"Apa hari ini kamu akan lembur lagi?"
"Tentu, dengan begitu aku akan mendapat uang tambahan untuk membayar kuliahmu"Ditengah obrolan hangat Devan dan adik angkatnya, suara seseorang memanggilnya, "Devan! Cepat bayar hutangmu! Kau sudah beberapa bulan ini kamu belum bayar uang sewa kamarmu."Orang itu adalah Nyonya Cindy, pemilik sekaligus pengurus rumah susun yang kini ditinggali Devan dan adik angkatnya."Maaf Nyonya Cindy, saya nggak punya uang sekarang, bisakah anda memberiku waktu lagi?"Devan memohon sambil menundukkan kepala, dia sama sekali tak berani menatap secara langsung orang didepannya.Kedua orang tua Devan meninggal sejak dia masih kecil karena insiden kecelakaan. Meski tidak tahu secara pasti setidaknya itulah yang dia ketahui.Awalnya keluarga Devan hidup serba kecukupan dan hidupnya pasti terjamin, karena saat itu kedua orang tuanya tergabung dalam sebuah jaringan mafia yang cukup besar.Saat itu Devan masih berusia lima belas bulan, kedua orang tuanya menitipkannya kepada nenek-nenek kenalan ibunya di perkampungan kecil pelosok kota. Kemudian kedua orang tuanya pun pergi dan tak pernah kembali.Empat tahun lalu nenek itupun meninggal karena usia tua, dan menitipkan cucu perempuannya yang saat itu berusia lima belas tahun.Selang tiga tahun kemudian, dia memutuskan pindah ke rumah susun ini karena biayanya lebih murah dan kebetulan juga dekat dengan tempat kuliah adik angkatnya.Meskipun di tempat ini terbilang sedikit kumuh, namun mereka tetap bersyukur, setidaknya mereka memiliki tempat tinggal."Baiklah, ini terakhir kalinya saya peringatkan kamu, kalau dalam waktu dua hari ini kamu tak membayar sewa kamarmu, kau dan adik sialanmu ini harus pergi dari sini!" ucap Nyonya Cindy mengancam dan penuh tekanan."..."Kini Devan menyadari ada seorang gadis sudah berdiri di sebelahnya dengan sedikit ketakutan.Devan memutar tubuhnya kesamping dan berkata, "kamu gak perlu khawatir masalah ini, biar kakak yang cari jalan keluarnya" ucapnya lembut sembari membelai pelan kepala gadis itu."T-tapi—"Belum sempat gadis itu menyelesaikan ucapannya, Devan sudah memotongnya, "Tugas kamu cuma satu, belajarlah lebih giat lagi".Gadis itu hanya menunduk dan mengangguk pelan dihadapan kakak angkatnya. Gadis itu adalah Diana Bell, adik angkat Devan Blackwell."Baiklah, aku berangkat kerja dulu, jaga dirimu baik-baik," ucap Devan berpamitan sambil mencubit gemas pipi adik angkatnya.Devan bergegas pergi ke tempatnya bekerja di salah satu hotel berbintang di kota Luxburg, meskipun hanya sebagai pengantar makanan, dia sangat beruntung karena disini termasuk hotel kelas atas di kota tempatnya tinggal."Devan! antarkan sarapan untuk tamu di kamar VIP lantai paling atas," ucap kepala dapur hotel itu menyuruh Devan."Baik, tuan Lucas...."Sementara itu, di dalam kamar VIP yang dimaksud, Nancy terbangun dalam pelukan seorang pria bernama Morgan, yang merupakan salah satu eksekutif di perusahaan tempatnya bekerja.Wajahnya tak berhenti tersenyum karena apa yang telah mereka lalui semalam, meski sudah cukup lama Nancy berpacaran dengan Devan, tak menutup kemungkinan dia menyukai pria yang lebih kaya dan mapan.Tak hanya itu, pada malam sebelumnya pria itu dengan terang-terangan mengungkapkan cinta padanya di depan seluruh karyawan perusahaan tempatnya bekerja."Kau milikku sekarang." Nancy berkata pada pria itu dan tak lama kemudian mereka berciuman dengan panas. Namun, dia mendengar bel berbunyi.Dengan terpaksa Nancy berdiri, dengan