Share

Bab 14 A

Author: Miola Xaveria
last update Last Updated: 2024-12-12 18:50:43

Aku masih mematung memandangi jenazah dengan wajah hancur tersebut dengan badan gemetaran. Ingin rasanya segera berlari keluar rumah, tetapi kaki ini seperti terpatri di lantai. Tidak bisa digerakan sama sekali.

Mataku pun seolah enggan sekali digerakkan untuk memandang hal lain. Masih terpaku menatap wanita itu,

Perlahan mayat itu bergerak dengan sendirinya. Sia pun bangkit dan duduk layaknya manusia. Lantas dia menoleh ke arahku dengan gerakan kaku.

“Astaghfirullah hal adzim.” Aku terkejut setengah mati.

Mata mayat itu berkedip-kedip, tetapi sepertinya dia kesusahan menggerakkan bola matanya. Kemudian, wanita itu menyunggingkan senyuman

“Kamu bawa kemana calon perewanganku, Le?” Matanya menyorortku tajam.

“Perewangan?" Aku tak mengerti apa yang dia katakan. Perewangan apa? Siapa yang dia maksud? Seandainya bisa memilih, lebih baik aku pingsan saja.

Mayat hidup itu perlahan menggerakkan bibirnya kembali. Namun bukan berbicara, melainkan bersenandung lagu Jawa.

"Astaghfirullah hal
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Misteri Rumah Mewah di Perkebunan Sawit    Bab 14 B

    “Astaghfirullah hal adzim, wajah wanita itu sama persis dengan wajah mayat yang tadi kulihat di ruang tengah, bahkan gaya sanggulnya dan gaya berpakaiannya pun sama.Sebenarnya apa yang terjadi di rumah ini? Apa kejadian yang aku lihat dan alami, mempunyai hubungan satu sama lain? Pria yang aku lihat di kamar ini? wanita yang dicambuk? Mayat wanita itu?“Arrrggg …,” Kepalaku rasanya mau pecah memikirkan yang terjadi di rumah ini.“Ati-ati, Nduk tembang kae iso ngelilakno." Tiba-tiba aku teringat perkataan Nenek-nenek yang ada di Pasar Pal Tiga, kira-kira apa arti omongannya kemarin ya? Kenapa doa selalu menyebut kata tembang.Aku segera membuka googl3 translate lalu kumasukkan kata-kata yang nenek itu. Muncullah satu kalimat yang membuatku tercengang “Hati-hati, Nduk. Lagu itu bisa membuatmu pusing/hilang kesadaran.” Begitulah yang kudapat dari translate di aplikasi.Jantungku terasa berhenti sejenak, apa yang nenek itu maksud, tembang yang dinyanyikan Miska tempo hari, sehingga d

    Last Updated : 2024-12-13
  • Misteri Rumah Mewah di Perkebunan Sawit    Bab 15A

    Aku masih mencerna kata-kata yang dilontarkan tukang parkir itu. Apa benar nenek itu stress? Tapi jika dilihat dari penampilannya, terawat, tidak seperti orang dalam gangguan jiwa lainnya. Bagaimana dengan peristiwa kebakaran pasar? Apa itu hanya kebetulan?“Kalau begitu saya ke toko pertanian dulu, Mas, nanti ke sini lagi. Siapa tahu neneknya sudah datang.”“Memangnya sangat penting ya, Mas?” tanya tukang parkir itu ingin tahu.“Ya begitulah, saya permisi, Mas.” Aku ulurkan uang receh untuk membayar parkir. Tukang parkir itu lantas mengambilnya seraya mengucapkan terima kasih.Aku pun menarik tuas gas menuju toko alat pertanian yang berada tak jauh dari Pasar Pal Tiga. Banyak sekali alat perkebunan yang harus aku beli, diantaranya; fiber untuk memanen sawit, alat semprot, pupuk dan juga pestisida untuk membunuh gulma.Semua barang-barang itu aku beli dalam jumlah banyak, yang nantinya akan digunakan para pekerja untuk merawat dan memanen sawit. Sebelum aku membeli, aku kirim terleb

