Hari – 6.“Menurutmu, siapakah di antaraku dan gadis itu yang berhak untuk tetap bertahan di tempat ini?”Aku sudah tahu apa yang ingin dibicarakan oleh lelaki itu, tapi Aku tetap saja tak siap memberikan jawaban apapun padanya.Aku bisa merasakan tatapan tajam dari Selena, meskipun Aku tak melihat ke arahnya sedikitpun.Aku kembali menghela napasku, sebelum memberikan jawabanku.“Sejujurnya Aku tak tahu... Aku tak bisa memilih siapapun di antara kalian berdua.”Jika Aku memilih salah satu di antara kalian, lalu kalian mati karena hal tersebut, maka itu sama saja Aku adalah seorang pembunuh.Tidak, kurasa Aku sudah menjadi pembunuh saat Aku mencoba menyelamatkan Adrian, meskipun Aku melakukannya secara tak langsung. Jadi seharusnya Aku tak bisa menggunakan alasan tersebut untuk tak memilih siapapun di antara mereka berdua.“Jika kau tak memilih, maka kau yang akan terbunuh!”Tentu saja Aku sudah tahu hal tersebut tanpa kau beri tahu. Aku menatap ke arah Bagas yang masih nampak tak beg
Hari – 6.Sarah menerima 2 kertas dan 2 pulpen dari Christ. Setelah mengucapkan terima kasih pada Christ, Sarah menyerahkan 1 kertas dan pulpen pada Ria yang masih nampak tak bersemangat sedikitpun.“Jadi apakah ada orang yang mau menjelaskan apa saja yang terjadi padaku sebelum ini?”Tanya Sarah pada semua orang, lalu Rina mengangkat tangannya dan meringkas semua kejadian yang terjadi di sini pada Sarah. Sarah menganggukkan kepalanya tanda mengerti, begitu Rina selesai menceritakan semuanya.“Begitukah... pertama-tama, Selena... jangan pernah berharap bahwa semua orang sama, meskipun kau berhasil membujuk satu orang untuk mengikutimu, tapi itu belum tentu kau bisa melakukannya pada semua orang dengan cara yang sama.”Selena nampak membuang mukanya saat Sarah memberikannya saran. Aku merasa bahwa sikapnya itu bukanlah sesuatu yang pantas dia lakukan mengingat saat ini nyawanya dalam bahaya.“Lalu Asraf... apa kau serius ingin memikul beban itu sendirian?”Kali ini Sarah mengarahkan pe
Hari – 6.Setelah selesai menulis, Aku langsung memasukkan kertasku ke kotak yang sudah disediakan. Saat Aku melakukannya, Aku memperhatikan bahwa orang-orang melihat ke arahku dengan berbagai tatapan yang berbeda. Sejujurnya tatapan mereka membuatku sedikit gugup.“Jika boleh tahu, siapa orang yang kau pilih?”Tanya Rina saat Aku sudah kembali duduk di tempatku.“Sebetulnya Aku tak keberatan memberi tahukanmu, tapi kupikir lebih baik kau membuat keputusanmu sendiri tanpa terpengaruh keputusanku.”“Hmmm... kurasa kau benar.”Setelah mengatakan itu, Rina segera menuliskan pilihannya, lalu memasukkan kertas ke kotak yang sudah tersedia.“Nah, Adrian... apa kau tak masalah jika Aku menjadi lawanmu untuk kali ini?”Tiba-tiba saja Aku mendengar suara dari mulut Michael. Saat Aku melihat ke arahnya, Adrian sedang memberikan tatapan yang menakutkan pada Michael yang menandakan bahwa dia tak senang dengan apa yang baru saja dikatakan oleh lelaki itu.“Aku hanya bercanda! Kau tak perlu marah s
