Share

Bab 50

Author: Lathifah Nur
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56
Deg! Deg! Deg!

Detak jantung Arisha bertalu-talu. Ia memundurkan kepalanya tatkala wajah si plontos perlahan mulai turun, mendekati muka pucatnya.

"Cantik! Di bawah cahaya remang-remang begini, kau terlihat sangat menggoda. Ayo bersenang-senang, Sayang!" Si plontos menjilat bibirnya.

Dugh!

"Akh!"

Sebuah kayu menghantam tengkuk si plontos dan membuat lelaki itu merintih, kemudian jatuh tersungkur, tepat di samping Arisha.

Arisha bergegas bangkit setelah membuang sumpalan di mulutnya. Beberapa kali ia memuntahkan ludah kosong. Aroma bau apaknya keringat si cungkring yang menempel pada sapu tangan itu benar-benar membuat Arisha jijik.

"Terima kasih," ujar Arisha, menyadari seseorang baru saja menyelamatkan dirinya.

"Masih terlalu cepat untuk berterima kasih, Nona. Ayo cepat pergi sebelum dia sadar!"

Lelaki penyelamat itu berbalik, tapi Arisha tak jua kunjung melangkah.

Tak mendengar derap langkah menyusulnya, lelaki itu balik badan. Seketika ia menyadari alasan Arisha tak jua mu
Lathifah Nur

Gak terasa, udah 50 bab aja. Tapi bintangnya masih belum nyala. Bantuin author dong buat nyalain bintangnya. Caranya? Tinggalkan review dan rating bintang 5 pada halaman sampul cerita. Terima kasih ....

| Like
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Mommy untuk Daddy   Bab 51

    "Kenapa diam? Cepat antarkan aku menemuinya!" Lelaki yang bertanya itu meninggikan suara, kesal lantaran si cungkring dan Jenggot Tipis hanya menanggapi perkataannya dengan aksi saling beradu pandang."Heh, kalian tuli?""A–anu, Big Boss … d–dia—" Si jenggot tipis tergagap. Biasanya si cungkring yang jadi juru bicara, tapi kali ini lelaki itu diam saja.Si jenggot tipis menyikut lengan Cungkring, lalu berbisik, "Kamu aja yang ngomong.""Kalian ini benar-benar ya! Aku beri juga nih!" gertak lelaki yang dipanggil Big Boss itu.Si cungkring dan Jenggot Tipis bingung bagaimana harus menjelaskan kejadian yang sebenarnya pada lelaki itu. Alhasil, mereka tetap setia pada bisu."Baik, biar aku yang cari sendiri! Jika kerja kalian tidak beres, terima risikonya!"Selesai mengultimatum, lelaki itu bergegas menyusuri jalan setapak, yang mengarah pada sebuah rumah kosong."Apa-apaan ini?!" Lelaki itu berteriak marah, melihat sosok si plontos tengkurap di atas tanah tanpa bergerak sama sekali. Ia p

  • Mommy untuk Daddy   Bab 52

    Wangi rempah yang menggugah selera menguar di udara. Kepulan asap putih tipis dari uap panas semangkuk sup menari-nari di atas wajah Arisha yang masih terlelap, seakan menggodanya untuk segera terjaga dan meninggalkan dunia mimpi.Benar saja. Hidung Arisha mengendus-endus. Tak lama kemudian, kelopak matanya perlahan mulai terbuka.Lelaki yang setia memandangi wajah pulas Arisha tersenyum lega."Kau sudah bangun? Bagaimana perasaanmu? Apa ada yang sakit?"Jiwa Arisha belum sepenuhnya berkumpul utuh, tapi ia sudah ditodong dengan serentetan pertanyaan.Mendengar suara seorang pria, naluri siaga Arisha spontan bekerja, ia terlonjak duduk, kemudian menjerit kesakitan."Akh!""Hati-hati! Jangan terlalu banyak bergerak!" Lelaki tersebut sigap menahan pergelangan tangan kanan Arisha yang terpasang IV.Arisha meringis. Otaknya berpikir keras, menyatukan kepingan kolase peristiwa kemarin malam."Anda … yang telah menolongku?" tanya Arisha, memastikan bahwa lelaki yang saat ini bersamanya benar

