Di dalam sebuah gedung kontruksi, dua orang penting tengah berkumpul. Beberapa pria yang memakai seragam bodyguard, berbaris melingkar dan menghadap ke belakang. Membelakangi dua pria yang sedang bicara serius. Para bodyguard juga siap menutup telinga mereka. Berpura-pura untuk tidak mendengar apa-apa.
“Bukankah Anda sangat keterlaluan, Tuan?” ujar Jordan.
“Siapa yang kau maksud keterlaluan? Aku?” tanya Tuan Don sembari menunjuk diri sendiri.
“Siapa lagi kalau bukan Anda?” ujar Jordan.
“Mulutmu semakin hari semakin pedas, Jordan. Katakan. Katakan apa yang membuatmu berpikir kalau aku sudah keterlaluan!”
Suara yang tegas itu, menanamkan suatu keteguhan hati. Tuan Don yang memalingkan pandangannya dan Jordan ya
Ketika Rael hendak keluar dari pintu keluar mansion miliknya, seorang pria tengah menunggunya. Pria tersebut berdarah, tapi bukan darah miliknya. Di bawah kakinya, berpijak pada beberapa tubuh orang yang sudah ia kalahkan."Paman!" pekik Rael pada Delice yang sedang menghisap cerutu."Apa kau sibuk?" tanya Delice. "Indramu makin tajam rupanya sampai kau tahu kalau itu aku," kata Delice."Aku bisa tahu dari bau parfume yang Paman pakai," kata Rael."Rael, mari kita bicara. Di sini sudah aman karena aku sudah mematikan semua sistem." Rael tidak menjawab. Ia hanya mengikuti Delice yang sudah masuk ke dalam mansionnya. Mansion besar yang kosong dan terasa sepi."Kau masih saja betah tinggal ditempat yang mengekangmu seperti ini," ujar Delice."Apa boleh buat? Aku harus terlihat lemah untuk menarik kualitas diri yang kuat," jawab Rael."Astaga! Bisa gila aku kalau memikirkannya." &
"Rai, lusa kita akan kembali ke London. Ayah meminta kita untuk pulang," ujar Zaila."Kak, sebelumnya…" Rai terdiam. Ia nampak tengah berpikir serius. "Ayah tidak mengizinkan kita kembali sebelum kita mendapatkan apa yang sedang kita cari. Menurutmu, Kak. Apa yang membuat Ayah sampai memanggil kita?" tanya Rai."Entahlah!" jawab Zaila. Zaila yang terbiasa menanggapi suatu dengan santai, kini ia terlihat tegang. Zaila dan Rai adalah saudara kandung. Hanya saja, Ayah dan Ibunya memiliki nama belakang yang berpengaruh sehingga nama belakang mereka tidak sama. Zaila Ge voisaihe, Rai Exjenkyle, Meysha Exjen Vosaihe. Mereka adalah tiga bersaudara kandung yang dibesarkan dalam keluarga yang memiliki pengaruh yang sangat besar."Rai, kita bersiap saja," ucap Zaila. "Apapun yang Ayah katakan, kita harus persiapkan telinga," lanjutnya."Bagaimana kalau Ayah tahu tentang kedekatanm
Malam ini, tepat pukul delapan malam. Kiana tidak dapat mengelak dari Ken. Mereka memiliki urusan pekerjaan. Sebuah pesta yang bisa memberikan petunjuk dengan apa yang harus Kiana lakukan dihari yang akan datang. Kiana mengenakan gaun merah. Kulitnya yang putih membuat gaun itu bercahaya ketika melekat ditubuhnya. Seharusnya, Kiana pergi bersama Delice. Namun, Ken menjadi perwakilan karena tidak memungkinkan bagi Delice untuk menunjukkan diri dihadapan musuh yang akan melumatkannya."Kiana, apa kau sudah siap?" tanya Ken sembari mengetuk pintu kamar Kiana.'Sejujurnya, aku masih kesal, tapi aku harus profesional,' batin Kiana. Kiana membuka pintu. Ia sudah sangat siap dengan wajahnya yang tampak seperti Naura ketika masih muda."Daddy, aku sudah siap," ujar Kiana."Pakai ini!" Ken memakaikan sebuah topeng yang senada dengan gaun yang Kiana kenakan. "Daddy tidak ingin wajahmu menja