Hari – 6.Setelah semua orang menggunakan hak suara mereka, Kepala desa itu memberikan isyarat pada kedua penjaganya, lalu mereka menganggukkan kepala mereka, sebelum pergi meninggalkan ruangan ini.Christ yang melihat dua rekan kerjanya segera menghampiri Kepala desa seakan menggantikan posisi mereka berdua.Tak berapa lama kemudian kedua pria besar itu kembali ke ruangan ini sambil membawa sebuah papan tulis yang berukuran cukup besar dengan wajah Adrian dan Selena dengan gaya kartun terpampang di permukaannya.Bahkan mereka sampai menyiapkan hal seperti itu. Aku tak tahu apakah Aku harus kagum pada mereka atau merasa heran dengan sikap mereka.Setelah menempatkan papan tulis itu di dekat Kepala desa, kedua pria berbadan besar itu segera berdiri di belakang Adrian dan Selena seolah-olah menjaga mereka agar mereka tak melakukan sesuatu yang mencurigakan.“Oi, kenapa kau berdiri di belakangku?!”Tanya Adrian sambil menengokkan kepalanya pada pria yang berdiri di belakangnya, kalau tak
Hari – 6.Setelah keluar dari ruang makan, Sarah membantuku untuk kembali ke kamar. Dia tidak membawaku ke kamar yang biasanya digunakan oleh Asraf dan yang lain, melainkan kamar bernomor 304.Setelah kami memasuki kamar 304, Sarah mencoba membaringkan tubuhku, tapi diriku segera menahannya agar dia tak melakukan hal tersebut.“Ria, apa kau tak apa-apa?”Tanya Sarah dengan nada khawatir. Aku tak menjawab pertanyaan itu, hanya menggelengkan kepalaku.Sarah nampak bingung mengartikan apa maksud gelengan kepalaku. Apakah Aku baik-baik saja atau tidak?Aku memang merasa tak enak padanya, karena membuatnya terus mengkhawatirkan diriku, tapi Aku benar-benar tak bisa melakukan apapun. Tubuhku selalu saja bergetar dengan hebat, begitu Aku mendengar suara yang sangat keras. Aku selalu teringat kembali saat-saat Ayahku akan memarahiku, begitu dia pulang dari tempat kerjanya dan mulai menyerangku dengan berbagai macam sentuhannya, mulai dari yang lembut hingga dengan yang keras.Padahal Aku berp
Hari – 6.Setelah Selena dibawa pergi oleh kedua pria besar itu, Kepala desa segera pergi meninggalkan tempat ini ditemani oleh Christ, sementara kami masih terdiam di tempat kami.Aku melihat ke sekelilingku untuk memeriksa kembali keadaan semua orang. Tak banyak dari kami yang berbicara, semuanya nampak memikirkan sesuatu di kepala mereka. Meski ada juga yang masih menangis seperti Lisa.Mungkin karena merasa bosan atau memang tak ingin berada di sini lagi, Adrian segera pergi dari ruangan ini. Disusul oleh Michael yang terlihat cukup senang akan sesuatu.Aku kemudian memutuskan untuk pergi dari tempat ini. Aku tak benar-benar memiliki sesuatu yang ingin kulakukan di luar sana, Aku hanya merasa tak begitu nyaman berada di tempat itu lebih lama lagi.Saat keluar dari ruang makan, Aku melihat Arifa yang sedang menunggu di depan pintu.“Arifa, apa yang kau lakukan di sini? Bukankah seharusnya kau bersama dengan Sarah dan Ria?”Arifa nampak menggaruk pipinya dengan jari telunjuknya.“Se
Hari – 6.“Untuk apa seorang lelaki menanyakan kamar seorang perempuan?”Tanya wanita muda itu yang masih menatapku dengan mencemooh. Aku entah bagaimana masih bisa mempertahankan senyuman kakuku.“Dia pasti memiliki alasan untuk menanyakan hal tersebut, kenapa kau tak memberi tahukannya saja?”Kata seorang gadis dengan senyuman di wajahnya, berbeda sekali dengan wanita itu.“Aurora, Aku tak tahu kau berteman akrab dengan Nona Resepsionis?”Tanya Arifa pada gadis yang tersenyum itu.“Ya, kami baru berbincang kemarin, jadi kami tak terlalu akrab, tapi kau bisa mengatakan bahwa kami sudah berteman... benar kan, Nona Resepsionis?”Tanya Aurora pada Resepsionis itu. Wanita itu nampak malu-malu saat dia memalingkan wajahnya dari kami.Jelas sekali bahwa Aku akan berbohong jika Aku mengatakan bahwa Aku tak terkejut dengan reaksi tersebut. Terakhir kali Aku melihatnya, dia bersikap sangat dingin pada kami, meski dia sebenarnya masih dingin padaku, tapi jelas dia bukanlah tipe orang yang akan