    Last Updated : 2024-12-15
  • Misteri Rumah Mewah di Perkebunan Sawit    Bab 15 B

    Mreneo, Le!” (Kesini, Le) Nenek itu melambaikan tangan, seperti isyarat untuk mengikutinya.Aku pun menurut, mengikuti nenek itu duduk di teras ruko, tempat Miska dan dirinya berbincang kemarin.“Ketemu, Mas?” tanya tukang parkir tadi.“Iya, Mas. Oh iya, Masnya bisa bahasa Jawa nggak ya? Kalau bisa bantuin saya artikan kata-kata Nenek, soalnya saya nggak paham, tapi saya butuh informasi dari beliau.”“Wah jelas bisa, Mas, walaupun saya bukan orang Jawa, tapi lingkungan tempat tinggal saya orang Jawa semua.”“Wah, bagus itu, tolongin saya, ya. daripada saya buka googl3 translate.”“Boleh, Mas. dengan senang hati.” tukang parkir itu tersenyum.Kami pun duduk di teras bertiga, Nenek itu membuka dagangannya terlebih dahulu.“Kawanen aku, Le.”“Apa dia bilang, Mas?”“katanya kesingangan, Mas.”“Oh, memangnya Nenek tinggal di mana?”“Manggon neng omah gedongan kae kudu kuat. Tembang iku, biso ngelilakno sopo wae sing ngrungokne, opo meneh cah wedok, iso digowo karo Nyai, dadi budak e Nyai.

    Last Updated : 2024-12-18
  • Misteri Rumah Mewah di Perkebunan Sawit    Bab 16

    Aku menatap kepergian dua karyawan Toko Anugrah Makmur dengan perasaan kesal. Belum juga aku mendapatkan informasi yang lengkap mengenai rumah ini, tetapi mereka harus buru-buru pergi karena pekerjaan.Aku periksa kembali barang-barang yang tadi aku beli di gudang penyimpanan. Semuanya lengkap, takada yang tertinggal maupun tercecer. Pasalnya tadi aku lihat, tali yang mengikat barang-barang itu sedikit kendur.Aku tutup kembali, lalu aku kunci pintu gudang, setelah semuanya aman. Aku lantas beranjak menuju rumah untuk beristirahat sejenak sebelum beraktivitas memeriksa pekerjaan para pekerja di bagian utara.Aku duduk di teras sambil menikmati semilirnya angin menjelang siang ini, aku memeriksa ponsel yang sedari tadi menjerit-jerit di dalam tas kecilku. Ada nama “My Wife” di layar ponsel pintarku. “Ya, Dek,” jawabku.“Mas, aku ….”Suara Miska terjeda, entah apa yang hendak dia katakan, padahal dari notifikasi di jendela ponsel, banyak panggilan tak terjawab dari wanitaku itu. Seper

    Last Updated : 2025-01-02
  • Misteri Rumah Mewah di Perkebunan Sawit    Bab 17 A

    “Mayat? Di mana ada mayat Jok?” tanya yang lainnya.Banyak mata memandang aneh ke arahku. Apa mereka mengira aku menyembunyikan mayat? Atau apa mereka mengira aku membunuh seseorang dan menyimpan mayatnya disimpan di dalam rumah? Kenapa pandangan mereka seolah aku melakukan sesuatu? Atau hanya perasaanku saja.“Di ruang tengah, Pak, di depan TV, tadi pas aku masuk ke dapur, ada apa-apa di sana, tapi saat aku keluar bawa air minum, aku lihat ada mayat terbujur di depan TV, ditutup kain jarik,” terang Joko dengan suara bergetar. Sepertinya dia sangat syok dengan apa dia lihat.Ternyata tak hanya aku dan Miska yang mendapatkan teror. Bahkan Joko saja yang hanya lewat di ruang tengah harus melihat penampakan yang mengerikan. “Ah masa? Ayo coba lihat Jok!” Pak Didik terlihat tidak percaya dengan penuturan Joko.Joko menggeleng cepat. “Nggak mau, Pak, ngeri.” Joko menolak. Beberapa orang yang penasaran langsung menyeruak masuk ke dalam rumah. sementara itu, Joko diberi minum oleh rekan ke

