Malam ini Radhika pulang ke rumahnya bersama Senja. Awalnya dia berniat kembali ke kantor setelah mengantar Senja pulang, tetapi Senja merengek dan berkata ingin menghabiskan waktu bersamanya, dengan alasan mereka akan sulit bertemu sebulan ke depan, karena dia harus kembali ke tempat kostnya. Padahal tempat kost Senja tidak jauh dari sini, dan tidak jauh juga dari rumah orang tuanya. Memang dasar bocah ini, dia bilang ingin mandiri seperti teman-temannya. Tapi pada kenyataannya, Senja masih manja.
Tadi saat Om Budi sebenarnya menawarkannya untuk menginap di sana. Namun, Senja menolak. Dia bilang ingin berdua saja dengan Radhika. Walaupun sudah di bujuk oleh ayah dan ibunya, dia tetap saja bersikeras.
"Abang, kamu harus bahagia," ucap Senja tiba-tiba. Mereka kini sedang berada di balkon kamar Radhika. Karena Senja bilang ingin berbicara di sini.
Radhika tersenyum tipis. Ia mengelus puncak kepala Senja. "Kamu kenapa? Sakit?" ejeknya.
Senja menyingkirkan ta
Tasya berguling di atas kasurnya. Dia tidak bisa tidur. Radhika itu benar-benar tidak waras. Otaknya sudah rusak. Bisa-bisanya dia melakukan itu padanya. Kepalanya selalu panas jika mengingatnya. Tasya mengubah posisi menjadi duduk, dia mengambil bantalnya.“Radhika gelo!” Tasya memukul bantal tadi beberapa kali. “Sableng!” Tasya melempar bantalnya ke sembarang arah.Tasya sempat berpikir mengirimsantetuntuk Radhika. Namun, ia urungkan. Tasya masih ingat dosa. Dia tidak ingin menambah pekerjaan malaikat Atid, dosanya sudah banyak dan Radhika dengan kurang ajar menambah daftarnya. Tasya tahu dirinya bukan orang suci, dia masih banyak kekurangan. Namun, yang dilakukan Radhika itu salah.Jika masih sebatas berpegangan tangan Tasya masih bisa memaklumi. Beberapa waktu lalu, Radhika tiba-tiba memeluknya, dia mencoba untuk tidak marah. Namun, kali ini Radhika sudah keterlaluan. Bisa-bisanya dia menciumnya.
Pagi ini Tasyatidak ingin berajak dari kasurnya. Masa bodoh dengan pekerjaanya, toh dia tidak punya pekerjaan yang berarti.Untuk saat ini dia tidak ingin berangkat ke kantor. Karena dia berniatmenghindari orang yang bernama Radhika. Setelah kejadian kemarin, Tasyamengurung diri di kamarnya, dan keluar saat makan malam saja. Setelah itu dia kembali ke kamarnya dan meringkuk dibalik selimut tebalnya.Ayahnyasempat khawatir dan bertanya mengenai keadannya. Tasyamenjawab jika dia sedang tidak enak badan, lalu sang ayah menyuruhnya untuk beristirahat.“Ayah bawainsarapan buat kamu.” Sang Ayah membawa nampan berisi bubur dan susu vanilla.“Maaf, jadi ngerepotin Ayah.” Tasyabangkit dari posisinya lalu duduk bersandar pada sandaran ranjangnya. Dia sebenarnya merasa tidak enak hati pada ayahnya karena sudah berbohong. Tapi dia juga tidak mau bertemu Radhikasekarang.“Kamu
“Ayo kita bicara.” Radhika kini berdiri di depan meja Tasya.Tasya menatap Radhika dengan malas. Dia sudah kehilangan mooduntuk membahasnya. “Seperti yang Anda katakan sebelumnya … mari kita lupakan saja.”Radhika menghela napas. Astaga kenapa ini menjadi sangat rumit? “Saya akan jelaskan-”“Pak Dhika, sudah Saya bilang lupain aja.” Tasya memotong ucapan Radhika. Dia berdiri dari kursinya, “sebaiknya saya mulai bekerja. Saya akan menyiapkan teh untuk Bapak.” Tasya berjalan meninggalkan Radhika yang kini merasa bingung dengan situasi mereka sekarang.Radhika melonggarkan ikat dasinya. Kepalanya seakan mau meledak, Tasya benar-benar tidak bisa ia tangani dengan mudah. Radhika kembali ke mejanya, ia berniat untuk menyelesaikan pekerjaannya yang sempat tertunda.Sebenarnya gameini sudah selesai, hanya saja ada beberapa hal yang menurutnya kurang sesuai dan
