Nick sudah sampai di tempat tujuannya. Ia langsung menemui Kumey yang diserahkan oleh Tuan Don padanya.
"Cantik," puji Nick. Akan tetapi, suara Nick seperti sebuah boomerang bagi Kumey. Ia menatap penuh dengan kebencian yang ia luapkan untuk Nick. Begitu menjijikkan Nick di pandangan mata Kumey."Kenapa menatapku seperti itu?" tanya Nick tanpa rasa bersalah. Kumey masih diam. Ia sedang menyiapkan sebuah kata untuk memaki Nick. Perasaan benci yang tidak bisa ia abaikan begitu saja."Menyingkir dariku! Bajingan!" teriak Kumey."Padahal belum terjadi apa-apa di antara kita," ujar Nick sembari mengusap bibir Kumey. "Kita hanya sebatas berciuman malam itu. Setidaknya, sekarang kau bukanlah wanita yang memiliki ciuman terburuk," sambungnya.Cuih! Kumey meludahi wajah Nick. Sebuah lelucon bagi Nick, tapi bagi Kumey hal itu bukanlah sesuatu yang bisa dibicarakan begitu santai. Rasa jijik menyelimuti diri Kumey. Ia mual melApa yang dilihat oleh para pembunuh bayaran yang menginginkan nyawa mantan tentara bayaran? Setelah sebuah ujung pistol menempel di kepalanya, yang terjadi bukanlah ketakutan, namun malah sebaliknya. Tatapan mata yang tidak bergetar sama sekali. Tubuh yang tetap berdiri dengan kekuatan kaki yang menompang tanpa kenal takut. Siapa yang memegang pistol dan siapa yang merasa terbunuh hanya dengan tatapan mata yang begitu yakin akan menang? Keadaan seperti terbalik.“Kalau kau ingin membunuhku, seharusnya kau tidak menyia-nyiakan kesempatan. Kenapa kau harus bicara dan tidak langsung tembak saja, hah?” ujar Oscar sembari memegang pistol tersebut supaya tetap menemel di kepalanya.“Kau benar-benar tidak takut mati?”&n
Di pelabuhan, Zavier menunggu bantuan. Apapun yang ada di depannya, meski sekuat apa tenaga yang ia miliki, tetap saja, Zavier tidak bisa bergerak tanpa persiapan. Apalagi, Zavier mengamati Brandon yang sama sekali tidak menunjukkan kemampuan apapun. Hal itu menjadi pertimbangan untuk Zavier supaya tidak gegabah karena harus bertarung sembari melindungi bukanlah hal yang mudah dilakukan."Apalagi yang sedang kau tunggu?" tanya Brandon. "Ayo kita melihat ke sana," sambungnya. "Tunggu sebentar lagi. Kita tidak bisa gegabah msuk ke sebuah sarang yang kita tidak tahu seperti apa penghuninya," ujar Zavier. "Kita sedang menunggu bantuan? Berapa orang? Satu kelompok? Mereka hebat?" cerocos Brandon."Memangnya butuh berapa orang?" tanya Zavier. Ia membalikkan ocehan Brandon yang panjang terdengar."Hm …" Brandon nampak berpikir keras. "Lebih dari dua puluh," jawab Brandon. "Hah?" pekik Zavier. "Kenapa membutuhkan banyak sekali orang?" tanya Zavier.
