Hari – 7.“Kau sungguh menanyakan hal yang sangat aneh di saat seperti ini.”Orang yang memberikan komentar itu bukanlah diriku, tapi seseorang yang sedang berbaring di sampingku.“Bagas, kau sudah bangun?”“Ya, bersamaan saat kau mengeluarkan napasmu yang berisik.”“Ah, maaf... Aku tak bermaksud...”“Tak apa... Aku mengerti.”Bagas kemudian bangkit dari posisi tidurnya, lalu berjalan mendekati Crona.“Apa kau tak membuatkan teh atau kopi?”Tanya Bagas saat dia tak melihat minuman apapun di atas meja kecil yang berada di dekat Crona.“Jika kau mau minuman, kau bisa membuatnya sendiri di dapur!”Balas Crona dengan nada kesal.“Begitukah!”Kata Bagas yang juga merasa kesal. Dia kemudian berjalan ke dapur tanpa banyak bicara lagi.Aku menghela napas lelah saat melihat pertengkaran mereka yang biasa.“Kurasa ini kesempatan yang bagus, ayo ganti tempat!”Kataku sambil melihat teman-temanku yang masih tertidur. Jika kita tetap berbicara di sini, kita bisa membangunkan mereka.“Kau benar...
Hari – 7.Setelah pagi menjelang, Aku, Bagas, Crona dan untuk suatu alasan Aurora, pergi ke lantai 4. Semntara para gadis lainnya sedang bersiap-siap di kamar.“Kenapa kau ikut dengan kami?”Tanya Bagas dengan nada dingin pada Aurora.“Memangnya kenapa? Aku tahu bahwa kalian ingin memeriksa seseorang di lantai 4, kan?”Meskipun pada awalnya Aurora tak terlihat pintar sama sekali, tapi sekarang dia sering menunjukkan betapa tajamnya pemikirannya.“Ya, kau benar... kami ingin memeriksa apakah ada orang lain yang mereka bunuh atau tidak.”Balas Crona sambil menunjukkan senyuman di wajahnya. Dia terlihat tak keberatan dengan kehadiran Aurora di sini.“Tapi sebelum itu, apa kalian ingin memeriksa kamar Ria lagi? Kebetulan Aku masih menyimpan kunci kamarnya!”Aurora mengeluarkan sebuah kunci dari kantong roknya.“Ya, tentu saja.”Jawabku begitu kami berada di depan kamar 401. Untuk ke kamar Aurel, kami perlu melewati kamar ini dulu, jadi tak ada salahnya memeriksa kamar ini.Aku kemudian me
Hari – 7.Kami kembali ke lantai 4 dengan wajah yang sangat murung, terutama Aurora. Aku harus menggandeng tangannya agar dia mau berjalan mengikutiku.Aku tak bisa berlama-lama di sana, karena waktu kami sangat terbatas. Kami harus segera ke ruang makan, sebelum sarapan dimulai.Kami tak bisa melewati hal tersebut, karena setelah ini kami harus menentukan siapakah pembunuh sebenarnya dan yang terpilih akan dihukum. Tentu saja hukumannya adalah kematian.“Ada apa, Asraf? Apa terjadi sesuatu di sana?”Tanya Bagas saat dia melihat wajah kami yang nampak sangat muram.Aku melihat ke arah Aurora. Dia tak terlihat akan menjawab pertanyaan itu, jadi sepertinya Aku yang harus melakukannya.“Aku akan mengatakannya dengan singkat!”Aku menarik napasku, lalu menghembuskannya. Jantungku berdetak sangat kencang saat Aku akan memberi tahukan mereka apa yang baru saja terjadi.“Resepsionis itu... dia baru saja meninggal!”Semua orang yang mendengar hal tersebut menampilkan ekspresi terkejut. Bagas,