    Last Updated : 2025-01-04
  • Misteri Rumah Mewah di Perkebunan Sawit    Bab 17 B

    “Paling tiga hari lagi selasai, Pak, tapi nanti ada yang mau terus ikut kerja di sini ada juga yang rombogan Pak Dayat itu nggak lanjut. Karena memang pekerjaan mereka borongan khusus membersikan lahan punya orang. Begitu, Pak.”“Oh begitu, nanti saya minta catatan siapa saja yang mau lanjut kerja dan siapa yang berhenti.”“Baik, Pak Halid, nanti saya akan data. Kalau misalnya ada yang mau ikut lagi, apa masih bisa?”“Masih Pak, justru saya mau minta bantuan Bapak jika ada warga lain yang mau kerja. Soalnya saya masih butuh banyak orang untuk manen dan pekerjaan lainnya. Sopir juga saya butuh sekitar empat orang, Pak.”“Baik, baik, Pak Halid, nanti saya samaikan sama teman-teman yang bisa nyopir.”“Kamu itu Jok, gimana sih, ini lho, kenapa malah pakai yang ini. Pak Halid tadi kan suruh yang itu.”Dari dapur terdengar Pak Didik dan Joko bergaduh, entah apa yang diperdebatkan mereka berdua. Hingga suara mereka terdengar sampai di ruang tamu.“Bentar ya, Pak Halid, saya lihat mereka ber

    Last Updated : 2025-01-05
  • Misteri Rumah Mewah di Perkebunan Sawit    Bab 1

    "Mas, yakin ini rumahnya?" Aku memandangi rumah besar yang ada di hadapan kami.Rumah mewah berlantai dua dengan gaya modern ini menjulang tinggi seperti istana. Aku yang sedari dulu hanya tinggal di kontrakan petakan pun sangat terkagum-kagum melihat kemegahan rumah ini. Walaupun di di sana-sini sudah banyak tumbuhan merambat. Bahkan hampir seluruh permukaan pagar ditutupi oleh tanaman menjalar itu."Iya kalau dari ciri-ciri yang disebutkan Mas Hamdan, benar ini rumahnya, Dek." Mas Halid tampak memandangi rumah ini dengan takjub sama sepertiku.Minggu lalu, Mas Halid diterima kerja disebuah perusahaan milik keluarga untuk mengelola lahan sawit yang sudah terbengkalai sekitar sepuluh tahun. Dulu perkebunan itu punya seorang yang kaya raya. Tidak tahu bagaimana ceritanya hingga kebun sawit yang luasnya mencapai ratusan hektar itu tidak ada yang mengelola. Padahal harga sawit saat itu sedang naik daun.Akhirnya perusahaan tempat Mas Halid bekerja, membeli perkebunan itu dan mengelolany

    Last Updated : 2024-11-27
  • Misteri Rumah Mewah di Perkebunan Sawit    Bab 2

    “Mas!” Aku keluar dari dapur berniat mengejarnya. Namun ketika baru beberapa langkah, aku tersadar, tidak mungkin itu Mas Halid, dia kan tidak bisa manjat selincah itu. Aku paham benar bagaimana cara Mas Halid manjat.“Astaghfirullah hal adzim. Siapa dia? Apa ada orang lain di rumah ini?”Aku bergegas masuk kembali ke dalam rumah yang sudah mulai gelap gulita, hanya ada cahaya yang memancar redup dari dalam kamar. Segera aku kunci pintu belakang dan berlari ke kamar. Ketika melintas di ruang keluarga, sekilas aku melihat ada suatu benda mirip manusia tergeletak di lantai ditutup dengan kain hitam, tepat berada di bawah meja televisi.Aku berhenti sejenak, memperhatikan benda tersebut. Perasaan semua barang-barang di ruangan ini sudah aku buka semua penutupnya. Kok ini masih ada yang kelewat.Aku mendekati benda itu, lalu tanganku terulur. Kupegang ujung kain penutup benda itu, dengan napas memburu, perlahan aku buka kainnya.Dorrr … dorrr… Tiba-tiba terdengar suara gedoran pintu yang

