“Oh, Kai. Aku sungguh suka ini,” pekik Erika senang sekali. “Bagaimana kau bisa mengurus visa secepat ini?” Kaisar tidak menjawab, tapi dia menggesekkan jempol dan jari telunjuknya. Tentu saja itu maksudnya Kaisar mengandalkan uang untuk mengurus segala keperluan untuk berangkat ke Inggris. Ya. Ini sudah hampir seminggu sejak Kaisar menanyakan soal liburan itu dan sekarang mereka baru saja tiba di Inggris. Masih di Bandar Udara Internasional Heathrow, tapi Erika sudah senang. Bukan tanpa alasan Erika merasa senang. Selama 3 tahun belakangan ini, dia hanya memikirkan pekerjaan dan dendam. Nyaris tidak ada waktu untuk benar-benar berlibur. Selama di Amerika, paling dia hanya ke pantai terdekat saja. “Kau seperti orang yang tidak pernah liburan saja,”Kaisar tak segan mengejek melihat kekasihnya yang kegirangan. “Memang,” jawab Erika jujur. “Aku kan lebih fokus untuk kerja selama ini. Kalau pun ke luar negeri ya cuma buat tugas aja.” Jawaban yang kelewat jujur dan itu membuat Kaisa
“Oh, My God! Jonathan Bailey?” “Hai, Dear. Your boyfriend said that you want to meet me.” Aktor tampan itu tersenyum lebar, membuat Erika tak bisa berkata-kata. Saking terkejutnya, Erika bahkan tak memperhatikan bagaimana wajah Kaisar saat ini. Lelaki itu terlihat sangat senang melihat Erika yang baru saja menunjukkan ekspresi langka. Baginya Kaisar itu terlalu menggemaskan. Kaisar pun membiarkan kekasihnya berbicara dengan aktor kesukaannya itu. Entah apa yang mereka bicarakan, tapi sepertinya Erika sangat senang. “Puas?” tanya Kaisar setelah kekasihnya selesai. “Cukup puas sih.” “Tapi?” “Tapi aku masih pengen ketemu. Sayangnya dia punya jadwal yang sangat padat,” keluh Erika dengan bibir cemberut. “Dia tak keberatan memberi jadwalnya. Bagaimana kalau kita singgah saja?” “Aku menolak,” jawab Kaisar dengan tegas, tanpa perlu berpikir. “Kenapa?” “Kau pikir aku mau bertemu dengan pria tidak normal sepertinya? Jangan gila, Erika. Aku tidak mau.” Erika sontak saja tertawa mend
“Rumah berantakan?” Erika mengulang hal yang baru saja disebut pengurus rumahnya. “Iya, Non.” Bik Sum menganngguk dalam panggilan video call itu. “Kan Non Erika dan Tuan Kaisar bakal pulang besok dan sesuai perintah, Bibik datang ke rumah buat bersih-bersih,” perempuan yang sudah melewati 50 tahun itu kembali menjelaskan. “Tapi baru masuk, rumahnya berantakan. Seperti habis ada pencuri yang masuk. Habis itu Bibik langsung keluar, takut kalau ada orang di dalam. Mau panggil security, tapi saya mau lapor dulu sama Non Erika.” Kening Erika berkerut. Keamanan di tempat tinggalnya seharusnya sangat baik, tapi kenapa bisa kemalingan? Ini terlalu aneh. Tidak masuk akal malah, soalnya kan pin pintu tidak semua orang tahu. Bik Sum juga sepertinya tidak berbohong. Dia memang hanya mengikuti perintah Erika untuk datang membersihkan rumah. Erika dan Kaisar besok akan sampai ke Indonesia, setelah berlibur selama 5 hari ditambah 2 hari perjalanan. Erika dan Kaisar bahkan sudah di bandara, me
