Max masih memegangi handuk basah di tangannya. Beberapa kali merendamnya di dalam air yang ada di sebuah wadah tak jauh dari tempatnya dan menempelkan di kening wanita yang kini tengah berbaring tak sadarkan diri di sebuah ranjang.
Ivory yang semula tampak tegar dan sudah membaik setelah menjalani satu sesi bersama Emilia, tiba-tiba jatuh pingsan dan Mirielle-lah orang pertama yang menemukannya. Kondisi Ivory kini menjadi perhatian banyak orang, termasuk Emilia yang turut prihatin dengan apa yang telah ia alami beberapa waktu terakhir.“Apa lagi yang terjadi padamu, Ivy? Bangunlah ... kau harus membaik. Kau membuatku takut, Ivy,” gumam Max yang kini hanya bisa memerhatikan Ivory dan sesekali membelai kepala dan wajah gadis itu. “Mengapa bajingan itu berani memperlakukanmu seperti ini? Apa yang sebenarnya ia inginkan?”“Dia jelas menginginkan kehidupan abadi, Max. Bukankah aku sudah katakan padamu?” timpal Mirielle yang baru melangkahkan kaki memasukiSetelah tak sadarkan diri selama beberapa jam, Ivory akhirnya membuka mata dan dalam kondisi yang jauh lebih baik. Ia bahkan mencari Max ketika pertama kali siuman, tepat ketika dirinya tak menemukan Max di ruangan itu. Max memang tidak berada di sana bersama lainnya, tetapi ia tidak ke mana-mana. Ia hanya merasa bersalah atas perbuatannya yang menyebabkan Ivory harus mengalami kesulitan hingga sejauh ini. Max mungkin bukan satu-satunya yang memberikan luka di kehidupan Ivory, tetapi semuanya bermula darinya. Ivory mungkin saja saat itu tengah patah hati karena kesalahan yang Seth lakukan—meninggalkannya adan memutuskan untuk bertunangan dengan wanita lain. Dan ketika Max memberi tawaran yang menggiurkan baginya dengan jaminan uang untuk membayar hutang serta sarana agar dirinya bisa balas dendam pada Seth, maka ia setuju saja. Dan memang begitulah adanya. Ivory menjaga keperawanannya demi Seth, agar andaikan pria itu menginginkannya, maka Ivory bisa memberikan
Max tak berdaya. Kaki dan tangannya kini terikat dengan seutas tali perak yang entah dari mana wanita itu dapatkan. Ia meronta, berusaha melepaskan diri, tetapi usahanya sia-sia karena meski berusaha sekuat tenaga, ia tidak memiliki ilmu sihir seperti Mirielle, hingga mustahil untuk mengalahkan siapa pun yang memiliki kekuatan di luar nalar. Max seharusnya berpikir sebelum menjanjikan sesuatu pada wanita ini dulunya. Namun, semua sudah terjadi. Kini ketika wanita itu menagih janji yang pernah ia ucapkan dalam keadaan penuh amarah, Max tak mampu memenuhi karena bagaimana pun, permintaan wanita itu bertentangan dengan hati nuraninya. Lagi pula, bagi Max tak akan pernah mungkin membahayakan Ivory dan keluarganya hanya karena sebuah janji seorang anak ingusan. Kedua pupil Max melebar, kala secercah cahaya menyorot langsung ke arahnya dari celah pintu yang terbuka. Seorang wanita masuk dan menarik kursi, duduk tak jauh dari tempat Max berada. Wanita itu memandanginya sebentar, kemudian m
Tak ada siapa pun yang bisa mencegah apa yang telah menjadi keputusan Ivory. Wanita itu tak ingin jika bayi yang ia kandung justru nantinya membawa kerusakan, entah itu bagi kaum serigala, maupun ras lain. Maka, meski Emilia berusaha mencegah Ivory, keputusan itu sudah final. Ia bukan ingin bersikap egois dengan menghancurkan darah dagingnya sendiri demi mendapatkan cinta dan perhatian Max kembali, melainkan karena itulah yang terbaik. “Ivy, kau tidak bisa melawan kehendak Dewi Bulan, jika memang ia ingin kau melahirkan bayimu, maka kau harus lakukan,” ucap Mirielle yang masih berusaha membujuk Ivory. Sayangnya, Ivory tidak ingin mendengar apa pun lagi. “Aku sudah memikirkannya, Elle. Aku juga tidak ingin Max terus-menerus mengira aku telah mengkhianatinya. Anggaplah aku bodoh karena telah setuju untuk memberikan apa yang ia minta.” Ivory yang sejak tadi tengah sibuk dengan berkas yang harus ia tanda tangani mengenai tes DNA yang akan benar-benar ia lakukan. “Setidaknya kau bisa p