    Last Updated : 2024-11-27

Latest chapter

  • Misteri Rumah Mewah di Perkebunan Sawit    Bab 17 B

    “Paling tiga hari lagi selasai, Pak, tapi nanti ada yang mau terus ikut kerja di sini ada juga yang rombogan Pak Dayat itu nggak lanjut. Karena memang pekerjaan mereka borongan khusus membersikan lahan punya orang. Begitu, Pak.”“Oh begitu, nanti saya minta catatan siapa saja yang mau lanjut kerja dan siapa yang berhenti.”“Baik, Pak Halid, nanti saya akan data. Kalau misalnya ada yang mau ikut lagi, apa masih bisa?”“Masih Pak, justru saya mau minta bantuan Bapak jika ada warga lain yang mau kerja. Soalnya saya masih butuh banyak orang untuk manen dan pekerjaan lainnya. Sopir juga saya butuh sekitar empat orang, Pak.”“Baik, baik, Pak Halid, nanti saya samaikan sama teman-teman yang bisa nyopir.”“Kamu itu Jok, gimana sih, ini lho, kenapa malah pakai yang ini. Pak Halid tadi kan suruh yang itu.”Dari dapur terdengar Pak Didik dan Joko bergaduh, entah apa yang diperdebatkan mereka berdua. Hingga suara mereka terdengar sampai di ruang tamu.“Bentar ya, Pak Halid, saya lihat mereka ber

  • Misteri Rumah Mewah di Perkebunan Sawit    Bab 17 A

    “Mayat? Di mana ada mayat Jok?” tanya yang lainnya.Banyak mata memandang aneh ke arahku. Apa mereka mengira aku menyembunyikan mayat? Atau apa mereka mengira aku membunuh seseorang dan menyimpan mayatnya disimpan di dalam rumah? Kenapa pandangan mereka seolah aku melakukan sesuatu? Atau hanya perasaanku saja.“Di ruang tengah, Pak, di depan TV, tadi pas aku masuk ke dapur, ada apa-apa di sana, tapi saat aku keluar bawa air minum, aku lihat ada mayat terbujur di depan TV, ditutup kain jarik,” terang Joko dengan suara bergetar. Sepertinya dia sangat syok dengan apa dia lihat.Ternyata tak hanya aku dan Miska yang mendapatkan teror. Bahkan Joko saja yang hanya lewat di ruang tengah harus melihat penampakan yang mengerikan. “Ah masa? Ayo coba lihat Jok!” Pak Didik terlihat tidak percaya dengan penuturan Joko.Joko menggeleng cepat. “Nggak mau, Pak, ngeri.” Joko menolak. Beberapa orang yang penasaran langsung menyeruak masuk ke dalam rumah. sementara itu, Joko diberi minum oleh rekan ke

  • Misteri Rumah Mewah di Perkebunan Sawit    Bab 16

    Aku menatap kepergian dua karyawan Toko Anugrah Makmur dengan perasaan kesal. Belum juga aku mendapatkan informasi yang lengkap mengenai rumah ini, tetapi mereka harus buru-buru pergi karena pekerjaan.Aku periksa kembali barang-barang yang tadi aku beli di gudang penyimpanan. Semuanya lengkap, takada yang tertinggal maupun tercecer. Pasalnya tadi aku lihat, tali yang mengikat barang-barang itu sedikit kendur.Aku tutup kembali, lalu aku kunci pintu gudang, setelah semuanya aman. Aku lantas beranjak menuju rumah untuk beristirahat sejenak sebelum beraktivitas memeriksa pekerjaan para pekerja di bagian utara.Aku duduk di teras sambil menikmati semilirnya angin menjelang siang ini, aku memeriksa ponsel yang sedari tadi menjerit-jerit di dalam tas kecilku. Ada nama “My Wife” di layar ponsel pintarku. “Ya, Dek,” jawabku.“Mas, aku ….”Suara Miska terjeda, entah apa yang hendak dia katakan, padahal dari notifikasi di jendela ponsel, banyak panggilan tak terjawab dari wanitaku itu. Seper