Sejak simpang siur informasi tentang Meysha mulai menyebar, dimulai dari latar belakang Meysha dan yang lainnya, Kiana duduk diam sembari memikirkan banyak hal. Sahabat? Sahabat yang seperti apa yang tidak tahu menahu tentang identitas Meysha? Pikir Kiana. Kiana merasa sangat buruk saat ini. Kiana membayangkan, bagaimana ia bisa mengenal Meysha. Menganggapnya menjadi seorang sahabat tanpa tahu siapa dirinya. Mungkin karena Kiana tidak peduli dengan siapa Meysha dibalik kelembutannya. Ia hanya ingin Meysha tersenyum sebagai penyejuk hatinya.Hosh ... Hosh ... Hosh ... Napas Kiana terengah-engah. Ia kabur dari kejaran musuh Tuan Dogam yang sudah memungutnya dari jalanan. Kala itu, K
Tok ... Tok ... Tok ... "Kiana, kata Renza, kau mencari Daddy?" Kiana menghela napasnya. Ia bahkan tidak tahu kalau Renza sengaja memanggil Ken untuk ke kamarnya. Kiana terpaksa membuka pintu kamarnya. Meski pintu itu bisa saja dibuka langsung oleh Ken, namun Ken memilih untuk menunggu Kiana menyambutnya. "Sepertinya otak Renza sedang berkelana. Daddy kembali saja," ucap Kiana enggan. "Nih!" Ken memberikan sebuah kertas yang sudah memiliki beberapa coretan di dalamnya. "Apa ini?" tanya Kiana. "Informasi tentang pria yang menemuiku semalam." "Daddy, masuklah!" pinta Kiana. Ada meja kerja di dalam kamar Kiana. Ia menyalakan laptop dan duduk sembari memeriksa informasi yang baru saja Ken berikan padanya. "Apa yang terjadi pada malam itu antara Daddy dan Olin, bukanlah sebuah kesalahan. Kami melakukan
Jin Moures sudah tiba di rumahnya setelah ia bercengkrama sedikit dengan Son. Di ruang utama yang ia lewati, seorang pria paruh baya yang mengenakan kemeja putih sedang menunggunya. Pria tampan yang dewasa. "Bagaimana?" "Ayah, Son belum membutuhkan bantuan kita," ucap Jin. "Negara mana yang harus kita kunjungi? Itali, Jepang, Rusia atau New York?" Siapa lagi pria itu kalau bukan Serchan Moures. Bangsawan di Inggris. Hubungan persahabatn antara Serchan dengan Naura, membuat Serchan tidak sampai hati membiarkan permasalahan tentang HG Group melebar sampai ke setiap sudut dunia. "Hm... Kita tidak akan pergi. Kita akan di sini karena..." Jin terdiam. "Bicara terus terang. Aku lelah," ucap Serchan. "Karena kita harus berurusan dengan keluarga Exjen Vosaihe!" Serchan mendelik. "Exjen Vosaihe? Kenapa?" tanya Serchan. "Karena
Sejak pertemuan pertamanya dengan Meysha, hubungan Kiana dan Meysha semakin dekat. Bahkan tanpa disengaja setelah lulus dan masuk SMA, mereka satu sekolah, juga satu kelas. Kejadian janggal setelah pertengahan semester. Meysha memang pendiam dan Kiana tidak jauh berbeda."Kia, apa kau pernah jatuh cinta?" tanya Meysha."Uhuk ... Uhuk ... Uhuk ..." Kiana yang sedang minum sampai tersedak."Kiana, kau kenapa?" pekik Mesyha sembari menepuk punggung Kiana."Apa yang kau tanyakan tadi? Cinta?" tanya Kiana. Wajah Meysha tampak merona. Ia memalingkan pandangannya ke arah lain seperti sedang menahan malu."Meysha, apa kau sedang jatuh cinta?" tanya Kiana. Meysha mengangguk. "Ak--aku dekat dengannya sebelum kenal denganmu," jelas Meysha. "Tap--tapi dia baik. Sungguh!" imbuhnya untuk meyakinkan Kiana."Kau bahagia?" t
