Ken sedang bertugas ke Jepang. Saat ini, Delice dan Loid sedang menghadiri sebuah acara terbuka. Mereka menjadi tamu utama dalam acara tersebut sebagai pembisnis besar yang saling mendukung satu sama lain.
Seharusnya, Ken juga hadir dan bersama Sam. Sayangnya, mereka berdua berhalangan hadir karena sedang berada di luar negeri."Loid, apa kau merasakan sesuatu yang aneh di sini?" tanya Delice."Aku tidak merasakan apapun. Minumannya mewah, makanannya juga enak." Seperti biasa, Loid itu sangat membuat Delice terkadang naik darah ingin menghajarnya saat itu juga. Delice merasa menyesal karena mempertanyakan keadaan Di sana yang dirasakan aneh olehnya. Malah Loid mengajaknya bercanda di saat ia sedang serius."Akh! Sakit… Sakit…" pekik Loid.Uhuk … Uhuk … Uhuk … Loid sampai tersedak karena Delice mengunci lehernya di saat ia sedaSiapa yang akan menolak dengan ajakan manis dari wanita yang dicintai? Apalagi Leon tidak menggodanya tapi Zaila sendiri yang berinisiatif untuk tidak pulang malam ini supaya bisa menghabiskan malam bersama Leon. Leon tidak terlalu berharap dalam karena cinta dengan fisik belum tentu selalu ditunjukkan dengan adegan panas."Kau sungguh ingin menghabiskan malam ini dengan?" tanya Leon. "Kau tidak akan pernah menyesal?" lanjutnya. Zaila menggeleng manja. "Aku ingin mengenalmu lebih dalam lagi. Menghabiskan malam yang indah bersamamu." Leon khawatir kalau Zaila mengatakan itu atas paksaan seseorang. Leon melihat sekeliling dan menempelkan punggung tangannya di kening Zaila"Tidak ada orang yang mencurigakan dan kau juga tidak demam. Tapi, kenapa tiba-tiba berubah?" tanya Leon."Itu artinya, hatiku sudah mulai terbuka untukmu."
“Ah! Tap—tapi...” Zaila merasa malu karena Naura memintanya memanggil Ibu diwaktu yang sangat singkat pertemuan diantara mereka. “Ibu, hentikan! Zaila jadi malu,” ucap Leon. “Sayang, berhenti mengganggunya. Lebih baik kau mengganggu saja,” ucap Delice. Ia mulai cemburu kalau Naura memperhatikan orang lain. Zaila langsung merona. Ia tidak menyangka kalau Delice yang terlihat sangat seram bisa mengucapkan kata sederhana yang terdengar manis. Leon langsung merangkul pinggang Zaila. “Ibu, aku akan membawa Zaila ke kamarku. Biar Yunara bisa istirahat.” “Alasan saja! Masih banyak kamar lain, kenapa harus di kamarmu?” omel Naura. “Sayang! Kau ini seperti tidak pernah muda saja,” gumam Delice. “Ayah saja mengerti.” Leon mengedipkan sebelah matanya untuk Delice dan ia tersenyum karena merasa Delice sedang membantunya. “Delic
Zaila sudah berada di kamar Leon. Ia membaringkan Yunara yang tertidur pulas di atas ranjang. Leon tiba-tiba saja melepaskan pakaiannya.“Hei, apa yang kau lakukan?” Zaila langsung melempar Leon menggunakan bantal.“Apa?” pekik Leon sembari menangkap bantal tersebut. “Aku tidak melakukan apa-apa,” lajutnya. "Kenapa kau melepaskan pakaianmu?" Leon menyeringai. Pikiran usil itu melintas dibenaknya. Ia sama persis dengan Ken. Sayangnya, Zaila tidak bertemu dengan Ken karena perbedaan negara.Bruk! Leon mendorong Zaila berbaring disamping Yunara. Leon merangkak di atas tubuh Zaila. Ia mendekatkan wajahnya hingga tinggal satu jengkal jarak diantara mereka."Leon, kau…""Hst!" Leon menyentuh bibir Zaila. Ia meminta Zaila diam dan menikmatinya.'Apa Leon sudah gila? Pria mesum ini harus aku berikan pelajaran,' batin Zaila."Kenapa kau menatapku begitu? Kau ingin memuku