Rael tidak henti-hentinya menatap layar ponsel. Ia melihat dengan hati yang dipenuhi oleh amarah. Di mana, Tuan Don sengaja melakukan video call dengan Rael untuk menunjukkan bahwa Nyonya Dum sedang berada dalam bahaya kalau dirinya tidak melakukan keinginan Tuan Don dengan patuh. Tidak ada secarik harapan. Semuanya hancur lebur. Rael tidak tahu harus berbuat apa. Ravin duduk di samping Rael. Ia menjelaskan dengan suara berbisik apa yang terjadi dalam video tersebut. Percuma Rael terus menatap tapi ia tidak bisa melihat. Ia membutuhkan orang lain untuk menjelaskan secara rinci. "Apa yang kau lakukan?" tanya Rael. Tiba-tiba saja Ravin bergerak cepat merebut ponsel Rael."Aku menutup teleponnya. Kak, jangan dengarkan jika kau sendiri merasa enggan," kata Ravin. "Bagaimana dengan wajah ibu? Apa ibu terluka?" tanya Rael. Kelebihannya seperti tidak berguna saat Rael dalam situasi yang tidak mendukungnya."Ayah hanya menggunakan ibu sebagai u
Mereka semua tidak berkutik hanya karena Oscar mulai bertarung dengan Rie sembari mengambil kesempatan untuk melemparkan senjata seperti pisau kecil atau besi runcing. Oscar memilih titik vital, di mana mereka yang terkena serangan akan langsung lumpuh dan tidak berkutik."Kau semakin lihai," ucap Rie."Kenapa? Kau mulai iri lagi dengan kemampuanku?" balas Oscar. Setiap kali Oscar menangkis serangan dari Rie, ia merasakan sesuatu yang tidak wajar. Keanehan yang begitu jelas. Meski Rie tidak berlatih selama ini, dia tidak mungkin menjadi begitu lemah. Pukulan dari Rie hanya terasa seperti menggelitik kulitnya. Oscar tidak merasa terancam, bahkan tindakan Rie terlihat sedang melindunginya bukan ingin membunuhnya."Rie, apa yang sedang kau rencanakan?" tanya Oscar dengan suara yang sangat lirih."Aku sedang bermain-main. Bukankah cukup menyenangkan membunuhmu secara perlahan?" balas Rie. Oscar memegang lengan Rie yang meny
Orva memiliki sebuah insting yang sangat peka. Ia merasa sesuatu yang aneh akan terjadi. Sepanjang perjalanan mencari Kiana, ia merasa tidak tenang sedikitpun. Orva akhirnya memutar motornya. Ia mengikuti jejak Oscar yang sengaja tidak dihapus. Orva berhenti ketika jejak itu mulai masuk lebih jauh lagi. Orva menemukan beberapa tempat persembunyian yang belum lama dibuat. Orva membawa sebuah teropong kecil yang ia gantungkan di lehernya. Ia mengamati dari jarak yang cukup jauh. Segerombolan orang, juga beberapa orang yang mencurigakan."Hal berbahaya seperti ini, bagaimana mungkin Kak Oscar menghadapinya sendiri tanpa melibatkan aku?" gumam Orva. Orva di lema antara tugasnya dan tanggungjawab saling melindungi sesama saudara. Perjuangan mereka berdua tidaklah mudah untuk mencapai titik damai. Orva mengingat sesuatu. Kalimat yang tiba-tiba saja terlintas di benak Orva.'Orva, lakukan apapun yang tidak akan membuatmu me
Seorang pria membawa sebuah rantai. Namun, rantai itu bukanlah rantai biasa. Terdapat besi yang membentuk bintang yang ujungnya begitu tajam menghiasi sepanjang rantainya. Oscar mengerutkan keningnya. Ia paling tahu siapa pria yang berdiri di depannya. Pria dengan sebelah matanya yang ditutupi menggunakan kain hitam, juga tangannya yang mengepal penuh dendam."Akhirnya, kita bertemu secara langsung setelah sekian lama," ujar Oscar."Tidak buruk," sahutnya. Suasana kembali meradang. Dipenuhi dengan aura membunuh yang terpancar."Ketua, bagaimana? Apa perjalanan dalam mencariku sangat menyenangkan?" tanya Oscar. Terdapat nada meremehkan yang langsung dipahami oleh lawan. Rantai tersebut merupakan senjata yang mematikan. Lebih ganas dari peluru yang siap menembus daging dengan cepat. Rantai itu bisa mencabik-cabik tubuh Oscar. Apalagi ketika berhasil melilit di leher.'Senjata-senjata seperti ini, hanya musuh Nona yang memil
