Ketika Rael hendak keluar dari pintu keluar mansion miliknya, seorang pria tengah menunggunya. Pria tersebut berdarah, tapi bukan darah miliknya. Di bawah kakinya, berpijak pada beberapa tubuh orang yang sudah ia kalahkan.
"Paman!" pekik Rael pada Delice yang sedang menghisap cerutu."Apa kau sibuk?" tanya Delice. "Indramu makin tajam rupanya sampai kau tahu kalau itu aku," kata Delice."Aku bisa tahu dari bau parfume yang Paman pakai," kata Rael."Rael, mari kita bicara. Di sini sudah aman karena aku sudah mematikan semua sistem." Rael tidak menjawab. Ia hanya mengikuti Delice yang sudah masuk ke dalam mansionnya. Mansion besar yang kosong dan terasa sepi."Kau masih saja betah tinggal ditempat yang mengekangmu seperti ini," ujar Delice."Apa boleh buat? Aku harus terlihat lemah untuk menarik kualitas diri yang kuat," jawab Rael."Astaga! Bisa gila aku kalau memikirkannya." &"Rai, lusa kita akan kembali ke London. Ayah meminta kita untuk pulang," ujar Zaila."Kak, sebelumnya…" Rai terdiam. Ia nampak tengah berpikir serius. "Ayah tidak mengizinkan kita kembali sebelum kita mendapatkan apa yang sedang kita cari. Menurutmu, Kak. Apa yang membuat Ayah sampai memanggil kita?" tanya Rai."Entahlah!" jawab Zaila. Zaila yang terbiasa menanggapi suatu dengan santai, kini ia terlihat tegang. Zaila dan Rai adalah saudara kandung. Hanya saja, Ayah dan Ibunya memiliki nama belakang yang berpengaruh sehingga nama belakang mereka tidak sama. Zaila Ge voisaihe, Rai Exjenkyle, Meysha Exjen Vosaihe. Mereka adalah tiga bersaudara kandung yang dibesarkan dalam keluarga yang memiliki pengaruh yang sangat besar."Rai, kita bersiap saja," ucap Zaila. "Apapun yang Ayah katakan, kita harus persiapkan telinga," lanjutnya."Bagaimana kalau Ayah tahu tentang kedekatanm
Malam ini, tepat pukul delapan malam. Kiana tidak dapat mengelak dari Ken. Mereka memiliki urusan pekerjaan. Sebuah pesta yang bisa memberikan petunjuk dengan apa yang harus Kiana lakukan dihari yang akan datang. Kiana mengenakan gaun merah. Kulitnya yang putih membuat gaun itu bercahaya ketika melekat ditubuhnya. Seharusnya, Kiana pergi bersama Delice. Namun, Ken menjadi perwakilan karena tidak memungkinkan bagi Delice untuk menunjukkan diri dihadapan musuh yang akan melumatkannya."Kiana, apa kau sudah siap?" tanya Ken sembari mengetuk pintu kamar Kiana.'Sejujurnya, aku masih kesal, tapi aku harus profesional,' batin Kiana. Kiana membuka pintu. Ia sudah sangat siap dengan wajahnya yang tampak seperti Naura ketika masih muda."Daddy, aku sudah siap," ujar Kiana."Pakai ini!" Ken memakaikan sebuah topeng yang senada dengan gaun yang Kiana kenakan. "Daddy tidak ingin wajahmu menja
Sejak simpang siur informasi tentang Meysha mulai menyebar, dimulai dari latar belakang Meysha dan yang lainnya, Kiana duduk diam sembari memikirkan banyak hal. Sahabat? Sahabat yang seperti apa yang tidak tahu menahu tentang identitas Meysha? Pikir Kiana. Kiana merasa sangat buruk saat ini. Kiana membayangkan, bagaimana ia bisa mengenal Meysha. Menganggapnya menjadi seorang sahabat tanpa tahu siapa dirinya. Mungkin karena Kiana tidak peduli dengan siapa Meysha dibalik kelembutannya. Ia hanya ingin Meysha tersenyum sebagai penyejuk hatinya.Hosh ... Hosh ... Hosh ... Napas Kiana terengah-engah. Ia kabur dari kejaran musuh Tuan Dogam yang sudah memungutnya dari jalanan. Kala itu, K
