Debora dan Gerald sudah sampai di Tokyo, sore hari. Mereka langsung menuju ke rumah orang tua Letha.
“Tuan, sebaiknya bawa buah tangan kalau mau menemui orang tua,” kata Debora setelah melihat Gerald tidak membawa apapun untuk menemui orang tua Letha.
“Ada hadiah untuk ayah Letha dalam koper Thomas,” jawab Gerald singkat.
“Hmm, lebih baik, tambah lagi Tuan. Buah atau kue untuk putri Tuan. Anak kecil akan mudah bersimpatik dengan seseorang yang perhatian padanya,” jelas Debora lagi.
Gerald nampak berpikir dan menoleh pada Debora.
“Ginny anaknya girly atau tomboy Tuan?”
Gerald bingung menjawabnya, Gerald kemudian menunjukkan foto-foto Ginny yang dia simpan di ponselnya. Debora melihat foto-foto Ginny mengulum senyum. Putri kesayangan Gerlad begitu menggemaskan, dan terlihat sangat feminism, dengan rambut panjang dan barang-bara
Shukudai adalah tugas dari sekolah untuk dikerjakan di rumah.
Keesokan paginya, di jam berangkat sekolah Ginny, Gerald sudah sampai di depan rumah keluarga Letha. Dengan alasan mengantar pakaian ganti untuk Debora, Gerald berhasil masuk lagi dalam rumah. Ginny sudah siap dengan seragam putih berdasi biru dan rok biru, sebuah jas dengan bordir logo dan nama sekolah menghias di dada kiri, menghangatkan Ginny. Senyum manis mengembang di wajah imut Ginny saat melihat Gerald datang dari pantulan kaca. Debora sedang mengepang rambut Ginny di depan kaca dalam kamar Ginny.“Mami, Daddy sudah datang,” kata Ginny dengan ceria. Bagaikan oase di padang tandus yang menyejukkan hati Gerald, mendengar kata daddy dari mulut Ginny. “Masuk Daddy, rambut Ginny sedang di kepang lucu.”Gerald tersenyum dan melangkahkan kaki, masuk dalam kamar Ginny. Kamar yang sangat sederhana, hanya ada satu kasur ukuran nomor dua, sebuah lemari dan sebuah meja belajar yang berfungsi menjadi menjadi meja rias juga.
Satu minggu berlalu, Gerald harus kembali ke rutinitasnya sebagai pemilik perusahaan yang bernama sama dengan nama putrinya Genobe. Entah dulu, apa Letha sengaja memberi nama putrinya dengan nama yang merupakan singkatan nama Gerald, agar suatu saat Gerald menyadari Ginny adalah anaknya.Selama satu minggu dia sudah menghabiskan hari-harinya bersama Ginny, dari siang sampai malam, bahkan dua malam kemarin, Ginny menginap di hotel bersama dirinya dan Debora, karena Ginny tidak mau berpisah dengan Debora.“Debora,” panggil Gerald saat mereka sudah tiba di hotel lagi, setelah mengantar Ginny yang telah seharian di hotel bersama mereka sejak pulang sekolah. Gerald mendekati Debora yang sedang menghapus riasannya di depan meja rias, dan duduk di ujung ranjang menatap Debora dari pantulan kaca.Mereka sudah memakai piyama masing-masing, karena malam sudah sangat larut, dan besok pagi mereka harus kembali ke Jakarta.Debor
Derit pintu pun terbuka, Ginny sudah memotong rambutnya sendiri. Semua orang terkejut melihat keadaan Ginny, gunting masih ada di tangan kanannya. Debora segera memeluk Ginny, dan meminta maaf.Ginny melepaskan guntingnya dan membalas pelukan Debora dengan erat.“Maafkan mami dan daddy yang tidak paham keinginan kamu cantik. Mami janji sama Ginny, akan selalu bersama Ginny,” kata Debora dengan spontan, Debora tidak sadar akan efeknya di kemudian hari untuk dirinya dan Ginny.“Mami janji ya, tidak akan meninggalkan Ginny. Ginny sayang Mami,” kata Ginny kemudian menangis lagi. Gerald berjongkok dan mendekati Debora dan Ginny, tangan kokohnya memeluk mereka berdua dalam satu rengkuhan. Gerald ikut hancur melihat kondisi psikis anaknya yang tidak bisa di duga. Kalau sampai terlambat, bisa saja Ginny melukai dirinya sendiri.“Daddy minta maaf ya Sweet heart,&rdq