  • Mommy untuk Daddy   Bab 53

    Plak! "Aduh! Sakit, Kak! Seneng banget nyiksa adik sendiri," pekik Irsyad, menahan sakit pada lengan atasnya yang ditepis Rasyad seraya mengomel tak senang. "Ayo, keluar!" Rasyad bangkit, kemudian menyeret adiknya menuju pintu. "Aku masih pengin ngobrol sama kakak cantik," rengek Irsyad, menoleh pada Arisha dengan langkah enggan, tapi Rasyad terus menyeretnya keluar. Setelah membuka pintu, Rasyad mendorong Irsyad. "Jangan masuk sebelum aku mengizinkanmu!" Bam! Rasyad membanting pintu. "Kak, Kakak! Buka! Aku mau ngobrol sama kakak cantik!" Irsyad menggedor-gedor pintu. Rasyad tersenyum canggung mendekati Arisha. "Maaf, kalau kata-kata dan sikap adikku membuatmu tidak nyaman. Dia memang agak usil." "Tidak apa. Aku bisa mengerti. Aku justru berterima kasih padanya. Berkat bantuannya, aku selamat dari kejahatan para preman itu." Arisha mulai bisa bersikap sedikit santai dan menggunakan bahasa yang tidak terlalu formal saat berbincang dengan Rasyad. "Kamu seharusnya bangga memili

  • Mommy untuk Daddy   Bab 54

    "Kak Sha, Kak Sha …." Lirih suara Silla mengigau dan memanggil nama Arisha bagai sembilu menyayat hati Dareen. Lelaki itu meneteskan air mata seraya terus menggenggam jemari mungil Silla. Sesekali ia mengecup kening sang keponakan. Nuraninya dihantui rasa bersalah lantaran tak mampu menjaga amanah mendiang orang tua Silla. "Kak Sha, Kak Sha, huuu …." Silla menangis dalam igaunya. "Sayang, daddy janji akan menemukan Kak Sha secepatnya. Kamu sembuh ya …." Dareen memeluk Silla dengan perasaan hancur. "Badan Silla masih panas?" tanya Nyonya Hart, yang tahu-tahu sudah berdiri di belakang Dareen. Dareen menoleh. "Ini kan yang Oma mau?" balas Dareen, bangkit dari duduknya. "Oma senang melihat Silla terpuruk dan menderita. Oma puas sekarang?" "Jangan asal bicara, Dareen! Semua yang oma lakukan adalah demi kebaikan Silla." "Kebaikan seperti apa, Oma? Melihat Silla terbaring dan mengigau dengan panas tubuh yang tak kunjung turun. Apakah seperti itu kebaikan yang oma maksud?" Dareen ber

  • Mommy untuk Daddy   Bab 55

    "Arisha!" Dareen terus berteriak memanggil nama Arisha sambil berlari mengejarnya, masuk ke supermarket. Rasyad yang menunggu di dalam mobil terkejut dan bergegas turun. Sementara Arisha tak mengetahui bahwa dua orang pria sekarang sedang berlomba untuk secepatnya menemukan dirinya. Ia masih sibuk menyusuri rak demi rak, mencari segala sesuatu yang ia butuhkan dari supermarket itu. Dareen menyibak kepadatan konsumen di setiap lorong antar-rak. Entah kesialan untuk Dareen atau keberuntungan bagi Arisha, kondisi supermarket yang ramai menyulitkan Dareen untuk menemukan gadis itu. Arisha tak merasakan firasat apa pun tentang Dareen. Instingnya juga tak mampu mendeteksi keberadaan Dareen di sekitar, hingga ia dapat dengan tenang membaca label setiap makanan kemasan yang ingin dibelinya. Grep! Sebuah telapak tangan lebar membekap mulut Arisha dan menarik tubuhnya mundur. Arisha ingin menyikut, tapi bisikan halus membuatnya mengurungkan niat. "Ssst! Ini aku, Rasyad. Ikuti saja aku!"