Zaila menginap di mansion bersama Yunara. Karena Yunara masih sangat kecil, Naura meminta Olin untuk membantu Zaila menjaganya. Zaila diminta Leon untuk tidur di dalam kamarnya. Leon tidak akan berada di mansion malam ini. Ia harus pergi ke pasar gelap untuk menemukan siapa pemilik dari peluru itu. “Paman, berapa lama aku tidak datang ke sini?” tanya Leon. “Kau hitung saja sendiri,” jawab Loid. “Paman sudah pikun?” tanya Leon. “Heh! Bocah sialan! Beraninya kau mengatakan aku pikun!” gerutu Loid. “Kalau tidak pikun, seharusnya Paman ingat berapa lama aku tidak datang.” “Kau sendiri tidak ingat!” Loid menyumbingkan bibirnya. “Aku lupa. Itu hal wajar. Kalau Paman? Pasti sudah pikun.” ‘Bocah ini kenapa sama persis dengan K
Kiana berdiri ditempat semua kunci mobil atau motor terletak. Ia tidak tahu, mobil mana yang harus ia pakai. Mungkin lebih tepatnya, Kiana bingung dengan kunci mana yang seharusnya ia ambil. ‘Besok aku bakalan jual semua harta Ayah. Bikin aku pusing saja. Padahal satu orang cukup punya satu. Tidak perlu menumpuk,’ batin Kiana sembari mengambil dengan asal kunci mobil itu. Kiana keluar dari mansion. Ia tidak memperdulikan berapa banyak para pelayan bertanya tentang kondisinya. Kiana benar-benar menutup telinganya rapat-rapat. “Hanya darah sedikit saja sudah pada khawatir,” gumam Kiana. Kiana akhirnya menemukan mobil yang akan ia pakai setelah berkali-kali menekan tombol
Di dalam satu ruangan khusus yang memiliki tujuh kursi dalam satu meja, ada sebuah perkumpulan. Satu kursi yang selalu kosong menjadi misteri bagi mereka yang selalu hadir selama ini. Mereka adalah pemimpin dari anak perusahaan HG Group. Semua pemimpin berkumpul bersama Tuan muda yang tidak mereka ketahui siapa dia sebenarnya. Namun, status yang Tuan muda miliki di atas kepala mereka. Ia sebagai pemegang mutlak dalam bisnis tersebut. “Aku berharap, tidak ada pasar gelap dalam bisnisku!” ujar Tuan muda. “Bagaimana mungkin bisa ada? Tentu saja semua berjalan dengan prosedur yang Anda inginkan, Tuan!” ucap Lukas. “Kalaupun Ada, asal tidak membuat reputasi Anda buruk, bukankah tidak masalah?” sahut Jordan. “Kau memang selalu bisa membuat orang terkejut, Jordan,” ujar T
Kiana kembali ke mansion. Semua pelayan yang melihatnya langsung terpekik."Nona! Luka Nona!""Tolong, panggilkan semua penjaga yang bertugas malam ini. Katakan kalau aku menunggu mereka di tempat latihan," ujar Kiana tanpa tersenyum sedikitpun kepada pelayan yang mengkhawatirkannya. Kiana menunggu mereka semua ditempat pelatihan. Ia tidak bisa membiarkan hal itu terjadi. Mansion yang ia tinggali, seharusnya tidak mudah dimasuki oleh penyusup. Selain alarm bahaya ditempat tertentu, ada penjaga yang selalu ada disetiap sudut. Jika keluar, mungkin akan lebih mudah dibandingkan masuk. Kiana akan lebih menegaskan lagi kepada mereka yang digaji tinggi."Apa semuanya sudah berkumpul?" tanya Kiana."Kami semua sudah berkumpul tanpa terkecuali, Nona!""Lambat!" ucap Kiana. "Kherry, apa kau tahu kenapa aku memanggilmu dan semua anggotamu?" tanya Kiana."T
Kiana memiliki kesehatan yang buruk. Banyak jadwal yang tidak bisa ia tunda, apalagi ia serahkan ke orang lain. Selain sekolah dan mengurus organisasi, Kiana masih memiliki urusan dengan perusahaan. Kiana merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Napasnya terasa sesak dan panas. Wajahnya memerah karena ia demam."Ibu…" gumam Kiana. Kiana tampak sehat. Namun, setelah ia masuk ke dalam kamarnya, tubuhnya langsung tidak dapat digerakkan.Krek… Samar-samar, ada seseorang yang membuka pintu kamar Kiana. Mata Kiana enggan untuk terbuka."Ya… Nyaman…" Entah tangan siapa yang menyentuh kening Kiana. Terasa nyaman dan mengurangi sakitnya."Kiana, istirahatlah!" Suara siapa itu? Pikir Kiana. Sayangnya, Kiana sudah lebih dulu masuk ke dalam mimpi."Zeki!" 
