Melihat wajah Bella yang seakan bertanya siapa dirinya membuat laki-laki tersebut tersenyum tipis. "Kamu lupa sama aku?"
"Ha? Em, maaf, apa kita pernah ketemu?" tanya Bella hati-hati.
Pandangannya tidak lepas dari wajah tampan laki-laki di depannya. Berusaha mengingat apakah mereka saling kenal atau pernah bertemu, sampai laki-laki tersebut bertanya seperti itu.
Namun nihil, Bella sama sekali tidak ingat. Bahkan dia merasa ini pertama kalinya mereka bertemu.
"Ah, ternyata kamu sudah lupa. Enggak papa, enggak usah dipikirin. Sekarang kita kenalan aja," ucap laki-laki tersebut menyodorkan tangannya ke hadapan Bella. "Aku Gery."
Bella menatap wajah dan tangan berurat laki-laki yang bernama Gery itu bergantian. Perlahan dia menjabat tangan Gery dengan diiringi senyum manisnya.
"Gue Bella," balas Bella ceria.
Senyum Bella menular kepada Gery. Dia merasa
Happy reading ❤️ Kira-kira siapa ya, yang bertengkar sama Iko?
Mereka masih terdiam, berusaha mencerna kalimat yang dilontarkan Bundanya Iko. Sedangkan Bella berpindah tempat ke samping Bunda Ina saat melihat wanita paruh baya tersebut semakin terisak. Tangannya bergerak pelan mengusap punggung Bunda Ina, berharap bisa membuatnya tenang. "Saya ... saya tidak sanggup hidup tanpa Iko. Dia anak saya satu-satunya," ucap Bunda Ina menutup wajahnya dengan telapak tangan. Tangisnya semakin keras, terdengar begitu pilu membuat hati mereka yang mendengarnya terasa sesak. "Tante, tenang. Ikhlasin Iko supaya dia bisa pergi dengan tenang," tutur Bella dengan suara bergetar menahan tangis. Bella saja yang hanya seorang teman tanpa pernah bertemu merasa sakit hati, apalagi Bunda Ina yang merupakan Ibunya. Terlebih lagi Iko anak tunggal. Hati orang tua mana yang tidak hancur? "Tante, apa Iko pernah cerita kalau punya musuh?" tanya Galih tiba-tiba yang mendapat tatapan tajam dari
Bukan hanya Bella, tetapi semua yang berada di dalam mobil ikut menoleh ke arah Maya. "Ternyata semuanya namanya Bella," sindir Maya mengalihkan pandangannya ke samping. Sedangkan yang disindir hanya menunjukkan senyum lebarnya. "Kenapa, May?" tanya Bella. Mereka kompak menyibukkan diri tetapi memasang telinga selebar mungkin. Sifat Maya yang galak dan susah ditebak membuat mereka merasa takut. Namun, rasa penasaran lebih mendominasi. Tidak ada cara lain selain mendengarkan dalam diam. "Sini!" titah Maya menyuruh Bella untuk mendekat. Meskipun bingung, Bella tetap menuruti perkataan sahabatnya. "Kenapa?" "Lo harus hati-hati. Gue enggak mau lo kenapa-napa," bisik Maya sepelan mungkin supaya hanya bisa didengar oleh Bella. "Lo keluarga gue, adik kesayangan." Luna yang kebetulan duduk sejajar dengan kedua sahabatnya pun berusaha mendekatkan diri. Kenin
Di sebuah kamar luas yang bernuansa hitam dan merah, terdapat seorang gadis yang sedang duduk termenung di atas ranjangnya. Dia adalah Maya, sahabat Bella yang paling tertutup. Tidak ada yang mengetahui bagaimana kehidupan Maya yang sebenarnya. Bahkan sahabatnya sendiri tidak ada yang mengetahui alamat rumahnya. Maya begitu tertutup. "Huft!" Sudah terhitung puluhan kali Maya mengembuskan napas lelah sejak dia duduk di atas kasur, satu jam yang lalu. "Tidur aja deh," gumamnya hendak merebahkan tubuhnya. Namun gerakannya terhenti saat mendengar suara ribut dari lantai satu. Prang! Maya terlonjak kaget saat mendengar suara pecahan. Mendengar suara yang begitu nyaring, dapat Maya pastikan bahwa benda itu bukan benda kecil seperti piring. Apa mungkin vas bunga? Tanpa mempedulikan niatnya yang ingin tidur, Maya bergegas turun dari ranjang dan berjalan men
Setiap orang memiliki cerita hidup yang berbeda. Begitu pula dengan permasalahan yang mereka hadapi. Entah dalam hal percintaan, persahabatan, atau bahkan keluarga. Bahkan, cara penyelesaiannya pun beragam. Ada yang memilih menyimpan lukanya sendiri dan berakhir bersikap biasa saja, seolah tidak memiliki beban apa pun. Ada juga yang berbagi kepada orang terdekat, mengeluarkan isi hatinya tanpa ragu. Sekarang, opsi pertama tersebut sedang dilakukan oleh Maya. Dengan senyum manisnya, dia bersenda gurau bersama para sahabatnya, seolah kemarin tidak mengalami hal buruk. "Asal kalian tau aja, gue ini banyak yang suka," kata Luna mengibaskan rambutnya sombong. Galih berdecak kesal seraya memutar bola matanya malas. Menurutnya, Luna adalah perempuan paling lebay yang pernah dia kenal. "Tapi sampai sekarang masih jomblo." Gerakan Luna yang mengibaskan rambutnya terhenti. Matanya melebar sempurna dengan hidung yang kembang kempis menahan kesal, membuat tawa Be