  • Mommy untuk Daddy   Bab 56

    "Ini … restoran kamu?" Arisha tak mampu menyembunyikan kekagumannya kala menginjakkan kaki di restoran milik Rasyad. "Waaah, mewah! Pasti bintang 5!" Rasyad tersenyum geli melihat tingkah polos Arisha. "Kau suka?" Arisha asyik menyapu setiap sudut restoran dengan tatapan kagum. "Aku belum pernah masuk ke restoran semewah ini." Jawaban Arisha sukses menghadirkan senyum lebar di wajah Rasyad. "Nanti, kau akan menghabiskan waktu lima hari dalam seminggu di sini." Senyum Arisha sirna, berganti ekspresi serius. "Benaran kamu nggak keberatan aku bekerja di sini? Gimana kalau kinerjaku tak sesuai dengan ekspektasimu?" "Kau meragukan kemampuanmu?" Seketika Arisha tersadar. Seluruh dunia boleh saja memandang rendah dirinya, tapi ia tidak boleh kehilangan rasa percaya diri pada kemampuan sendiri. Kunci sukses itu tidak terletak pada seberapa banyak orang yang memberikan dukungan, melainkan seberapa yakin pada kemampuan diri sendiri serta ketekunan dan keuletan dalam usaha menggapai mimp

  • Mommy untuk Daddy   Bab 57

    Untuk menenangkan diri, Dareen menyalakan radio mobilnya. Sebuah tembang lawas segera mengudara.Kalau sudah tiada, baru terasaBahwa kehadiranmu, sungguh berhargaDareen tersenyum kecut, kemudian mematikan kembali radio itu."Cih, aku benar-benar seperti pecundang. Musik pun menertawakanku," oceh Dareen, lalu menjalankan mobilnya, meninggalkan jalanan yang semakin ramai.Sepanjang jalan pikiran Dareen tak fokus. Beberapa kali ia nyaris menyenggol mobil lain kala menyalip.'Di mana sebenarnya kamu, Arisha?' Keresahan Dareen tak ubahnya seperti seorang suami yang ditinggal pergi oleh istrinya.Di restoran Rasyad, Arisha, yang tak sadar bahwa kepergiannya mengacaukan pikiran Dareen, ternyata sedang menikmati makan siang tanpa beban."Gimana, enak?" tanya Rasyad, setelah Arisha memasukkan suapan pertama ke mulutnya.Arisha mengangguk-angguk dan tersenyum semringah. "Eeehm … ini lezat sekali!""Syukurlah. Aku senang kau menyukainya." Rasyad ikut tersenyum senang.Entah kenapa, melihat sen

  • Mommy untuk Daddy   Bab 58

    "Huuu … cantik-cantik, tapi barang obral!" "Telanjangi aja dia!" "Iya. Rekam! Biar viral sekalian!" Beragam cemooh yang memojokkan Arisha bersahut-sahutan dari mulut ke mulut. Arisha tak kuasa membendung derai air mata luka. Baru saja ia merasa hidupnya tenang, kini kembali diterpa badai gara-gara bertemu dengan Nadine. 'Ya, Allah! Kenapa dunia ini sempit sekali?' "Ayo mandikan dia! Tubuhnya terlalu kotor!" Entah siapa yang berteriak, tapi ajakan tersebut benar-benar menggerakkan kaum hawa di dalam restoran itu untuk melakukan aksi serentak. Mereka mengambil minuman masing-masing, kemudian menyiramkannya kepada Arisha. Arisha yang dipegang kuat oleh Nadine dan temannya sama sekali tak bisa menghindar dan hanya mampu memejamkan mata. Mencegah air tersebut masuk ke matanya. Akibatnya, tubuhnya basah kuyup. "Telanjangi dia!" Tangan-tangan marah mulai menggerayangi badan Arisha. "Hentikan! Kumohon!" lirih Arisha, mengiba. "Aku sungguh tidak bersalah. Aku juga korban." Namun, t