Max terbatuk karena asap pekat yang mengepul di sekitarnya. Ia tak tahu di mana keberadaannya, tetapi ia yakin kalau dirinya kini sudah berpindah tempat dan tak lagi berada di lokasi sebelumnya. Ia masih terbatuk, karena rongga dada yang dipenuhi asap di tempat sebelumnya. Max mengerang, tubuhnya serasa diremukkan oleh palu godam dengan berat puluhan ton. Bahkan sekadar mengangkat tangan pun ia tak mampu. “Elle ... ARGH! ELLE!” Ia paksakan suaranya agar mampu meneriakkan nama saudara kembarnya, tetapi yang terjadi hanya kesia-siaan. Karena yang terdengar selanjutnya adalah suara tawa menggema seolah tengah mengejek kondisinya saat ini. Max berusaha keras untuk bisa membuka mata demi bisa melihat siapa yang telah berani menghinanya saat ini. “Siapa kau?! Tunjukkan dirimu!” gertaknya, yang dengan mudah dipenuhi oleh wanita yang kini berdiri di hadapan Max yang masih tergolek di lantai dengan tangan dan kaki terikat. Pria itu mendengkus. “Rup
Jeremiah tak tinggal diam. Ia beserta beberapa pasukan siap untuk menjemput Max yang sesungguh mereka tak ketahui keberadaannya. Ivory pun hanya mengetahui sekilas dari mimpinya yang aneh yang juga merupakan mimpi Mirielle. Sayangnya, Mirielle tidak bisa menggunakan kekuatannya. Namun, ia tidak mengatakan alasannya pada yang lain, hanya Ivory dan Ivory juga tidak buka suara mengenai itu. Baginya apa yang Mirielle ceritakan merupakan rahasia Mirielle yang andai gadis itu ingin katakan pada lainnya, biar dirinya sendiri yang menjelaskan. Bagi Ivory, yang terpenting adalah keselamatan Max. “Aku sudah menyiapkan beberapa orang pasukan untuk menyerang tempat itu. Namun, kau, Elle dan Ronan. Sampaikan pada pasukan Max untuk ikut serta dan bagi mereka menjadi beberapa kelompok. Satu kelompok berjaga di sekitar mansion, lainnya di sekitar danau dan hutan yang menjadi penghubung dengan kediaman Eleanor.” Jeremiah memberi titah. Ia tak bisa mengandalkan siapa pun untuk s
Mirielle tampak lega karena ia seolah bisa menyaksikan langsung dan mengetahui bahwa Ivory dalam keadaan baik-baik saja. Ia sesungguhnya menginginkan Ivory untuk tetap tinggal di dasar laut, agar dirinya tetap aman. Namun, Ivory menolak keras karena ia ingin turut serta membebaskan Max yang kini tengah berada di tangan Linea dan menjalani penyiksaan yang luar biasa. Ivory tahu bagaimana rasanya siksaan semacam itu, baik fisik maupun mental dan ia tak ingin orang lain mengalaminya. Hanya saja, ada satu hal yang Ivory bisa lakukan untuk saat ini. Ia mengendalikan semuanya dari lautan, karena di sanalah tempat di mana ia bisa mendapatkan kekuatan. “Jadi kau akan tetap di dasar lautan?” tanya Mirielle, memastikan. Ia dan rombongan kawanan lainnya belum menemukan keberadaan Max. Dan ia setuju jika Ivory memutuskan untuk menetap di habitatnya untuk sementara waktu. “Bagaimana dengan bayi kalian?” “Jangan pusingkan itu, Elle. Kau akan segera bertemu mereka ketika semua telah selesai. Seka