hanya mengenakan celana dalamnya dia memakai piyama yang sudah disediakan oleh hotel, dan berjalan ke pintu."Permisi! Room Service...."Seketika Nancy berdiri mematung beserta pemuda dengan seragam hotel dan troli di depannya.Setelah sadar dari keterkejutannya Devan berkata, "Nancy, kena—" tak menyelesaikan perkataannya, Devan merasa seakan ada seseorang didalam.Dia memutari troli itu berniat masuk kedalam, "Tidak! Devan, pergilah," ucap gadis itu terkejut sambil berusaha menutup pintu."F*ck! .... Nancy, minggir sekarang!"Nancy menggelengkan kepala dan berkata, "Tidak! Aku tidak.... Sial, Devan Pergilah! Aku tak ingin kau mengacaukan semuanya!"Mendengarnya Devan tersentak, namun dia masih berusaha menahan pintu agar Nancy tak menutup pintu itu."Apa katamu? Aku, mengacau? Mengacaukan apa? Nancy, aku pacarmu! aku berhak tahu siapa orang didalam itu!""Devan, kau tahu maksudku, jadi pergilah! Aku sudah tak membutuhkanmu!" Nancy berkata kesal pada Devan.Nancy benar-benar tak ingin Devan masuk dan mengacaukan semuanya, dia sama sekali tak peduli dengan Devan, tapi tidak dengan Morgan.Dia baru berhasil mendapatkan Morgan kemarin malam, tentu dia tak ingin kehilangan Morgan, karena pria itu sangat berharga dimatanya.Namun, saat Nancy masih berusaha keras mendorong pintu itu agar tertutup, sebuah suara membuat Nancy tersentak dan secara tak sengaja melepas pintu itu."Nancy.... apa ada masalah?" Morgan bertanya kepada Nancy memastikan.Brak!.Saat pintu itu sedah terbuka, Devan dengan jelas melihat seorang pria berdiri disana hanya dengan memakai celana dalam."Ja-jadi—"Devan tak bisa lagi menyusun kata-katanya, beberapa hari terakhir dia tak bisa menghubungi Nancy, dan sekarang dia melihatnya berada didalam kamar yang sama.Pupil mata Morgan sempat melebar, namun tak lama dia mendekati Devan dan tersenyum seakan meremehkan Devan.Takut Morgan marah, Nancy berusaha mendekat dan berucap, "Sayang, a-aku b-bisa je—"Belum sempat menyelesaikan kata-katanya, Morgan menarik Nancy ke pelukannya dan berkata, "Tidak perlu."Mata Devan melebar, dia melihat Morgan mencium Nancy dan melumat bibirnya. Tak hanya itu, tangan Morgan meraba bokong Nancy dengan dengan gemas.Beberapa saat kemudian, tangan Morgan meremas dua bukit kembar milik Nancy dan berkata, "Apa kau kemari hanya untuk menonton kami? Lakukan tugasmu! Bawa masuk makanan itu!."Membuat Devan tersentak dari pikirannya yang tiba-tiba saja kosong, Devan menatap mata pria itu dan mengabaikan Nancy yang tampak bergairah saat Morgan melakukan itu padanya.Dengan menahan marah dan malu yang sangat luar biasa, Devan kembali mendorong troli itu masuk dan meletakkan makanan di meja."Ini, untukmu," ucap Morgan sambil melempar puluhan uang pecahan seratus dollar ke lantai, melihat banyaknya uang itu membuat Nancy melebarkan matanya."Ambil itu! dan, pergi dari sini!" Morgan berkata dengan nada menghina ke Devan.Devan terdiam sejenak dan mengambil semua uang itu satu-persatu, melihat itu Morgan berkata terkekeh, "hehehe.... lihatlah lah Nancy! Apa benar pemuda menyedihkan ini pacarmu? Aku tak percaya wanita secantik dirimu berakhir dengan pemuda sialan seperti ini."Melihat Devan memunguti uang itu dan mendengar ucapan Morgan, membuatnya kesal dan malu."Sial!.... Devan, kau sangat memalukan! Aku menyesal pernah kenal denganmu!" Ucap Nancy menghina Devan.Namun, saat semuanya selesai Devan berdiri dan tersenyum pada Morgan namun mengabaikan Nancy."Satu lembar ini untukku," ucap