  • Misteri Rumah Mewah di Perkebunan Sawit    Bab 15 B

    Mreneo, Le!” (Kesini, Le) Nenek itu melambaikan tangan, seperti isyarat untuk mengikutinya.Aku pun menurut, mengikuti nenek itu duduk di teras ruko, tempat Miska dan dirinya berbincang kemarin.“Ketemu, Mas?” tanya tukang parkir tadi.“Iya, Mas. Oh iya, Masnya bisa bahasa Jawa nggak ya? Kalau bisa bantuin saya artikan kata-kata Nenek, soalnya saya nggak paham, tapi saya butuh informasi dari beliau.”“Wah jelas bisa, Mas, walaupun saya bukan orang Jawa, tapi lingkungan tempat tinggal saya orang Jawa semua.”“Wah, bagus itu, tolongin saya, ya. daripada saya buka googl3 translate.”“Boleh, Mas. dengan senang hati.” tukang parkir itu tersenyum.Kami pun duduk di teras bertiga, Nenek itu membuka dagangannya terlebih dahulu.“Kawanen aku, Le.”“Apa dia bilang, Mas?”“katanya kesingangan, Mas.”“Oh, memangnya Nenek tinggal di mana?”“Manggon neng omah gedongan kae kudu kuat. Tembang iku, biso ngelilakno sopo wae sing ngrungokne, opo meneh cah wedok, iso digowo karo Nyai, dadi budak e Nyai.

  • Misteri Rumah Mewah di Perkebunan Sawit    Bab 15A

    Aku masih mencerna kata-kata yang dilontarkan tukang parkir itu. Apa benar nenek itu stress? Tapi jika dilihat dari penampilannya, terawat, tidak seperti orang dalam gangguan jiwa lainnya. Bagaimana dengan peristiwa kebakaran pasar? Apa itu hanya kebetulan?“Kalau begitu saya ke toko pertanian dulu, Mas, nanti ke sini lagi. Siapa tahu neneknya sudah datang.”“Memangnya sangat penting ya, Mas?” tanya tukang parkir itu ingin tahu.“Ya begitulah, saya permisi, Mas.” Aku ulurkan uang receh untuk membayar parkir. Tukang parkir itu lantas mengambilnya seraya mengucapkan terima kasih.Aku pun menarik tuas gas menuju toko alat pertanian yang berada tak jauh dari Pasar Pal Tiga. Banyak sekali alat perkebunan yang harus aku beli, diantaranya; fiber untuk memanen sawit, alat semprot, pupuk dan juga pestisida untuk membunuh gulma.Semua barang-barang itu aku beli dalam jumlah banyak, yang nantinya akan digunakan para pekerja untuk merawat dan memanen sawit. Sebelum aku membeli, aku kirim terleb

  • Misteri Rumah Mewah di Perkebunan Sawit    Bab 14 B

    “Astaghfirullah hal adzim, wajah wanita itu sama persis dengan wajah mayat yang tadi kulihat di ruang tengah, bahkan gaya sanggulnya dan gaya berpakaiannya pun sama.Sebenarnya apa yang terjadi di rumah ini? Apa kejadian yang aku lihat dan alami, mempunyai hubungan satu sama lain? Pria yang aku lihat di kamar ini? wanita yang dicambuk? Mayat wanita itu?“Arrrggg …,” Kepalaku rasanya mau pecah memikirkan yang terjadi di rumah ini.“Ati-ati, Nduk tembang kae iso ngelilakno." Tiba-tiba aku teringat perkataan Nenek-nenek yang ada di Pasar Pal Tiga, kira-kira apa arti omongannya kemarin ya? Kenapa doa selalu menyebut kata tembang.Aku segera membuka googl3 translate lalu kumasukkan kata-kata yang nenek itu. Muncullah satu kalimat yang membuatku tercengang “Hati-hati, Nduk. Lagu itu bisa membuatmu pusing/hilang kesadaran.” Begitulah yang kudapat dari translate di aplikasi.Jantungku terasa berhenti sejenak, apa yang nenek itu maksud, tembang yang dinyanyikan Miska tempo hari, sehingga d