Ivory berhasil menemukan keberadaan Max setelah terhubung dengannya. Air adalah sumber kekuatan Max yang merupakan keturunan serigala air yang rata-rata akan memiliki usia yang panjang. Jadi, kesalahan besar jika Linea memberikan siksaan tang berhubungan dengan air. Max tentu saja akan bisa mengatasinya, justru menjadi sumber energi baginya. Ivory yang akhirnya bisa berbicara dengan pria terkasihnya, seolah tengah berhadapan langsung dan tak kuasa menahan air mata yang tertumpah setelah perpisahan yang rasanya seolah sudah sekian lama. Ia ingin menghambur dan mendekap Max, tetapi ia sadari bahwa sosok di hadapannya hanyalah sosok maya yang tak akan bisa tersentuh olehnya. “Max, bagaimana keadaanmu? Bisakah kau katakan di mana keberadaanmu?” tanya Ivory tak ingin berlama karena ia harus segera menyelamatkan Max, juga pasukan yang dipimpin oleh Jeremiah. “Ivy ... aku merindukanmu. Bagaimana kabarmu dan bayi-bayi kita?” tanya Max yang bagaimana sulit kondisinya, tetap saja keadaan Ivo
Pertempuran besar tak terelakkan dan sudah berlangsung cukup lama. Namun, tak ada satu pun yang tampak memenangkannya. Kekuatan keduanya sama unggul. Sayangnya, tujuan Ivory jelas bertentangan dengan Mirielle. Dan menyadarkan wanita yang sedang mengamuk akibat kekasihnya dilukai, jauh lebih mengerikan dari apa yang Mirielle bayangkan. Mirielle bahkan berulang kali meminta Ivory untuk turun dan mencari Linea bersamanya, ketimbang meluapkan kemarahan secara serampangan yang justru membahayakan penduduk yang tidak bersalah. Namun, usahanya belum membawa hasil dan Mirielle tak akan pernah menyerah. “Ivy, tidakkah kau ingin bicara degan kepala dingin?” tawar Mirielle yang masih menghindar dari serangan Ivory yang kesal karena merasa Mirielle telah menghalangi jalannya. Ivory tidak memberi tanggapan atas pertanyaan Mirielle melainkan justru semakin menggila. Ia berulang kali menyerang Mirielle dengan terjangan air laut yang berhasil ia hindari dan membalas
Beberapa tahun kemudian ... “Apakah kau percaya itu, Max? Kau lihatlah putra-putri kita. Mereka kini berusia delapan belas tahun dan—oh! Apakah kau dulu juga mengalami ini? Usia berapa kau berubah menjadi dewasa?” tanya Ivory saat sadar bahwa si kembar, Isaac dan Mackenzie telah berubah menjadi berusia delapan belas tahun di usia mereka yang kelima. Max tertawa mendengar komentar polos Ivory. Ia lantas meraih wanita itu dalam dekapannya dan mengecup bibirnya sekilas. “Di usia tiga tahun aku berubah menjadi delapan belas tahun dan menjalani pelatihan dari kakek Jeremiah untuk menerima jabatan darinya sebagai seorang alpha Alsenic pack. Apakah kau tidak mengalami itu?” “Apakah aku kelihatan seperti manusia ajaib seperti kalian?” tanya Ivory yang dijawab gelak tawa oleh Max. “Baiklah, artinya usia kita terpaut sangat jauh. Kau seharusnya lebih tua dibanding diriku. Benar begitu, kan?” Ivory mengangguk, kemudian menoleh lagi pada Isaac dan Mackenzie yang telah menghabiskan sarapan mere
Seth tersungkur tanpa daya di atas tanah, pandangan mata sayunya pandangi langit malam di mana bulan purnama tengah benderang menyinari dunia. Seth bisa mendengar lolongan serigala yang memuja Amethyst. Sebagai tanda syukur kemenangan mereka. Hawa panas menggelegak. Keheningan mencekam ini, Seth mati rasa, tidak bisa merasakan tubuhnya lagi. ‘Dad. Katakan padaku. Kalau aku adalah seorang putra dan keturunanmu yang baik.’ Wajah sang ayah yang tersenyum manis berkelebatan di benak Seth saat mendiang menyerunya penuh kasih sayang. Seth masih ingat kenangan itu dengan jelas. Linea berlarian menerjang kubangan-kubangan api yang meratakan tanah, sembari menahan rasa sakit di perutnya yang terasa sangat mengejang, demi apa pun. Melihat Seth menghadapi kematian, membuatnya Linea terseok-seok. Dia menyambar tubuh Seth yang tidak berdaya; merenggang nyawa. “Seth, astaga. Aku mohon, jangan tinggalkan aku. Bagaimana dengan anak-anakku. Dia membutuhkanmu. Jangan pergi, Seth. Kau harus melihat