Hari – 6.Karena Aku tak sanggup terlalu lama menatap tubuh telanjang Selena, kami memutuskan untuk memberikannya selimut untuk menutupi tubuhnya. Setelah selesai melakukan itu, Aku kembali mengamati tubuhnya.“Apa yang sebaiknya kita lakukan sekarang?”Tanyaku pada Aurora yang juga sedang menatap tubuh Selena.“Hmm, benar juga... kita tak bisa membiarkannya tetap seperti ini, karena dia akan menjadi objek nafsu para lelaki.”Aku tak berpikir ada lelaki di sini yang tertarik dengan tubuh gadis yang sudah meninggal, tapi Aku setuju jika kita tak bisa membiarkan tubuh Selena begitu saja.“Jika kita langsung meninggalkannya, kurasa tubuhnya akan langsung menghilang dengan sendirinya... tapi apa menurutmu lebih baik kita mengambil rekaman video diam-diam atau ada hal lainnya yang bisa kita lakukan?”“Tapi bukankah jika kita melakukan hal tersebut, kita hanya akan mendapatkan gambar yang tak jelas... atau apa kau berpikir bahwa kau bisa menangkap gambar mahluk bayangan yang sempat kau liha
pertama Author di GoodNovel. Butuh banyak petuangan untuk menyelesaikan Novel yang satu ini, terutama melawan rasa malas. Meskipun cerita utama dari Novel ini sudah berakhir, tapi Author berencana untuk menuliskan cerita pendek yang menceritakan masa lalu dari setiap karakter yang hanya diceritakan sekilas, keseharian Asraf dan yang lainnya di dalam menara yang tak bisa dimasukkan ke dalam cerita utama, lalu kehidupan sehari-hari mereka setelah tinggal di Desa Tanpa Nama. Kemungkinan besar ceritanya akan di Post di Blog pribadi Author dan bukan di platform ini. Jadi silahkan tunggu cerita Author yang selanjutnya. Author juga mau mengucapkan terima kasih kepada Editor yang telah membantu saya, juga pada GoodNovel yang sudah mau menayangkan Novel ini dan terutama pada para pembaca setia yang mau membaca cerita ini sampai habis. Sampai jumpa lagi di karya Saya yang selanjutnya. TTD Author, Ismail Fadillah.
Sebulan kemudian.Tak terasa waktu berjalan begitu saja, bahkan pengalaman kami di Menara Tanpa Nama itu mulai terasa seperti mimpi.Menara itu sekarang sudah terbakar dengan hanya menyisakan puing-puing bangunan. Sejujurnya Aku merasa seperti mengalami keajaiban, karena bisa selamat dari api yang dapat membakar semua bagian dari Menara besar itu.Keberuntungan mungkin sedang terjadi pada kami, karena dampak dari terbakarnya menara itu tak meluas sama sekali. Yah, sebetulnya Aku tak tahu itu hanya sekedar keberuntungan semata atau ada semacam kekuatan aneh yang melindungi Desa dari api tersebut.Aku akan berbohong jika mengatakan bahwa Aku tak merasakan apapun saat melihat puing-puing dari Menara itu. Karena meski sebentar, kami telah menghabiskan 10 hari di dalam sana. Dan tempat itu juga menyimpan tubuh teman-teman kami yang telah meninggal. Pada akhirnya sampai akhir kami tak pernah lagi melihat tubuh mereka. Bahkan saat api yang membakar Menara itu te