"Kalau dengan cara seperti itu bisa buat kamu tetap di samping saya. Jadi, kamu boleh anggap saya suka sama kamu."Tasya segera membuka mata dengan cepat lalu bangkit dari tidurnya. Ya ampun, kata-kata itu masih terngiang-ngang di telinganya, bahkan dia masih bisa membayangkan ekspresi wajah Radhika saat mengatakannya. Ini benar-benar gila, dia tidak mengerti, mengapa hal itu masih tidak mau hilang dari pikirannya.Radhika memang orang yang tidak bisa menjelaskan apapun dengan benar. Dan tadi setelah dia mengatakan hal itu dia pergi begitu saja. Dia hanya berkata kita akan membahasnya lagi nanti. Benar-benar minta di-tabok.Tiba-tiba ponselnya bergetar, Tasya mengambil ponsel yang ia taruh di bawah bantal. Sebuah nomor asing meneleponnya. Tasya mengernyitkan keningnya. Pikirnya mungkin ini adalah nomor perusahaan yang memintanya datang untuk interview, tapi sekarang sudah pukul delapan malam itu sepertinya tidak mungkin. Alhasil Tasya
Tasya melotot mendengarnya. “Kenapa?.”“Karena saya suka kamu.”Tasya terkejut, dia mengerjap-ngerjapkan matanya beberapa kali, lalu menggelang. “Radhika, ini enggak lucu, ya.”“Saya serius.”Tasya menghela napas. “Radhika, dengerin ya! Aku tau kamu pasti punya maksud tertentu, tapi aku enggak tau apa itu. Alasan kamu itu bener-bener enggak masuk akal … kamu pikir aku bakal percaya gitu aja? Nyamuk sekali pun, enggak akan percaya! Kalau kamu mau mainin perasaan aku, karena masih punya dendam, jangan kaya gini. Enggak lucu!”Radhika hanya diam.Tasya tersenyum sinis, sudah dia duga. Tidak mungkin Radhika suka padanya. “Jujur aja, apa yang lagi kamu rencanain?”Radhika masih diam.Tasya menhalihkan pandangannya ke arah jalan. “Oke, kalau kamu enggak mau ngomong. Aku-”Perkataan Tasya terpotong karena Radhika tiba-tiba menarik tubuhny
Makan malam di kediaman keluarga Raka berlangsung meriah, padahal di meja makan hanya ada tiga orang saja. Tante Hera memasak banyak sekali makanan, mulai dari sayur, tumisan juga daging sapi semua lengkap tersedia di meja, pokoknya 4 sehat 5 sempurna. Tasya dan Raka hanya bisa menggelengkan kepala, mereka tidak yakin bisa menghabiskan semua ini. Dan benar saja, mereka telah selesai makan namun makanan masih tersisa. “Gimana kalau kalian nikah aja?” Tasya hampir menyemburkan air yang sedang ia minum. Untung saja dia masih bisa menahannya sehingga dia tidak kehilangan muka di depan ibu dari sahabatnya ini, cukup Raka saja yang melihat semua keburukannya orang lain jangan sampai. “Kenapa Ibu tiba-tiba nanya kaya gitu?” Raka bertanya. Dia sama terkejutnya seperti Tasya. “Kalian kan udah kenal lama. Dan kalian masih single sampai sekarang. Kayanya kalau kalian nikah, bakal cocok.” Raka hanya terdiam. Dia sebenarnya senang jika ibunya berpi
Radhika masih berkutat dengan komputernya, karena tadi saat Tester masih ada beberapa bugs, namun tidak fatal. Dia masih memikirkan hasil rapat terakhirnya. Terlalu lancar, dan itu menjadi sebuah tanda tanya besar. Karena biasanya mereka selalu bertingkah dan mempersulitnya. Namun kali ini, mereka tidak berkomentar apa-apa. Bahkan saat mereka tahu kalau masih ada bugs, mereka hanya memintanya menyelesaikannya malam ini. Hal ini patut dicurigai.Radhika melirik jam di layar komputernya, sekarang sudah pukul sepuluh kurang. “Kalian pulanglah, udah malem.”“Enggak usah, Pak.Ini biar kita aja yang beresin,” ucap salah satu tim programmerbernama Rendi. “Iya kan, guys?” lanjutnya bertanya pada rekan-rekannya.Rekan-rekan kerja Rendi mengangguk.“Kita enggak masalah tidur di sini, Pak.” Kali ini Taufik yang berbicara.“Iya, Pak. Kita udah biasa,&
