“Ke luar negeri?” tanya Erika dengan mata membulat karena kaget. “Untuk apa?” “Aku hanya ingin menghabiskan waktu berdua denganmu,” jawab Kaisar jujur. “Dan itu berarti kau akan meninggalkan pekerjaanmu? Memangnya tidak masalah? Sekarang saja kau lebih banyak di rumah.” Erika tentu saja bingung dengan keputusan tiba-tiba kekasihnya. “Ya, gak apa-apa. Toh aku yang bosnya kan? Aku bisa kerja dari mana pun.” “Kalau kau membawa pekerjaan, itu namanya bukan liburan, tapi perjalanan bisnis.” Kaisar tertawa mendengar kalimat kekasihnya itu. Wajah cemberut Erika menambah kesan menggemaskan di wajah cantik dan lembut itu dan tentu saja Kaisar menyukainya. “Oke, baiklah. Aku akan menyerahkan pekerjaan itu pada orang lain. Gimana?” “Kalau aku mengatakan mau nonton final World Cup gimana?” Erika bertanya dengan mata memicing. “Itu masih lama, Sayang. Aku cuma punya waktu sekarang.” “Ya, udah. Kita nonton pembukaannya aja minggu depan. Aku mau lihat Ronaldo,” pinta Erika nyaris tanpa ber
“Oh, Kai. Aku sungguh suka ini,” pekik Erika senang sekali. “Bagaimana kau bisa mengurus visa secepat ini?” Kaisar tidak menjawab, tapi dia menggesekkan jempol dan jari telunjuknya. Tentu saja itu maksudnya Kaisar mengandalkan uang untuk mengurus segala keperluan untuk berangkat ke Inggris. Ya. Ini sudah hampir seminggu sejak Kaisar menanyakan soal liburan itu dan sekarang mereka baru saja tiba di Inggris. Masih di Bandar Udara Internasional Heathrow, tapi Erika sudah senang. Bukan tanpa alasan Erika merasa senang. Selama 3 tahun belakangan ini, dia hanya memikirkan pekerjaan dan dendam. Nyaris tidak ada waktu untuk benar-benar berlibur. Selama di Amerika, paling dia hanya ke pantai terdekat saja. “Kau seperti orang yang tidak pernah liburan saja,”Kaisar tak segan mengejek melihat kekasihnya yang kegirangan. “Memang,” jawab Erika jujur. “Aku kan lebih fokus untuk kerja selama ini. Kalau pun ke luar negeri ya cuma buat tugas aja.” Jawaban yang kelewat jujur dan itu membuat Kaisa
“Oh, My God! Jonathan Bailey?” “Hai, Dear. Your boyfriend said that you want to meet me.” Aktor tampan itu tersenyum lebar, membuat Erika tak bisa berkata-kata. Saking terkejutnya, Erika bahkan tak memperhatikan bagaimana wajah Kaisar saat ini. Lelaki itu terlihat sangat senang melihat Erika yang baru saja menunjukkan ekspresi langka. Baginya Kaisar itu terlalu menggemaskan. Kaisar pun membiarkan kekasihnya berbicara dengan aktor kesukaannya itu. Entah apa yang mereka bicarakan, tapi sepertinya Erika sangat senang. “Puas?” tanya Kaisar setelah kekasihnya selesai. “Cukup puas sih.” “Tapi?” “Tapi aku masih pengen ketemu. Sayangnya dia punya jadwal yang sangat padat,” keluh Erika dengan bibir cemberut. “Dia tak keberatan memberi jadwalnya. Bagaimana kalau kita singgah saja?” “Aku menolak,” jawab Kaisar dengan tegas, tanpa perlu berpikir. “Kenapa?” “Kau pikir aku mau bertemu dengan pria tidak normal sepertinya? Jangan gila, Erika. Aku tidak mau.” Erika sontak saja tertawa mend
“Rumah berantakan?” Erika mengulang hal yang baru saja disebut pengurus rumahnya. “Iya, Non.” Bik Sum menganngguk dalam panggilan video call itu. “Kan Non Erika dan Tuan Kaisar bakal pulang besok dan sesuai perintah, Bibik datang ke rumah buat bersih-bersih,” perempuan yang sudah melewati 50 tahun itu kembali menjelaskan. “Tapi baru masuk, rumahnya berantakan. Seperti habis ada pencuri yang masuk. Habis itu Bibik langsung keluar, takut kalau ada orang di dalam. Mau panggil security, tapi saya mau lapor dulu sama Non Erika.” Kening Erika berkerut. Keamanan di tempat tinggalnya seharusnya sangat baik, tapi kenapa bisa kemalingan? Ini terlalu aneh. Tidak masuk akal malah, soalnya kan pin pintu tidak semua orang tahu. Bik Sum juga sepertinya tidak berbohong. Dia memang hanya mengikuti perintah Erika untuk datang membersihkan rumah. Erika dan Kaisar besok akan sampai ke Indonesia, setelah berlibur selama 5 hari ditambah 2 hari perjalanan. Erika dan Kaisar bahkan sudah di bandara, me