Hari – 10.Setelah berpisah dengan Asraf, kami semua berjalan menuju pintu keluar dari Menara ini. Kami semua berhenti tepat di depan pintu tersebut, lalu saling melihat ekspresi wajah satu sama lain.“Sebelumnya pintu itu tak bisa terbuka sama sekali, kan?”Tanya Cinta sambil melihat pintu yang ada di hadapannya.“Ya, itu benar... Aku dan Asraf sudah mencoba membukanya.”Jawabku sambil berjalan menuju pintu tersebut, Rock dan Michael juga segera mengikutiku. Kami bertiga kemudian mendorong pintu tersebut. Meskipun berat, tapi kami bisa membuka pintu tersebut, berbeda sekali dengan apa yang terjadi di hari pertama kami datang ke tempat ini.“Pintunya benar-benar terbuka...”Gumam Cinta tak percaya.Aku menutupi wajahku dari sinar matahari yang masuk melalui pintu tersebut. Setelah seminggu lebih tak melihat cahaya matahari, Aku jadi merasa silau dengan cahayanya.“Kita benar-benar sudah bebas.”Aku bisa mendengar gumaman Lisa saat gadis itu berjalan keluar dari Menara ini.“Horeee! Ki
Hari – 10.“Aku benar-benar tak menyangka bahwa Christ akan mengkhianatiku.”Kata Kepala desa sambil melihat kedua orang yang berbadan besar di lantai. Aku bisa melihat ada minuman yang tumpah di lantai, kemungkinan besar mereka diracuni olehnya.“Aku sendiri juga tak menyangka akan hal tersebut.”Balasku dengan jujur. Aku memang tak pernah berencana untuk melibatkannya.“Apakah dia memang menyimpan dendam padaku? Aku tak menyangka bahwa lelaki sepertinya akan menyimpan dendam.”“Itu mungkin salahmu sendiri bahwa kau membunuh salah satu anggota keluarganya.”“Hmm... kurasa kau memang benar.”“Tentu saja Aku benar.”Meskipun dia seharusnya tahu apa yang saat ini sedang kurencanakan, tapi dia tak terlihat panik sama sekali.“Nah, apa sudah kau mengetahui apa yang sedang kurencanakan saat ini?”“Ya, tentu saja.”“Lalu kenapa kau tak melarikan diri?”“Untuk apa? Aku ini sudah tua, bahkan jika kau tak melakukan ini, Aku pada akhirnya akan mati juga.”Kepala desa itu memberikan senyuman ten
Hari – 10.“Asraf, apa kau akan melakukan sesuatu yang berbahaya sendirian lagi?”Tanya Sarah yang nampak tak senang dengan apa yang ingin kulakukan.“Ya, kurasa begitu.”Jawabku dengan santai.“Apa kau tak berpikir untuk merubah sifatmu yang satu itu?”Sarah kembali bertanya, tapi dengan nada yang lebih kesal dari sebelumnya.“Untuk saat ini... tidak!”Jawabku tanpa ragu.“Kenapa?”Sarah menghilangkan nada kesalnya dan menggatinya dengan nada sedih.“Tidak ada alasan yang begitu spesial, kurasa Aku hanya bertindak egois.”Aku memberikan senyum lemah saat mengatakan itu.“Apa kau ingat saat Aku berkata ingin merubah tempat ini?”Tanyaku dengan suara lemah, tapi masih dapat terdengar oleh Sarah dan yang lain.“Ya, kau pernah mengatakan itu... kau serius tentang itu, kan?”“Ya, tentu saja... Aku benar-benar berniat untuk melakukannya, tapi untuk melakukan hal tersebut.”“Kau perlu menjadi Kepala desa... betul, kan?”Crona melanjutkan ucapanku dengan nada percaya diri. Aku mengangguk ke
