Rai menggendong Yunara. Yunara tertidur dalam dekapannya. Bayi mungil yang selalu menjadi penyejuk hati.
Rai menunggu Zaila pulang dari membeli makan malam. Apa yang ia lihat ketika berada dalam konstruksi, ingin Rai ceritakan pada Zaila.
Hah...
Rai menidurkan Yunara di tempat tidur. Rai langsung menemui Zaila yang baru saja kembali. Makanan lezat yang Zaila pilih terasa tidak menggugah selera Rai. Banyak beban pikiran yang mengganggu selera makannya.
Keluarga Rai semuanya tinggal di London. Rai dan Zaila adalah kakak adik yang sedang memperjuangkan sesuatu hingga nekat datang ke New York.
"Kak Zaila," Panggil Rai.
"Iya. Ada apa kau memanggilku sekeras itu?" tanya Zaila.
"Apakah kau pernah mendengar tentang pria buta yang menjadi murid SMA HG?" tanya Rai.
"Dia kan populer meskipun memiliki keku
Semua anak-anak sudah boleh dirawat di mansion. Lagi pula, di mansion juga lengkap dengan dokter andalan dan juga peralatan yang tidak kalah dengan rumah sakit besar. Hanya tinggal kiana yang masih dirawat di sana. Kiana sedikit tenang. Tapi ia hanya meringkuk seperti menahan sesuatu karena ia terus menggigit bibirnya sendiri. "Kiana!" panggil Orchia. "Hai!" Kiana berusaha untuk terlihat baik-baik saja. "Bagaimana? Apa ada yang kau rasakan?" tanya Orchia. "Aku sudah membaik. Kau datang dengan siapa?" tanya Kiana. Kiana sedikit berharap kalau Zeki akan menemuinya. Sayangnya, orang yang kemudian masuk ke dalam bukanlah Zeki. "Bibi Gracia!" panggil Kiana. "Bagaimana kabarmu?" tanya Gracia. "Tentu saja, sudah membaik." "Ibu, bisakah aku bicara sebentar pada Kiana? Setelah itu kita pul
Setelah pukul enam sore, Kiana menutup kamar di mana ia dirawat. Ia menata guling dan menutupinya menggunakan selimut. Kiana sudah siap menemui Zeki meski ia tetap menggunakan baju pasien. Kiana naik taxi untuk menemui Zeki yang menunggunya diujung bukit. Setelah itu, Kiana harus melewati jalan setapak."Kak Zeki!" panggil Kiana. Zeki menoleh. "Hai! Aku kira kau tidak akan datang," ujar Zeki. Kiana mengerutkan keningnya. Dia mundur beberapa langkah. Ada sesuatu yang aneh dengan Zeki."Kiana, ada apa denganmu?""Bukan ada apa denganku, tapi ada apa denganmu," jelas Kiana."Ah! Aku minum wisky sebelum ke sini." Kiana tidak suka alkohol. Ia hanya minum sesekali ketika ada pertemuan atau perjamuan khusus. Melihat wajah Zeki yang memerah dan tatapannya aneh, Kiana memilih menjauh."Kita bertemu lagi lain kali saja," kata K
Delice bersama Loid menghadiri acara pertemuan terbuka. Banyak pembisnis besar kalangan atas yang berkumpul di sana. Dalam perjamuan itu, ada tamu muda yang siap menjadi relawan untuk membantu finansial orang-orang yang kekurangan. Dalam pertemuan itu juga, akan ada pembahasan mengenai pelelangan yang akan diadakan tengah malam. Semua tamu diharapkan untuk mendonasikan setidaknya satu barang untuk dilelang dan uangnya akan digunakan untuk menambahkan donasi. "Ngomong-ngomong, apa yang mau kau lelang?" tanya Delice pada Loid. "Hmmmm..." Loid memutar matanya seolah-olah sedang memikirkan masalah yang begitu pelik. "Apa, ya? Menurutmu apa?" tanya Loid. Delice menaikkan sebelah alisnya. "Kau datang tapi tidak membaca undangannya?" pekik Delice. "Dasar gila!" imbuhnya. "Bagaimana kalau aku melepaskan celana dalam yang aku pakai?" tanya Loid dengan waja
