Share

Chapter 3

Author: keearfi
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

"Seminggu besok gue nginep di rumah lo, ya?"

"Ngapain?"

"Belajar lah. Besok Senin kan udah ujian akhir, gue gak mau kalah dari lo."

Beberapa kendaraan berlalu-lalang di depan mereka. Jalanan juga ramai oleh orang-orang yang sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing. Banyak anak kecil berlarian di toko mainan seberang jalan. Wajar saja, hari terus mendekati musim liburan sehingga pasti banyak yang melengkapi kebutuhan masing-masing.

Keenan dan Arga masih menunggu bus jemputan datang. Sekarang sudah pukul 3.00 pm, tetapi bus tak kunjung datang. Mereka sudah menunggu sekitar lima belas menit di halte sambil memerhatikan kesibukan kota.

"Gue ajak Finn juga, ya?" tanya Arga lagi.

"Ajak aja. Rumah gue selalu terbuka buat pengungsi kaya kalian," jawab Keenan lalu terkekeh kecil.

"Dasar lo. Btw, Finn belum pernah ke rumah lo ya?"

"Belum. Dia sibuk terus sama YOS."

“Hm gue jamin seratus persen habis Finn tau rumah lo, dia jadi sering main.”

“Kok gitu?”

“Yaelah jangan sok polos, Keen. Rumah lo tu udah kaya mall. Semua ada di sana. Lagian siapa juga yang gak betah.”

“Ish dasar lo. Jadi lo manfaatin gue doank?”

“Eh enggaklah. Kita simbiosis mutualisme, Bro!” jawab Arga sembari merangkul Keenan. Sementara orang yang dirangkulnya hanya memutar bola matanya.

Semburat cahaya langit ungu kemerahan menghias pemandangan kota. Lampu jalanan mulai dihidupkan. Pejalan kaki mulai berkurang karena sore hampir habis. Mereka pasti pulang ke rumahnya masing-masing untuk berkumpul dengan keluarga. Keenan masih berada di dalam bus yang hendak mengantarnya pulang, sementara Arga sudah turun di pemberhentian sebelumnya. Katanya besok sore ia akan ke rumah Keenan karena mulai besok lusa ujian akhir dimulai.

Setiba di rumah, Keenan langsung membenamkan dirinya di ranjang empuknya. Hari ini sangat melelahkan baginya karena beberapa kejadian menimpanya. Kejadian tadi pagi ketika ia harus berlarian menuju kelas karena bel berbunyi berbarengan dengan turunnya dari bus, kemudian kejadian tadi siang di koridor saat ia tidak sengaja menabrak guru yang membawa tumpukan buku hingga berserakan di lantai. Akibatnya ia disuruh membantu membawa tumpukan buku itu ke perpustakaan di lantai tiga menaiki tangga. Dilanjut dengan kejadian saat Keenan berjalan dari halte menuju rumahnya, ia harus ketiban sial lagi karena hoodie yang ia pakai menjadi kotor terkena cipratan lumpur dari mobil yang melaju kencang. Sungguh, hari ini memang hari sial baginya.

Pikiran Keenan melayang kemana-mana. Mulai dari project yang menjadi tanggungjawabnya hingga pikiran abstrak tentang imajinasi-imajinasinya yang ia buat. Lama kelamaan matanya mulai berat dan ia tak kuasa menahan rasa kantuknya.

Nada dering ponsel berbunyi menampakkan nama seseorang. Menyadari hal itu, Keenan membuka matanya yang masih berat dan beranjak ke nakas untuk mengambil ponselnya. Arga. Begitu nama yang tertera di layar.

"Apa sih, Ga? baru aja pisah udah telepon aja," ucap Keenan yang masih mengantuk karena baru saja bangun tidur. Suaranya masih serak.

“Gue di depan rumah lo.”

"Ngapain? Kan lo nginepnya masih besok."