TAANG!!! Anak panahnya meleset ke arah lain ketika Seth mematahkannya dengan sambaran petir. Terlepas dari tepat sasaran atau tidaknya, Ronan tak peduli. “Lihat aku di sini, Rogue tolol!” ejek Ronan tersenyum miring, dia sengaja benar memancing emosi Seth yang mudah sekali tersulut. “Dasar bodoh! Siapa pun tidak ada yang dapat mengalahkan aku!” amuk Seth terus luncurkan semua serangannya secara brutal. “Kau, Omega tidak berguna! Jangan halangi aku!” DUARR!!! Ronan berlari menghindar ketika serangkaian ledakan api meletus hebat di belakangnya. Melompat dengan langkah kaki panjang, bergerak gesit, cekatan serta lincah. Bermanuver—tak sulit menghindari serangan Seth yang lambat-laun mulai melambat. “Ada apa denganmu? Mengapa kau lamban sekali? Kau bahkan tidak bisa menggoresku sedikit saja!” Ronan terpingkal geli. Sekali lagi, dia melesatkan dua pasang anak panah. “DIAM KAU! Percuma! Serangan panahmu ini tidak akan bisa melumpuhkan aku!” DUARR!!! Ronan melompat tinggi di atas ud
Markus tanpa pikir panjang kembali, menyelamatkan karibnya. Dia menerobos semua ledakan-ledakan petir yang meletus di kanan-kirinya, berlari cepat demi menyelamatkan Alegria yang kepayahan akibat pendarahan. Markus bergegas menyambar Alegria yang terkapar, melompat cepat—menghindari sambaran petir lainnya yang tiada hentinya berdatangan.“Mengapa kau kembali? Bagaimana dengan pasukanmu?” tanya Alegria lemah dan merasa bersalah. Dia diserang oleh gelombang batuk darah.“Masih tanya juga! Tentu saja menyelamatkanmu! Mustahil, meninggalkanmu mati di sana! Pasukanku yang tersisa mereka berhasil ke tempat aman. Rogue itu memang keparat! Bagaimana bisa dia memiliki kekuatan sihir mengerikan seperti ini!?”Markus, Alegria, Marion, William dan semua pasukan yang tersisa berhasil mencapai zona perimeter aman yang sebelumnya telah disiapkan oleh mereka. Menjauhi medan pertempuran yang mustahil mereka hadapi. Mereka mengubah diri ke wujud manusia.
“Menyerahlah saja kau, Seth! Tidak ada jalan keluar atau lari! Sebelum kami semua benar-benar membunuhmu!” kecam Mirielle bersungguh-sungguh dengan ucapannya. “Kau sudah terkepung! Kau harus membayar seluruh kejahatanmu di hadapan Dewi Amethyst!”BZZT!“Kau pikir siapa dirimu?! Karena kau Elder pilihan yang menjembatani Dewi Bulan, kau pikir bisa berbuat segalanya?”Mirielle mencibir setengah meradang. “Tidakkah kau pikirkan semua korban yang telah kau hancurkan hidupnya? Pack yang tidak bersalah atau berdosa! Tidakkah kau memikirkan anak-anak yang kehilangan keluarga mereka? Aku tak paham mengapa kau memilih jalan beracun seperti ini?!”CLASSH!BLARR!“Tidak usah sok memahamiku, Mirielle! Aku tak peduli apa pun! Selama tujuanku tercapai, dendam kematian leluhurku terbalaskan, dan semua kelompok Pack yang kalian agung-agungkan itu hancur selamanya! Justru aku senang menghancurkan kalian semua hingga tidak ada yang ter