Latest chapter

  • Mommy untuk Daddy   Bab 145

    "Sayang, kamu kembali? Aku mencemaskanmu." Dareen melesat menyongsong Arisha begitu mendengar derit pintu dibuka. "Jangan menyentuhku!" Arisha menepis tangan Dareen yang ingin memeluknya. "Ya Allah, Sayang … aku sudah mandi lho …." Arisha mendelik. "Mandi sana! Atau kamu tidur di sofa!" Dareen garuk-garuk kepala. Wanita kalau cemburu, semua jadi salah. "Ini sudah malam banget, Sayang. Nanti kalau aku masuk angin, bagaimana?" Arisha menulikan telinga. Ia naik ke atas kasur, lalu bersandar di kepala ranjang sambil bersedekap tangan. Tatapan tajamnya menembus manik kelabu milik Dareen. Dareen merasa semakin serba salah. "Serius … aku harus mandi lagi nih?" "Terserah. Aku nggak maksa." Dareen tersenyum lebar. Mudah sekali membujuk Arisha. "Terima kasih, Sayang!" "Tidur di sofa!" Arisha melempar bantal. Senyum Dareen lenyap. Terlalu cepat ia melakukan selebrasi. Ah, ternyata dia salah memahami makna kata terserah yang terucap dari bibir Arisha. "Ya, ya. Aku mandi lagi." Dareen

  • Mommy untuk Daddy   Bab 144

    "Heh, siapa yang menggoda suamimu? Della? Tidak mungkin. Dia bukan wanita murahan dan bodoh seperti kamu!"Ratih tak terima putri semata wayangnya dianggap sebagai wanita penggoda."Oh ya? Terus apa namanya kalau perempuan masuk ke kamar orang lain dan memeluk laki-laki yang bukan suaminya? Perempuan terhormat tidak akan menyerahkan diri pada laki-laki yang baru dikenal, Tante." Arisha menyeringai sinis. "Dia bahkan dengan tak tahu malu memanggil suamiku sayang. Apa begini hasil didikan, Tante?"Ratih mengeritkan gigi. Kesal lantaran Arisha kini berani melawan kata-katanya."Setelah meninggalkan hotel ini besok, Tante, terutama putri kesayangan Tante ini, jangan pernah muncul lagi di hadapanku!""Sombong kamu sekarang ya! Kamu lupa siapa yang merawat dan membesarkanmu selama ini? Kalau bukan karena tante yang menampungmu, kamu sudah jadi gembel di jalanan."Arisha mencebik. "Tentu aku tidak pernah lupa, Tante. A—""Bagus kalau kamu sadar. Pikirkan juga bagaimana caranya kamu membalas

  • Mommy untuk Daddy   Bab 143

    "K–kamu mengusir kami? Keluarga istri kamu sendiri?"Kenyataan yang terjadi tak semanis impian Ratih. Sungguh ia tak percaya Dareen akan mengusir dirinya dan Della."Saya rasa apa yang saya katakan sangat jelas. Ayo!" Dareen bangkit dan mulai mengayun langkah menuju pintu."Ma, bagaimana ini? Masa kita balik lagi ke kampung?" rengek Della, berbisik resah di telinga Ratih."Sudah. Ikuti saja dulu! Rencana selanjutnya bisa kita pikirkan nanti."Meski enggan, Ratih dan Della tak punya pilihan selain mengikuti Dareen ke hotel."Wah, Ma … akhirnya kita bisa merasakan tidur di hotel." Della tersenyum semringah, duduk mengempas-empaskan pantatnya pada permukaan kasur."Iya, tapi cuma malam ini," keluh Ratih dengan muka ditekuk masam. "Pasti anak pembawa sial itu menjelek-jelekkan kita di hadapan suaminya. Kalau tidak, mana mungkin suaminya itu mengusir kita. Argh, padahal mama sudah membayangkan hidup enak jadi nyonya besar."Ratih menjatuhkan bobot tubuhnya ke atas kasur. "Eh, benaran empuk