“Udah buruan sini. Lo pasti baru bangun kan? Dari tadi gue telpon gak dijawab.”

"Hmm ... jam berapa emang sekarang?"

“Sepuluh.”

"Ha?! Gue tidur lama banget donk." Keenan melihat jam yang tertera di ponselnya. Benar saja, ternyata sudah menunjukkan pukul 10.09 pm. Tandanya Keenan sudah tidur sekitar lima jam.

"Lo masuk aja dulu. Ntar gue suruh bibi bukain pintu," lanjut Keenan.

“Okay.”

Dengan rasa kantuk yang masih menyelimuti dirinya, Keenan beranjak ke wastafel untuk sekadar membasuh wajah. Bajunya juga belum ganti sejak pulang sekolah tadi. Ia lalu mengganti bajunya dan menyisir rambut supaya tidak terlihat berantakan. ”Nah, gini kan udah ganteng,” batin Keenan seraya tersenyum tipis. Tangannya masih sibuk menata rambut.

Di ruang tamu, sudah ada Arga yang duduk di sofa. Ralat, bukan duduk, tapi Arga tiduran. Kakinya ia selonjorkan dan dengan santainya ia memakan camilan yang telah dihidangkan di meja tamu. Arga sudah sering main ke rumah Keenan jadi ia tidak merasa canggung dengan rumah ini. Ditambah orang tua Keenan juga sedang tidak di rumah jadi ia bisa bersikap lebih santai.

"Lo ngapain?" Suara Keenan membuat Arga menolehkan kepalanya ke arah sumber suara.

"Bosen, orang di rumah gue lagi pada pergi."

Mendengar jawaban itu, Keenan langsung membalikkan badannya. Ia kira ada urusan penting atau ada sesuatu yang perlu dibicarakan. Kalau hanya karena Arga bosan, ia rasa itu sama sekali tidak penting.

"Eh lo mau kemana?" cegah Arga saat Keenan sudah mau meninggalkannya.

"Ke kamar lah, gue kira ada apaan."

"Tunggu-tunggu woy!!! Ngafe aja yuk," ajak Arga sembari mengubah posisinya menjadi duduk.

"Gak ah," jawabnya ketus.

Arga tidak pantang menyerah. Ia terus membujuk Keenan supaya mau diajak keluar. Dengan berbagai iming-iming dan perjanjian, akhirnya Keenan menyetujuinya. Lantas, mereka berdua menuju kafe yang terletak di pusat kota.

Pemandangan malam hari memang selalu memanjakan mata. Lampu-lampu gedung yang bersinar, jalanan yang ramai dengan kendaraan, orang-orang yang berlalu-lalang di pinggir jalan, ditambah bentuk bulan yang nyaris sempurna. Arga fokus menyetir sambil ikut bernyanyi bersama musik di radio yang ia putar.

Tidak sampai sepuluh menit, ia sudah memarkirkan mobilnya di sebuah kafe. Dari dinding kaca, beberapa anak muda terlihat sedang berkumpul bersama teman-temannya di dalam kafe. Ada yang bermain UNO, bridge, dan sekadar mengobrol santai sambil menyeduh minuman hangat.

Hiruk-pikuk alunan musik bercampur obrolan menyambut mereka ketika menginjakkan kakinya di area kafe. Keenan memesankan minuman, sedangkan Arga mencari tempat duduk.

"Hazelnut latte sama mochaccino satu," ujar Keenan kepada seorang barista.

"Atas nama siapa, Kak?"

"Yang hazelnut atas nama Keenan yang satunya Arga."

"Baik kak, mohon ditunggu dulu."

Beberapa saat kemudian, minuman yang dipesan sudah dihidangkan di atas nampan. Keenan menuju meja sambil membawa nampan sebagai alas dua gelas minuman. Arga telah menunggu sambil memainkan ponsel miliknya. Matanya melirik sedikit untuk memastikan yang datang adalah Keenan. "Thank you, bro!” ucapnya setelah Keenan menaruh kedua minuman tersebut. Sesuai kesepakatan sebelum berangkat, Arga mengambil dompetnya dan mengganti uang Keenan. Kali ini Arga yang traktir.

