Erika menatap senang kedua lelaki yang berdiri di depannya. Mereka saling menatap dengan raut wajah tak suka yang sangat kentara. “Kalian berdua kenapa sih? Lagi lomba menatap ya?” Erika bertanya setelah cukup lama menikmati pemandangan itu. “Tidak apa-apa.” Kedua pria itu berpaling dan menjawab secara nyaris bersamaan. Kekompakan itu membuat Erika tertawa riang. Tawa kecil yang membuat dua pria di depannya terpana, sekaligus hal yang membuat dia senang. Provokasinya berhasil “Kalau begitu ya sudah. Aku ambil yang ini ya, Ga.” Erika memberikan kembali setelah yang dia pegang, tak lupa meminta diambilkan yang baru dan dengan ukuran Kaisar. Lelaki dengan papan nama Angga tersemat di kantong kemejanya, itu dengan terpaksa harus pergi. Dia mengambil setelan yang dipilih Erika dengan ekspresi tidak rela. Semtara itu Kaisar, menatap punggung pria itu dengan kesal. Tatapannya kentara sekali menusuk dan bisa dirasakan pria itu, namun Angga terus melangkah pergi. “Kau kenal denga
Kaisar melirik ke arah ruang tamu yang bisa dia lihat jelas dari dapur tempatnya berdiri. Di ruang tamu, ada Erika yang tengah menatap ponsel sambil tertawa keras. Tawa yang sangat keras dan riang, sampai Kaisar jadi penasaran siapa yang perempuan itu hubungi. Tidak perlu waktu lama, sampai akhirnya dia tahu siapa yang membuat Erika tertawa begitu keras. “Ya, Ga?” Erika bertanya dengan ponsel menempel di telinga. “Hm ... malam ini ya? Sepertinya sih gaka da janji.” Tangan Kaisar yang sedang memegang gelas kaca, mengeratkan cengkramannya. Dia tahu siapa ‘Ga’ yang dimaksud Erika. Itu pastilah pegawai toko yang kemarin mereka temui. Cemburu? Tentu saja Kaisar merasa cemburu. Sangat cemburu malah, tapi lagi-lagi pemikiran bodohnya lebih menguasai isi pikiran lelaki itu. Kaisar lebih memilih Erika bahagia dengan orang lain selain dirinya. Sayangnya, hatinya tak bisa berbohong. “Oke. Aku akan berdandan yang cantik dan menunggumu menjemputku.” Begitu Erika selesai mengatakan itu, jem
“Bagaimana kau bisa terluka?” Angga segera mendatangi Erika dengan wajah panik. “Aku tidak terluka,” jawab perempuan cantik itu dengan wajah bingung. “Lalu?” Lelaki yang baru datang dengan setelan jas semi formal itu ikut bingung. Erika yang akhirnya tersadar, meringis sambil melirik ke arah Kaisar. Angga pun melakukan hal yang sama, tanpa bisa dia cegah. Dalam sekali lihat, lelaki itu tahu kalau bukan pujaan hatinya yang terluka. Jujur saja, Angga merasa tersaingi. Bagaimana mungkin seorang pengawal pribadi lebih penting dari pada janji mereka? “Sepertinya kau benar-benar melupakanku ya?” gumam Angga dengan senyum miris. “Maafkan aku.” Erika benar-benar jadi tidak enak hati. “Soalnya tadi telapak tangan Kai terluka dan itu bisa infeksi kalau tidak segera ditangani.” “Tidak masalah. Aku bisa mengerti.” Angga mengangguk pelan, sepertinya dia sudah mengerti kalau dirinya memang tak dianggap. “Tapi aku hanya ingin memastikan satu hal karena itu, boleh aku mengantarmu pulang
“Dasar gila.” Erika membisikkan kalimat itu. “Maaf, Mbak?” Pelayan yang berdiri di sebelah Erika bertanya dengan wajah melongo. Dia kaget karena bisa mendengar apa yang dikatakan perempuan cantik itu. Sekarang ini, Erika memang sedang duduk di sebuah cafe. Dia ada janji dengan Angga, setelah mengiyakan apa yang ditawarkan lelaki itu beberapa hari lalu. Teman lama Erika itu menawarkan untuk membatunya membuat hati Kaisar luluh. Sebenarnya, Erika sudah memikirkan rencana yang serupa. Itu yang membuat dia mendekati Angga, tapi bukankah lebih baik kalau lelaki itu bisa diajak kerja sama? Hanya saja, ada yang membuat Erika bingung. “Hai.” Tiba-tiba saja Angga muncul. “Maaf, apa kau menunggu lama? Soalnya tadi ada masalah sedikit di store. Maaf juga karena memintamu datang ke tempat yang dekat dari tempat kerjaku.” “Tidak masalah. Aku juga baru datang.” Erika memaksakan senyumnya. “Pesanlah dulu.” “Di mana Kaisar?” Angga bertanya setelah menerima buku menu dari perempuan di depannya