  • Mommy untuk Daddy   Bab 142

    Dua minggu kemudian, Arisha baru saja selesai dirias."Waah, Non Arisha cantik banget," puji Bi Minah dengan pupil yang membesar. "Tuan bakal makin klepek-klepek ini mah.""Apaan sih, Bi. Nggak jelas banget." Pipi Arisha merona merah jambu."Ho oh, Mommy. Mommy kayak princess. Sumpah!" Silla ikut mengacungkan dua jempol."Apakah pengantin wanita sudah siap keluar?" Seorang wanita masuk ke ruangan itu. "Acara akan segera dimulai.""Siap! Siap! Aman!" sahut sang penata rias.Arisha melangkah pelan dengan kepala tertunduk malu ketika MC memanggil dirinya dan Dareen untuk keluar dan naik ke pelaminan."Angkat kepalamu! Saatnya kamu bangga dengan diri sendiri," bisik Dareen, menghadirkan rasa geli di telinga Arisha. "Kamu wanita hebatku. I love you!"Tiga kata terakhir dari Dareen mampu memantik rasa percaya diri Arisha yang sempat tenggelam dilindas hinaan dan cacian oleh orang-orang di sekitarnya.Senyum lebar merekah di bibir Dareen. Menyaksikan Arisha mulai menerima diri sendiri sunggu

  • Mommy untuk Daddy   Bab 141

    "Sayang, Silla anak yang kuat. Silla akan sembuh." "Tapi … Mommy kok nangis? Semua orang juga pada nangis. Silla takut mati, Mommy." Arisha memeluk Silla dengan sebelah tangannya yang bisa bergerak bebas. "Cup, cup. Silla salah paham, Sayang. Mommy … dan semua yang ada di sini nangis, itu … karena terharu Silla akhirnya sadar dan akan segera sembuh." "Benarkah?" Silla memandangi wajah orang yang mengelilinginya satu per satu. Mereka kompak mengangguk tanpa sanggup mengucapkan kata-kata. Arisha mengambil gelang di tangan Dareen. "Lihat! Mommy punya dua gelang. Satu untuk mommy, satu untuk Silla. Silla mau?" "Mau, mau!" Silla menjawab antusias, lupa akan kesedihannya barusan. Sejenak Arisha memilah gelang mana yang akan diberikannya pada Silla. Akhirnya, ia memakaikan gelang bernama Arisha Ayuningtyas kepada Silla. "Di balik gelang ini, terukir nama mommy. Nanti, walaupun Silla nggak bisa melihat mommy karena terhalang jarak dan waktu, percayalah … mommy selalu ada di dekat Sil

  • Mommy untuk Daddy   Bab 140

    "Silla takut." Silla menarik tangan Dareen. Sementara matanya tertuju pada Bian. "Lho, kenapa takut, Sayang? Om itu bukan orang jahat kok. Justru Om itu telah mendonorkan darahnya untuk menyelamatkan Silla." Dareen mengelus lembut punggung jangan Silla. "Benarkah?" "Iya. Om itu saudara mommy." Silla kembali tenang dan memberanikan diri untuk membalas senyum Bian. "T–terima kasih, Om," ujar Silla, sedikit gugup. "Iya. Anak manis. Cepat sembuh ya …." Bola mata Bian terus bergerak memindai wajah Silla dan Arisha. Otaknya berpikir keras. Tidak mungkin ada begitu banyak kebetulan tentang kemiripan Silla dan Arisha. "Tuan Hart, bisakah kita bicara empat mata?" "Tentu. Mari kita ngobrol sambil minum kopi, tapi … tunggu sampai omaku tiba di sini. Tidak mungkin kita meninggalkan mereka berdua, bukan?" "Oh. Oke." Sepuluh menit berselang, Nyonya Hart datang dengan langkah tergesa-gesa. "Silla, Sayang. Oma senang kamu akhirnya sadar. Terima kasih. Kamu anak yang kuat!" Nyonya Hart men