“Tidak ada benda itu tidak ada,” gumam Erika membongkar meja di kamar rahasianya. “Benda itu hilang.” “Apa yang hilang?” tanya Kaisar menyandar di kusen pintu yang terbuka. Setelah perjalanan panjang pulang dari Inggris, bukannya istirahat. Erika malah langsung pergi ke kamar rahasianya yang masih berantakan dan makin mengobrak-abrik barang di atas meja. Perempuan itu amat sangat khawatir perihal memory card yang dia simpan begitu saja di laci. Dan kekhawatiannya itu terbukti. Benda mungil persegi itu menghilang. “Memory card. Benda itu hilang, padahal penting.” Erika masih membongkar laci dan mengeluarkan barang-barang yang ada di sana. “Mana sini. Biar aku coba bantu cari.” Kaisar baru mengulurkan tangan, tapi Erika langsung menepis dengan kasar. Itu sebenarnya gerakan refleks, tapi tetap membuat Erika terkejut. “Oh, maaf. Aku tidak bermaksud.” Erika langsung menyesali perbuatannya begitu melihat wajah terkejut Kaisar.“Tidak apa-apa,” jawab Kaisar memaksakan senyum. “Kalau
Erika sedang membereskan kamar rahasianya ketika mendengar ponselnya berdenting. Benda pipih yang ada di kantongnya itu berdenting terus menerus, seolah ada yang mengiriminya pesan beruntun. Dan ternyata memang seperti itu. Ketiga sahabatnya satu-persatu mengirimkan pesan di grup. Imel, rekan sekretaris Erika juga mengirimi pesan personal, belum ditambah dengan grup chat kantor. Kenbetulan Erika belum mengundurkan diri dari ruang berbagi pesan itu. “Gak sabaran banget sih, Nes.” Erika baru mau membaca pesan sahabatnya, ketika Vanessa menelepon. Mau tidak mau Erika memilih untuk mengangkatnya dulu dan langsung mengeluh. “Apa kau sudah melihat link yang kukirim?” Suara Vanessa terdengar panik. “Belum memangnya ada berita apa sih?” Erika mengubah panggilan ke mode pengeras suara, sembari dirinya mencari link yang dimaksud. “Berita perselingkuhan Kaisar Jayanta
Mulut Erika terbuka dan matanya membesar melihat berita siang hari ini. Dia hanya iseng ingin menonton berita, ketika Headline News muncul dan mengabarkan skandal perusahaan farmasi besar. Skandal yang diberitakan terdengar sangat detil dan akurat. Erika sampai yakin ada orang yang punya semua bukti lengkap. Lalu walau disamarkan, Erika sudah tahu skandal apa yang dimaksud. Bukan kasus perselingkuhannya, tapi kasus yang selama ini Erika berusaha ungkap. Ini tentang Seno Jayantaka dan segala kebusukannya di masa lalu. “Bagaimana bisa?” Erika bergumam masih tidak percaya mendengar apa yang dibawakan pembawa berita. Ponsel Erika berdering dan menampilkan nama sahabatnya di sana. Lagi-lagi para sahabat Erika melakukan panggilan grup. Kali ini video call. “Apa yang terjadi?” tanya Lydia dengan raut wajah bingung. “Bukankah yang diberita itu adalah perusahaanmu?” “Tenanglah sedikit Lydia,” ucap Cinta yang paling kalem. “Bisa saja Erika belum melihat beritanya.” “Bagaimana bisa
Setelah ditinggal oleh para sahabatnya, Erika merebahkan diri di atas ranjang. Kali ini dia menginap di salah satu apartemen milik Viktor untuk menghindari wartawan. Kelopak mata Erika tertutup rapat. Dia mengingat kata demi kata yang diucapkan Viktor tadi padanya, dengan 3 sahabatnya yang menjadi saksi. “Kaisar yang melakukan ini untukmu. Dia yang melaporkan ayahnya sendiri, atas apa yang terjadi padamu beberapa tahun lalu.” “Dia juga menunjukku untuk menjadi pengacaramu, jadi mulai sekarang kita akan banyak bertemu.” Itulah yang dikatakan Viktor tadi. Tentu saja masih banyak kalimat lain dan kini sedang Erika cerna. Intinya Kaisar mengorbankan diri dan perusahaannya demi terbalaskannya dendam Erika. “Untuk apa kau melakukan ini sih?” gumam Erika pelan, masih dengan mata tertutup. Sesungguhnya, Erika tidak perlu jawaban kenapa Kai melakukan ini semua. Dia sudah tahu jawabannya dan kini tengah meratapi hal itu. “Kau bodoh sekali. Kenapa kau bisa sampai jatuh cinta padaku sih?