Generasi pertama naik ke atas panggung. Mereka jalan gontai tanpa membawa kesadaran seolah-olah mata mereka terpaksa terbuka dan seluruh tubuh mereka dipaksa untuk bergerak.Mereka mendekati Kiana dengan senjata yang mereka genggam. Tubuh mereka tercabik-cabik, hancur dan darah segar masih mengucur dari luka yang mereka dapatkan.'Bajingan itu menyiksa mereka sampai seperti ini?' batin Kiana.Kiana memenangkan pertandingan pertama. Para VVIP lemah lunglai tergeletak penuh luka di atas panggung.Kiana menggigit bibirnya sendiri. Ia merasa terlambat dan sangat berdosa. Seharusnya, dalam permainan gila tersebut tidak seharusnya melibatkan banyak orang. Jika HG Group menginginkannya, Kiana tidak akan menolaknya.Melihat generasi pertama yang kokoh dan kuat menjadi ternoda, hati Kiana sangat terluka. Tubuhnya yang sudah lelah, juga luka lama yang terbuka kembali, membuatnya semakin memanas.Pertarungan tersebut membuatnya gila dan semakin bergairah. Kiana yang menghadapi VVIP tidak serius,
Kiana mengerutkan keningnya. Bau amis darah segar dari celine membuatnya sedikit mual. Kiana memperhatikan tangan Celine yang membekas darah kering."Mora, acara sebentar lagi di mulai. Seharusnya kau sudah bersiap. Kenapa kau belum mengenakan seragammu?" tanya Celine sembari menghempaskan tubuhnya di atas sofa yang berada di dalam ruang ganti khusus untuk Kiana."Saya hanya sedikit bingung," jawab Kiana."Apa yang kau bingung kan?" tanya Celine. Ia membersihkan pisau lipat tersebut. "Apa kau ingin membuatku marah?" lanjutnya sembari memberikan tatapan tajam yang tak terkontrol."Maafkan saya, Nona Celine."Di depan mata Kiana, ada beberapa kalung berlian, anting, gelang dan jumlahnya cukup banyak. Perhiasan untuk pria dan wanita yang jika di pakai akan menutupi tubuh Kiana.'Apa yang harus aku lakukan dengan ini?' batin Kiana."Kau kenakan berlian itu tanpa terkecuali. Tidak ada yang boleh tertinggal," ujar Celine. "Aku tidak menyewa model untuk memperagakannya karena acara malam ini
Sam tidak mungkin menentang elitisan Gracia. Ia tidak mungkin membiarkan Gracia melewati pedihnya jalan hidup yang akan membakar telapak kakinya setiap ia melangkah maju."Lakukan apa yang kau inginkan. Aku akan berada di belakangmu sebagai pendukung," ucap Sam.Gracia beranjak dari tempatnya. Ia menghampiri Tuan Don yang terkekang oleh rantai yang melilit pada tangan dan kakinya. Mereka bertiga berada di ruangan yang sama sehingga mudah untuk mencari celah kabur."Hei, Pak tua!" teriak Gracia. "Kalau kau membohongiku, aku pastikan kepalamu langsung terlepas dari lehermu!" ancam Gracia."Hahaha ..." Tuan Don terkekeh geli. Ia menertawakan dirinya yang sudah dibodohi oleh Naura, juga dua orang yang menjaga kepercayaan tapi menjadi tertuduh. Bukankah itu konyol? Pikir Tuan Don."Aku akan menempatkan kalian berdua di posisi tertinggi perusahaanku. Kalian bisa melakukan apa saja untuk dendam atau membuktikan kualitas kalian," ucap Tuan Don."Kali ini, aku percaya padamu. Kalau kau membuatk