Rahasia yang Meysha ketahui ialah adegan pembunuhan yang dilakukan oleh Tuan Den dari GE Group, Nick dari HG Group, Ben dari Dena Group, dan Tuan Dogam dari JK Group. Meysha tidak sengaja melihat mereka menghabisi bawahan Delice yang sedang mengirim sejumlah uang dengan nominal yang tidak sedikit. Uang untuk transaksi ilegal. Dan semua uang itu diambil alih oleh mereka. Mengetahui rahasia orang lain adalah sebuah kesialan. Meysha hanya bisa lari dari kejaran mereka. Sayangnya, Tuan Den tidak bisa membiarkannya begitu saja. Ia yang mengurus untuk membuat Meysha bungkam. Meysha bungkam. Sedikitpun kal
Generasi pertama naik ke atas panggung. Mereka jalan gontai tanpa membawa kesadaran seolah-olah mata mereka terpaksa terbuka dan seluruh tubuh mereka dipaksa untuk bergerak.Mereka mendekati Kiana dengan senjata yang mereka genggam. Tubuh mereka tercabik-cabik, hancur dan darah segar masih mengucur dari luka yang mereka dapatkan.'Bajingan itu menyiksa mereka sampai seperti ini?' batin Kiana.Kiana memenangkan pertandingan pertama. Para VVIP lemah lunglai tergeletak penuh luka di atas panggung.Kiana menggigit bibirnya sendiri. Ia merasa terlambat dan sangat berdosa. Seharusnya, dalam permainan gila tersebut tidak seharusnya melibatkan banyak orang. Jika HG Group menginginkannya, Kiana tidak akan menolaknya.Melihat generasi pertama yang kokoh dan kuat menjadi ternoda, hati Kiana sangat terluka. Tubuhnya yang sudah lelah, juga luka lama yang terbuka kembali, membuatnya semakin memanas.Pertarungan tersebut membuatnya gila dan semakin bergairah. Kiana yang menghadapi VVIP tidak serius,
Kiana mengerutkan keningnya. Bau amis darah segar dari celine membuatnya sedikit mual. Kiana memperhatikan tangan Celine yang membekas darah kering."Mora, acara sebentar lagi di mulai. Seharusnya kau sudah bersiap. Kenapa kau belum mengenakan seragammu?" tanya Celine sembari menghempaskan tubuhnya di atas sofa yang berada di dalam ruang ganti khusus untuk Kiana."Saya hanya sedikit bingung," jawab Kiana."Apa yang kau bingung kan?" tanya Celine. Ia membersihkan pisau lipat tersebut. "Apa kau ingin membuatku marah?" lanjutnya sembari memberikan tatapan tajam yang tak terkontrol."Maafkan saya, Nona Celine."Di depan mata Kiana, ada beberapa kalung berlian, anting, gelang dan jumlahnya cukup banyak. Perhiasan untuk pria dan wanita yang jika di pakai akan menutupi tubuh Kiana.'Apa yang harus aku lakukan dengan ini?' batin Kiana."Kau kenakan berlian itu tanpa terkecuali. Tidak ada yang boleh tertinggal," ujar Celine. "Aku tidak menyewa model untuk memperagakannya karena acara malam ini
Sam tidak mungkin menentang elitisan Gracia. Ia tidak mungkin membiarkan Gracia melewati pedihnya jalan hidup yang akan membakar telapak kakinya setiap ia melangkah maju."Lakukan apa yang kau inginkan. Aku akan berada di belakangmu sebagai pendukung," ucap Sam.Gracia beranjak dari tempatnya. Ia menghampiri Tuan Don yang terkekang oleh rantai yang melilit pada tangan dan kakinya. Mereka bertiga berada di ruangan yang sama sehingga mudah untuk mencari celah kabur."Hei, Pak tua!" teriak Gracia. "Kalau kau membohongiku, aku pastikan kepalamu langsung terlepas dari lehermu!" ancam Gracia."Hahaha ..." Tuan Don terkekeh geli. Ia menertawakan dirinya yang sudah dibodohi oleh Naura, juga dua orang yang menjaga kepercayaan tapi menjadi tertuduh. Bukankah itu konyol? Pikir Tuan Don."Aku akan menempatkan kalian berdua di posisi tertinggi perusahaanku. Kalian bisa melakukan apa saja untuk dendam atau membuktikan kualitas kalian," ucap Tuan Don."Kali ini, aku percaya padamu. Kalau kau membuatk