“Tidak ada benda itu tidak ada,” gumam Erika membongkar meja di kamar rahasianya. “Benda itu hilang.” “Apa yang hilang?” tanya Kaisar menyandar di kusen pintu yang terbuka. Setelah perjalanan panjang pulang dari Inggris, bukannya istirahat. Erika malah langsung pergi ke kamar rahasianya yang masih berantakan dan makin mengobrak-abrik barang di atas meja. Perempuan itu amat sangat khawatir perihal memory card yang dia simpan begitu saja di laci. Dan kekhawatiannya itu terbukti. Benda mungil persegi itu menghilang. “Memory card. Benda itu hilang, padahal penting.” Erika masih membongkar laci dan mengeluarkan barang-barang yang ada di sana. “Mana sini. Biar aku coba bantu cari.” Kaisar baru mengulurkan tangan, tapi Erika langsung menepis dengan kasar. Itu sebenarnya gerakan refleks, tapi tetap membuat Erika terkejut. “Oh, maaf. Aku tidak bermaksud.” Erika langsung menyesali perbuatannya begitu melihat wajah terkejut Kaisar.“Tidak apa-apa,” jawab Kaisar memaksakan senyum. “Kalau
Erika sedang membereskan kamar rahasianya ketika mendengar ponselnya berdenting. Benda pipih yang ada di kantongnya itu berdenting terus menerus, seolah ada yang mengiriminya pesan beruntun. Dan ternyata memang seperti itu. Ketiga sahabatnya satu-persatu mengirimkan pesan di grup. Imel, rekan sekretaris Erika juga mengirimi pesan personal, belum ditambah dengan grup chat kantor. Kenbetulan Erika belum mengundurkan diri dari ruang berbagi pesan itu. “Gak sabaran banget sih, Nes.” Erika baru mau membaca pesan sahabatnya, ketika Vanessa menelepon. Mau tidak mau Erika memilih untuk mengangkatnya dulu dan langsung mengeluh. “Apa kau sudah melihat link yang kukirim?” Suara Vanessa terdengar panik. “Belum memangnya ada berita apa sih?” Erika mengubah panggilan ke mode pengeras suara, sembari dirinya mencari link yang dimaksud. “Berita perselingkuhan Kaisar Jayanta
Mulut Erika terbuka dan matanya membesar melihat berita siang hari ini. Dia hanya iseng ingin menonton berita, ketika Headline News muncul dan mengabarkan skandal perusahaan farmasi besar. Skandal yang diberitakan terdengar sangat detil dan akurat. Erika sampai yakin ada orang yang punya semua bukti lengkap. Lalu walau disamarkan, Erika sudah tahu skandal apa yang dimaksud. Bukan kasus perselingkuhannya, tapi kasus yang selama ini Erika berusaha ungkap. Ini tentang Seno Jayantaka dan segala kebusukannya di masa lalu. “Bagaimana bisa?” Erika bergumam masih tidak percaya mendengar apa yang dibawakan pembawa berita. Ponsel Erika berdering dan menampilkan nama sahabatnya di sana. Lagi-lagi para sahabat Erika melakukan panggilan grup. Kali ini video call. “Apa yang terjadi?” tanya Lydia dengan raut wajah bingung. “Bukankah yang diberita itu adalah perusahaanmu?” “Tenanglah sedikit Lydia,” ucap Cinta yang paling kalem. “Bisa saja Erika belum melihat beritanya.” “Bagaimana bisa
Setelah ditinggal oleh para sahabatnya, Erika merebahkan diri di atas ranjang. Kali ini dia menginap di salah satu apartemen milik Viktor untuk menghindari wartawan. Kelopak mata Erika tertutup rapat. Dia mengingat kata demi kata yang diucapkan Viktor tadi padanya, dengan 3 sahabatnya yang menjadi saksi. “Kaisar yang melakukan ini untukmu. Dia yang melaporkan ayahnya sendiri, atas apa yang terjadi padamu beberapa tahun lalu.” “Dia juga menunjukku untuk menjadi pengacaramu, jadi mulai sekarang kita akan banyak bertemu.” Itulah yang dikatakan Viktor tadi. Tentu saja masih banyak kalimat lain dan kini sedang Erika cerna. Intinya Kaisar mengorbankan diri dan perusahaannya demi terbalaskannya dendam Erika. “Untuk apa kau melakukan ini sih?” gumam Erika pelan, masih dengan mata tertutup. Sesungguhnya, Erika tidak perlu jawaban kenapa Kai melakukan ini semua. Dia sudah tahu jawabannya dan kini tengah meratapi hal itu. “Kau bodoh sekali. Kenapa kau bisa sampai jatuh cinta padaku sih?