Rael keluar dari perusahaan miliknya. Ia mendapatkan sebuah kesan pribadi tanpa nama. Sejenak, kisah-kisah kelam kembali terlihat Dan terkenang dalam benaknya."Apa yang akan akan Anda lakukan, Tuan?" tanya Tuan Aaron. Meski ia menilai semuanya rumit, tapi Tuan Aaron sama sekali tidak memiliki pikiran untuk pindah kepercayaan atau Tuan."Alu harus menyelesaikan tugasku dengan baik sampai akhir," jawab Rael."Anda akan bergabung lagi dengan tujuh jenius yang Anda besarkan?" tanya Tuan Vidor. "Bukankah mereka sudah sudah mengkhianati Anda? Bagaimana mungkin Anda masih masih percaya pada mereka?" imbuhnya."Aku tidak berpikir kalau mereka berkhianat. Mereka hanya melakukan apapun yang membuat hati mereka senang. Lagi pula, berTuankan aku yang cacat seperti ini, tidak akan mendapatkan keunggulan dan juga nama baik." Santai, tapi terdengar ada kekecewaan di dalam kalimat Rael. Di tambah lagi dengan dengan ekspresi wajah Rael yang tersakiti."Saya mengerti. Saya akan mengikuti Anda sampai a
Ugh ... Ugh ... Ugh ...Uhuk ... Uhuk ... Uhuk ...Generasi pertama yang dijebak oleh Jordan karena menolak, mereka dijadikan tawanan yang akan memeriahkan puncak acara yang akan menghina harga diri mereka.Mereka semua terbatuk-batuk. Tubuhnya lebam-lebam bahkan ada punggung mereka hampir dibuat meleleh karena disulut oleh besi panas.Argh! Argh! Argh!Teriakan kesakitan itu menjadi nilai plus bagi Jordan. Ia puas karena mereka yang tidak menurut pada akhirnya bisa menjadi mainannya yang berharga."Bajingan kau, Jordan!" teriak Gerald yang tertangkap.Jordan hanya melepaskan Serchan meski Serchan menolak. Ia tidak ingin mengambil resiko karena yang Jordan tawarkan adalah kerjasama dengan bangsawan Inggris, bukan pengamdian dari Serchan. Dua hal tersebut sudah berbeda. Jika Jordan menangkap bangsawan Serchan, tentu saja ia akan dimusuhi oleh Inggris dan itu adalah sesuatu yang bisa dikatakan sebagai mimpi buruk."Bedebah sialan! Meski kau menjadikan kami meleleh bersama api, kami tida
Naura mendapatkan pesan singkat dari Delice. Ia harus memecahkan kode supaya bisa membaca pesan dari Delice.Naura menyipitkan matanya. "Dum? Siapa?" gumam Naura.Naura mendengarkan pesan suara yang terkirim melalui pesan pribadi yang akan otomatis terhapus beberapa detik setelah selesai di dengarkan.Naura tidak bisa melakukannya sendiri. Demi Rael, Delice menelusuri seluk beluk keberadaan Tuan Don. Untuk meruntuhkan sebuah menara, Delice harus menghancurkan pondasinya.Naura mendengarkan dengan saksama. Semua hal yang Delice sampaikan. Delice tidak akan membuat pesan pribadi hapus otomatis jika apa yang ia sampaikan tidaklah penting."Sayang, aku akan menjelaskan intinya secara singkat. Aku harap kau bisa mengerti. Aku tidak memiliki waktu untuk menjelaskannya secara langsung padamu. Yakinlah! Kalau kau melakukan sesuai yang aku rencanakan, kau akan berhasil hingga akhir tanpa terluka."Delice menjelaskan dengan rinci apa yang terjadi. Bagaimana awal mulanya sampai ia bertekad selam