Hari ini Tasya datang lebih pagi karena ayahnya memintanya membawakan sarapan untuk Radhika. Ayahnya bilang, dia khawatir pada Radhika. Karena kemarin Tasya bilang Radhika sakit, sehingga dia bisa pulang cepat dan pergi ke kedai karena merasa bosan di rumah.Kemarin Radhika langsung mengantarnya pulang, dia bilang bisa merawat dirinya sendiri. Tasya awalnya menolak dan mengatakan tidak mau turun dari mobil, ketika mereka sampai di depan rumahnya. Namun, Radhika memaksanya. Dia menariknya keluar dari mobilnya, setelah itu langsung pergi tanpa mengucapkan apa-apa. Sangat tidak sopan!Radhika sangat keras kepala, padahal dirinya sudah berbaik hati berniat untuk merawatnya. Namun, ditolak mentah-mentah. Tasya harus mulai terbiasa. Dia harus mulai memaklumi semua tingkah abnormal si Sableng.Tasya tiba di depan ruangan Radhika. Seharusnya Radhika sudah ada di dalam karena sebelum berangkat, Tasya bertanya apa Radhika masuk kerja atau tidak. Karena jika dia tidak beke
Minyak di wajan sepertinya sudah panas, karena sudah mulai mengeluarkan sedikit asap. Dengan perlahan Tasya menuangkan telur yang sudah ia beri garam dan potongan daun bawang ke dalam wajan tadi. Memasak telur seperti ini sangat mudah ternyata, dia juga sudah memasak nasi. Tadinya dia ingin membuat nasi goreng, tetapi dulu ibunya pernah bilang kalau membuat nasi goreng dari nasi yang masih panas itu pamali. Sebenarnya Tasya percaya, tidak percaya sih. Namun, saat dia browsing, hal itu memang tidak akan bagus, karena nasinya nanti akan menggumpal. Mungkin maksud dari pamaliyang diucapkan mendiang ibunya, mengarah ke arah situ. Sepertinya sudah saatnya membalik telur yang sedang ia goreng, Tasya mengambil spatula yang tidak jauh dari kompor. Perlahan-lahan Tasya mengangkat telur dalam wajan, namun dia merasa kesulitan. Tasya menghela napas, dengan sekali gerakan dia membalik telur tersebut, namun pada akhirnya telur itu tidak terbalik dengan sem
“Kamu kenapa? Pucat banget, kan aku bilang apa. Jangan telat makan. Sakit, kan, jadinya. Udah kita balik lagi aja.”Ucapan Tasya membuatnya seperti tersedot lagi ke dunia nyata. Napasnya terengah-engah, tubuhnya terasa lemas sekali.Radhika bisa melihat pintu lift terbuka. Kedua wanita tadi keluar. Sedangkan Tasya menekan angka lima, mereka harus kembali lagi ke kamar.“Tahan sebentar, ya.” Tasya menggandeng lengan Radhika. “Sebentar lagi sampai.”Radhika mengangguk. Dia menarik napas panjang, lalu membuangnya perlahan. Dia menyandarkan punggungnya dan mencoba mengusir ingatan buruk itu.“Tahan, ya.” Tasya mengelus-elus punggung Radhika. Dan Radhika merasa sedikit tenang karena sentuhan itu.Radhika merasa waktu berlalu begitu lamban. Walau perasaannya sudah mulai tenang, tetapi ingatan buruk masih berputar-putar di kepalanya. Membuatnya, merasa tersiksa.“Udah dibilangin makan itu
