Share

Kehilangan

Author: Pena Indah
last update Last Updated: 2021-05-27 06:10:10

Huh, kalau saja bukan aku yang salah, udah kuplitir tuh kepala orang. Main tampar pipi mulus aku yang super lembut ini, kesel deh!" gerutunya Khanza. 

"Pipi kamu pasti baik-baik saja, kok. Tenang saja!" ujar Vano yang sudah ada di belakangnya.

Khanza berbalik, melihat Vano dengan mata membelak, meyakinkan bahwa laki-laki itu adalah orang yang sama dengan yang kemarin. Khanza berbalik lagi, ia menganggap bahwa itu hanyalah khayalannya saja.

"Pasti berkhayal, mana ada om-om sombong itu di jalanan seperti ini? Hahaha mau apa dia? Mulung, tapi jaman sekarang pemulung sukses pun banyak," gumam Khanza.

"Hey, kamu berani tidak memperdulikan saya?" teriak Vano.

Khanza kembali membalikkan badan. Kemudian berjalan mendekati Vano yang juga terhenti saat dirinya berbalik. Ia memberanikan diri untuk menyentuh lengan dan pipi lelaki yang baginya sombong itu. Tak hanya di bagian pipi dan lengan, Khanza juga tak segan mencubit hidungnya dengan lembut. 

"Haih, sudah puas menyentuhmu?" desis Veno.

"Beneran kamu ini? Ada yang bisa saya bantu, Tuan kaya?" celetuk Khanza.

"Kau mau uang?" tanya Vano.

Khanza langsung menutupi dadanya. Ia juga menyantap Vano dari atas ke bawah. Tak ada sedikitpun yang terlewat dari katanya. "Maaf, saya bukan wanita seperti itu!" dengus Khanza.

"Maksud kamu apa? Saya hanya ingin menawarkan pekerjaan yang cocok buat kamu, kamu mikir sampai kemana?" kata Vano menyelentik kening Khanza.

"Oh kirain. Em, apa itu?" tanya Khanza.

"Ini kartu nama saya … kamu bisa hubungi saya kapan saja kamu mau. Jika kamu membutuhkannya pekerjaan yang cepat, bisa hubungi saya, oke? Permisi." pamit Vano.

"Kenapa dia baik padaku? Pekerjaan apa nyang mau ditawarkan kepadaku? Jangan-jangan … Hih, amit-amit!" Khanza menggerutu.

Namun, Khanza tak mempedulikan hal itu. Ia hanya menyimpan kartu nama Vano di dompetnya. Setelah itu, ia pulang sembari mengingat dengan jelas wajah Vano. Sesampainya di gang rumahnya, Khanza melihat rumahnya sangat ramai.

"Ada apa? Mengapa banyak sekali orang di rumahku?" batinnya.

Banyak orang di sana, wajah mereka nampak sedih. Khanza terus saja berjalan dan masuk ke rumah, melihat adiknya yang sedang menangis sangat kencang.

Khanza semakin heran dengan apa yang terjadi, ia melihat dua sosok yang sudah di tutupi menggunakan kain panjang di samping Lisa. Khanza terus saja bingung, ia tidak melihat kedua orang tuanya juga di sana.

"Khanza, yang sabar ya," ucap Ibu Siti, tetangga sebelah yang tiba-tiba memeluk Khanza.

"Ayah sama Ibu kemana? Dan orang yang di tutupin ini siapa Busi (panggilan Khanza untuk Ibu Siti)?" tanya Khanza.

"Mereka, mereka orang tuamu, Za." jawab Ibu Siti.

Mendengar ungkapan dari Ibu Siti membuatkan Khanza terkejut. Jantungnya seakan berhenti berdetak, nafasnya terasa tersendat, dirinya juga merasa sangat berat untuk melangkah.

Ia kembali mempertanyakan siapa kedua orang yang telah ditutupi kain tersebut, dan jawaban dari Ibu Siti tetap sama, jika itu adalah orang tuanya.

Nasi goreng yang di bawa Khanza jatuh, ia tidak menduga jika orang tuanya pergi secepat itu. Padahal, sebelum Khanza pergi keluar, orang tuanya sedang bercanda ria di rumah.

"Busi bohong, 'kan? Dimana Ayah sama Ibu!" teriak Khanza mulai menangis.

"Kak …." Lisa mendekatinya dan memeluk.

"Lisa, bilang sama Kakak, di mana Ayah dan Ibu? Dimana Lisa, di mana?" Khanza tidak bisa mengatur emosinya.