Deg!Kiana tidak membawa apapun alat yang bisa digunakan untuk komunikasi jarak jauh. Namun, ia memakai jam tangan yang bisa tersambung dengan rekan-rekannya.Alarm bahaya berbunyi. Kiana langsung menekan jam tangannya dan melihat lokasi. Ternyata, lokasi tidak jauh tempatnya saat ini."Berhenti!" perintah Kiana.Sopir tidak berhenti sesuai keinginan Kiana. Kiana menjadi kesal. Ia enggan banyak bicara atau menjelaskan."Berhenti atau aku rusak pintunya!" ancam Kiana."Ada apa Nona?" tanya Lukas."Kau yang paling tahu. Jangan berpura-pura seakan-akan kau tidak mengetahuinya. Bajingan!" bentak Kiana. Ia memaki, mengutarakan sumpah serapahnya."Berhenti! Apa kau tidak dengar apa yang Nona katakan?" ujar Lukas."Baik, Tuan."Kiana mendengkus kesal. Jalanan sangat sepi. Seperti sudah direncanakan, siapa yang boleh lewat dan tidak."Nona, apa Anda membutuhkan mobil?" tanya Lukas."B
"Kau masih terlalu lemah untuk balas dendam. Kalau kau bisa mengalahkanku, setidaknya aku akan memberikan satu nama yang tahu keberadaan adik dan juga sahabatmu!"Entah apa yang sedang pemilik scimitar itu pikirkan. Ia bertingkah seolah-olah sedang memprovokasi kekuatan Brandon. Apakah ia memiliki tujuan membantu dibalik sikapnya yang tanpa perasaan? Ataukah dia memiliki pemikiran lain?Siapa yang tidak akan naik pitam? Orang asing membahas tentang masa lalu Brandon. Apalagi, kisah itu belum sepenuhnya selesai dan terus menghantui hidup Brandon selama ini.Brandon kehilangan adik dan juga sahabatnya. Jejaknya sama sekali tidak ditemukan. Hanya ada berita kematian tanpa jasad.Brandon mulai menyelidiki semuanya dari nol sampai ia berada di titik menemukan sebuah petunjuk. Brandon akhirnya bergabung dengan dunia bawah, masuk ke HG Group.Brandon tidak bisa mengontrol emosinya. Ia bertindak ceroboh sehingga Han menyadari dan mulai mengawasin
Generasi pertama naik ke atas panggung. Mereka jalan gontai tanpa membawa kesadaran seolah-olah mata mereka terpaksa terbuka dan seluruh tubuh mereka dipaksa untuk bergerak.Mereka mendekati Kiana dengan senjata yang mereka genggam. Tubuh mereka tercabik-cabik, hancur dan darah segar masih mengucur dari luka yang mereka dapatkan.'Bajingan itu menyiksa mereka sampai seperti ini?' batin Kiana.Kiana memenangkan pertandingan pertama. Para VVIP lemah lunglai tergeletak penuh luka di atas panggung.Kiana menggigit bibirnya sendiri. Ia merasa terlambat dan sangat berdosa. Seharusnya, dalam permainan gila tersebut tidak seharusnya melibatkan banyak orang. Jika HG Group menginginkannya, Kiana tidak akan menolaknya.Melihat generasi pertama yang kokoh dan kuat menjadi ternoda, hati Kiana sangat terluka. Tubuhnya yang sudah lelah, juga luka lama yang terbuka kembali, membuatnya semakin memanas.Pertarungan tersebut membuatnya gila dan semakin bergairah. Kiana yang menghadapi VVIP tidak serius,
Kiana mengerutkan keningnya. Bau amis darah segar dari celine membuatnya sedikit mual. Kiana memperhatikan tangan Celine yang membekas darah kering."Mora, acara sebentar lagi di mulai. Seharusnya kau sudah bersiap. Kenapa kau belum mengenakan seragammu?" tanya Celine sembari menghempaskan tubuhnya di atas sofa yang berada di dalam ruang ganti khusus untuk Kiana."Saya hanya sedikit bingung," jawab Kiana."Apa yang kau bingung kan?" tanya Celine. Ia membersihkan pisau lipat tersebut. "Apa kau ingin membuatku marah?" lanjutnya sembari memberikan tatapan tajam yang tak terkontrol."Maafkan saya, Nona Celine."Di depan mata Kiana, ada beberapa kalung berlian, anting, gelang dan jumlahnya cukup banyak. Perhiasan untuk pria dan wanita yang jika di pakai akan menutupi tubuh Kiana.'Apa yang harus aku lakukan dengan ini?' batin Kiana."Kau kenakan berlian itu tanpa terkecuali. Tidak ada yang boleh tertinggal," ujar Celine. "Aku tidak menyewa model untuk memperagakannya karena acara malam ini