Devan sambil menunjukkan selembar uang kepada Morgan, "Sisanya, tiga belas ribu empat ratus dollar ini untuk harga wanita ini, silakan nikmati hari kalian."Setelah itu, Devan berjalan mendekati Nancy dan berkata pelan, "Nancy, layani Tuan ini dengan baik, lakukan seperti yang seharusnya," lalu Devan pergi begitu saja meninggalkan mereka."Brengsek itu menjual ku?" Nancy bergumam kesal, "F*ck.... Siapa bajingan itu? Aku akan menghajarnya, holy shit." Morgan mengumpat kesal berusaha menahan amarah.Devan tersenyum kecut saat mendengar Morgan berteriak kesal didalam sana. Sambil membuka seragam hotelnya, dia berkata, "Sepertinya aku akan dipecat ""Hello kak, apa terjadi sesuatu?"Bermaksud untuk mengabari adiknya, namun saat panggilan tersambung dan suara di seberang sana terdengar, dia tak menjawabnya.Entah kenapa dia merasa semakin tak berguna, setelah tak sengaja memergoki pacarnya yang sedang tidur dengan pria lain.Kini dia harus kehilangan pekerjaannya karena perlakuan buruk kepada pria yang bersama pacarnya di hotel tadi, dia berjalan tak tahu arah di pusat kota.Sekarang dia duduk di sebuah kursi panjang di taman kota, pikirannya kosong menatap nanar entah kemana."Kakak, ada apa? Apa terjadi sesuatu?" Kali ini Devan tersadar dari lamunannya dan segera menjawab gugup, "Ti-tidak, tidak ada, hanya saja...."Dia sengaja menggantung kata-katanya seakan mempertimbangkan sesuatu, tak lama kemudian dia berkata, "Mungkin aku baru pulang besok, ada sesuatu yang harus aku kerjakan, apa kamu tidak keberatan?""Hmm.... Baiklah, aku sama sekali tak keberatan, aku akan menunggumu besok kak."Mendengarnya, Devan tersenyum kecut dan
Devan terbangun di bangku taman, entah kenapa dia merasa seperti terbangun dari tidur panjangnya. Dia kembali mengingat bagaimana dia bisa tertidur disini.Saat dia mengingatnya, dia tersadar bahwa dia tertidur sejak kemarin sore. Hanya saja, dia seperti mengalami mimpi yang aneh."Sis-?...." Gumamnya "Ah, sepertinya aku tidur terlalu lama," serunya sendiri dan bergegas pergi.Berjalan menelusuri trotoar kota Luxburg, Devan merasa perutnya sangat lapar. Dia teringat sejak kemarin sore perutnya hanya terisi ramuan dari gelandangan tua.Devan memutuskan untuk masuk ke sebuah restoran sederhana, setelah memilih tempat duduk pelayan pun datang.Tak lama setelah pelayan itu pergi, pesanan pun datang. Devan makan semua yang dipesannya dengan sangat lahap.Namun, dia terus memikirkan bagaimana nasibnya. Kemarin saja dia putus dengan pacarnya dan kehilangan pekerjaannya di waktu yang hampir bersamaan.Ditambah dia harus membayar sewa kamar tempat tinggalnya, dan harus tetap membiayai kuliah a
Mendengar suara adiknya di seberang sana, Devan mengurungkan niatnya. Tak mungkin jika dia mengganggu jam kuliah adiknya, Diana.Devan berpikir sejenak dan akhirnya dia memutuskan untuk membiarkan adiknya kuliah terlebih dahulu."Hmm, baiklah kalau begitu. Kita akan membicarakannya lagi saat kamu sudah dirumah.""Baiklah, tapi kak...."Diana sengaja menggantung kata-katanya seakan mempertimbangkan sesuatu."Aku nanti pulang agak malam, apa kakak keberatan?"Mendengar ucapan adiknya, Devan terdiam. Entah kenapa beberapa hari terakhir ini adiknya selalu pulang sampai larut malam.Tak ingin membebani adiknya, Devan menganggukkan kepala. Meski adiknya tak melihatnya."Okey, kakak akan menunggumu. Jaga diri baik-baik," ucapnya sambil menutup panggilan itu.Setelah itu, Devan melihat uang yang ada di tangannya dan seolah berpikir sejenak, "apa sistem ini juga memberiku kekayaan?" Gumamnya.Setelah di