  • Misteri Rumah Mewah di Perkebunan Sawit    Bab 14 A

    Aku masih mematung memandangi jenazah dengan wajah hancur tersebut dengan badan gemetaran. Ingin rasanya segera berlari keluar rumah, tetapi kaki ini seperti terpatri di lantai. Tidak bisa digerakan sama sekali.Mataku pun seolah enggan sekali digerakkan untuk memandang hal lain. Masih terpaku menatap wanita itu,Perlahan mayat itu bergerak dengan sendirinya. Sia pun bangkit dan duduk layaknya manusia. Lantas dia menoleh ke arahku dengan gerakan kaku.“Astaghfirullah hal adzim.” Aku terkejut setengah mati. Mata mayat itu berkedip-kedip, tetapi sepertinya dia kesusahan menggerakkan bola matanya. Kemudian, wanita itu menyunggingkan senyuman“Kamu bawa kemana calon perewanganku, Le?” Matanya menyorortku tajam.“Perewangan?" Aku tak mengerti apa yang dia katakan. Perewangan apa? Siapa yang dia maksud? Seandainya bisa memilih, lebih baik aku pingsan saja.Mayat hidup itu perlahan menggerakkan bibirnya kembali. Namun bukan berbicara, melainkan bersenandung lagu Jawa."Astaghfirullah hal

  • Misteri Rumah Mewah di Perkebunan Sawit    Bab 13

    Tidak ada cita-citaku sebelumnya harus tinggal di rumah mewah penuh misteri yang berada di tengah-tengah perkebunan sawit tempatku bekerja saat ini.Saat aku dan Miska pertama kali tiba di depan rumah itu, aku sudah merasakan hawa tak enak. Rumah nan megah menjulang tinggi itu terbengkalai selama sepuluh tahun lamanya. Entah karena sebab apa pemilik sebelumnya membiarkan rumah itu tak berpenghuni, padahal semua fasilitas di rumah ini pun lengkap.Kami tiba saat matahari sudah tergelincir, hanya menyisakan semburat jingga di ufuk barat, karena perjalanan yang sangat melelahkan.Ketika aku masuk, hawa dingin begitu terasa, terlebih ketika memasuki ruang tengah. Auranya seperti berbeda dengan ruangan-ruangan lainnya.Aku coba menyalakan lampu, tetapi sepertinya listrik di rumah ini sudah diputus oleh PLN. Aku pun keliling rumah, biasanya rumah besar seperti ini, apalagi di tengah-tengah perkebunan yang jauh dari tetangga, menyediakan genset untuk jaga-jaga ketika mati lampu.Aku keliling

  • Misteri Rumah Mewah di Perkebunan Sawit    Bab 12 B

    Nanti hari Sabtu mas antar ya, kan hari Ahad mas libur, kita adakan dulu pengajian di sini hari Jum'at nanti.""Beneran Mas?" Aku berbalik badan"Iya. Sekarang sarapan ya, ini mas masakin telur ceplok setengah matang. Soalnya cuma ini yang mas bisa masak.""Makasih ya, Mas."Mas Halid pun menyuapiku nasi dengan lauk andalannya. Sesekali dia pun itu menyantap hasil kreasinya pagi ini."Jadi pengajiannya pakai nasi apa kue aja, Mas?""Oh iya mas lupa bilang sama kamu. Biasanya kalau di sini cuma di kasih nasi kotak, Dek. Jadi begitu selesai acara, bagi nasi kotak, langsung pada pulang. Kalau di tempat kita kan habis acara, makan cemilan dulu, baru pulang dikasih nasi kotak, kan?""Iya, Mas. Ya udah nanti aku ke rumah Bu RT nanyain apa aja isi nasi kotaknya.""Nanti mas antar, Dek, sekalian mas tamya berapa jumlah warga yg ikut pengajian Bapak-Bapaknya."Iya, Mas." Akhirnya, nasi telur ceplok tadi kami habiskan berdua.Sebenarnya aku lapar, karena sudah terbiasa pagi-pagi sudah sarapan

DMCA.com Protection Status