangat sunyi.Beberapa detik kemudian, Yansen memutuskan panggilan telepon itu.Dia mematikan ponselnya dan duduk sendiri di dalam mobil.Dia menunduk, memandang bunga tujuh warna yang kini menjadi spesimen di tangannya sambil tersenyum getir.Siapa yang menyangka, segala usahanya untuk mendapatkan bunga itu pada akhirnya malah membuat Josua yang menang?Yansen menyalakan mobilnya dan melaju kencang, menuju ke tepi pantai.Dia melemparkan bunga tujuh warna yang sangat berharga itu ke laut.Setelah melihat ombak mendorong botol itu menjauh dan perlahan tenggelam ke dasar laut, barulah Yansen berbalik dan pergi....Kabar tentang Linda dan Josua yang telah kembali rujuk tersebar sampai ke Kota Rogasa.Liana dan juga keluarga Reihano, semuanya senang mendengar kabar itu.Meskipun Ratna sempat agak keberatan, bagaimanapun juga, yang paling penting adalah kebahagiaan putrinya.Selain itu, dia juga tak bisa berkomentar banyak
Yansen menyerahkan tabung berisi bunga tujuh warna itu dengan wajah sedikit memerah. "Linda, sebelum berangkat, aku membuat sebuah janji. Kalau aku bisa melihat bunga tujuh warna lagi dan berhasil membawanya kembali, aku akan menyatakan cinta kepada orang yang kusukai."Linda tertegun.Sebelum dia sempat mengatakan apa pun, Yansen sudah mengeluarkan sebuah cincin berlian, lalu berlutut dengan satu kaki di hadapannya. "Linda, aku menyukaimu. Sejak pertama kali aku melihatmu, aku sudah menyukaimu. Hanya saja karena berbagai alasan, aku selalu ragu untuk mengatakannya. Apakah kamu bersedia menjadi pacarku? Apakah kamu mau menikah denganku?""...."Situasi yang tiba-tiba ini membuat Linda bingung.Entah bagaimana, beberapa orang yang lewat mulai berkumpul dan bertepuk tangan sambil bersorak, "Terima dia, terima dia, terima dia ....""Aku ...." Linda tidak ingin mempermalukan Yansen, tetapi ...."Maaf, Yansen. Aku nggak bisa menerima pernyataan cintamu."Yansen tertegun.Linda berkata, "Seb
Linda tahu bahwa Josua sedang mencoba menghiburnya. Padahal biasanya Josua sangat tahan sakit, tapi barusan dia tidak tahan lagi dan mengerang kesakitan ...."Sudahlah, cepat berbaring saja, jangan sampai lukamu terbuka lagi."Lengan Josua melingkari pinggang ramping Linda, menariknya ke dalam pelukannya dan mereka berbaring bersama di tempat tidur, "Temani aku berbaring."Karena insiden barusan, Linda tidak berani bergerak sembarangan, dan hanya berbaring diam dalam pelukan Josua.Tidak lama kemudian, keduanya tertidur....Linda merawat Josua di hotel selama dua hari, dan lukanya perlahan-lahan mulai membaik.Hari itu, ketika mereka sedang makan, seseorang datang melaporkan bahwa Yansen datang mencari Linda, dan sekarang dia sedang menunggu di lobi hotel.Linda meletakkan sendoknya, "Aku akan pergi sebentar."Saat dia baru saja bangkit, Josua langsung menarik lengannya dan berkata dengan wajah serius, "Nggak boleh pergi.""Dia mungkin ingin bicara denganku. Selain itu, saat di gunung
Potongan kain berlumuran darah dan bola kapas berserakan begitu saja di lantai, bercak-bercak darahnya hampir mengering.Linda berjalan mendekati tempat tidur, dan tiba-tiba lututnya lemas. "Bruk" Dia pun jatuh terduduk.Linda meraih tangan yang terkulai di tepi ranjang dan menggenggamnya erat. "Josua, bukankah kamu belum minta maaf padaku? Bagaimana bisa kamu pergi selamanya?"Dengan tangan gemetar, dia membuka kain yang menutupi wajah Josua yang pucat tanpa darah. Air matanya mengalir deras tanpa bisa ditahan lagi.Linda bersandar di tepi tempat tidur, menangis tersedu-sedu dengan hati yang hancur."Josua, dasar bodoh! Kamu nggak menepati janji! Katanya kamu akan membujukku!""Aku bahkan belum sempat memaafkanmu, bagaimana bisa kamu pergi duluan?""Hidup kembali! Aku ingin kamu hidup lagi! Huhuhu ...."Linda menangis dengan sedih sekali, sama sekali tidak menyadari bahwa orang-orang yang tadi berdiri di sekitarnya telah diam-diam pergi. Sementara pria yang terbaring di tempat tidur,