  • Mommy untuk Daddy   Bab 139

    "Kamu masih marah? Maaf, aku tidak bermaksud untuk membohongimu. Aku … hanya belum menemukan waktu yang pas untuk menceritakan semuanya." Dada Dareen terasa sesak mendapat perlakuan tak acuh dari Arisha. Semenjak kejadian di dekat ruang ICU, Arisha masih melakukan aksi tutup mulut dengannya. Sekarang saja Arisha berbaring sambil membuang muka. Gadis itu bahkan menjauhkan tangannya saat merasakan jemari Dareen menyentuh kulitnya. "Arisha, kamu boleh memakiku, tapi tolong … jangan mendiamkanku. Aku akui aku salah karena tidak jujur sejak awal." Arisha mengerti Dareen tentu memiliki alasan untuk menyimpan jati diri Silla dari dirinya. Hanya saja, ia tetap merasa kecewa. "Kalau kamu tidak bisa memercayaiku, tidak ada alasan untuk mempertahankan pernikahan ini." Akhirnya Arisha mau juga bicara. Kepercayaan terhadap pasangan merupakan salah satu pilar utama bagi kokohnya mahligai rumah tangga, selain kejujuran, saling menyayangi, dan menjaga komunikasi. "Arisha, aku belum memberitah

  • Mommy untuk Daddy   Bab 138

    "James, kumpulkan karyawan yang sehat dan biasa mendonorkan darah! Silla butuh darah cepat." "Siap, Bro. Golongan darah apa?" "B negatif." "Kok bisa sama ya?" celetuk James dengan kening mengerut. "Apanya yang sama?" "Itu … golongan darah Silla. Kok sama dengan Arisha. Kebetulan yang aneh." Dareen termangu. Kenapa dia bisa lupa bahwa Arisha juga memiliki golongan darah B negatif. "Jangan ngaco! Walaupun golongan darah mereka sama, aku tidak mungkin meminta Arisha untuk mendonorkan darahnya. Dia bahkan masih dirawat." "Siapa yang butuh darah Arisha?" Dareen dan James menoleh kaget. "Tuan Bian," ucap keduanya serentak. "Ya. Aku sempat mendengar kalian menyebut nama Arisha." Bian menatap Dareen dan James bergantian. Akhirnya Dareen yang menjawab. "Putriku kritis dan butuh darah. Kebetulan golongan darahnya sama dengan Arisha." "Kalau begitu, izinkan aku membantu." "Tapi, Tuan … Anda belum lama mendonorkan darah pada Arisha." "Tidak masalah. Waktu itu cuma satu kantong. Lag

  • Mommy untuk Daddy   Bab 137

    "Aku berhasil mendapatkan rekaman CCTV dari bangunan di seberang sekolah," lapor James seraya menyodorkan ponselnya pada Dareen, yang sedang sibuk di belakang meja kerjanya. "Lihat ini! Hanya saja, gambarnya tidak begitu jelas." Dareen mengambil ponsel dari tangan James. Matanya menyipit, memperhatikan setiap detail gerak yang terekam dalam potongan video tersebut. "Aku seperti mengenali postur tubuh wanita yang mendekati Silla," komentar James, terlihat berpikir. "Tapi, aku tidak yakin tebakanku benar." "Anggita!" seru Dareen, terlonjak tegak. Mukanya menegang. "Aku yakin wanita dalam rekaman ini adalah Anggita. Walaupun dia memakai seribu topeng, aku tidak akan pernah salah mengenalinya." "Ah, pantas saja aku merasa tidak asing. Eh, bukankah kalian sudah putus?" "Dia gila!" Dareen mengirimkan rekaman tersebut ke ponselnya, lalu mengembalikan gawai milik James. "Ayo, ikut aku!" "Rasanya, tidak mungkin Anggita membawa Silla ke apartemennya." James meneleng seraya menggeleng tak

DMCA.com Protection Status