Sam tidak mungkin menentang elitisan Gracia. Ia tidak mungkin membiarkan Gracia melewati pedihnya jalan hidup yang akan membakar telapak kakinya setiap ia melangkah maju."Lakukan apa yang kau inginkan. Aku akan berada di belakangmu sebagai pendukung," ucap Sam.Gracia beranjak dari tempatnya. Ia menghampiri Tuan Don yang terkekang oleh rantai yang melilit pada tangan dan kakinya. Mereka bertiga berada di ruangan yang sama sehingga mudah untuk mencari celah kabur."Hei, Pak tua!" teriak Gracia. "Kalau kau membohongiku, aku pastikan kepalamu langsung terlepas dari lehermu!" ancam Gracia."Hahaha ..." Tuan Don terkekeh geli. Ia menertawakan dirinya yang sudah dibodohi oleh Naura, juga dua orang yang menjaga kepercayaan tapi menjadi tertuduh. Bukankah itu konyol? Pikir Tuan Don."Aku akan menempatkan kalian berdua di posisi tertinggi perusahaanku. Kalian bisa melakukan apa saja untuk dendam atau membuktikan kualitas kalian," ucap Tuan Don."Kali ini, aku percaya padamu. Kalau kau membuatk
Rael keluar dari perusahaan miliknya. Ia mendapatkan sebuah kesan pribadi tanpa nama. Sejenak, kisah-kisah kelam kembali terlihat Dan terkenang dalam benaknya."Apa yang akan akan Anda lakukan, Tuan?" tanya Tuan Aaron. Meski ia menilai semuanya rumit, tapi Tuan Aaron sama sekali tidak memiliki pikiran untuk pindah kepercayaan atau Tuan."Alu harus menyelesaikan tugasku dengan baik sampai akhir," jawab Rael."Anda akan bergabung lagi dengan tujuh jenius yang Anda besarkan?" tanya Tuan Vidor. "Bukankah mereka sudah sudah mengkhianati Anda? Bagaimana mungkin Anda masih masih percaya pada mereka?" imbuhnya."Aku tidak berpikir kalau mereka berkhianat. Mereka hanya melakukan apapun yang membuat hati mereka senang. Lagi pula, berTuankan aku yang cacat seperti ini, tidak akan mendapatkan keunggulan dan juga nama baik." Santai, tapi terdengar ada kekecewaan di dalam kalimat Rael. Di tambah lagi dengan dengan ekspresi wajah Rael yang tersakiti."Saya mengerti. Saya akan mengikuti Anda sampai a
Ugh ... Ugh ... Ugh ...Uhuk ... Uhuk ... Uhuk ...Generasi pertama yang dijebak oleh Jordan karena menolak, mereka dijadikan tawanan yang akan memeriahkan puncak acara yang akan menghina harga diri mereka.Mereka semua terbatuk-batuk. Tubuhnya lebam-lebam bahkan ada punggung mereka hampir dibuat meleleh karena disulut oleh besi panas.Argh! Argh! Argh!Teriakan kesakitan itu menjadi nilai plus bagi Jordan. Ia puas karena mereka yang tidak menurut pada akhirnya bisa menjadi mainannya yang berharga."Bajingan kau, Jordan!" teriak Gerald yang tertangkap.Jordan hanya melepaskan Serchan meski Serchan menolak. Ia tidak ingin mengambil resiko karena yang Jordan tawarkan adalah kerjasama dengan bangsawan Inggris, bukan pengamdian dari Serchan. Dua hal tersebut sudah berbeda. Jika Jordan menangkap bangsawan Serchan, tentu saja ia akan dimusuhi oleh Inggris dan itu adalah sesuatu yang bisa dikatakan sebagai mimpi buruk."Bedebah sialan! Meski kau menjadikan kami meleleh bersama api, kami tida