Lisa menunjukkan ke arah dua orang yang telah di tutupi kain tersebut. Khanza terjatuh dan bersimpuh di antara jenazah kedua orang tuanya, ia tidak sanggup melihat semua itu dan akhirnya ia pun pingsan.

Ibu-ibu yang ada di sana pun memapah Khanza dan mencoba membangunkannya, menguatkan hatinya. Saat Khanza sadar, ia berusaha kuat dan membuka perlahan kain penutup itu.

"Ayah, Ibu. Kenapa kalian ninggalin aku, kenapa kalian ninggalin kita berdua?" ucapnya lirih.

"Aku hanya pergi sebentar membelikan nasi goreng untuk Lisa. Tapi kenapa malah kalian pergi untuk selamanya. Tidak bisakah kalian menungguku pulang? Kenapa kalian pergi?" tangisan Khanza menambah hari suasana. Tetangga juga turut bersedih karenanya.

Keluarga Khanza di kenal sangat baik. Mereka memang hidup sederhana, namun selalu baik kepada para tetangganya.

Awan mendung pagi itu, membuat Khanza semakin bersedih. Sepertinya, awan pun tau jika hati gadis ini juga sedang kelabu. Melihat jenazah kedua orang tuanya di masukan ke liang lahat, ia sudah tidak bisa menangis lagi. Mulutnya seperti terkunci, tatapan matanya nampak kosong. Khanza mampu membuat adiknya semakin sedih.

"Ayo Kak, kita pulang. Sepertinya, pagi ini akan hujan deras," ucap Lisa memaksa Khanza pulang.

Sesampainya di rumah, peziarah mulai berdatangan ikut bela sungkawa. Ada guru dan teman-teman sekolah Khanza, bahkan guru dan teman Lisa juga datang.

Pandangan mata kosong Khanza membuat semua orang bersedih. Semua orang tahu jika Khanza adalah anak yang sangat di banggakan oleh kedua orang tuanya. Kepergian mereka pasti membuatnya sangat terpukul.

***

Satu minggu berlalu, kesedihan Khanza dan Lisa juga belum reda begitu saja. Mereka masih berdiam diri ketika melakukan aktifitasnya masing-masing.

Hanya satu dua kata yang mereka katakan. Rumah serasa sepi, tidak ada lagi yang ribut membangunkan mereka sekolah, tidak ada lagi yang membuatkan sarapan untuk mereka.

"Kak, aku kayaknya nanti pulang lebih awal, deh. Kunci rumah, biar aku yang bawa saja, ya?" usul Lisa memecah keheningan pagi.

"Hm," Khanza hanya mengangguk.

"Kakak, tetap sekolah, 'kan?" Lisa memastikan jika kakaknya berangkat sekolah atau tidak.

Sebab, beberapa hari yang lalu, sebelum orang tuanya meninggal, Khanza kepergok bolos sekolah olehnya.

"Sekolah, kok. Ini juga mau mandi, kamu bikin sarapan bisa, 'kan? Telur ceplok saja yang simpel."

Khanza masuk ke kamar mandi, dan Lisa membuat sarapan untuk mereka makan. Tidak banyak kata yang terucap, mereka juga sarapan diam begitu saja. Padahal sebelumnya, sarapan saja mereka heboh sendiri dengan lawakan sang Ayah.

"Aku selesai, aku berangkat duluan, ya. Sampai jumpa." pamit Khanza membawa gitarnya.

Lisa yakin jika kakaknya akan mulai ngamen lagi, karena sebelumnya Khanza mengatakan jika dirinya akan bekerja untuk kelangsungan hidup mereka. Tak hanya mengetahui hal itu saja, Lisa juga tahu jika Kakaknya baru selesai menjalani skorsing dari sekolah.

"Kenapa kakak jadi gini, sih? Aku sayang banget sama Kakak, aku tidak ingin Kakak berjuang keras sendiri, Kak." ungkapan Lisa yang tertunda.

Di lampu merah, Vano merasa seperti kehilangan sosok Khanza selama seminggu. Ia sudah tidak melihat Khanza lagi sejak malam pertemuan mereka di dekat gang rumahnya.

"Pak Adi, tolong kamu cari semuanya tentang Khanza lagi, dong. Selama seminggu ini dia ngapain saja gitu," perintah Vano.

"Siap Bos!" jawab Pak Adi.

"Khanza, kamu kemana, sih?" ucap Vano dalam hati, dengan hati yang sedang gelisah.