Mirielle merintih putus asa. “Max! Jawab aku! Mom! Dad! Ronan, please! Anybody hear me?!”“Elle?! Kau di mana?! Kau baik-baik saja?! Bertahanlah, Elle! Aku bersama pasukan The Cardinal, anggota Pack dan keluarga! Sebentar lagi, sampai! Kau tidak terluka ‘kan? Kami semua cemas sebab tak mendengar kabar apa pun darimu.” Max menjawab dari mind-link. “Katakan kalau kau bersama Lyra sekarang?”Helaan napas lega terdengar dari hidung bangir Mirielle. “Aku tidak bersama Lyra, Max. Aku gagal mendapatkannya. Ini semua karena kekuatan sihirku yang belum pulih sepenuhnya! Seth dan Linea memiliki mantra dinding sihir kuat. Padahal, aku nyaris berhasil. Aku mengacau! Aku baik-baik saja! Max, ada situasi genting! Sebelum kau menyaksikannya secara langsung. Aku ingin kau dengarkan ucapanku dulu.”“Tunggu sebentar, Elle! Aku mengendus bau Ivy dekat sini?! Apa itu jeritan istriku?! SEDANG APA DIA? MENGAPA IVY BISA BERSAMA DENGAN SETH?!!”Sensasi berdenyut
“Sekarang apa maumu?” tanya Linea mengeraskan nada suaranya. Dia menjerit penuh amarah. “Aku telah mengikuti semua perintahmu! Kau bilang ingin dapatkan darah Ivy demi memperkuat kekuatan kita?! Mengapa sekarang kau malah menawannya?! Kau bilang membangun Mansion khusus untuk wanita ini?! Apa kau sudah gila?! Kau mengingkari janjimu, Seth!”Seth tertawa bengis. Tetap mencengkeram tubuh Ivory dalam belitan tangannya. Mereka perlahan-lahan berjalan mundur. “Kau kira siapa dirimu, Linea?! Mengatur atau mengendalikan diriku?! Sudah kubilang berkali-kali jangan konyol! Kita melakukan segalanya sesuai kesepakatan, ingat?! Inilah tujuanku! Mendapatkan Ivy kembali.”Ivory mendesis jijik ketika Seth menjilati ceruk lehernya. Rasanya dia ingin sekali menghajar Seth sekarang juga, tetapi apa dayanya. Kekuatan Seth terlalu kuat untuk dilawan. Semakin Ivory memberontak—semakin Seth mencekiknya. Linea menggeleng. Mulai banjir air mata, mengentakkan kaki menahan b
“Oh! Akhirnya, Benjamin mampu memenuhi kesepakatannya! Senang sekali, kau mengerti maksudku. Maaf, kuharap Watcher yang aku utus, tidak memperlakukanmu dengan buruk, ya? Mendengar kau datang bersama Ivory.” Suara Seth menggema di sela-sela tawa maniaknya. “Woah, ini pencapaian terbesarku, bukan? Aku meminta Benjamin menukar darah Ivory tapi dia malah membawanya kemari. Well done, Ben. Aku tahu kau memang tak akan mengecewakan aku.”Benjamin mendesis sinis. “Cukup basa-basinya, keparat! Aku telah memberikan apa yang kau mau. Lantas, di mana Lyra sekarang?! Berikan kepadaku sekarang juga!”Ivory meraung marah. “Lyra milikku! Seth, jangan berani kau melukai satu helai rambut pun putriku. Bila kau menyakitinya aku bersumpah akan membunuhmu!”Seth terbahak geli. Matanya meneliti Ivory penuh obsesi. “Oh, ayolah. Lyra aman di tangan kami. Jadi, jangan cemas. Selama kalian menuruti semua perintahku, nyawanya terjaga, sayang.”Ivory membuang pandangannya, tidak sudi mendengar kata-kata Seth se
“Ini kesempatanku,” ucap Ivory setengah berbisik. “Tidak ada waktu lagi. Aku harus menemui Benjamin segera.”Ivory menimang bayinya sampai mereka tertidur. Menggendong, membaringkan Mackenzie dan Isaac di dalam ranjang bayi mereka. Helaan napas Ivory terdengar penuh beban berat. Dia telah mempertimbangkannya, memikirkan ucapan Benjamin sebelumnya dengan keputusan panjang. Hingga membawa Ivory pada jalan akhir, menyetujui kesepakatannya bersama Benjamin. Ivory tahu keputusannya ini memang gila. Memicu kemarahan terbesar Max, namun apa dayanya. Ivory tidak punya pilihan lain demi menyelamatkan nyawa Lyra, keluarga kecilnya dan menyudahi peperangan melelahkan ini. “Maafkan aku, nak. Aku hanya lelah dengan semua pertumpahan darah, pertempuran, dan pertikaian tiada berujung ini. Mungkin melalui pengorbananku, perang ini bisa dihentikan. Yang Seth inginkan hanya aku, bukan Lyra. Jika menyerahkan diri bisa menyelamatkan semuanya. Maka keputusanku ini sepadan.” Gumam Ivory mengusap puncak k