"Gue duluan," lanjut Galih yang langsung melenggang pergi tanpa menunggu jawaban para sahabatnya. Suasana canggung meliputi meja tersebut. Apalagi dengan Galih yang memotong acara perkenalan Davin dan pergi begitu saja. Tidak lama kemudian, Maya pergi menyusul Galih yang entah ke mana. "Maaf ya, Ger. Mereka berdua emang gitu kalau sama orang baru," ucap Bella meringis tidak enak. "Enggak papa kok, Bel. Wajar aja kalau mereka gitu, karena ini juga salah aku yang tiba-tiba gabung sama kalian. He he akunya aja yang sok akrab sama kamu," jawab Gery tersenyum lembut membuat ketiga orang di depannya tertegun merasa bersalah. "Lo jangan diambil hati ya kelakuan mereka berdua. Gue yakin, besok Galih sama Maya udah bisa akrab sama lo," sambung Davin. Laki-laki dengan tahi lalat di dagu itu mengangguk dengan senyum lebarnya. Terlihat begitu manis sampai membuat Bella dan Luna terpana. "Daripada bahas dua orang datar itu, lebih baik kita
Setelah pitanya terbuka, Galih dapat melihat kalau di dalam masih ada amplop lagi. Bedanya, yang sekarang berwarna hitam dengan ukuran lebih kecil. Maya yang sudah sangat penasaran pun merebut amplop tersebut, lalu mengeluarkan isinya. Menurutnya, Galih terlalu lambat. Galih berdecak kesal melihat tingkah sahabatnya itu. Tidak sopan! Raut bingung tercetak begitu jelas di wajah Maya. Dia membagi tatapannya antara amplop hitam, Galih dan juga pintu masuk perpustakaan. Tanpa membuang waktu lagi, Maya membuka amplop tersebut yang ternyata tidak diberi perekat. Melihat raut wajah Maya yang berubah, Galih berpindah duduk menjadi di samping gadis itu untuk ikut membaca isi surat yang berada di dalam amplop hitam. Keduanya saling pandang dengan raut yang sulit diartikan. Selanjutnya, Maya dan Galih berjalan cepat menuju tempat yang disebutkan gadis culun tadi, seseorang yang menjadi pengirim surat ini.
"Kenapa sama Albara?" tanya Bella tanpa mempedulikan Luna yang merenggut kesal. "Ini, lo artikan ini." Maya menyodorkan kertas yang dipegangnya kepada Bella secara heboh. Tanpa bertanya lagi, Bella mengambil kertas tersebut dan mulai mengartikan satu-persatu. "Albara, lusa," gumam Bella yang masih mencerna maksud dari dua kata tersebut. "Bella, kenapa lo jadi lemot kayak Luna sih?" Galih berdecak kesal membuat Luna melebarkan matanya. Kenapa namanya dibawa-bawa? Padahal sedari tadi dia diam saja. "Hah? Ini ... jadi cowok yang ngasih gue coklat itu calon korbannya?" tanya Bella yang tanpa sadar meninggikan suaranya, membuat beberapa orang menoleh. "Bel, suara lo," tegur Davin sedikit menunduk, menghindari tatapan tajam dari mereka yang merasa terganggu. "Eh." Bella menutup mulutnya dengan kedua tangan lalu mengalihkan pandangannya ke sekitar. Seketika nyalinya menciut saat melihat tatapan mahasiswa lain yang seakan ingin m
"Bantuan, ini bantuan buat kita!" seru Bella senang sekaligus takut. "Hah?" Mereka kompak melongo tidak mengerti. Bahkan Galih yang biasanya datar pun menampilkan wajah konyolnya. Sekuat tenaga Bella menahan tawanya supaya tidak lepas saat melihat reaksi para sahabatnya. Sekarang bukan waktunya untuk bercanda. Dia tidak ingin menyia-nyiakan waktunya lagi. "Kalau surat yang dari pelaku tentang korban selanjutnya. Maka beda dengan ini yang ngasih kita petunjuk tentang pelakunya," jelas Bella menyodorkan kertas yang dipegangnya kepada Davin. Tidak mau semakin dilanda kebingungan, Davin langsung menerimanya. "Seharusnya kamu tidak melupakan masa lalu kamu, Bella. Jika ingin menemukan pelaku, ingatlah dulu masa lalumu." Davin membaca tulisan yang ada pada kertas tersebut dengan suara sedang. "Masa lalu? Emang lo enggak inget sama masa lalu lo, Bel?" tanya Luna menatap Bella aneh. Menurutnya, sangat tidak mungkin seseorang bisa lupa ak