“Mbak Erika bisa tahu apa yang ditanyakan di dalam?” “Apa benar Mbak berkencan dengan Pak Kaisar demi balas dendam?” “Mbak satu statement saja.” Para wartawan mulai menyerbu Erika yang baru keluar dari kantor polisi. Kepopulerannya sebagai selebriti di media sosial tidak main-main. Ada begitu banyak wartawan yang mengejarnya. Sayang sekali Erika dilindung bodyguard. Ini sudah kali kedua Erika dipanggil ke kantor polisi sejak kasus Seno Jayantaka terkuak. Sudah hampir sebulan dan pria itu sudah ditetapkan sebagai tersangka. Bukti kuat, saksi, serta pengakuannya membuat proses berjalan cukup cepat. Yang menjadi penghambat hanyalah Chris. Pria itu melawan melalui pengacaranya, tapi tetap saja ayahnya ditangkap. Bahkan Chris pun kini telah ditangkap karena diduga terlibat. Erika pun bekerja sama dengan baik. Dia bahkan sudah dibanjiri cukup banyak komentar penyemangat di media sosial. Sayangnya, 2 kali ke kantor polisi, dia belum bertemu Kaisar. Langkah Erika terhenti sebelum menc
“Apa kau baik-baik saja?” “Tidak ada yang akan baik-baik saja, setelah keguguran, Nes.” Erika tersenyum pada sahabatnya. “Sorry.” Vanessa yang tadi bertanya, meringis dan merasa bersalah. “Tidak usah merasa bersalah. Itu tidak akan mengubah apa pun,” balas perempuan cantik yang baru saja memotong rambutnya jadi bob itu. “Tumben kau bisa bijak begitu.” Kali ini Lydia yang mengejek Erika. “Sebenarnya itu bukan kata-kataku, tapi kata-kata si dokter.” Kali ini, giliran Erika yang meringis. “Lagi pula, kantungnya juga kosong. Belum ada bayi di dalamnya.” “Bener juga sih, tapi kan harus tetap nunggu beberapa lama dulu kan?” Giliran Cinta yang bertanya. Empat perempuan yang bersahabat itu, kini tengah berkumpul di salah satu kafe kesukaan mereka. Walau semua sibuk dengan urusan rumah tangga masing-masing, tapi mereka menyempatkan diri berkumpul untuk menghibur Erika. “Ya, apalagi aku cuma diberikan obat dan bukan kuret. Jadi mungkin aku harus bertahan minimal tujuh bulan lagi.
“Erika.” Kaisar meneriakkan nama sang istri ketika dia tiba di rumah. “Sayang, kamu di mana?” Lelaki dengan pakaian kerja yang sudah berantakan itu, berlari menaiki tangga karena tidak mendapat jawaban. Dia juga tidak melihat sang istri di ruang tamu, maupun di dapur. Tinggal kamar yang belum diperiksa. “Sayang.” Kaisar langsung mendesah lega melihat istrinya meringkuk di atas ranjang. “Kamu kenapa?” Tidak ada jawaban dari Erika. Perempuan cantik itu bahkan tidak melepas pelukan pada lututnya. Dia bahkan belum mengganti baju, sejak pulang dari mengantar Queenie. “Erika.” Kaisar segera memeluk istrinya karena tahu ada yang tidak beres. Setidaknya, itu yang dikatakan sang kakak ipar. Lelaki yang terlihat makin matang itu, memang buru-buru pulang setelah mendapat pesan dari Queenie. Iparnya itu tidak mengatakan sesuatu yang spesifik, tapi Kaisar tahu ada yang salah. “Queenie ternyata hamil.” Akhirnya Erika bersuara dan mendongak, setelah cukup lama berdiam diri. “Padahal dia tidak