Related chapters

  • Mopping Your Heart   Musibah Datang Lagi

    Di sekolah, Khanza yang biasanya riang, ceria, suja jahil dan suka bernyanyi. Kini ia menjadi lebih pendiam, ia juga menjauhi Hanif, ketika mereka berpapasan saja, Khanza tidak menegurnya."Khanza kenapa ya? Apa karena aku tidak melayat ke rumahnya, terus dia ngambek? Marah gitu sama aku?" Hanif bertanya dalam hati.Ingin sekali Hanif menegurnya sahabatnya tersebut. Namun, semua itu masih ia tahan karena sang kekasih menempel terus di lengannya, seperti enggan kehilangannya. Bahkan mereka duduk bersebelahan saja, Khanza sama sekali tidak menengok ke arah Hanif.Di sekolah, kali ini Khanza tidak berulah. Jam kosong pun ia tidak membolos lagi. Ia malah menggunakan kesempatan itu untuk tidur.Ingin sekali Hanif menegur Khanza, tapi ia takut jika kakak sepupunya akan berulah lagi dengan kepadanya. Khanza adalah sahabat yang baik

    Last Updated : 2021-05-27
  • Mopping Your Heart   Kebaikan Tuan Vano Arka Wijaya

    Kebakaran rumah siang itu membuat trauma di ingatan mendalam bagi Khanza dan Lisa. Sesekali, air mata Khanza menetes, meratapi nasibnya yang kini tidak memiliki apapun kecuali adik dan pakaian yang masih melekat di tubuhnya.Di balik kaca mobil Vano, Khanza menyembunyikan kesedihannya dari langit. Ia baru saja kehilangan orang tuanya, lalu sekarang kehilangan rumahnya. Bahkan ia juga bingung, kenapa dirinya langsung bersedia mengikuti Vano, orang yang baru saja di kenalnya."Khanza, apa kamu baik-baik saja?" tanya Vano."Om ini siapa? Kenapa mau bantu kita berdua?" tanya Lisa."Panggilnya jangan om, dong. Panggil saja dengan nama, nama saya Vano. Usia saya memang jauh dari kalian, tapi belum pantaslah di panggil dengan sebutan itu," jelas Vano."Dia ini bos saya. Jika boleh, kamu panggil dia Tuan saja. Oke?" sahut Pak Adi."Jangan Tuan! Kamu boleh panggil say

    Last Updated : 2021-05-31
  • Mopping Your Heart   Timbul Kecurigaan Lisa

    Rupanya, Lisa mendengar semua percakapan antara Vano dan kakaknya ketika berada di ruang tamu. Ia tidak ingin kakaknya menanggung beban sendirian, Lisa pun berlari dan memeluk kakaknya. Namun tidak mengatakan jika dirinya telah mendengar semuanya."Loh, Lisa, kamu kenapa? Kok tiba-tiba meluk kakak gini, sih?" tanya Khanza heran."Kita pergi saja, yuk, Kak dari sini. Aku lihat, kakak tidak bahagia tinggal di sini," ujar Lisa masih menyembunyikan wajahnya."Sebaiknya, kita cari kosan aja gitu. Apa tidur dimana gitu lah. Aku siap kok untuk berhenti sekolah dan membantu kakak cari uang," imbuhnya.Khanza melepaskan pelukan adiknya, menatap wajah adiknya dengan jelas. Terlihat mata satu adiknya membuatnya semakin sedih. Melihat adiknya, Khanza semakin terpojok. Memang seharusnya, adiknya masih terus se

    Last Updated : 2021-06-01
  • Mopping Your Heart   Gosip Di Sekolah

    Di sekolah, Khanza juga masih menjadi seorang yang pendiam. Ia lebih memilih untuk tidur di jam istirahat. Teman sekelasnya mulai merindukan sosok Khanza yang dulu, yang sering membuat kelas menjadi ramai dan asyik."Za, nyanyi dong. Sudah beberapa hari ini, kita nggak denger suara merdu lu di kelas. Nyanyi yuk …." pinta salah satu teman sekelasnya.Khanza hanya menggelengkan kepala, lalu menyembunyikan wajahnya kembali dan merebahkan kepalanya di mejanya. Menghela napas panjang, kemudian kembali memejamkan mata."Yah ….""Potek kita, Za. Sebentar saja, sambil nunggu guru datang, Za. Gue mohon--""Ayo lah Za … sebentar aja lah. Nif, ayo dong suruh sahabat lu buat nyanyi, lagi,"Ba