Devan cukup terkejut ketika dia sudah sampai di lokasi yang ditunjukkan oleh sistem yang dia miliki."Apa yang.... Oh tidak, kenapa Diana bisa berada ditempat seperti ini?" Gumam Devan dalam hati.Saat ini Devan berdiri di depan sebuah bar yang terlihat mewah meski tak terlalu besar."Sepertinya aku harus masuk," ucap Devan sambil melangkahkan kakinya menuju bar tersebut.Memang saat mendapatkan misi, sistemnya mengatakan sebuah tempat yang sangat tidak asing bagi Devan, yaitu The Sunshine Bar.Namun, saat Devan sudah didepan pintu masuk bar tersebut, dua orang penjaga bar itu menahannya."Hey bocah, apa yang kau lakukan disini?" Ucap salah satu penjaga tersebut."Maaf, Tuan. Sepertinya aku mengenali seseorang didalam sana," ucap Devan menjelaskan.Namun seketika kedua penjaga itu menatap Devan dari ujung kaki sampai kepalanya."Anak muda, meski bar ini tak terlalu besar, namun tempat ini tak bisa dimasuki oleh sembarang orang begitu saja," ucap penjaga lainnya."Benar sekali, bar ini
Mendengar apa yang dikatakan Devan membuat Natalie terkejut dan membelalakkan matanya."Nona, Natalie. Aku tahu kau akan terkejut, tapi bahkan aku sendiri juga tak tahu kenapa Diana juga bisa bekerja di bar milikmu."Bukan itu jawaban yang ingin didengar oleh Natali saat perkataan Devan yang seketika membuatnya terkejut.Awalnya dia cukup percaya jika pemuda yang duduk di sampingnya ini adalah kakak dari Diana, tapi siapa sangka bahwa pemuda yang bernama Devan ini akan mengatakan hal seperti itu.Bahkan setelah itu Natalie tidak cukup yakin bahwa Devan benar-benar kakak Diana."Si-siapa kau?" Natalie sedikit gugup saat menanyakan perihal siapa Devan sebenarnya, namun saat itu Devan kembali berkata."Seperti yang aku katakan saat kita bertemu di luar tadi, mungkin Diana juga menceritakannya padamu bukan?"Lagi-lagi Devan mengatakan sesuatu yang belum bisa memuaskan rasa penasarannya.Meski benar apa yang dikataka
Beruntung bagi Devan karena saat itu dia sedang duduk di atas ranjangnya, sehingga saat dia pingsan, Devan langsung tergeletak begitu saja di atas ranjangnya.Memang meminum ramuan penguat tubuh dapat menyebabkan rasa sakit yang luar biasa. Jika fisik seseorang lemah, maka akan menyebabkan pingsan karena pergantian tulang tubuh.Entah berapa lama waktu berlalu, namun sepertinya lebih dari satu jam.Devan perlahan-lahan membuka matanya dan bangun dengan pelan, "aku pingsan? Oh, sial. Sepertinya cukup lama aku pingsan," ucap Devan dengan kepalanya yang masih terasa pusing.Satu hal yang juga baru diingat Devan adalah, meski dia memiliki kemampuan bela diri level ahli, namun fisiknya cukup lemah.Bahkan tubuhnya selama ini terlihat tinggi kurus seperti orang yang tak pernah memperhatikan gizinya.Namun, saat Devan hendak bangun dan berdiri, tubuhnya terasa sangat ringan dan bugar.Bahkan saat dia melihat dirinya sendiri pad
Setelah mandi Devan benar-benar mengajak Diana ke suatu tempat dimana bahkan Diana sendiri tak pernah membayangkan.Awalnya Diana berpikir bahwa kakaknya akan mengajaknya untuk berjalan-jalan atau hanya sekedar mengajaknya ke tempat dimana kakaknya kerja saat ini.Memang sebelumnya Devan mengatakan bahwa dia sudah bekerja di tempat yang lebih baik dari pada sebelumnya.Namun, saat ini Devan mengajaknya ke sebuah salon kecantikan yang tempatnya tak jauh dari apartemen tempat mereka tinggal.Dian juga berpikir mungkin kakaknya sekarang bekerja di salon kecantikan tersebut."Kakak, ini tempat kerjamu yang sekarang?" Diana bertanya dengan sedikit bingung."Apa yang kau pikirkan, aku seorang laki-laki, dan lihatlah ini adalah salon kecantikan khusus untuk wanita."Diana mengernyitkan keningnya saat Devan mengatakan itu, dia berpikir apa salahnya jika kakaknya bekerja di salon kecantikan wanita.Namun saat itu, Devan sudah menarik tangannya dan hendak masuk kedalam salon tersebut.Saat samp
