Hari - 1 Aku menunggu di dalam kamarku bersama dengan Bagas. Selama menunggu kami memeriksa kamar kami dan menemukan bahwa kami memiliki 4 kursi lantai dan meje kecil. Meskipun jumlah kursi ini kurang dari jumlah tamu yang akan datang, tapi kami memutuskan untuk tetap mengeluarkannya. Kami juga menemukan beberapa perlengkapan minum teh dan dapur kecil. Kami juga memiliki kamar mandi, jadi kami tak perlu keluar kamar kami jika kami ingin buang air kecil. Kurasa kami tak perlu khawatir saat kami tidak bisa keluar kamar pada malam hari. Orang yang pertama kali datang ke kamar ini adalah Crona, Sarah dan Ria. Meskipun Aku tak pernah memanggil Sarah dan Ria sebelumnya, tapi karena kami telah membentu aliansi, maka kurasa tak masalah jika mereka ikut dalam pembicaraan kami. Mereka berdua pasti diundang oleh Crona. Selama menunggu orang selanjutnya datang, Sarah menyeduhkan teh untuk kami menggunakan peralatan minum teh yang Aku dan Bagas temukan tadi. Untung saja kamarku bersebelahan den
Hari - 1 “Asraf, apakah kita bisa mulai pertemuan kita? Sarah bertanya padaku sebagai pemilik dari kamar ini. Aku hanya menganggukkan kepalaku untuk menjawabnya. “Aku telah mendengar sebagian besar apa yang telah kalian bicarakan sebelumnya dari Crona.” Saat Sarah membuka pertemuan kita, Fiona tiba-tiba saja mengangkat tangannya. “Aku tahu ini memalukan, tapi Aku tidak mengetahui apapun yang akan kita bicarakan, jadi bisakah kalian menjelaskannya dari awal!” “Kalau kau tidak mengetahui apapun, kenapa kau ingin ikut dalam pertemuan ini?” Bagas bertanya dengan nada tak suka. Fiona tak merubah ekspresi wajahnya, meskipun Bagas jelas-jelas menunjukkan permusuhan padanya. “Aku tahu ini adalah tindakan tak tahu malu, tapi saat Aku mendengar bahwa kalian ingin membicarakan sesuatu, apalagi secara rahasia, Aku jadi penasaran dengan apa yang ingin kalian bahas.” “Apakah Aku bisa memintamu keluar dari sini?” “Aku harap kau memperbolehkan Aku dan Arifa tetap berada di sini.” “Aku tak m
Hari - 1 “Nah, Asraf! Bisakah kau menjawab pertanyaanku!” Rina menekanku untuk menjawab pertanyaannya. Aku hanya menundukkan kepalaku tanpa mau membuka mulutku. Aku bisa merasakan tatapan semua orang mengarah padaku. Bukannya Aku tidak bisa menjawab pertanyaannya, tapi Aku tidak yakin apakah jawabanku nantinya akan terdengar seperti hanya sebatas alasan semata atau Aku memang berpikir seperti jawabanku. “Jadi apakah Aku benar?” Aku menggelengkan kepalaku. Aku tidak tahu kenapa, tapi Aku merasa bahwa Aku harus menggeleng untuk saat ini apapun yang terjadi. “Lalu kenapa kau berpikir untuk tak mengatakan apapun mengenai hal tersebut?” “Aku tidak tahu.... apa yang sebaiknya kulakukan....” Aku menjawabnya dengan pelan. Aku merasa bahwa jawaban ini bukanlah kebohongan. Aku memang masih bingung dengan apa yang harus kulakukan. Kalau boleh jujur, Aku memang sempat berpikir untuk membiarkan James terbunuh, karena bagaimanapun juga di dalam permainan ini seseorang akan tetap meninggal se