Hari – 7.Sekarang kami dihadapkan dengan suasana yang sangat hening, setelah kami menyelesaikan sarapan kami.“Kalian nampak sangat murung hari ini? Apa sarapan yang kami sajikan pagi ini tak begitu enak?”Tanya Kepala desa saat dia mengamati kami yang masih terlihat muram. Padahal dia seharusnya sudah mengetahui alasan kenapa kami murung seperti ini, tapi dia tetap saja menanyakan pertanyaan seperti itu hanya untuk menikmati reaksi yang kami keluarkan.Kurasa bagian itu mengingatkanku pada Adrian. Mereka berdua memang sangat mirip satu sama lain.“Berhenti dengan candaanmu yang tak lucu itu dan segera mulai pemilihan kali ini!”Tapi tentu saja Adrian tidaklah berada di sisi yang sama dengan orang itu.“Aku tahu bahwa kemarin terjadi pembunuhan di tempat ini, meksipun kami tak menemukan adanya mayat sama sekali!”Kepala desa itu menutup matanya saat mendengar perkaataan Adrian.“Begitukah, jadi kalian tak sabar memulainya, ya.”Kurasa hanya Adrian di sini yang memiliki perasaan terse
Hari – 7.Tentu saja bukan hanya Aku yang terkejut di sini, tapi kebanyakan orang di sini juga terkejut dengan apa yang dibicarakan olehnya. Bahkan Adrian yang menjadi orang yang menuduhku pertama kali juga sama terkejutnya dengan yang lain.“Anu, Sarah... apa yang sedang kau bicarakan? Apa kau benar-benar berpikir bahwa Aku adalah pembunuh mereka berdua?”Aku bertanya dengan gugup. Aku tak berpikir bahwa dia memang benar-benar berpikir bahwa Akulah yang membunuh Hunter dan Aurel.“Kau seharusnya tahu bahwa Aku bersama dengan kalian semua saat Aurel terbunuh, kan?”Jika Aku tak salah ingat, Aku seharusnya berada di ruangan ini saat jam kematian Aurel berlangsung.“Aku tak mengatakan bahwa kau membunuh mereka dengan tanganmu sendiri, tapi kau adalah orang yang merencanakan semuanya, jadi kaulah pembunuhnya di sini!”Aku sungguh tak mengerti. Kenapa dia berpikir seperti itu?Aku kemudian merasakan Aurora yang meremas tanganku dengan kuat. Aku langsung melihat ke arahnya untuk memeriksa
Hari – 7.Baiklah, Asraf. Kau harus bisa menenangkan dirimu. Aku sudah tahu bahwa Sarah dan Crona hanya sedang berakting. Mereka mencoba untuk membuat orang-orang berpikir bahwa orang yang mencurigakan dan yang mungkin saja adalah pelaku dibalik pembunuhan ini adalah antara diriku atau Adrian.Lalu untuk apa mereka melakukan itu? Itu sudah jelas, mereka ingin menyelamatkan Ria. Meskipun Crona tidak memiliki kesempatan untuk mendapatkan intruksi dari Sarah, tapi Aku yakin dia bisa menebak apa tujuan Sarah.Lalu yang menjadi pertanyaannya sekarang adalah apakah Sarah benar-benar berniat untuk mengorbankan diriku untuk menyelamatakan Ria? Jawabannya tentu adalah tidak, Sarah tak mungkin mengorbankan temannya yang lain untuk melindungi tempatnya.Lalu siapakah yang menjadi targetnya yang sebenarnya? Ini belum pasti, tapi kemungkinan besar target Sarah yang sebenarnya untuk dikorbankan adalah Adrian.Untuk memastikan kebenaran dari jawabanku, Aku harus mengamati drama kecil yang dibuat ole
Hari – 7.“Kau!”Adrian yang akhrinya menyadari betapa seriusnya Crona segera mencoba menyerangnya dengan naik ke atas meja dan berlari lurus ke arahnya.“Bagas, kumohon! Tolong!”Bagas segera menanggapi permohonan Sarah tanpa meminta penjelasan sama sekali. Dia ikut naik ke atas meja, lalu menerjang Adrian yang tengah berlari ke arah Crona. Mereka berdua akhir terjatuh ke atas meja dan membuat sisa makanan yang masih berada di atas meja menjadi berantakan.Mau dilihat bagaimanapun Bagas jauh lebih kuat dari pada Adrian, jadi dia bisa dengan mudah menahan tubuh Adrian di lantai.“Sialan kalian! Aku akan membunuh kalian!”Teriak Adrian dengan nada yang sangat marah. Matanya menunjukkan bahwa dia tidak bercanda dengan ucapannya sama sekali.Aku ingin berdiri dan menghampiri Adrian, tapi seseorang menahan tanganku dengan menariknya pelan.Aku melihat ke arah orang yang melakukan itu padaku, lalu Aku melihat Aurora yang menggelengkan kepalanya padaku. Apa itu artinya Aku tak boleh ikut ca