Beberapa saat setelah mereka keluar dari pusat perbelanjaan itu, Diana masih tak percaya dengan apa yang dia alami.Diana tentu berpikir bagaimana bisa kakaknya membayar seluruh pakaian yang saat ini dia bawa.Tentu saja Diana tak meragukan Devan sama sekali, tapi Diana juga merasa ini terlalu berlebihan, bahkan dia juga merasa telah membebani kakaknya itu.Alih-alih bertanya kepada kakaknya, Diana hanya diam saja dan mengikuti kemana saat ini Devan mengajaknya.Hingga sampailah mereka di The Sunshine Bar, tempat dimana Diana bekerja paruh waktu.Bahkan saat ini kedua penjaga bar tersebut juga menyambut mereka dengan hangat, mereka juga membantu membawakan barang belanjaan milik Diana."Kakak, kau mau kemana?" Diana bertanya saat melihat Devan hendak melangkahkan kaki."Kau bisa tunggu disini, atau lakukan apapun yang kamu suka, ini mungkin sedikit lama."Setelah mengatakan itu, Devan pergi meninggalkan Diana di ruang VVIP begitu saja.Kali ini, Diana benar-benar merasa heran dengan D
Olivia sendiri memang mengetahui sesuatu yang tak banyak diketahui kebanyakan orang.Awalnya gadis itu hanya menganggap rumor, ketika Diana yang menggantikan Natalie sebagai manajer The Sunshine Bar.Namun saat Olivia ingin membuktikan sendiri, ternyata memang begitulah sebenarnya, meski itu hanya segelintir orang yang mengetahui.Belum sampai di situ, ketika Olivia menyadari ternyata Diana juga mengenal baik dengan Natalie, membuat gadis itu lebih terkejut lagi.Melihat anaknya yang tidak menanggapi pertanyaannya, Julie kembali memperingatkan Olivia, sehingga membuat gadis itu sedikit tersentak."Oliv, kau dengar apa yang ibu tanyakan?"Seketika Olivia mengerjapkan matanya beberapa kali lalu menggelengkan kepalanya, sebelum akhirnya gadis itu berbicara."Ibu, percayalah kau akan terkejut saat aku menceritakan kebenarannya.""Apa maksudmu? Kau tentu tahu siapa Nona Natalie, kebenaran apa yang kau maksud?"Olivia tidak tahu harus menjawab seperti apa, karena menurut Olivia saat ini buk
Devan yang menyadari seakan pembawa acara itu memanggil dirinya dan Diana, seketika bertanya sambil menunjuk ke arah dirinya sendiri, memastikan.Sementara itu Olivia yang baru saja naik dan kini berada di belakang panggung, juga menyadari bahwa ada masalah di depan sana.Sebenarnya begitu acaranya dimulai, beberapa saat lagi gadis itu akan di panggil untuk maju ke atas panggung, begitu saatnya tiba.Namun, ketiga Olivia hendak berdiri untuk melihat keadaan di depan sana, ibunya Julie Hamilton menahannya."Oliv, biarkan saja.... Pihak keamanan akan membereskannya, setelah ini aku akan memanggil Regina. Sepertinya dia tidak melakukan tigasnya dengan baik," ucap Julie, "Apa dia tidak tahu, jika ada Nona Natalie dari DB Investment ada di sini?.... Ah.... Ini membuatku kesal," lanjutnya memperingatkan.Melihat bagaimana reaksi yang ditunjukkan ibunya, Olivia terpaksa menahan dirinya untuk tidak keluar, dan melihat apa sebenarnya yang terjadi.Tapi, entah kenapa saat ini Olivia merasa jiga