Hari - 1 Hasil voting kami adalah hanya Rina, Ria dan Arifa yang mengangkat tangan mereka. Ini artinya kami tak akan mengatakan apapun pada James. “Ke-kenapa?! Kenapa kalian tak mau mengangkat tangan kalian?!” Rina nampak tak percaya dengan hasil ini. Mungkin dia berpikir bahwa ada banyak dari kami yang akan mengangkat tangan kami, dia pasti tidak berpikir bahwa hanya akan ada 3 orang yang setuju dengannya. “Cinta, kenapa kau tak mengangkat tanganmu?” “Hmm... maa.. bagaimana ya... sejujurnya Aku tak tahu harus mengatakan apa, jika harus mengatakan hal ini pada James... tapi bukan berarti Aku tidak peduli dengannya... hanya saja Aku tidak bisa membayangkan wajah macam apa yang dia buat... maaf, tapi Aku benar-benar tak tahu apakah yang harus kulakukan... ini lebih rumit dari yang kupikirkan.” Cinta dengan panik menjelaskan alasannya pada Rina. “Kau sudah berjanji akan menerima hasilnya apapun yang terjadi dan inilah hasilnya!” “Tapi...” Aku bisa mengerti kenapa Rina terlihat sa
Hari - 1 Setelah meminta maaf padaku, Rock membawaku bersama dengan beberapa lelaki lainnya ke ruang bermain yang dia dan teman-temannya temukan sewaktu menjelajahi menara ini sebelum makan siang. “Kenapa kau membawaku ke sini?” Tanyaku sambil menggaruk kepalaku. “Aku hanya ingin mengenalmu lebih baik... kau selalu duduk di depan saat berada di bis, kan? Jadi tidak banyak waktu bagi kita untuk saling mengenal satu sama lain.” “Aku tak sendirian!” Meksipun Aku duduk di depan dan menjadi pembawa acara, tapi bukan berarti Aku sendirian. Asal kau tahu saja, Aku memiliki kesempatan berbicara dengan para gadis yang duduk di depan, seperti Cinta dan Rina. Aku juga sempat berbicara dengan lelaki lainnya, seperti Asraf dan meskipun dia sulit diajak berbicara, tapi Aku bisa berbicara dengan Bagas juga. Jadi Aku jauh dari kata sendirian. “Ya, ya, terserah kau saja.... Aku hanya ingin mengenalmu lebih baik, kau temani Aku sebentar saja.” Rick berbicara sambil mengambil tongkat Bilyar. “Oh
Hari - 1 Aku merasa kelelahan setelah melalui keributan yang terjadi di kamarku. Aku mengingat kembali apa yang terjadi di sana sambil berjalan menuju ruang makan untuk makan malam. Ini semua dimulai dari satu pertanyaan dari Cinta. “Apa ada orang yang kau cintai di antara kami?” Aku membeku saat mendengar pertanyaan tersebut. Kenapa dia tiba-tiba menanyakan pertanyaan seperti itu. Jujur saja, Aku tidak memiliki pengalaman apapun mengenai percintaan, jadi topik ini adalah topik yang sangat asing bagiku. “Ti-tidak... tidak ada satupun...” Setelah beberapa detik terdiam, akhirnya Aku bisa mengeluarkan sesuatu dari tenggorokanku. Cinta nampak tidak puas mendengar pertanyaanku. “Ada banyak sekali gadis di kamar ini dan kau tidak memiliki satupun gadis yang kau suka, apa kau benar-benar lelaki?” “Aku benar-benar lelaki dan agar kau tidak salah paham, Aku juga masih menyukai lawan jenisku!” Aku ini sangat normal, jadi Aku masih tertarik dengan lawan jenisku. Sejujurnya, keberadaan g
Hari - 1 Aku melihat ke sekeliling ruangan, tapi Aku tetap tak menemukan siapapun. Apakah Aku salah ruangan? Atau mereka memindahkan ruang makan untuk makan malam? Kalau itu memang benar, kenapa ruangan ini masih sama seperti siang tadi? Masih ada meja bundar besar yang cukup untuk 30 orang. Tak berapa lama setelah Aku memasuki ruangan ini, kelompok Sarah, Ria dan Crona memasuki ruangan ini. Jika mereka juga memasuki ruangan ini, maka Aku memang tak memasuki ruangan yang salah. “Kemana semua orang? Apa kau yang pertama masuk?” “Ruangan ini benar-benar kosong saat Aku masuk, jadi kurasa Aku memang yang pertama kali memasuki ruangan ini.” Setelah bertanya padaku, Sarah segera duduk di kursi yang dia pilih tadi siang, diikuti oleh Ria yang duduk di sebelahnya seperti yang dia lakukan tadi siang. Sedangkan itu, Crona memilih kursi yang diduduki oleh Bagas tadi siang. Apakah dia ingin merebut kursi Bagas atau dia hanya ingin duduk di sampingku? Aku masih belum menentukan akan duduk di