“Aku mohon.” Erika menggumamkan kalimat pendek itu, dengan mata terpejam dan kedua tangan terkatup. “Aku mohon kali ini berhasil.” Setelah sekali lagi menggumamkan kalimat serupa, si cantik itu membuka mata. Dia mengeluarkan stik yang sudah terendam beberapa menit pada cairan kuning dalam wadah kecil. Sayang sekali, hasilnya tidak membuat Erika senang. “Negatif lagi.” Erika mengatakan itu pada suaminya, ketika dia keluar dari kamar mandi. “Kamu tes lagi?” tanya Kaisar disertai dengan wajah prihatin. “Tentu saja aku akan terus melakukan tes, setiap kali kita selesai berhubungan,” jawab Erika dengan jujur. “Maksudku, tidak langsung juga.” “Sayang, tidak perlu buru-buru.” Selesai merapikan dasi, Kaisar langsung pergi memeluk istrinya itu. “Kita masih punya cukup banyak waktu untuk punya anak.” “Tapi ini sudah hampir dua tahun, Kai. Lydia saja sekarang sudah hamil anak kedua.” Tentu saja Erika akan mengeluh. Dia sudah sangat ingin menggendong malaikat kecil yang mirip dirinya atau
“Selamat pagi, Pak.” Kaisar menunduk ramah pada lelaki di depannya. “Halo, Kaisar.” Seorang lelaki pria tinggi besar mengulurkan tangan untuk menjabat. “Saya senang karena masih bisa menghubungi kamu.” “Saya yang harusnya senang karena Pak Herdiyanto masih mau menghubungi saya dan menawarkan pekerjaan.” Tentu saja Kaisar akan menunduk sopan. “Itu karena akan sangat sayang kalau bakat sepertimu hanya bekerja sebagai ojek saja.” Pak Herdiyanto menjawab dengan senyum cerah. “Syukurnya saya melihat postingan tunanganmu kamu dan kebetulan juga ada yang baru mengajukan pengunduran diri.” “Sangat kebetulan, Pak.” Kaisar sedikit meringis ketika mendengar hal itu. “Tapi bagi saya, tidak ada kebetulan di dunia ini.” Melihat lawan bicaranya sedikit canggung, Pak Herdiyanto mengatakan hal itu diiringi dengan kedipan mata. “Semua pasti ada alasannya.” Tak ada lagi yang bisa dikatakan oleh Kaisar, selain mengangguk. Dia kemudian mengikuti pria paruh baya itu ke ruangannya dan melakukan wawanca
“Kenapa kau tidak pernah bilang tentang pekerjaanmu?” tanya Erika dengan mata melotot, tidak peduli kalau sekarang dia sedang berada di tempat umum. “Tunggu dulu Erika.” Kaisar yang tadinya masih duduk di atas motor, kini turun untuk menjelaskan. “Aku mohon jangan marah dulu. Aku punya alasan untuk semua ini.” “Yang benar saja?” Erika makin melotot. “Bagaimana mungkin aku tidak marah ketika kau menyembunyikan semua ini.” “Aku tidak berniat untuk menyembunyikan apa pun. Aku hanya ....” “Hanya ingin bersenang-senang dengan cara membonceng perempuan lain?” Erika memotong kalimat tunangannya itu dengan kedua tangan terlipat di depan dada. “Mana mungkin aku seperti itu, aku hanya .... Tunggu dulu.” Kaisar tiba-tiba saja menjadi bingung dengan apa yang dikatakan sang tunangan barusan. “Kau barusan bilang apa?” “Kau mau mengambil kesempatan dari penumpang perempuan kan?” tanya Erika tampak tidak mau menahan diri lagi. “Kau akan dengan sengaja mengerem mendadak agar nanti dada mereka b
“Kau itu bodoh atau apa?” tanya Viktor dengan kedua alis yang terangkat. “Mana bisa main menikah saja di catatan sipil dengan KTP saja?” “Aku hanya ... terburu-buru,” ringis Kaisar merasa agak malu juga. “Aku lupa kalau banyak yang harus diurus sebelumnya.” “Kau benar-benar bucin.” Viktor pada akhirnya hanya bisa menggeleng melihat temannya itu. “Bisa jangan terus menghina, Kai?” Setelah sekian lama diam, akhirnya Erika ikut berbicara. “Aku hanya mengatakan kenyataan, bukan menghina.” Viktor tentu akan membantah karena memang seperti itu dan membuat Erika mendengus kesal. Erika dan Kaisar memang langsung ke kantor Viktor si pengacara setelah dari DISDUKCAPIL dan ditolak. Tentu saja mereka datang ingin meminta bantuan dan bisa dengan mudah ditebak oleh Viktor. “Jadi mau dibantu nih?” tanya Viktor memainkan kedua alisnya, sekedar hanya untuk menggoda. “Kalau kau tidak sibuk dan mau,” jawab Kaisar rasional. Dia tahu sahabatnya itu cukup sibuk dan sebenarnya punya tarif yang m