    Last Updated : 2021-06-02
  • Mopping Your Heart   Mayang, Ratu Iri Hati

    Khanza hanya cuek tak menanggapi pernyataan Mayang tersebut. Ia terus memakan mienya dengan nikmat. Mayang sangat kesal karena Khanza tidak tepancing amarahnya. Lagi-lagi Mayang mencari keburukan dari Khanza."Lihat ponselnya, wah ini keluaran terbaru. Ck ck, bagi tips dong cara mengaet Om-om tajir. Dan berapa harganya kamu menemani Om itu dalam waktu semalam?" lanjut Mayang membelai rambut Khanza.Lagi-lagi Khanza tidak memperdulikan ucapan Mayang. Malah Hanif lah yang merasa kesal dengan ucapan buruknya. Ia lalu menampar Mayang dengan keras.Plak!"Hanif! Kamu apa-apaan, sih. Kamu belain orang nggak bener seperti ini, hah? Apa kamu juga pernah di kasih jatah olehnya?" Mayang penuh dengan emosi."Khanza, kok, lu diam saja, sih? Lu sedang di hina Ma

    Last Updated : 2021-06-03
  • Mopping Your Heart   Villa Saksi Bisu

    Ketik di lampu merah, motor Hanif berhenti tepat di samping mobil Vano. Tak sengaja, Vano melihat mereka sedang membonceng dengan sangat mesra. Itu pandangan dari Vano."Bos! Bukankah itu Nona Khanza?" tanya Pak Adi.Vano mencari dimana Khanza berada. Ketika menemukan dimana gadisnya berada, ia kesal dan turun dari mobilnya. Cemburu membakar hatinya saat itu. Ia menarik tangan Khanza untuk ikut masuk ke mobilnya. Lalu meminta Pak Adi untuk pulang menggunakan kendaraan umum."Pak Vano?" ucap Khanza."Turun! Ikut saya sekarang!" bentak Vano mencengkram tangan mungil Khanza dengan erat sehingga membuat Khanza kesakitan."Sakit Pak, lepasin aku--" keluh Khanza."Woy Bro. Sorry, nih. Jangan kasar-kasarlah sama cewek.

    Last Updated : 2021-07-14
  • Mopping Your Heart   Jatuh Cinta

    Vano mengambilkan makanan untuk Khanza. Ia juga memberikan Khanza segelas susu hangat. Perlakuan baik Vano membuat Khanza sendiri menjadi bingung. Ia tidak tahu yang mana sifat Vano sebenarnya. Sekejap, ia berubah menjadi malaikat, dan sekejap lagi berubah menjadi Iblis."Tuan Vano …." panggil Khanza dengan suara manja di telinga Vano.Vano tersenyum tentunya. Ia juga melihat Khanza memainkan tangannya dari bawah meja seperti anak kecil."Makan dulu!" ucap Vano.Memang tak ada yang perlu dibantah. Khanza menurut kali ini. Dia tidak ingin membuat Vano kembali marah padanya. Sebab, yang dia lihat saat itu, kemarahan Vano belum reda sepenuhnya."Saya selesai," kata Vano mendorong piringnya."Jika ada yang ing

    Last Updated : 2021-07-15
  • Mopping Your Heart   Hinaan Mayang

    Bab selanjutnyaApakah ini yang membuat dia tadi memelukku sangat lama? Jika dari dekat, dia terlihat tampan.Tuan Vano, aku juga menyukaimu, tapi siapa aku ini? Aku tak pantas untukmu." ungkap Khanza dalam hati."Jangan menatap seperti itu, saya laki-laki normal Khanza. Jangan salahkan saya, kalau saya bisa memakanmu malam ini juga. Jika kamu tidak segera menjauhkan tubuhmu, saya bisa lakukan apa yang tak seharusnya terjadi," ucap Vano masih dengan memejamkan matanya."Hah?" membuat Khanza terkejut danVano langsung menariknya, hingga gadis kecilnya berada tepat di atas tubuhnya. Khanza pun meronta-ronta, tubuh mungilnya tidak bisa mengalahkan tubuh besarnya Vano. Gadis 18 tahun ini tak bisa di bandingkan dengan Vano pria berusia 30 tahun yang gemar berolah raga. Mereka sudah sangat mengantu