“Mau ke mana lagi?” Kaisar yang tengah menyetir mobil bertanya, dengan mata melirik Erika yang duduk di kursi penumpang sebelahnya. “Ke hotel saja deh.” Erika memutuskan dengan cepat. “Ke hotel mana?” Kaisar kembali bertanya dengan kening berkerut. “Kau mau ke hotel mana?” Alih-alih menjawab, Erika malah bertanya. “Kenapa saya yang menentukan?” Kaisar makin bingung saja dengan kelakuan perempuan di sebelaahnya itu. Tadi katanya mau pergi kencan. Padahal tadi Kaisar sudah cemburu melihat kedekatan Erika dan Angga, tapi rupanya pertemuan itu hanya berlangsung sebentar saja. Yang paling mengherankan, dua orang itu tampak sedang bertengkar. Setidaknya, itu yang dipikirkan Kaisar. Dia sampai berpikir kalau Erika ternyata ketahuan hanya ingin memanfaatkan Angga. “Karena aku sedang ingin bercinta denganmu.” Erika yang tiba-tiba menjawab setelah lama terdiam, membuat Kaisar terkejut. Lelaki itu bahkan sampai mengerem mendadak saking terkejutnya, bahkan sampai menimbulkan suara
“Sorry?” Kaisar menaikkan sebelah alisnya karena agak terkejut dengan yang dikatakan Erika. “Hari ini aku ingin pergi sendiri, jadi kau boleh melakukan apa pun yang kau mau,” jawab Erika dengan santainya, sebelum melambai dan pergi begitu saja. Untuk kali ini, Kaisar benar-benar tercengang. Biasanya Erika tidak pernah membiarkan dirinya pergi sendiri, tapi hari ini berbeda. Entah perempuan itu sedang dalam suasana hati gembira atau apa. “Mungkin saja dia sedang ingin pergi kencan berdua dengan Angga,” gumam Kaisar seorang diri dan itu membuatnya sakit hati. “Sudahlah.” Lelaki itu kemudian menggeleng pelan. “Dari pada memikirkan itu, lebih baik aku pergi membantu mama.” Niatnya Kaisar sih begitu, tapi siapa sangka kalau hal itu tidak bisa dia lakukan. Sesampainya di rumah, dia hanya bisa bertemu dengan Bima yang baru saja mau pergi kerja. “Barusan mama sudah pergi diantar sama Queenie.” Itu yang dikatakan Bima. “Hah? Kok bisa Queenie?” Tentu saja Kaisar bingung. “Tadi dia data
“Erika. Queenie.” Retno memanggil nama dua orang perempuan yang berdiri di depannya itu. “Kalian nga ....” “Ya, ampun.” Belum selesai Retno berbicara, seseorang tiba-tiba saja menyela. “Bukankah kau Erika Wiratama?” Erika tidak langsung menjawab perempuan paruh baya yang kini sedang berdiri di sampingnya dan memuji tiada henti. Dia jelas adalah penggemar, tapi kali ini Erika memilih untuk tidak peduli. “Tante Retno.” Erika menoleh pada perempuan paruh baya yang sedang dibersihkan dari remahan makanan oleh sang kakak. “Kok ada di sini?” “Tante ... tadi datang diantar Queenie. Buat antar pesanan,” jawab Retno agak bingung juga dengan kedatangan dua perempuan muda itu. Retno bisa menebak kalau Queenie mungkin menungguinya, walau tadi sudah diminta pulang duluan. Tapi kalau Erika? Masa iya kalau kebetulan perempuan itu ada di kafe yang sama. “Ah, iya. Padahal kemarin Tante sudah bilang mau ke sini buat ngantar pesanan.” Erika pura-pura terkejut. “Ini yang pesan?” Yang bisa dilak
“Jadi? Kalian membantu Mama?” tanya Kaisar pada dua perempuan di depannya. “Tidak juga.” Tanpa diduga, Queenie dan Erika menjawab bersamaan. Sekarang,mereka sudah pindah kafe dan Kaisar memandangi dua orang perempuan yang sangat kompak itu. Bukan hanya kompak bicara dan menolong mamanya, tapi gaya berpakaian mereka juga serupa. Hari ini, dua perempuan itu menggunakan kemeja berwarna peach. Bedanya, Queenie masih menggunakan outer, sementara Erika tidak. “Wah, adikku tersayang.” Queenie berusaha untuk memeluk perempuan yang duduk di sebelahnya. “Kita ternyata memang satu hati ya.” “Satu hati apaan?” Erika jelas saja akan menghardik. “Menjauh dariku.” “Ah, jangan begitu sama kakak sendiri dong.” Queenie malah makin ingin mengerjai adik lain ibunya itu. “Eh, menjauh.” Erika segera berdiri dari tempat duduknya untuk menjauh. “Jahat.” Queenie mencebik seolah sedang marah, walau sebenarnya dia hanya bercanda saja. Jujur saja, kelakuan dua perempuan itu membuat Kaisar dan Re