Hari - 1 Setelah kami menyelesaikan makan malam kami, seperti yang terjadi tadi siang, kami juga disajikan makanan penutup oleh para pelayan. Kali ini kami mendapatkan puding. “Mungkin kalian semua sudah menduganya, tapi Aku ingin kalian tetap berada di ruangan ini sampai menit-menit terakhir batas waktu kita berada di luar!” Seperti tadi siang, Adrian kembali menjadi orang yang membuka diskusi kami semua. Saat ini jam masih menunjukkan pukul 19:32, masih ada banyak waktu sebelum batas waktu kami berada di luar kamar, yaitu pukul 22:00 malam. “Bisakah kau menjelaskan kepada kami alasanmu menyuruh kami melakukan hal ini?” Seorang lelaki yang kuketahui bernama Lion bertanya. Adrian yang mendengar pertanyaannya mendengus dengan kesal. “Apa kau masih harus menanyakan hal tersebut? Jangan lupa bahwa setelah ini salah satu di antara kita akan kehilangan nyawanya!” Aku berkeringat dingin saat mendengarnya. Aku tanpa sadar melihat ke arah James, tapi Aku segera memalingkan wajahku kemba
pertama Author di GoodNovel. Butuh banyak petuangan untuk menyelesaikan Novel yang satu ini, terutama melawan rasa malas. Meskipun cerita utama dari Novel ini sudah berakhir, tapi Author berencana untuk menuliskan cerita pendek yang menceritakan masa lalu dari setiap karakter yang hanya diceritakan sekilas, keseharian Asraf dan yang lainnya di dalam menara yang tak bisa dimasukkan ke dalam cerita utama, lalu kehidupan sehari-hari mereka setelah tinggal di Desa Tanpa Nama. Kemungkinan besar ceritanya akan di Post di Blog pribadi Author dan bukan di platform ini. Jadi silahkan tunggu cerita Author yang selanjutnya. Author juga mau mengucapkan terima kasih kepada Editor yang telah membantu saya, juga pada GoodNovel yang sudah mau menayangkan Novel ini dan terutama pada para pembaca setia yang mau membaca cerita ini sampai habis. Sampai jumpa lagi di karya Saya yang selanjutnya. TTD Author, Ismail Fadillah.
Sebulan kemudian.Tak terasa waktu berjalan begitu saja, bahkan pengalaman kami di Menara Tanpa Nama itu mulai terasa seperti mimpi.Menara itu sekarang sudah terbakar dengan hanya menyisakan puing-puing bangunan. Sejujurnya Aku merasa seperti mengalami keajaiban, karena bisa selamat dari api yang dapat membakar semua bagian dari Menara besar itu.Keberuntungan mungkin sedang terjadi pada kami, karena dampak dari terbakarnya menara itu tak meluas sama sekali. Yah, sebetulnya Aku tak tahu itu hanya sekedar keberuntungan semata atau ada semacam kekuatan aneh yang melindungi Desa dari api tersebut.Aku akan berbohong jika mengatakan bahwa Aku tak merasakan apapun saat melihat puing-puing dari Menara itu. Karena meski sebentar, kami telah menghabiskan 10 hari di dalam sana. Dan tempat itu juga menyimpan tubuh teman-teman kami yang telah meninggal. Pada akhirnya sampai akhir kami tak pernah lagi melihat tubuh mereka. Bahkan saat api yang membakar Menara itu te