“Ini namanya gaya apa mami?” tanya Ginny, saat Debora mengeringkan rambutnya dan membutnya bervolume.“Layer pendek, Cantik. Nanti kalau teman-teman tanya itu namanya ya. Ginny bisa cari di laman pencarian, namanya gaya rambut ini ‘layer pendek’, suka enggak?”“Suka Mami, beda,” jawab Ginny menggeleng-gelengkan kepala. Menengok rambutnya. Debora kemudian memakaikan penjepit rambut kupu-kupu yang biasa dia pakai, jika dia menggerai rambutnya.“Sudah siap? Daddy antar Ginny dulu, baru daddy ke hotel dan kembali ke Jakarta,” kata Gerald yang sudah selesai mandi.Ginny mengangguk dan tersenyum dengan manisnya. Keceriaannya kembali lagi, menenangkan hati Gerald yang akan kembali bekerja.Tepat pukul tujuh, Gerald mengantar Ginny ke sekolahnya bersama Debora. Sekolah di mulai pukul delapan tiga puluh. Gerald meminta Debo
TokyoHari-hari Debora bersama Ginny dan orang tua Letha, membuat Debora merasa benar-benar menjadi ibu seutuhnya, juga perhatian orang tua yang lengkap. Pasangan Subono memperlakukan Debora dengan sangat baik, bahkan menganggap Debora sebagai anak mereka, karena pembawaan Debora yang santun dan berbudi pekerti baik.Waktu dua minggu menjadi masa-masa penilaian untuk keluarga Subono terhadap Debora, apa Debora benar-benar bisa di percaya untuk menjadi ibu bagi Ginny, yang tidak lahir dari rahimnya. Keluarga Subono khawatir jika mereka menyerahkan Ginny pada Gerald dan Debora, Ginny akan menderita, dan takutnya Ginny akan mendapat penyiksaan dari istri Gerald.Namun, kekhawatiran mereka menjadi berlebihan setelah mengenal keseharian Debora yang tulus pada Ginny. Sebagai ibu, Debora tidak segan mengingatkan Ginny dan memarahi Ginny jika Ginny salah.Seperti tadi pagi, Debora mendapat laporan sensei Hikaru, jika Ginny memukul teman sekelasnya. Meski teman se
JakartaGerald dan Debora sudah sampai di Jakarta, di malam hari. Ginny tertidur di pangkuan Debora, saat dalam perjalanan dari bandara ke rumah Gerald. Gerald menggendong Ginny menuju ke kamar Ginny, yang sudah Gerald siapkan sebelumnya.“Nona kecil imut sekali Mas,” seru bik War saat membukakan pintu Gerald. “Nyonya, selamat datang,” sapa Bik War pada Debora yang berjalan di belakang Gerald dengan membawa tas punggung Ginny.“Malam Bik, maaf menganggu istirahatnya,” jawab Debora dengan senyum manisnya, meski wajahnya terlihat lelah, Debora masih manis.“Mau di siapkan makan malam Mas, Nyonya?”“Kami sudah makan Bik, terima kasih,” jawab Gerald sambil berjalan menaiki tangga. Debora pun mengikuti Gerald. Kamar yang dulu sempat di tempati Debora saat menginap semalam di rumah Gerald sudah berubah menjadi kamar untuk Ginny. Dekorasinya sudah bergant
Debora sudah di mal terbesar dan terlengkap di Jakarta, dengan di antar pak Yanto dan didampingi istrinya Arum. Ginny begitu bersemangat memilih pakaian saat berada di stan khusus pakaian anak-anak dan remaja.“Mami, uang daddy nanti habis enggak, kalau Ginny ingin beli pita rambut dan mainan juga?” tanya Ginny dengan polosnya, saat mereka di kasir membayar belanjaan miliknya yang sudah satu trolly penuh.Tiga orang dewasa yang menemaninya belanja hanya tersenyum saja melihat kepolosan Ginny. Apalagi mereka tahu, kekayaan Gerald tidak akan habis kalau hanya untuk belanja kebutuhan Ginny.“Kita lihat dulu belanjaan Ginny nanti apa, yang jelas beli yang diperlukan saja ya sayang,” jawab Debora menggantung, tidak melarang juga mengizinkan.“Mbak, saya antar ini ke mobil dulu ya,” kata Yanto dengan lima kantong belanjaan, berpamitan pada Debora.&l
Debora menuju ke kantornya untuk menjemput Anita, sebelum pergi ke apartemen yang ditempati Vera.Debora tidak masuk dalam kantornya menghindari banyak pertanyaan dari teman-temannya, apalagi dia juga membawa Ginny. Mereka menunggu di depan kantor di dalam mobil. Tak lama setelah dihubungi Anita pun nampak berlari keluar dari kantor.“Hai, mimpi apa aku semalam bisa naik mobil mewah begini,” seru Anita yang biasa ceplas-ceplos begitu pak Yanto membuka pintu mobil di depan.“Biasa saja kali Say, semua mobil sama,” jawab Debora cuek. Ginny yang semula berbaring dengan kepala di pangkuan Debora terbangun karena suara lantangnya Anita.“Ada gadis cantik. Hai, boleh kenalan cantik?” Anita membungkuk ke belakang dan mengulurkan tangannya pada Ginny yang duduk di samping Debora.Anita mengucapkan namanya dan Ginny pun menjawab dengan ramah. “Kakak senang deh berkenalan den