    Last Updated : 2021-07-16

Latest chapter

  • Mopping Your Heart   Merelakan Hati

    Khanza hanya menyentuh bahu Vano dengan lembut. Menandakan jika Vano harus berhenti dan mulai mendengarkan Neneknya. Selanjutnya, Khanza pergi mendekati Nenek Vano dan mencium tangannya, kemudian berlari pergi."Nek, saya pamit. Selamat sore," pamit Khanza tanpa basa-basi lagi.Menatap Vano yang seperti tak ingin menyerah, Khanza semakin sulit untuk melepasnya. Sementara itu, ada Neneknya yang terbaring lemah di ranjang. Semakin membuatnya tak kuasa menahan egonya."Tuan, sampai bertemu lain waktu. Permisi!" ucap Khanza.Sebelum ia keluar, Khanza juga mencium tangan kedua orang tua Maria juga, Sembari menangis, Khanza berlari keluar meninggalkan rumah mewah Vano dengan hati yang hampa.Alam sedang berpihak kepadanya. Hujan turun begitu derasnya sehingga b

  • Mopping Your Heart   Antara Lamaran Dan Perjodohan

    Setelah selesai acara kelulusan, Vano mengajak Khanza makan bersama. Tempat yang sudah Vano siapkan rupanya sangat dekat dengan vila milik Vano. Di sana, Vano telah menyiapkan semuanya dengan rapi. Dimana ada musik, bunga, hidangan yang lezat, serta suasana romantis menyelimuti tempat tersebut."Kenapa harus di tutup sih matanya?" tanya Khanza."Namanya juga kejutan. Harus di tutup dong matanya," ucap Vano sembari menuntun kekasih hatinya ke tempat tujuan."Iya, kenapa juga harus pakai kain?" lanjut Khanza semakin penasaran."Sstt, jangan kacaukan kejutan ini. Nikmati alurnya, dan jangan banyak protes, oke?" bisik Vano.Dengan lembut, Khanza dibawa duduk di kursi depan meja makan ya

  • Mopping Your Heart   Pelajaran Untuk Mayang

    Vano terus menutupi robekan baju di punggung Khanza dengan telapak tangannya. Semua orang tertuju dengan kekompakan mereka. Hanif yang cemburu, tidak suka melihat kebersamaan Khanza dan Vano pun memutuskan untuk pergi. Acara telah usai, Vano tetap masih bersama dengan Khanza turun panggung."Kita berjalan hati-hati saja, ya. Saya akan mengantarmu ke ruang ganti," ujar Vano."Tunggu!" tahan Khanza."Ada apa, sayang?" ucapan sayang Vano membuat Khanza tersipu."Tuan Vano, maaf saya menyela. Tapi, saya hendak mengatakan sesuatu kepada Tuan saat ini juga!" Kepala sekolah tiba-tiba datang dan meminta Vano untuk mengikutinya ke ruangannya.Wajah Khanza nampak pucat sekali. Ia takut jika Vano akan meninggalkan dirinya disaat seperti itu

  • Mopping Your Heart   Luka Cinta

    Luka ditangan Vano, diketahui oleh Khanza. Seketika langsung berubah panik dan menarik tangan Vano. "Tangan Tuan, terluka? Biarkan aku bersihkan dulu darahnya, kebetulan aku selalu membawa plester luka di tasku," ucap Khanza dengan kepanikannya."Obati dulu lukamu. Lihatlah, tanganmu memar seperti ini. Saya tidak tega melihat tanganmu yang seperti ini Khanza," tutur Vano dengan penuh cinta.Khanza tetap keras kepala membalut luka Vano. Uraian rambut Khanza menambah rasa cinta Vano kepadanya. Baginya, wanita akan cantik jika rambutnya terurai seperti itu.Seolah, terdengar suara musik romantis yang membuatnya jatuh kedalam manisnya wajah Khanza. Gadis berusia 18 tahun itu ternyata menyadari kekasihnya tengah menatapnya. Kemudian, ia pun bertanya, "Ada apa Tuan?""Tuan, kenapa anda sangat baik

  • Mopping Your Heart   Mencari Kesempatan

    Bab selanjutnyaDi tempat lain, ternyata Vano sudah menunggu Khanza sangat lama di cafe yang sebelumnya sudah Vano katakan. Saking lamanya menunggu, Vano sampai tertidur di sana.Tak perlu dipungkiri lagi, Vano memang benar-benar menyukai gadis SMA itu. Sejak awal pertemuannya, Khanza sudah membuatnya tidak bisa tidur dengan nyenyak.Vano ini memiliki dua sahabat, salah satunya adalah Justin. Sang pemilik cafe yang akan Khanza tempat bekerja."Heh, sang pangeran ternyata tertidur. Aku jadi semakin penasaran dengan gadis kecil itu." gumam Justin dalam hati.Tak lama kemudian, sampai juga Khanza di cafe itu. Melihat Vano juga ada di sana, membuatnya menjadi sedikit canggung. Justin, selaku manager cafe, menyambut kedatangan Khanza dengan ramah. Mereka juga berkenalan dan memulai negosiasi.

