Han dan Zin memng sudah merencanakan acara malam ini me jadi puncak sudah sejak lama. Dari jauh-jauh hari mereka berdua bekerjasama untuk membuat puncaknya menjadi sangat meriah.
Di atas panggung, acara sudah dimulai dengan tamu VVIP, VIP, tingkat tinggi, menengah, ke bawah, mereka semua berkumpul dengan kursi yang berbeda sesuai tingkatan mereka.Rael yang menunjukkan dirinya sebagai Rael, bukan Tuan muda. Jordan, Brian, Lukas Nick dan Teo. Belum lagi Han yang sudah memulai acara, lalu Zin yang muncul dengan wajah masam.Tepat pukul satu dini hari, panggung bisa dilihat dari segala sisi. Gedung timur untuk game, gedung utara untuk casino, gedung selatan untuk bisnis dan Gedung barat untuk bertransaksi amal. Acara yang cukup meriah. Tapi ..."Apa Tuan mau melihat ke lantai bawah?" tanya Jordan."Ada apa denganmu?" tanya Rael."Saya baik-baik saja," jawab Jordan.Rael mengetahui lebam yang ada di pipi Jordan. Acara tersebKiana tidak tahu sebatas apa amarah sedang menguasainya. Ia memeluk Kumey begitu erat. Melindungi Kumey dari tatapan para bajingan yang menginginkan permainan gila merendahkan wanita.Kumey bisa merasakan detak jantung Kiana yang berdebar sangat cepat. Bahkan lengannya terasa dingin. Sebesar itukah Kiana sedang menahan amarahnya? Pikir Kumey."Kiana, apa kau sedang marah sekarang?" tanya Kumey. Ia tidak berani membuka matanya. Ia tidak berani melihat wajah Kiana yang begitu mengerikan."Tenanglah. Aku akan membuat mereka membayar perlakuannya padamu!"Panggung akhirnya sepenuhnya menjadi milik Kiana. Tuan Don yang menyaksikannya dari tempat yang cukup jauh, menyeringai.Kiana gelap mata. Ia dibutakan oleh trauma dan dendam. Nick membungkukkan punggungnya."Selamat malam, Nona! Kita bertemu kembali dalam situasi yang lebih menarik dari saat itu," ucap Nick."Tutup mulutmu yang bau itu!"Para VVIP bertepuk tangan
Rasanya, separuh dunia yang Kiana miliki sudah runtuh. Ia sangat sedih dan terluka harus adu argumen. Aura mereka berbeda. Tidak ada lagi cinta dan kasih sayang. Mereka saling berhadapan sebagai orang lain yang tidak saling mengenal."Kalau memang seperti itu, lindungilah mereka sampai batas kemampuanmu," kata Kiana.Kiana mulai menyerang Leon. Kemampuan Leon begitu meningkat. Selama ini, Leon sudah sangat bekerja keras sampai di titik sekarang.Buagh!Buagh!Buagh!Mereka yang melihat pertarungan itu bungkam. Tidak bisa berkata-kata. Kemampuan keduanya imbang. Pencapaian yang di dapat hampir sama.Kiana bisa kidal, begitu juga dengan Leon. Keduanya menguasai ilmu yang sama. Namun, Kiana semakin liar. Tidak ada teknik yang bisa terbaca.Glek!Leon hanya melakukan tugasnya dan Kiana melindungi harga dirinya. Tapi, pertarungan mereka seperti ingin saling memusnahkan satu sama lain."Mr. Lee, seki
Sret!Han menghalangi Rael yang ingin maju. "Dia adalah bagianku!" kata Han.Han sudah ditipu sekali, tentu saja dia semakin kesal dengan Renza. Beraninya Renza membokongnya saat membuat Han berpaling ke arah lain.Gairah bertarung mulai menggebu-gebu. Renza terkekeh sembari menghela napas remeh."Mau berapa lama kalian menungguku?" tanya Renza. "Kakiku sudah kebas karena diam saja tanpa bergerak," sambungnya."Persetan dengan itu!" teriak Han.Buagh!Han menghabiskan tenaganya dalam satu amarah yang besar. Renza terpental sampai pindah area panggung. Ia terjungkal di atas meja judi.Meja judi itu bukanlah meja biasa. Terdapat senjata yang langsung menggores dada Renza."Kau terlempar seperti kapas. Kemampuan seperti itu, beraninya kau sombong di hadapanku," kata Han.Renza mengusap hidungnya yang berdarah. "Kenapa? Kau merasa terhina? Kau merasa marah ketika ada yang meremehkannya?" kata Renza
Brandon mengalahkan Han. Zin memutar otaknya untuk menyelamatkan apapun yang tersisa. Tidak ada yang bisa ia lakukan. Saat ini, Tuan Don juga sudah tahu kalau siaran langsung sudah kacau.Krak!"Akh!" rintih Han.Jika menyangkut seseorang yang disayangi, siapapun akan kehilangan kendali. Brandon menginjak telapak tangan Han. Dia terlihat sangat kejam sekarang."Aku ingin bertanya pada kalian. Siapa yang bernama Nick Arga?" Suara Brandon begitu lantang. Renza bahkan tidak bisa mengira kalau Brandon akan langsung bertanya pada intinya."Kenapa kau mencarinya?" sahut Kiana. "Apa kau tidak merasa mulutmu menjadi kotor karena menyebut nama bajingan itu?" sambungnya.Puncak masalah menjadi tertujunpada Nick. Panggung pertarungan menjadi pembalasan dendam masa lalu."Nona, ada denganmu? Apa kau sangat benci padaku?" tanya Nick."Heuh!" Kiana yang sedari tadi hanya diam, mulai membuka kemeja Renza yang menutupi tubuhnya