Rael keluar dari perusahaan miliknya. Ia mendapatkan sebuah kesan pribadi tanpa nama. Sejenak, kisah-kisah kelam kembali terlihat Dan terkenang dalam benaknya."Apa yang akan akan Anda lakukan, Tuan?" tanya Tuan Aaron. Meski ia menilai semuanya rumit, tapi Tuan Aaron sama sekali tidak memiliki pikiran untuk pindah kepercayaan atau Tuan."Alu harus menyelesaikan tugasku dengan baik sampai akhir," jawab Rael."Anda akan bergabung lagi dengan tujuh jenius yang Anda besarkan?" tanya Tuan Vidor. "Bukankah mereka sudah sudah mengkhianati Anda? Bagaimana mungkin Anda masih masih percaya pada mereka?" imbuhnya."Aku tidak berpikir kalau mereka berkhianat. Mereka hanya melakukan apapun yang membuat hati mereka senang. Lagi pula, berTuankan aku yang cacat seperti ini, tidak akan mendapatkan keunggulan dan juga nama baik." Santai, tapi terdengar ada kekecewaan di dalam kalimat Rael. Di tambah lagi dengan dengan ekspresi wajah Rael yang tersakiti."Saya mengerti. Saya akan mengikuti Anda sampai a
Ugh ... Ugh ... Ugh ...Uhuk ... Uhuk ... Uhuk ...Generasi pertama yang dijebak oleh Jordan karena menolak, mereka dijadikan tawanan yang akan memeriahkan puncak acara yang akan menghina harga diri mereka.Mereka semua terbatuk-batuk. Tubuhnya lebam-lebam bahkan ada punggung mereka hampir dibuat meleleh karena disulut oleh besi panas.Argh! Argh! Argh!Teriakan kesakitan itu menjadi nilai plus bagi Jordan. Ia puas karena mereka yang tidak menurut pada akhirnya bisa menjadi mainannya yang berharga."Bajingan kau, Jordan!" teriak Gerald yang tertangkap.Jordan hanya melepaskan Serchan meski Serchan menolak. Ia tidak ingin mengambil resiko karena yang Jordan tawarkan adalah kerjasama dengan bangsawan Inggris, bukan pengamdian dari Serchan. Dua hal tersebut sudah berbeda. Jika Jordan menangkap bangsawan Serchan, tentu saja ia akan dimusuhi oleh Inggris dan itu adalah sesuatu yang bisa dikatakan sebagai mimpi buruk."Bedebah sialan! Meski kau menjadikan kami meleleh bersama api, kami tida
Naura mendapatkan pesan singkat dari Delice. Ia harus memecahkan kode supaya bisa membaca pesan dari Delice.Naura menyipitkan matanya. "Dum? Siapa?" gumam Naura.Naura mendengarkan pesan suara yang terkirim melalui pesan pribadi yang akan otomatis terhapus beberapa detik setelah selesai di dengarkan.Naura tidak bisa melakukannya sendiri. Demi Rael, Delice menelusuri seluk beluk keberadaan Tuan Don. Untuk meruntuhkan sebuah menara, Delice harus menghancurkan pondasinya.Naura mendengarkan dengan saksama. Semua hal yang Delice sampaikan. Delice tidak akan membuat pesan pribadi hapus otomatis jika apa yang ia sampaikan tidaklah penting."Sayang, aku akan menjelaskan intinya secara singkat. Aku harap kau bisa mengerti. Aku tidak memiliki waktu untuk menjelaskannya secara langsung padamu. Yakinlah! Kalau kau melakukan sesuai yang aku rencanakan, kau akan berhasil hingga akhir tanpa terluka."Delice menjelaskan dengan rinci apa yang terjadi. Bagaimana awal mulanya sampai ia bertekad selam