Hari – 10.Setelah berpisah dengan Asraf, kami semua berjalan menuju pintu keluar dari Menara ini. Kami semua berhenti tepat di depan pintu tersebut, lalu saling melihat ekspresi wajah satu sama lain.“Sebelumnya pintu itu tak bisa terbuka sama sekali, kan?”Tanya Cinta sambil melihat pintu yang ada di hadapannya.“Ya, itu benar... Aku dan Asraf sudah mencoba membukanya.”Jawabku sambil berjalan menuju pintu tersebut, Rock dan Michael juga segera mengikutiku. Kami bertiga kemudian mendorong pintu tersebut. Meskipun berat, tapi kami bisa membuka pintu tersebut, berbeda sekali dengan apa yang terjadi di hari pertama kami datang ke tempat ini.“Pintunya benar-benar terbuka...”Gumam Cinta tak percaya.Aku menutupi wajahku dari sinar matahari yang masuk melalui pintu tersebut. Setelah seminggu lebih tak melihat cahaya matahari, Aku jadi merasa silau dengan cahayanya.“Kita benar-benar sudah bebas.”Aku bisa mendengar gumaman Lisa saat gadis itu berjalan keluar dari Menara ini.“Horeee! Ki
Hari – 10.“Aku benar-benar tak menyangka bahwa Christ akan mengkhianatiku.”Kata Kepala desa sambil melihat kedua orang yang berbadan besar di lantai. Aku bisa melihat ada minuman yang tumpah di lantai, kemungkinan besar mereka diracuni olehnya.“Aku sendiri juga tak menyangka akan hal tersebut.”Balasku dengan jujur. Aku memang tak pernah berencana untuk melibatkannya.“Apakah dia memang menyimpan dendam padaku? Aku tak menyangka bahwa lelaki sepertinya akan menyimpan dendam.”“Itu mungkin salahmu sendiri bahwa kau membunuh salah satu anggota keluarganya.”“Hmm... kurasa kau memang benar.”“Tentu saja Aku benar.”Meskipun dia seharusnya tahu apa yang saat ini sedang kurencanakan, tapi dia tak terlihat panik sama sekali.“Nah, apa sudah kau mengetahui apa yang sedang kurencanakan saat ini?”“Ya, tentu saja.”“Lalu kenapa kau tak melarikan diri?”“Untuk apa? Aku ini sudah tua, bahkan jika kau tak melakukan ini, Aku pada akhirnya akan mati juga.”Kepala desa itu memberikan senyuman ten
Hari – 10.“Asraf, apa kau akan melakukan sesuatu yang berbahaya sendirian lagi?”Tanya Sarah yang nampak tak senang dengan apa yang ingin kulakukan.“Ya, kurasa begitu.”Jawabku dengan santai.“Apa kau tak berpikir untuk merubah sifatmu yang satu itu?”Sarah kembali bertanya, tapi dengan nada yang lebih kesal dari sebelumnya.“Untuk saat ini... tidak!”Jawabku tanpa ragu.“Kenapa?”Sarah menghilangkan nada kesalnya dan menggatinya dengan nada sedih.“Tidak ada alasan yang begitu spesial, kurasa Aku hanya bertindak egois.”Aku memberikan senyum lemah saat mengatakan itu.“Apa kau ingat saat Aku berkata ingin merubah tempat ini?”Tanyaku dengan suara lemah, tapi masih dapat terdengar oleh Sarah dan yang lain.“Ya, kau pernah mengatakan itu... kau serius tentang itu, kan?”“Ya, tentu saja... Aku benar-benar berniat untuk melakukannya, tapi untuk melakukan hal tersebut.”“Kau perlu menjadi Kepala desa... betul, kan?”Crona melanjutkan ucapanku dengan nada percaya diri. Aku mengangguk ke