Hari – 7.Saat Aku berpikir tak akan ada orang lain yang akan menolong Adrian, tiba-tiba saja sebuah sepatu melayang ke arahku.Untung saja Aku menyadarinya dan bisa menghindarinya tepat waktu. Sepatu itu kemudian melayang ke arah Kepala desa berada, tapi kedua pengawal berbadan besar miliknya segera menangkap sepatu yang melayang itu.Kepala desa itu nampak tersenyum lebar tanpa terkena goresan sama sekali, dia sama sekali tak terlihat panik saat sebuah sepatu melayang ke arahnya. Ketenangannya pasti berasal kepercayaan yang dia miliki terhadap kedua pengawalnya.Aku kemudian melihat ke arah sepatu itu berasal, lalu melihat Angelica yang terlihat habis melemparkan sesuatu. Dia pasti adalah pelaku utama dari melayangnya sepatu itu ke arahku.“Apa-apaan denganmu orang munafik! Apakah itu adalah caramu untuk menyelesaikan kasus ini!?”Tanya Angelica dengan nada marah.Aku tak bisa membalasnya, karena Aku merasa bahwa dia benar. Apa yang dilakukan oleh Sarah dan Crona bukanlah sesuatu ya
pertama Author di GoodNovel. Butuh banyak petuangan untuk menyelesaikan Novel yang satu ini, terutama melawan rasa malas. Meskipun cerita utama dari Novel ini sudah berakhir, tapi Author berencana untuk menuliskan cerita pendek yang menceritakan masa lalu dari setiap karakter yang hanya diceritakan sekilas, keseharian Asraf dan yang lainnya di dalam menara yang tak bisa dimasukkan ke dalam cerita utama, lalu kehidupan sehari-hari mereka setelah tinggal di Desa Tanpa Nama. Kemungkinan besar ceritanya akan di Post di Blog pribadi Author dan bukan di platform ini. Jadi silahkan tunggu cerita Author yang selanjutnya. Author juga mau mengucapkan terima kasih kepada Editor yang telah membantu saya, juga pada GoodNovel yang sudah mau menayangkan Novel ini dan terutama pada para pembaca setia yang mau membaca cerita ini sampai habis. Sampai jumpa lagi di karya Saya yang selanjutnya. TTD Author, Ismail Fadillah.
Sebulan kemudian.Tak terasa waktu berjalan begitu saja, bahkan pengalaman kami di Menara Tanpa Nama itu mulai terasa seperti mimpi.Menara itu sekarang sudah terbakar dengan hanya menyisakan puing-puing bangunan. Sejujurnya Aku merasa seperti mengalami keajaiban, karena bisa selamat dari api yang dapat membakar semua bagian dari Menara besar itu.Keberuntungan mungkin sedang terjadi pada kami, karena dampak dari terbakarnya menara itu tak meluas sama sekali. Yah, sebetulnya Aku tak tahu itu hanya sekedar keberuntungan semata atau ada semacam kekuatan aneh yang melindungi Desa dari api tersebut.Aku akan berbohong jika mengatakan bahwa Aku tak merasakan apapun saat melihat puing-puing dari Menara itu. Karena meski sebentar, kami telah menghabiskan 10 hari di dalam sana. Dan tempat itu juga menyimpan tubuh teman-teman kami yang telah meninggal. Pada akhirnya sampai akhir kami tak pernah lagi melihat tubuh mereka. Bahkan saat api yang membakar Menara itu te