  • Mopping Your Heart   Hinaan Mayang

    Bab selanjutnyaApakah ini yang membuat dia tadi memelukku sangat lama? Jika dari dekat, dia terlihat tampan.Tuan Vano, aku juga menyukaimu, tapi siapa aku ini? Aku tak pantas untukmu." ungkap Khanza dalam hati."Jangan menatap seperti itu, saya laki-laki normal Khanza. Jangan salahkan saya, kalau saya bisa memakanmu malam ini juga. Jika kamu tidak segera menjauhkan tubuhmu, saya bisa lakukan apa yang tak seharusnya terjadi," ucap Vano masih dengan memejamkan matanya."Hah?" membuat Khanza terkejut danVano langsung menariknya, hingga gadis kecilnya berada tepat di atas tubuhnya. Khanza pun meronta-ronta, tubuh mungilnya tidak bisa mengalahkan tubuh besarnya Vano. Gadis 18 tahun ini tak bisa di bandingkan dengan Vano pria berusia 30 tahun yang gemar berolah raga. Mereka sudah sangat mengantu

  • Mopping Your Heart   Jatuh Cinta

    Vano mengambilkan makanan untuk Khanza. Ia juga memberikan Khanza segelas susu hangat. Perlakuan baik Vano membuat Khanza sendiri menjadi bingung. Ia tidak tahu yang mana sifat Vano sebenarnya. Sekejap, ia berubah menjadi malaikat, dan sekejap lagi berubah menjadi Iblis."Tuan Vano …." panggil Khanza dengan suara manja di telinga Vano.Vano tersenyum tentunya. Ia juga melihat Khanza memainkan tangannya dari bawah meja seperti anak kecil."Makan dulu!" ucap Vano.Memang tak ada yang perlu dibantah. Khanza menurut kali ini. Dia tidak ingin membuat Vano kembali marah padanya. Sebab, yang dia lihat saat itu, kemarahan Vano belum reda sepenuhnya."Saya selesai," kata Vano mendorong piringnya."Jika ada yang ing

  • Mopping Your Heart   Villa Saksi Bisu

    Ketik di lampu merah, motor Hanif berhenti tepat di samping mobil Vano. Tak sengaja, Vano melihat mereka sedang membonceng dengan sangat mesra. Itu pandangan dari Vano."Bos! Bukankah itu Nona Khanza?" tanya Pak Adi.Vano mencari dimana Khanza berada. Ketika menemukan dimana gadisnya berada, ia kesal dan turun dari mobilnya. Cemburu membakar hatinya saat itu. Ia menarik tangan Khanza untuk ikut masuk ke mobilnya. Lalu meminta Pak Adi untuk pulang menggunakan kendaraan umum."Pak Vano?" ucap Khanza."Turun! Ikut saya sekarang!" bentak Vano mencengkram tangan mungil Khanza dengan erat sehingga membuat Khanza kesakitan."Sakit Pak, lepasin aku--" keluh Khanza."Woy Bro. Sorry, nih. Jangan kasar-kasarlah sama cewek.

  • Mopping Your Heart   Mayang, Ratu Iri Hati

    Khanza hanya cuek tak menanggapi pernyataan Mayang tersebut. Ia terus memakan mienya dengan nikmat. Mayang sangat kesal karena Khanza tidak tepancing amarahnya. Lagi-lagi Mayang mencari keburukan dari Khanza."Lihat ponselnya, wah ini keluaran terbaru. Ck ck, bagi tips dong cara mengaet Om-om tajir. Dan berapa harganya kamu menemani Om itu dalam waktu semalam?" lanjut Mayang membelai rambut Khanza.Lagi-lagi Khanza tidak memperdulikan ucapan Mayang. Malah Hanif lah yang merasa kesal dengan ucapan buruknya. Ia lalu menampar Mayang dengan keras.Plak!"Hanif! Kamu apa-apaan, sih. Kamu belain orang nggak bener seperti ini, hah? Apa kamu juga pernah di kasih jatah olehnya?" Mayang penuh dengan emosi."Khanza, kok, lu diam saja, sih? Lu sedang di hina Ma

DMCA.com Protection Status