Hari – 10.“Tidak ada yang benar-benar kusembunyikan dari kalian tentang sifatku yang asli... Aku memang selalu seperti ini.”Jawabku sambil tersenyum santai.“Apa itu memang benar?”Tapi nampaknya Maria tak percaya dengan perkataanku sedikitpun.“Itu memang yang sebenarnya, kau bisa tanyakan saja pada Bagas... dia sudah mengenalku luar dan dalam, jadi dia seharusnya tahu jika Aku sedang menyembunyikan sifat asliku atau tidak.”Aku melihat ke arah Bagas untuk meminta pendapatnya.“Ya, Aku sudah lama mengenalnya... jadi Aku tahu bahwa dia tidaklah banyak berubah dari sebelum dan sesudah dia datang ke tempat ini.”Jawab Bagas tanpa ragu sama sekali.“Benarkah itu?”Tapi sepertinya Maria meragukan hal tersebut.“Apa yang ingin kau katakan?”Bagas menajamkan pandangannya pada Maria.“Tidakkah kau berpikir bahwa dia sebelum dan sesudah Kakaknya meninggal adalah dua orang yang berbeda?”“Maksudmu?”“Oh, ayolah... Aku tahu bahwa kau sudah menyadarinya... bahwa Asraf yang sebelum dia menjadi
Hari – 10.“Jadi apa yang ingin kau lakukan setelah ini, Rock?”Tanya Michael yang sudah mengerti apa yang kami bicarakan, sebelum dia dan Rock bergabung dengan kami.“Kau tahu sudah mengerti bahwa kau tak mungkin terus seperti ini, kan?”Lanjut Michael yang mendesak Rock untuk menjawab pertanyaannya.Rock nampak menggaruk lengan kirinya dengan cangung. Dia sepertinya memang sudah menyadari hal tersebut, tapi sayangnya dia belum bisa menentukan hal yang bisa dia lakukan di luar sana.“Aku selalu berkelahi.”Katanya dengan tiba-tiba.“Hal tersebut membuatku ditakuti oleh banyak orang dan tentu saja mendapat banyak musuh... Aku sendiri tak begitu mengerti kenapa Aku tak bisa menahan diriku, tidak kurasa itu hanya alasanku... Aku hanya bersikap terlalu egois dan tak mau mengerti perasaan orang lain... Aku selalu saja membuat orang-orang di sekitarku kerepotan karena tingkahku yang eg
Hari – 10.“Pertama-tama, mari kita hilangkan suasana kaku di sini dan membicarakan sesuatu dengan lebih santai!”Kataku sambil meregangkan tubuhku agar tubuhku merasa lebih santai.“Kau benar... kita sudah terbebas dari permainan itu, jadi kita lebih baik bersikap lebih santai.”Kata Sarah yang setuju dengan ideku.“Justru itu adalah hal yang kulakukan saat ini... kenapa kalian seperti tidak menyadarinya!”Kata Cinta yang telihat kesal. Tentu saja Aku menyadarinya, jadi seharusnya dia tak perlu marah begitu.“Tenang saja, Cinta... Aku mengerti usaha yang ingin kau lakukan.”Kataku yang membuatnya menoleh ke arahku dengan ekspresi sedikit terkejut.“Eh! Benarkah itu?”Aku menganggukkan kepalaku.“Tentu saja... kau ingin kami melupakan peristiwa buruk yang terjadi di sini, kan? Meski hanya untuk sementara waktu.”Cinta terse
Hari – 10.Setelah merapikan tempat tidurku, Aku langsung bergagas mandi dan mengganti pakaianku. Aku sebetulnya cukup menyukai baju baru yang kudapatkan di tempat ini, tapi sepertinya Aku harus meninggalkan baju tersebut di sini, karena setelah diperhatikan ternyata baju itu memiliki noda darah yang sulit dihilangkan. Kemungkinan besar itu adalah bekas pertarungan antara Aku dan Sebastian kemarin. Saat itu dia memiliki banyak noda darah di dirinya, belum lagi dia menggunakan pisau yang basah oleh darah segar.Setelah itu, Aku mengemas kembali barang-barang bawaanku. Aku jadi teringat, Aku membeli obat sebelum ke tempat ini, tapi sepertinya Aku hanya menggunakannya sedikit. Meski begitu Aku memutuskan untuk tetap menyimpannya, karena siapa tahu Aku membutuhkannya.Setelah beres, Aku membawa barang bawaanku keluar kamar. Di saat yang hampir bersamaan, Bagas juga nampak keluar dari kamarnya.“Ah, Asraf... apa kau...”Bagas berhenti bertanya di tengah-tengah, dia kemudian menggelengkan k