“Malam ini saya akan pulang. Kamu sebagai ketua tim Alpha harus menyelesaikan masalah ini sebelum saya pulang. Karena besok, kita sudah mulai kerja keras lagi. Kita cuman punya waktu dua minggu untuk cari solusi.”“Oke, Pak. Saya akan bicara sama Taufik. Saya yakin, Taufik ngelakuin itu pasti ada alasannya. Taufik lagi diamanin sama anak-anak, Pak. Lagi usaha ngorek-ngorek informasi.”“Oke, saya percaya sama kamu. Saya tutup ya.”Radhika menyimpan ponselnya di meja. Dia lelah sekali. Rapatnya tadi siang tidak sepenuhnya bisa dibilang lancar. Karena, dewan direksi masih menekannya. Bahkan mereka mengancam, jika dalam dua minggu tidak mendapat memberikan solusi, maka Radhika harus melepaskan jabatannya. Pantas saja proyek ini sebelumnya lancar-lancar saja. Hambatannya hanya di awal saja. Ternyata mereka menyimpan kejutan di akhir.Waktu dua minggu, adalah waktu yang singkat. Jelas tidak mungkin mengubah gamep
“Buang itu, Tasya! Saya enggak mau liat!”Bingung, terkejut dan takut. Itulah yang Tasya rasakan sekarang. Dia tidak tahu, mengapa Radhika bereaksi berlebihan seperti itu. Tasya melirik ke arah Radhika. Sepertinya ada yang tidak beres. Wajah Radhika pucat dan tangannya bergetar. Apakah dia … takut?“Dhika.” Tasya menyentuh lengan Radhika, namun dia tidak merespons. “Kamu enggak apa-apa?” Lalu dia mencoba menarik lengannya, namun tetap tidak berhasil.Tangan Radhika mulai memegang kepalanya, hal itu membuat Tasya semakin panik. Mungkin mainan itu ada kaitannya dengan kasus penculikan lima belas tahun yang lalu. Ya, itu masuk akal. Karena saat diculik, Radhika masih anak-anak. Bisa jadi mainan ini dia bawa saat diculik. Dengan perlahan, Tasya menarik lengan Radhika, lalu memeluknya dan berbisik. “Ada aku di sini. Jangan takut.” Dia mengelus punggung Radhika, berharap sentuhannya bisa membuat Radh
Udara di Surabaya lebih panas daripada di Bandung. Namun, tidak sepanas di Jakarta. Tasya baru saja menyelesaikan sarapannya. Sekarang masih pukul delapan lebih. Sebelum kembali ke kamarnya, dia berencana untuk berkeliling di sekitaran hotel. Ini adalah pertama kalinya dia datang ke Surabaya, jadi dia tidak mungkin berkeliling jauh. Lagi pula, dia datang ke sini untuk bekerja, bukan untuk wisata.Tadinya Tasya ingin mengajak Radhika keluar, mencari udara segar, supaya dia bisa sedikit lebih rileks. Namun, chat darinya tidak dibalas. Mereka juga belum bertemu, sejak berpisah kemarin. Sepertinya Radhika sangat sibuk, Tasya tidak ingin mengganggunya.“Mbak.” Tasya terkejut saat bahunya tiba-tiba ditepuk. “Maaf, saya bikin kaget. Ini ada titipan untuk Pak Radhika, kurirnya bilang harus segera dibuka.”Tasya mengerutkan kening. Mengapa tiba-tiba ada kiriman untuk Radhika? Dan kenapa laki-laki di hadapannya tahu kalau dia adalah kenalan Radhika
Ada masalah besar. Dan masalah itu terjadi di kantornya. Ternyata ini masalah yang membuat Radhika kemarin buru-buru pergi. Sekarang situasi di kantor sangat kacau.Dari yang ia dengar, ada dua masalah yang datang bersamaan. Pertama sebuah perusahaan star up, baru saja merilis game yang sangat mirip, hampir 95% dari game Fire and Gun. Kedua, Athena’s diserang cheater lagi, dan sekarang lebih parah dari sebelumnya, karena memengaruhi keseimbangan dalam game, sehingga merugikan pemain lain.Diduga salah satu anggota tim Alpha ada yang membocorkan data. Sampai sekarang sepertinya kasus itu sedang diselidiki secara rahasia oleh Yoga, itu yang dikatakan oleh RadhikaTasya bingung, ingin membantu, tetapi tidak tahu harus melakukan apa. Apalagi bulan depan game ini sudah harus rilis. Dia hanya berharap semua akan baik-baik saja, dan Radhika bisa menemukan jalan keluarnya.Tasya menghela napas dan menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi.