Gedung tua yang ada di Rusia menjadi tempat pilihan yang cukup akurat untuk menjalankan semua rencana Jordan. Satu per satu tamu yang ia undang sudah mulai berdatangan.Tamu-tamu tersebut menatap heran ke arah gedung yang setengah rusak karena akibat kebakaran hebat beberapa bulan yang lalu.Mereka terdiri dari generasi awal yang membentuk organisasi damai. Jordan mengusik kedamaian yang sudah mereka perjuangkan."Mereka sudah datang tanpa terkecuali. Hah! Tingkat keyakinan yang aku miliki mencapai batasannya," ujar Jordan.Rion menjadi pengikut Jordan, begitu juga dengan Brandon. Mereka memiliki perhitungannya sendiri karena tali kekang HG Group sepenuhnya berada di tangan Jordan."Aku tidak tahu siapa yang menolak dan siapa yang menerima," ucap Jordan."Ah!" pekik Brandon tiba-tiba.Jordan mengundang mereka hanya mengandalkan persiapan insting dadakan. Tidak ada rencana bahkan persentase yang dibayangkan saja tidak ada. Bukankah Jordan terlalu berani untuk mempertaruhkan nyawanya se
Brak!"Kiana!" teriak Leon.Kiana melirik tajam. Ia sangat menunjukkan rasa tidak sukanya pada Leon yang masuk ke dalam kamar pribadinya saat Kiana baru saja merebahkan tubuhnya."Apa kau tidak memiliki sopan santun?" Kiana membalas bentakan Leon dengan kalimat pertanyaan yang tidak kalah sadis."Aku dengar kalau membunuh Zaila dan Rai, bahkan kau memberikan kelingking Rai sebagai bukti. Kiana, apa kau sudah gila?" bentak Rai.Kiana menyibakkan selimut yang baru saja menutupi tubuhnya. Kiana ingin istirahat sejenak untuk memulihkan diri dari beberapa darah yang keluar dari luka barunya."Apa yang terjadi padamu? Kenapa kau kesulitan berdiri?" tanya Leon. Ia langsung mendekati Kiana untuk mengecek kondisinya.Kiana menepis tangan Leon. "Singkirkan tanganmu itu!" ujar Kiana."Aku memang tidak bisa memaksamu untuk bercerita, tapi aku yakin kalau kau bertarung hebat dengan Rai sebelum berhasil membunuh Zaila dan Rai. Kenapa kau membunuhnya?" tanya Leon lirih.Leon duduk di atas ranjang Ki
Tubuh Delice seperti menggigil kedinginan. Aura yang terpancar dari orang bertopi yang menyerangnya seperti tidak asing. Orang tersebut bahkan hanya diam dan tidak menyerang Delice lagi setelah Celine meninggalkannya."Kenapa tidak menyerang lagi? Kenapa hanya mematung, hah?" tantang Delice."Kenapa aku harus menyerang saat aku tidak ingin?" balas Kiana.Suara Kiana memang tidak asing bagi Delice. Sejenak, ingatan Kiana mulai merasukinya. Namun, Kiana menahan rasa sakit yang saat ini menyerangnya.Sret!Delice membuka paksa topi yang menutupi wajah Kiana. Rambut Kiana yang tertutup oleh topi juga menjadi tergerai karena penyangga hilang.Delice seperti diberikan kejutan yang tidak bisa ia bayangkan. Kiana, putri tercinta yang sedang ia cari ternyata berada di depan matanya."Kiana!" pekik Delice.Delice tidak ingat kalau beberapa menit yang lalu Kiana melukainya dengan luka yang cukup dalam. Meski luka tersebut bukan apa-apa bagi Delice, tapi tentu saja lukanya terasa berbeda karena p