Hari – 10.Setelah berpisah dengan Asraf, kami semua berjalan menuju pintu keluar dari Menara ini. Kami semua berhenti tepat di depan pintu tersebut, lalu saling melihat ekspresi wajah satu sama lain.“Sebelumnya pintu itu tak bisa terbuka sama sekali, kan?”Tanya Cinta sambil melihat pintu yang ada di hadapannya.“Ya, itu benar... Aku dan Asraf sudah mencoba membukanya.”Jawabku sambil berjalan menuju pintu tersebut, Rock dan Michael juga segera mengikutiku. Kami bertiga kemudian mendorong pintu tersebut. Meskipun berat, tapi kami bisa membuka pintu tersebut, berbeda sekali dengan apa yang terjadi di hari pertama kami datang ke tempat ini.“Pintunya benar-benar terbuka...”Gumam Cinta tak percaya.Aku menutupi wajahku dari sinar matahari yang masuk melalui pintu tersebut. Setelah seminggu lebih tak melihat cahaya matahari, Aku jadi merasa silau dengan cahayanya.“Kita benar-benar sudah bebas.”Aku bisa mendengar gumaman Lisa saat gadis itu berjalan keluar dari Menara ini.“Horeee! Ki
Hari – 10.“Aku benar-benar tak menyangka bahwa Christ akan mengkhianatiku.”Kata Kepala desa sambil melihat kedua orang yang berbadan besar di lantai. Aku bisa melihat ada minuman yang tumpah di lantai, kemungkinan besar mereka diracuni olehnya.“Aku sendiri juga tak menyangka akan hal tersebut.”Balasku dengan jujur. Aku memang tak pernah berencana untuk melibatkannya.“Apakah dia memang menyimpan dendam padaku? Aku tak menyangka bahwa lelaki sepertinya akan menyimpan dendam.”“Itu mungkin salahmu sendiri bahwa kau membunuh salah satu anggota keluarganya.”“Hmm... kurasa kau memang benar.”“Tentu saja Aku benar.”Meskipun dia seharusnya tahu apa yang saat ini sedang kurencanakan, tapi dia tak terlihat panik sama sekali.“Nah, apa sudah kau mengetahui apa yang sedang kurencanakan saat ini?”“Ya, tentu saja.”“Lalu kenapa kau tak melarikan diri?”“Untuk apa? Aku ini sudah tua, bahkan jika kau tak melakukan ini, Aku pada akhirnya akan mati juga.”Kepala desa itu memberikan senyuman ten
Hari – 10.“Asraf, apa kau akan melakukan sesuatu yang berbahaya sendirian lagi?”Tanya Sarah yang nampak tak senang dengan apa yang ingin kulakukan.“Ya, kurasa begitu.”Jawabku dengan santai.“Apa kau tak berpikir untuk merubah sifatmu yang satu itu?”Sarah kembali bertanya, tapi dengan nada yang lebih kesal dari sebelumnya.“Untuk saat ini... tidak!”Jawabku tanpa ragu.“Kenapa?”Sarah menghilangkan nada kesalnya dan menggatinya dengan nada sedih.“Tidak ada alasan yang begitu spesial, kurasa Aku hanya bertindak egois.”Aku memberikan senyum lemah saat mengatakan itu.“Apa kau ingat saat Aku berkata ingin merubah tempat ini?”Tanyaku dengan suara lemah, tapi masih dapat terdengar oleh Sarah dan yang lain.“Ya, kau pernah mengatakan itu... kau serius tentang itu, kan?”“Ya, tentu saja... Aku benar-benar berniat untuk melakukannya, tapi untuk melakukan hal tersebut.”“Kau perlu menjadi Kepala desa... betul, kan?”Crona melanjutkan ucapanku dengan nada percaya diri. Aku mengangguk ke