“Aku gak jadi nikah.” Erika meneriakkan itu di depan ponselnya. “Hah? Maksudnya gimana?” Para sahabat Erika yang terhubung melalui panggilan video call, langsung memekik karena terkejut. “Aku udah balikin cincin yang dikasih Kaisar,” jawab Erika dengan wajah cemberut, siap untuk menangis. “Loh? Kenapa?” Cinta yang paling pertama bereaksi. “Perasaan baru berapa hari lalu kamu dilamar.” “Iya, tapi dia hanya asal ngelamar. Gak beneran mau nikah, apalagi dalam waktu dekat.” Erika menjawab dengan ekspresi kesal yang berlebihan. “Bentar-bentar.” Lidya langsung menghentikan sahabatnya yang baru mau menyambung kalimat itu. “Maksudnya gimana sih? Coba cerita yang detail.” Akhirnya, mengalirlah cerita Erika begitu saja. Tentu saja dia menceritakan itu dengan menggebu-gebu karena benar-benar merasa kesal. Tapi ternyata, itu membuat para sahabatnya jadi bingung. “Kenapa kau langsung minta pisah sih?” Vanessa yang bertanya dengan bingung. “Itu kan bisa dibicarakan baik-baik dulu.” “Aku su
“Erika.” Kaisar berteriak, sembari mengetuk pintu. “Kau belum makan.” Tentu saja tidak ada jawaban dari balik pintu. Perempuan cantik itu, bungkam dan tidak ingin berbicara pada sang kekasih. Entah Erika yang terlalu negatif atau apa, tapi dia merasa terkhianati. “Aku bukannya tidak ingin menikah.” Pada akhirnya, Kaisar kembali mencoba menjelaskan. “Aku tidak mempermainkanmu. Aku hanya meminta sedikit waktu, sampai aku cukup stabil untuk menghidupimu.” “Saat ini aku bahkan tidak pekerjaan, loh. Aku hanya bantu-bantu mama buat jualan dan itu pun masih baru merintis. Aku janji tidak akan lama-lama.” Seberapa banyak penjelasan yang diberikan Kaisar, tampaknya Erika enggan mendengar. Perempuan itu tetap bungkam dan mengunci diri di dalam kamar. Itu jelas membuat Kaisar menjadi makin sakit kepala. *** “Kenapa sih perempuan sulit sekali dimengerti?” Gagal membujuk Erika keluar kamar, pada akhirnya Kaisar berkunjung ke rumah temannya. “Kalau mereka mudah dimengerti, bukan perempuan
“Kurasa aku akan menikah dalam waktu dekat,” ucap Erika dengan raut wajah riang. “Eh, kok bisa?” Vanessa yang paling pertama menyahut dengan raut wajah kaget. Kebetulan, mereka memang sedang melakukan panggilan video grup. “Lelaki mana yang akhirnya berani melamarmu?” Lydia juga ikut bertanya dengan nada antusias. “Padahal kupikir kau akan menunggu Kaisar sampai tua.” Cinta yang meledek, sambil menyuapi anaknya makan. “Aku dengan Kaisar kok,” jawab Erika masih dengan nada riang. “Tadi pagi dia melamarku.” Seruan bernada kaget langsung terdengar. Satu per satu sahabat Erika, mulai menanyakan banyak hal. Mereka tentu saja penasaran kenapa bisa Kaisar Arya Jayantaka pada akhirnya memutuskan untuk menikah dengan Erika Wiratama. Tentu saja Erika tidak keberatan menceritakan lamaran yang sama sekali tidak romantis itu, tapi tetap berhasil membuatnya terharu. Dia bahkan memamerkan cincin tipis yang dibelikan Kaisar. “Cantik kan?” tanya Erika benar-benar tak bisa untuk tidak tersenyum