Tasya mengaduk-aduk minuman cola dengan sedotan. Dia tidak mengerti dengan situasinya sekarang. Awalnya dia hanya ingin mengantar Raka membeli hadiah, lalu makan dan pulang. Tetapi sekarang, entah apa yang akan mereka lakukan setelah keluar dari sini.Setelah menutup telepon, Radhika memintanya untuk menunggu sampai dia sampai. Jadi Tasya mengajak Raka untuk makan terlebih dahulu. Sekarang, Radhika dan Senja sudah bergabung bersama mereka.“Jadi kalian habis ngapain?” tanya Senja pada Raka.Raka yang sedang fokus pada ponselnya, kini menatap ke arah Senja. “Oh, tadi kita abis beli hadiah buat ibu saya.”“Ibu kamu ulang tahun?”Raka menggeleng. “Bukan, cuman lagi ingin kasih aja.”“Oh gitu. Aku juga jadi pengin kasih hadiah buat mama sama papa.” Senja berdiri dari kursinya. “Bang minta kartu.” Gadis itu mengulurkan tangannya ke arah Radhika.Radhika mengambil dompe
Tasya berguling di atas kasur nya. Sekarang dia sudah berada di rumahnya dan bersiap untuk tidur. Soal permintaan Radhika tadi, jelas saja dia menolaknya. Tidak ada alasan untuk bermalam di sana. Terlebih lagi, hal itu tidak terlalu baik. Mengingat hubungan mereka sekarang, walaupun sebenarnya masih tidak jelas, tetapi tetap saja mereka adalah sepasang kekasih.Gadis itu mengecek jam di layar ponselnya. Sudah satu jam lebih, tetapi Radhika belum mengabarinya. Padahal laki-laki itu sendiri yang mengatakan jika dirinya sudah sampai, maka dia akan memberi kabar. Jarak rumah mereka juga tidak terlalu jauh, bisa ditempuh kurang lebih empat puluh menit. Lalulintas juga tidak terlalu ramai, jadi Radhika tidak mungkin terjebak macet.“Apa gue tanya aja ya?” Tasya buru-buru menggeleng. “Enggak, enggak … kalau kayak gini, nanti gue dikira nungguin kabar dari dia.”Tasya menyimpan ponselnya lagi di samping kepalanya, lalu menatap langit-langi
Tasya sedang duduk di ruang tengah, tangannya sibuk memencet tombol remote TV, mencari saluran yang menurutnya menarik. Radhika sepertinya berlangganan TV kabel, karena banyak sekali salurannya. Tasya yang terbiasa menonton saluran lokal menjadi bingung sendiri.Sebenarnya Tasya juga tidak terlalu ingin menonton, dia juga sudah jarang menonton televisi. Hanya saja, dia cukup bosan menunggu Radhika yang sedang mencuci piring.Akhirnya Tasya menyerah, dia menyimpan remote TV di meja. Dia membiarkan TV memutar acara binatang yang hidup di alam liar. Tasya memperbaiki posisi duduknya, lalu mengambil bantal dan menaruhnya di atas paha.“Kamu suka acara kayak gini?”Tasya melirik ke arah Radhika yang kini duduk di sampingnya. “Enggak juga, cuman bingung aja.”“Mau coba nonton film?”Tasya berpikir sejenak. Menonton akan memakan waktu yang cukup panjang, minimal satu jam. Dia berencana pulang sekitar pukul sembil