Hari – 10.“Tidak ada yang benar-benar kusembunyikan dari kalian tentang sifatku yang asli... Aku memang selalu seperti ini.”Jawabku sambil tersenyum santai.“Apa itu memang benar?”Tapi nampaknya Maria tak percaya dengan perkataanku sedikitpun.“Itu memang yang sebenarnya, kau bisa tanyakan saja pada Bagas... dia sudah mengenalku luar dan dalam, jadi dia seharusnya tahu jika Aku sedang menyembunyikan sifat asliku atau tidak.”Aku melihat ke arah Bagas untuk meminta pendapatnya.“Ya, Aku sudah lama mengenalnya... jadi Aku tahu bahwa dia tidaklah banyak berubah dari sebelum dan sesudah dia datang ke tempat ini.”Jawab Bagas tanpa ragu sama sekali.“Benarkah itu?”Tapi sepertinya Maria meragukan hal tersebut.“Apa yang ingin kau katakan?”Bagas menajamkan pandangannya pada Maria.“Tidakkah kau berpikir bahwa dia sebelum dan sesudah Kakaknya meninggal adalah dua orang yang berbeda?”“Maksudmu?”“Oh, ayolah... Aku tahu bahwa kau sudah menyadarinya... bahwa Asraf yang sebelum dia menjadi
Hari – 10.“Jadi apa yang ingin kau lakukan setelah ini, Rock?”Tanya Michael yang sudah mengerti apa yang kami bicarakan, sebelum dia dan Rock bergabung dengan kami.“Kau tahu sudah mengerti bahwa kau tak mungkin terus seperti ini, kan?”Lanjut Michael yang mendesak Rock untuk menjawab pertanyaannya.Rock nampak menggaruk lengan kirinya dengan cangung. Dia sepertinya memang sudah menyadari hal tersebut, tapi sayangnya dia belum bisa menentukan hal yang bisa dia lakukan di luar sana.“Aku selalu berkelahi.”Katanya dengan tiba-tiba.“Hal tersebut membuatku ditakuti oleh banyak orang dan tentu saja mendapat banyak musuh... Aku sendiri tak begitu mengerti kenapa Aku tak bisa menahan diriku, tidak kurasa itu hanya alasanku... Aku hanya bersikap terlalu egois dan tak mau mengerti perasaan orang lain... Aku selalu saja membuat orang-orang di sekitarku kerepotan karena tingkahku yang eg
Hari – 10.“Pertama-tama, mari kita hilangkan suasana kaku di sini dan membicarakan sesuatu dengan lebih santai!”Kataku sambil meregangkan tubuhku agar tubuhku merasa lebih santai.“Kau benar... kita sudah terbebas dari permainan itu, jadi kita lebih baik bersikap lebih santai.”Kata Sarah yang setuju dengan ideku.“Justru itu adalah hal yang kulakukan saat ini... kenapa kalian seperti tidak menyadarinya!”Kata Cinta yang telihat kesal. Tentu saja Aku menyadarinya, jadi seharusnya dia tak perlu marah begitu.“Tenang saja, Cinta... Aku mengerti usaha yang ingin kau lakukan.”Kataku yang membuatnya menoleh ke arahku dengan ekspresi sedikit terkejut.“Eh! Benarkah itu?”Aku menganggukkan kepalaku.“Tentu saja... kau ingin kami melupakan peristiwa buruk yang terjadi di sini, kan? Meski hanya untuk sementara waktu.”Cinta terse
Hari – 10.Setelah merapikan tempat tidurku, Aku langsung bergagas mandi dan mengganti pakaianku. Aku sebetulnya cukup menyukai baju baru yang kudapatkan di tempat ini, tapi sepertinya Aku harus meninggalkan baju tersebut di sini, karena setelah diperhatikan ternyata baju itu memiliki noda darah yang sulit dihilangkan. Kemungkinan besar itu adalah bekas pertarungan antara Aku dan Sebastian kemarin. Saat itu dia memiliki banyak noda darah di dirinya, belum lagi dia menggunakan pisau yang basah oleh darah segar.Setelah itu, Aku mengemas kembali barang-barang bawaanku. Aku jadi teringat, Aku membeli obat sebelum ke tempat ini, tapi sepertinya Aku hanya menggunakannya sedikit. Meski begitu Aku memutuskan untuk tetap menyimpannya, karena siapa tahu Aku membutuhkannya.Setelah beres, Aku membawa barang bawaanku keluar kamar. Di saat yang hampir bersamaan, Bagas juga nampak keluar dari kamarnya.“Ah, Asraf... apa kau...”Bagas berhenti bertanya di tengah-tengah, dia kemudian menggelengkan k