Gedung tua yang ada di Rusia menjadi tempat pilihan yang cukup akurat untuk menjalankan semua rencana Jordan. Satu per satu tamu yang ia undang sudah mulai berdatangan.Tamu-tamu tersebut menatap heran ke arah gedung yang setengah rusak karena akibat kebakaran hebat beberapa bulan yang lalu.Mereka terdiri dari generasi awal yang membentuk organisasi damai. Jordan mengusik kedamaian yang sudah mereka perjuangkan."Mereka sudah datang tanpa terkecuali. Hah! Tingkat keyakinan yang aku miliki mencapai batasannya," ujar Jordan.Rion menjadi pengikut Jordan, begitu juga dengan Brandon. Mereka memiliki perhitungannya sendiri karena tali kekang HG Group sepenuhnya berada di tangan Jordan."Aku tidak tahu siapa yang menolak dan siapa yang menerima," ucap Jordan."Ah!" pekik Brandon tiba-tiba.Jordan mengundang mereka hanya mengandalkan persiapan insting dadakan. Tidak ada rencana bahkan persentase yang dibayangkan saja tidak ada. Bukankah Jordan terlalu berani untuk mempertaruhkan nyawanya se
Brak!"Kiana!" teriak Leon.Kiana melirik tajam. Ia sangat menunjukkan rasa tidak sukanya pada Leon yang masuk ke dalam kamar pribadinya saat Kiana baru saja merebahkan tubuhnya."Apa kau tidak memiliki sopan santun?" Kiana membalas bentakan Leon dengan kalimat pertanyaan yang tidak kalah sadis."Aku dengar kalau membunuh Zaila dan Rai, bahkan kau memberikan kelingking Rai sebagai bukti. Kiana, apa kau sudah gila?" bentak Rai.Kiana menyibakkan selimut yang baru saja menutupi tubuhnya. Kiana ingin istirahat sejenak untuk memulihkan diri dari beberapa darah yang keluar dari luka barunya."Apa yang terjadi padamu? Kenapa kau kesulitan berdiri?" tanya Leon. Ia langsung mendekati Kiana untuk mengecek kondisinya.Kiana menepis tangan Leon. "Singkirkan tanganmu itu!" ujar Kiana."Aku memang tidak bisa memaksamu untuk bercerita, tapi aku yakin kalau kau bertarung hebat dengan Rai sebelum berhasil membunuh Zaila dan Rai. Kenapa kau membunuhnya?" tanya Leon lirih.Leon duduk di atas ranjang Ki
Tubuh Delice seperti menggigil kedinginan. Aura yang terpancar dari orang bertopi yang menyerangnya seperti tidak asing. Orang tersebut bahkan hanya diam dan tidak menyerang Delice lagi setelah Celine meninggalkannya."Kenapa tidak menyerang lagi? Kenapa hanya mematung, hah?" tantang Delice."Kenapa aku harus menyerang saat aku tidak ingin?" balas Kiana.Suara Kiana memang tidak asing bagi Delice. Sejenak, ingatan Kiana mulai merasukinya. Namun, Kiana menahan rasa sakit yang saat ini menyerangnya.Sret!Delice membuka paksa topi yang menutupi wajah Kiana. Rambut Kiana yang tertutup oleh topi juga menjadi tergerai karena penyangga hilang.Delice seperti diberikan kejutan yang tidak bisa ia bayangkan. Kiana, putri tercinta yang sedang ia cari ternyata berada di depan matanya."Kiana!" pekik Delice.Delice tidak ingat kalau beberapa menit yang lalu Kiana melukainya dengan luka yang cukup dalam. Meski luka tersebut bukan apa-apa bagi Delice, tapi tentu saja lukanya terasa berbeda karena p