"Hey, kau pikir kau siapa haha?.... Terisi?.... Apa ada yang melihat seseorang duduk di sini?" Alvin tidak menyangka jika pemuda yang akan duduk di bangku yang di tempati Devan, akan berbicara dengan meninggikan suaranya.Alih-alih menanggapi ucapan pemuda yang duduk di bangku milik Devan, Alvin berkata pada Tommy."Tommy, bukankah kau tahu kalau...."Apa yang dikatakan Alvin menguap begitu saja, karena saat itu juga Tommy sudah mengangkat salah satu tangannya, memintanya berhenti.Chris yang sejak tadi memperhatikan gerak gerik Tommy, yakin bahwa dia sengaja menyuruh mereka duduk di sana.Hingga saat Devan dan Diana kembali, tak ada lagi tempat duduk untuk keduanya di sana."Tommy, kami tahu kau tak begitu mengenal Devan, tapi kau tentu mengenali Diana, jadi setidaknya—"Chris tak sempat menyelesaikan kata-katanya, karena saat itu juga Tommy yang sejak tadi sudah duduk, kembali berdiri dan langsung memotongnya."Tentu aku mengenali Diana, dan aku akui aku juga menyukainya.... Sekara
Devan sempat melirik sebentar ke arah dimana Natalie saat ini berdiri, sebelum akhirnya kembali berbalik duduk.Lagipula, di luar pekerjaan dia tidak memiliki kepentingan dengan gadis yang sedang menyita perhatian itu."Devan, bukankah seharusnya kita juga ikut menyapa?"Mendengar Alvin yang bertanya, Devan hanya mengangkat sedikit bahu sebelum akhirnya berkata."Tidak perlu, biarkan Olivia sendiri yang menyapa."Merasa kedua sahabatnya bahkan Diana tak puas dengan jawaban yang dia berikan, Devan kembali berbicara."Lagipula, ini adalah pesta milik Olivia, biarkan dia sendiri yang menyapa."Mendengar penjelasan Devan barusan, akhirnya ketiganya saling bertatapan, sebelum akhirnya menganggukkan kepala mengerti.Setidaknya dengan begini mereka tidak perlu memikirkan adanya masalah lagi di tempat ini.Lain halnya dengan Alvin, Chris, maupun Diana yang merasa lega. Saat ini Ken dan Tommy masih terkejut dengan kejadian barusan.Meski tak tahu pasti siapa sebenarnya kakak Diana itu, membuat
Mendengar suara seorang gadis yang berkata seperti itu, membuat semua orang menoleh ke arah sumber suara itu.Saat itu Olivia Hamilton sudah berdiri di sebelah Nancy memotong pembicaraan gadis itu.Meski saat ini Olivia sendiri terlihat tersenyum, namun sangat jelas yang terjadi malam ini membuat gadis yang seharusnya menjadi bintang di acara ini, terlihat tidak senang."Olivia, kau terlihat sangat cantik.... Tapi lihatlah pecundang-pecundang ini, mereka berusaha menyelinap ke acara ulang tahunmu.""Ya, Olivia.... Aku yakin mereka sengaja memalsukan kartu itu dan berusaha menyelinap ke sini," ucap Nancy menyetujui apa yang dikatakan Tommy barusan."Aku tahu, aku yang mengundang mereka...."Nancy menganggukkan kepalanya seolah mengerti apa yang dikatakan temannya itu."Itu maksudku, tidak mungkin kau mengundang mereka, jadi cepat usir pecundang-pecundang....""Nancy!...."Apa yang dikatakan Nancy barusan menguap begitu saja di udara, karena Olivia langsung memotong perkataannya."Aku y
Mendengar ucapan Regina barusan, Ken benar-benar dibuat terdiam di tempatnya berdiri saat ini.Regina bisa saja bersikap lebih dari ini, karena bagaimanapun dia mengenal banyak orang-orang hebat di Luxburg.Tentu saja Regina juga tahu siaap Brent Owen ayah dari pemuda yang mengaku bernama Ken Owen ini.Namun karena dia tahu siapa Brent Owen itu, justru membuat Regina berani berkata seperti ini.Menurut Regina pemuda yang mengenakan pakaian sederhana dengan hoodie sebagai atasannya itu, memiliki seduatu yang bisa memastikan pemuda itu berada jauh di atas keluarga Owen.Manajer hotel itu sendiri sangat siap jika harus berhadapan dengan keluarga Owen. Akan tetapi, dia sama sekali tidak siap jika harus berhadapan dengan pemuda yang lebih memilih menyembunyikan identitasnya, dari pada orang yang memamerkan kekayaan keluarganya seperti Ken ini.Bagi Regina, pemuda seperti Devan sangatlah langka dan pasti sangat berbahaya. Membelanya tanpa mengungkapkan identitasnya adalah cara Regina menun