Hari – 10.“Tidak ada yang benar-benar kusembunyikan dari kalian tentang sifatku yang asli... Aku memang selalu seperti ini.”Jawabku sambil tersenyum santai.“Apa itu memang benar?”Tapi nampaknya Maria tak percaya dengan perkataanku sedikitpun.“Itu memang yang sebenarnya, kau bisa tanyakan saja pada Bagas... dia sudah mengenalku luar dan dalam, jadi dia seharusnya tahu jika Aku sedang menyembunyikan sifat asliku atau tidak.”Aku melihat ke arah Bagas untuk meminta pendapatnya.“Ya, Aku sudah lama mengenalnya... jadi Aku tahu bahwa dia tidaklah banyak berubah dari sebelum dan sesudah dia datang ke tempat ini.”Jawab Bagas tanpa ragu sama sekali.“Benarkah itu?”Tapi sepertinya Maria meragukan hal tersebut.“Apa yang ingin kau katakan?”Bagas menajamkan pandangannya pada Maria.“Tidakkah kau berpikir bahwa dia sebelum dan sesudah Kakaknya meninggal adalah dua orang yang berbeda?”“Maksudmu?”“Oh, ayolah... Aku tahu bahwa kau sudah menyadarinya... bahwa Asraf yang sebelum dia menjadi
Hari – 10.“Jadi apa yang ingin kau lakukan setelah ini, Rock?”Tanya Michael yang sudah mengerti apa yang kami bicarakan, sebelum dia dan Rock bergabung dengan kami.“Kau tahu sudah mengerti bahwa kau tak mungkin terus seperti ini, kan?”Lanjut Michael yang mendesak Rock untuk menjawab pertanyaannya.Rock nampak menggaruk lengan kirinya dengan cangung. Dia sepertinya memang sudah menyadari hal tersebut, tapi sayangnya dia belum bisa menentukan hal yang bisa dia lakukan di luar sana.“Aku selalu berkelahi.”Katanya dengan tiba-tiba.“Hal tersebut membuatku ditakuti oleh banyak orang dan tentu saja mendapat banyak musuh... Aku sendiri tak begitu mengerti kenapa Aku tak bisa menahan diriku, tidak kurasa itu hanya alasanku... Aku hanya bersikap terlalu egois dan tak mau mengerti perasaan orang lain... Aku selalu saja membuat orang-orang di sekitarku kerepotan karena tingkahku yang eg
Hari – 10.“Pertama-tama, mari kita hilangkan suasana kaku di sini dan membicarakan sesuatu dengan lebih santai!”Kataku sambil meregangkan tubuhku agar tubuhku merasa lebih santai.“Kau benar... kita sudah terbebas dari permainan itu, jadi kita lebih baik bersikap lebih santai.”Kata Sarah yang setuju dengan ideku.“Justru itu adalah hal yang kulakukan saat ini... kenapa kalian seperti tidak menyadarinya!”Kata Cinta yang telihat kesal. Tentu saja Aku menyadarinya, jadi seharusnya dia tak perlu marah begitu.“Tenang saja, Cinta... Aku mengerti usaha yang ingin kau lakukan.”Kataku yang membuatnya menoleh ke arahku dengan ekspresi sedikit terkejut.“Eh! Benarkah itu?”Aku menganggukkan kepalaku.“Tentu saja... kau ingin kami melupakan peristiwa buruk yang terjadi di sini, kan? Meski hanya untuk sementara waktu.”Cinta terse
Hari – 10.Setelah merapikan tempat tidurku, Aku langsung bergagas mandi dan mengganti pakaianku. Aku sebetulnya cukup menyukai baju baru yang kudapatkan di tempat ini, tapi sepertinya Aku harus meninggalkan baju tersebut di sini, karena setelah diperhatikan ternyata baju itu memiliki noda darah yang sulit dihilangkan. Kemungkinan besar itu adalah bekas pertarungan antara Aku dan Sebastian kemarin. Saat itu dia memiliki banyak noda darah di dirinya, belum lagi dia menggunakan pisau yang basah oleh darah segar.Setelah itu, Aku mengemas kembali barang-barang bawaanku. Aku jadi teringat, Aku membeli obat sebelum ke tempat ini, tapi sepertinya Aku hanya menggunakannya sedikit. Meski begitu Aku memutuskan untuk tetap menyimpannya, karena siapa tahu Aku membutuhkannya.Setelah beres, Aku membawa barang bawaanku keluar kamar. Di saat yang hampir bersamaan, Bagas juga nampak keluar dari kamarnya.“Ah, Asraf... apa kau...”Bagas berhenti bertanya di tengah-tengah, dia kemudian menggelengkan k