Naura mendapatkan pesan singkat dari Delice. Ia harus memecahkan kode supaya bisa membaca pesan dari Delice.Naura menyipitkan matanya. "Dum? Siapa?" gumam Naura.Naura mendengarkan pesan suara yang terkirim melalui pesan pribadi yang akan otomatis terhapus beberapa detik setelah selesai di dengarkan.Naura tidak bisa melakukannya sendiri. Demi Rael, Delice menelusuri seluk beluk keberadaan Tuan Don. Untuk meruntuhkan sebuah menara, Delice harus menghancurkan pondasinya.Naura mendengarkan dengan saksama. Semua hal yang Delice sampaikan. Delice tidak akan membuat pesan pribadi hapus otomatis jika apa yang ia sampaikan tidaklah penting."Sayang, aku akan menjelaskan intinya secara singkat. Aku harap kau bisa mengerti. Aku tidak memiliki waktu untuk menjelaskannya secara langsung padamu. Yakinlah! Kalau kau melakukan sesuai yang aku rencanakan, kau akan berhasil hingga akhir tanpa terluka."Delice menjelaskan dengan rinci apa yang terjadi. Bagaimana awal mulanya sampai ia bertekad selam
Gedung tua yang ada di Rusia menjadi tempat pilihan yang cukup akurat untuk menjalankan semua rencana Jordan. Satu per satu tamu yang ia undang sudah mulai berdatangan.Tamu-tamu tersebut menatap heran ke arah gedung yang setengah rusak karena akibat kebakaran hebat beberapa bulan yang lalu.Mereka terdiri dari generasi awal yang membentuk organisasi damai. Jordan mengusik kedamaian yang sudah mereka perjuangkan."Mereka sudah datang tanpa terkecuali. Hah! Tingkat keyakinan yang aku miliki mencapai batasannya," ujar Jordan.Rion menjadi pengikut Jordan, begitu juga dengan Brandon. Mereka memiliki perhitungannya sendiri karena tali kekang HG Group sepenuhnya berada di tangan Jordan."Aku tidak tahu siapa yang menolak dan siapa yang menerima," ucap Jordan."Ah!" pekik Brandon tiba-tiba.Jordan mengundang mereka hanya mengandalkan persiapan insting dadakan. Tidak ada rencana bahkan persentase yang dibayangkan saja tidak ada. Bukankah Jordan terlalu berani untuk mempertaruhkan nyawanya se
Brak!"Kiana!" teriak Leon.Kiana melirik tajam. Ia sangat menunjukkan rasa tidak sukanya pada Leon yang masuk ke dalam kamar pribadinya saat Kiana baru saja merebahkan tubuhnya."Apa kau tidak memiliki sopan santun?" Kiana membalas bentakan Leon dengan kalimat pertanyaan yang tidak kalah sadis."Aku dengar kalau membunuh Zaila dan Rai, bahkan kau memberikan kelingking Rai sebagai bukti. Kiana, apa kau sudah gila?" bentak Rai.Kiana menyibakkan selimut yang baru saja menutupi tubuhnya. Kiana ingin istirahat sejenak untuk memulihkan diri dari beberapa darah yang keluar dari luka barunya."Apa yang terjadi padamu? Kenapa kau kesulitan berdiri?" tanya Leon. Ia langsung mendekati Kiana untuk mengecek kondisinya.Kiana menepis tangan Leon. "Singkirkan tanganmu itu!" ujar Kiana."Aku memang tidak bisa memaksamu untuk bercerita, tapi aku yakin kalau kau bertarung hebat dengan Rai sebelum berhasil membunuh Zaila dan Rai. Kenapa kau membunuhnya?" tanya Leon lirih.Leon duduk di atas ranjang Ki
Tubuh Delice seperti menggigil kedinginan. Aura yang terpancar dari orang bertopi yang menyerangnya seperti tidak asing. Orang tersebut bahkan hanya diam dan tidak menyerang Delice lagi setelah Celine meninggalkannya."Kenapa tidak menyerang lagi? Kenapa hanya mematung, hah?" tantang Delice."Kenapa aku harus menyerang saat aku tidak ingin?" balas Kiana.Suara Kiana memang tidak asing bagi Delice. Sejenak, ingatan Kiana mulai merasukinya. Namun, Kiana menahan rasa sakit yang saat ini menyerangnya.Sret!Delice membuka paksa topi yang menutupi wajah Kiana. Rambut Kiana yang tertutup oleh topi juga menjadi tergerai karena penyangga hilang.Delice seperti diberikan kejutan yang tidak bisa ia bayangkan. Kiana, putri tercinta yang sedang ia cari ternyata berada di depan matanya."Kiana!" pekik Delice.Delice tidak ingat kalau beberapa menit yang lalu Kiana melukainya dengan luka yang cukup dalam. Meski luka tersebut bukan apa-apa bagi Delice, tapi tentu saja lukanya terasa berbeda karena p