Saat itu Regina sudah menunggu keempatnya di depan sebuah lift yang baru saja terbuka.Regina sengaja membiarkan mereka masuk terlebih dahulu sebelum akhirnya mengikuti di belakang dan berbalik begitu dia masuk.Entah kenapa saat itu Alvin dan Chris baru menyadari betapa indahnya lekuk tubuh wanita yang baru saja masuk itu.Sehingga membuat mata keduanya sedikit terbelalak saat melihat Regina dari belakang.Setelah menekan tombol di sebelah pintu lift yang akan membawa mereka ke lantai dimana acara sesungguhnya itu diadakan, Regina kembali bersuara."Tuan Blackwell.... Sekali lagi aku meminta maaf atas ketidaknyamanan ini."Devan sendiri tahu bagaimana seorang profesional bekerja, lagipula dia juga tahu siapa yang memulai semuanya."Nona Layton, tidak perlu.... Aku tahu kau seorang profesional dan aku menghargai itu," ucap Devan menanggapi.Meski saat itu Regina tidak menghadap ke arah Devan, sempat gadis itu melebarkan matanya.Cepat Regina menganggukkan kepalanya lalu berkata, "Teri
Alvin, Chris, dan juga Diana ikut membelalakkan matanya karena terkejut dengan apa yang di lakukan Regina Clayton.Terlebih Nancy dan Calvin yang lebih terkejut, saat melihat bagaimana manajer hotel itu memperlakukan Devan, benar-benar membuat mereka membeku.Melihat kejadian itu, suasana lobi hotel yang seharusnya ada banyak orang di sana tiba-tiba saja menjadi hening.Selain itu beberapa tamu yang baru saja datang juga ikut menyaksikan kejadian itu, membuat Devan merasa tak nyaman.Regina yang masih dalam keadaan membungkuk dengan kedua tangan memegang kartu, manajer hotel itu berniat menyerahkan kembali kartu tersebut.Meski merasa canggung namun sudah terjadi, Devan langsung mengambil kartu itu hingga akhirnya berucap."Oh, terima kasih.... Aku hanya ingin mengajak teman-temanku menghadiri pesta ulang tahun Nona Olivia, tapi aku melupakan kartu undanganku....""Tidak perlu.... Bahkan kartu emas untuk dijadikan undangan itu hanya mengambil ide dari kartu milik anda. Tentu saja kart
Mengabaikan pertanyaan Diana, kali ini Devan memandang kearah Nancy yang memperlakukan dirinya.Devan mulai meragukan perasaan yang tulus dari seorang wanita. Melihat sikap Nancy yang sudah keterlaluan itu, semakin menunjukkan padanya.Bahwa wanita benar-benar mengerikan dari yang dia pikirkan. Namun menurut Devan, masih ada wanita yang tulus, dan itu tergambar jelas dalam diri Diana."Berikan padaku!...."Nancy langsung menyerahkan kartu berwarna hitam yang ada di tangannya, sesaat setelah Calvin meminta pada gadis itu.Calvin langsung tersenyum miring dan mengambil kartu itu dengan ujung ibu jari dan ujung telunjuknya. Seakan memegang kartu itu saja sudah membuatnya jijik."Imperium Luminary Black Card? Heh, apa kau bercanda?.... Kartu bodoh apa yang ingin kau tunjukkan pada orang-orang itu hah?" Calvin mengejek Devan sambil menenteng kartu itu tinggi, seakan kartu itu mengandung sebuah virus berbahaya."Maaf, Tuan....""Calvin.... Aku Calvin Wall...." Jawab Calvin saat mendengar s