Drap ... Drap ... Drap ...Brandon berlari dengan putus asa. Seluruh tubuhnya gemetaran bukan karena lukanya, melainkan karena berita yang baru saja ia dengarkan.Brandon mengutuk dirinya sendiri. Setelah sekian lama, kenapa baru sekarang dia menemukan informasinya? Andai saja ... Iya, andai saja Brandon lebih cepat, dia bisa menyelamatkan adik dan juga sahabatnya."Brandon!""Rachel!" pekik Brandon."Bolehkah aku ikut dengnmu?" tanya Rachel."Untuk apa? Untuk menertawakanku?""Ini!" Rachel memberikan sebuah kunci motor. Ia juga membawa ponsel dan senter.Danau yang Rael sebutkan cukup jauh dari sana. Apalagi danau tersebut pasti sangat gelap karena masih dini hari. Brandon membutuhkan barang yang saat ini Rachel bawa."Bagaimana kalau Han cemburu lagi?" tanya Brandon."Ini motor miliknya. Bukankah kita teman?"Tidak ada alasan lain untuk menolak. Brandon menerima bantuan Rachel dan me
Raina terbangun. Ia merasakan kepalanya sangat nyeri. Ruangan yang saat ini ia tempati telihat sangat asing. Ranjang mewah, hiasan yang tidka membosankan, juga ada obat yang diletakkan di atas meja beserta air putih.‘Minumlah obatnya kalau kepalamu terasa sakit.’Pesan singkat yang ditulis di atas kertas. Entah siapa pemiliknya. Raina turun dari ranjang. Ia berjalan terhuyug-huyung karema kesadarannya belum menjadi sadar sepenuhnya.Srash!Raina mencuci wajahnya. Ia merasakan kesegaran kembali. Raina terdiam di depan cermin. Ia mencoba berpikir. Mengingat lagi ingatannya yang terhenti terakhir kali.“Ah iya. Aku ingat. Aku sedang makan sesuatu tapi tiba-tiba saja bajingan itu menyergapku dari belakang. Tapi, apakah mungkin dia meninggalkan obat untukku? Ini terasa lebih aneh,” gumam Raina.Raina berbalik. Ia terperanjak kaget dan hampir terkejut. Naura menunggunya sampai sadar sembari menonton live anak-anaknya yang terjebak. Sa
Danau itu tidak terawat sama sekali. Danau yang dipenuhi oleh semak belukar. Di sekeliling danau seharusnya adalah taman. Tempat yang dulunya indah, sekarang menjadi tempat yang sangat kacau. Mencari jejak di tengah malam sangat tidak mudah. Untungnya, lampu taman tersebut masih ada beberapa yang nyala. Rachel memegang senter dan juga senter pada ponselnya. "Rachel, kalau kau takut kau boleh pulang. Aku akan berikan kuncinya padamu," ucap Brandon."Kalau aku takut, aku tidak akan ada di sini sekarang," tolak Rachel. Mereka memang berteman cukup lama meski tidak terlalu dekat tapi sering saling membantu sama lain. Di dekat danau ada lapangan basket. Danaunya juga sudah mengering dan berubah menjadi lumpur yang tidak terlalu dalam. Deg! Entah kenapa, Brandon tidak fokus pada danau. Malah penasaran dengan gudang yang ada di belakang lapangan basket. "Kau sungguh mau ke sana?" tanya Rachel. "Bukankan p
Bertemu dengan Renza lagi merupakan sesuatu yang tidak pernah Raina bayangkan. Ia bahkan berniat untuk pergi lebih jauh lagi. Scandal tentang Raina yang sudah dimanipulasi oleh pria yang tidak lain adalah mantan suami Raina, membuat Raina menjadi bahan pembicaraan orang yang tidak tahu akan kebenarannya. Lalu, di saat berita simpang siur tentang Raina, juga tentang penerus Naga Hitam, hadirlah sosok yang membuat Raina bisa menepis segala kesulitannya."Bertemu dengan keluargaku." Sebuah kalimat yang terdiri dari tiga kata. Sederhana tapi membuat Raina panas dingin mendengarnya. Wajah Raina memerah, ia gagu Karena tidak bisa memberikan jawaban yang pasti. Bukan karena Raina merasa ragu, tapi karena Raina merasa malu."Ap--apa katamu?" pekik Raina. "Ah, bukan aku membentakmu. Ak--aku hanya terkejut," imbuhnya. Suara yang terbata-bata, wajah yang merah merona, membuat Raina terlihat seperti memberikan respon yang berlebihan.