Nick kembali ke lantai atas bersama satu pria dan juga wartawan. Entah apa yang tersirat dalam otaknya. Pria paruh baya yang pergi bersamanya terlihat begitu cemas. “Jangan seperti itu, Tuan Kang. Saya hanya ingin memberikan Anda sebuah hadiah.” Nick menyeringai. Perasaan Tuan Kang semakin tidak karuan dan tidak menentu. Seolah-seolah, setiap kakinya yang melangkah selalu ada paku yang menusuk telapaknya. Nick tersenyum jahat. Ia membuka pintu, mempersilahkan para wartawan masuk untuk merekam seorang wanita yang merangkak seperti orang gila. Dia menggigit jarinya sendiri, merintih dan menangis. “Brengsek! Apa yang kau lakukan pada Putriku?” teriak Tuan Kang sembari menarik kerah kemeja Nick. Nick menatap tanpa ekspresi. “Lepaskan tanganmu atau aku patahkan!” &n
Delice sedang menikmati sarapan bersama yang lainnnya. Diego juga ikut bergabung bukan sebagai tamu tapi sebagai keluarga."Naura mana? Aku datang untuk melihatnya, bukan untuk melihatmu," gerutu Diego."Ibuku sedang di rumah sakit," jawab Zavier."Apa maksudnya di rumah sakit?" pekik Diego sembari meletakkan sendoknya."Kiana sakit. Selain bodoh karena menawar dengan harga yang gila, kau juga bodoh dalam menghitung jumlah Anak-anakku," kata Delice."Benar juga. Aku tidak melihat Kiana.""Syukurlah, Loid. Ada yang lebih bodoh darimu," ujar Aretha. Semuanya menahan tawa. Diego yang sudah lama tidak berkunjung, menjadi bahan tertawaan mereka."Kau bisa menelan makananmu, sedangkan Anak dan Istrimu tidak di rumah?" pekik Diego."Aku sudah meminta Leon untuk mengantarkan makanan pada mereka. Apa kau juga lupa dengan Leon?" kata Delice."Apa aku semakin tua? Kenapa Anakmu banyak sekali?" &
Ditengah malam yang gelap, seorang wanita cantik berlari tergesa-gesa keluar dari salah satu kamar hotel. Rambutnya yang terurai hitam, berantakan. Pakaian yang ia kenakan ada beberapa bagian yang robek seperti dicabik-cabik. Wanita itu berlari dan menekan tombol lift. Ketika pintu lift sudah terbuka, ia langsung menerobos masuk tanpa melihat apakah lift itu terisi atau kosong."Akh!" pekik wanita itu. Seorang pria tampan langsung memegang pinggang wanita itu untuk menahan tubuh wanita itu supaya tidak terjatuh setelah menabraknya. Pandangan mata mereka bertemu. Wajah wanita itu sangat cantik dengan mata berwarna hijau muda. Sayangnya, terdapat lebam pada bibir dan juga area wajahnya."Ma--maaf!" ucap wanita itu."Apa Anda baik-baik saja?""Saya...""Apa ada ya
Kiana, Leon dan Zeki, mencari waktu yang tepat untuk mendatangi Cake Monsta karena identitas makanan yang dijual tentu saja bukan makanan biasa. Jika dilihat dari gedung yang menjual Cake milik Monsta Group, tidak ada keanehan sediktpun. Mereka bertiga hanya menyelidiki dari jarak jauh. Hanya saja, tamu yang datang bukanlah tamu biasa. Kiana sudah bisa menebak ada sesuatu yang besar dibalik cake yang terjual di sana.“Kita kembali,” kata Kiana.“Sekarang?” tanya Leon.“Kalau kau ingin di sini, sebaiknya kau bawa selimut,” ejek Zeki.“Sialan!” Mereka masuk ke dalam mobil dan segera meluncur menuju hotel di mana ada para pembuat onar yang sedang memantau di sana. Jaraknya tidak terlalu jauh. Sepuluh menit kemudian, mereka akhirnya sampai.“Leon, kau ke sana terlebih
Son menggandeng tangan Eren keluar dari kamarnya. Tidak jauh dari lift, ada tiga pria yang sedang berbicara serius. Tiga pria tersebut adalah Zavier, Arta dan juga Renza."Pura-pura saja tidak lihat," ucap Arta lirih."Kita juga harus turun menggunakan lift yang lain," kata Renza. Mereka aktif berpikir dan juga bertindak. Hanya Zavier yang menggertakkan giginya sejak melihat Eren keluar dari kamar hotel bersama pria lain. Tidak hanya itu, Zavier juga tidak bisa menutupi kemarahannya."Apa yang mau kau lakukan? Ayo kita pergi!" ajak Renza."Kalian pergi saja sendiri. Aku akan melewati tangga draurat!" kata Zavier. Matanya berapi-api. “Ada yang harus aku selesaikan,” lanjutnya."Hm… Kau sedang cemburu?" goda Renza."Siapa yang sedang cemburu?" elak Zavier. Wajahnya yang pada awalnya berekspresi kejam, sekarang menjadi malu. A