Tok ... Tok ... Tok ... "Kiana, kata Renza, kau mencari Daddy?" Kiana menghela napasnya. Ia bahkan tidak tahu kalau Renza sengaja memanggil Ken untuk ke kamarnya. Kiana terpaksa membuka pintu kamarnya. Meski pintu itu bisa saja dibuka langsung oleh Ken, namun Ken memilih untuk menunggu Kiana menyambutnya. "Sepertinya otak Renza sedang berkelana. Daddy kembali saja," ucap Kiana enggan. "Nih!" Ken memberikan sebuah kertas yang sudah memiliki beberapa coretan di dalamnya. "Apa ini?" tanya Kiana. "Informasi tentang pria yang menemuiku semalam." "Daddy, masuklah!" pinta Kiana. Ada meja kerja di dalam kamar Kiana. Ia menyalakan laptop dan duduk sembari memeriksa informasi yang baru saja Ken berikan padanya. "Apa yang terjadi pada malam itu antara Daddy dan Olin, bukanlah sebuah kesalahan. Kami melakukan
Jin Moures sudah tiba di rumahnya setelah ia bercengkrama sedikit dengan Son. Di ruang utama yang ia lewati, seorang pria paruh baya yang mengenakan kemeja putih sedang menunggunya. Pria tampan yang dewasa. "Bagaimana?" "Ayah, Son belum membutuhkan bantuan kita," ucap Jin. "Negara mana yang harus kita kunjungi? Itali, Jepang, Rusia atau New York?" Siapa lagi pria itu kalau bukan Serchan Moures. Bangsawan di Inggris. Hubungan persahabatn antara Serchan dengan Naura, membuat Serchan tidak sampai hati membiarkan permasalahan tentang HG Group melebar sampai ke setiap sudut dunia. "Hm... Kita tidak akan pergi. Kita akan di sini karena..." Jin terdiam. "Bicara terus terang. Aku lelah," ucap Serchan. "Karena kita harus berurusan dengan keluarga Exjen Vosaihe!" Serchan mendelik. "Exjen Vosaihe? Kenapa?" tanya Serchan. "Karena
Sejak pertemuan pertamanya dengan Meysha, hubungan Kiana dan Meysha semakin dekat. Bahkan tanpa disengaja setelah lulus dan masuk SMA, mereka satu sekolah, juga satu kelas. Kejadian janggal setelah pertengahan semester. Meysha memang pendiam dan Kiana tidak jauh berbeda."Kia, apa kau pernah jatuh cinta?" tanya Meysha."Uhuk ... Uhuk ... Uhuk ..." Kiana yang sedang minum sampai tersedak."Kiana, kau kenapa?" pekik Mesyha sembari menepuk punggung Kiana."Apa yang kau tanyakan tadi? Cinta?" tanya Kiana. Wajah Meysha tampak merona. Ia memalingkan pandangannya ke arah lain seperti sedang menahan malu."Meysha, apa kau sedang jatuh cinta?" tanya Kiana. Meysha mengangguk. "Ak--aku dekat dengannya sebelum kenal denganmu," jelas Meysha. "Tap--tapi dia baik. Sungguh!" imbuhnya untuk meyakinkan Kiana."Kau bahagia?" t
Rahasia yang Meysha ketahui ialah adegan pembunuhan yang dilakukan oleh Tuan Den dari GE Group, Nick dari HG Group, Ben dari Dena Group, dan Tuan Dogam dari JK Group. Meysha tidak sengaja melihat mereka menghabisi bawahan Delice yang sedang mengirim sejumlah uang dengan nominal yang tidak sedikit. Uang untuk transaksi ilegal. Dan semua uang itu diambil alih oleh mereka. Mengetahui rahasia orang lain adalah sebuah kesialan. Meysha hanya bisa lari dari kejaran mereka. Sayangnya, Tuan Den tidak bisa membiarkannya begitu saja. Ia yang mengurus untuk membuat Meysha bungkam. Meysha bungkam. Sedikitpun kal
“Ibu, Ayah! Di mana Meysha?” pekik Rai. Nyonya Exjen yang baru saja membeli buah-buahan lengkap, langsung menjatuhkannya. Ia berlari untuk melihat ruangan putrinya yang sudah kosong. Jantungnya terasa berhenti berdetak.Plak!Plak!Plak! Nyonya Exjen menunjukkan amarah untuk pertama kalinya kepada para bodyguard yang mudah dibodohi oleh gadis yang sedang sakit. Ingin rasanya memaki tapi kalimat itu tertelan lagi. Lidahnya menjadi kelu dan satu katapun tidak keluar dari mulutnya.“Cepat cari. Tidak mungkin dia pergi jauh dari sini,” perintah Rai. Tuan Exjen bekerjasama dengan Zaila untuk menemukan posisi Meysha. Sayangnya, Meysha