“Loh, nama gue kok jadi Arya?” tanya Arga setelah menyadari nama di gelasnya bukan Arga, melainkan Arya.

“Mana gue tau hahaha.” Keenan sendiri pun juga baru menyadarinya.

“Ish lo sengaja pasti.”

"Bodo amat. Udahlah gak usah lebay cuma persoalan nama. Hm btw gue mau tanya sama lo."

"Tanya apaan?"

"Lo udah mikirin tentang omongan Finn kemarin, belum?"

"Yang pasangan prom night?"

Keenan mengangguk. List nama dan foto siswi Silverleaf yang akan dibawa Finn hari ini terpaksa dibatalkan karena ia lagi-lagi sibuk mengurusi YOS.

"Belum sih. Besok kita bahas aja di rumah lo waktu nginep. Gue juga udah ngingetin Finn buat bawa daftar cewek itu."

"Oohh ..." Keenan kembali menyeruput sedikit minumannya.

“Ah tapi lo mau berangkat, Keen? Gue sebenernya ogah.”

“Entah. Tapi kan kita juga udah kasih syarat ke Finn. Kalau dia bisa jalanin keduanya ya otomatis kita ikut. Makanya gue tanya sama lo.”

“Iya sih lo juga bener.”

Beberapa saat kemudian mereka berdua hanya sibuk memainkan ponselnya masing-masing. Belum ada obrolan lagi.

"Lo bahas apa gitu daripada diem doank. Lagian lo kan yang ngajak ke sini," kata Keenan.

"Apa ya? Gue juga bingung. Tiap hari ketemu lo dan semua udah gue ceritain."

"Oh ada yang belum lo ceritain! Gue inget."

"Apaan?"

"Itu, cerita lo dulu waktu nembak si —"

"Jangan sebut namanya! Udah lah Keen, gue gak mau bahas itu." Arga mendengus kesal. Kalau diingat-ingat lagi, itu kejadian yang paling memalukan sepanjang hidupnya. Ia merasa trauma saat menyatakan cintanya di depan umum. Arga tidak pernah menceritakan kejadian memalukan itu kepada siapapun termasuk Keenan dan Finn. Namun, berita itu sudah menyebar sangat cepat sehingga Keenan dan Finn mendengarnya dari orang lain walau tidak secara detail.

Mendengar balasan itu, Keenan hanya tertawa. Ia senang menggoda temannya. Perbincangan mereka mengalir begitu saja. Walaupun tadi mereka kehabisan topik, tetapi akhirnya mereka bercerita mengenai masa depan dan impian masing-masing. Arga sempat bercerita bahwa impiannya yang paling dekat ingin masuk ke jurusan arsitektur. Namun, orang tuanya menyuruhnya masuk ke kedokteran seperti Ibunya. Bagaimanapun juga itu masih membuat Arga merasa pusing. Di satu sisi ia menyukai hal-hal yang berbau seni dan menghitung, tetapi tidak dengan orang tuanya. Memang, selama ini Arga juga tidak memiliki masalah dengan pelajaran Biologi, tetapi ia rasa Biologi bukan pelajaran favortinya.

Seorang gadis menabrak Keenan saat ia baru keluar dari toilet. Tadi ia izin ke toilet di sela-sela oborlannya dengan Arga. Gadis ber-hoodie pink dengan rambut ponytail itu langsung menundukkan pandangan.

"Maaf," ucapnya seraya berusaha menyingkir dari pandangan Keenan. Wajahnya tidak terlalu jelas karena ia menunduk. Ditambah lagi ia hanya memiliki tinggi sebahu Keenan.

"Lo gapapa kan?" tanya Keenan sebelum gadis itu pergi. Sepengelihatannya, setelah tabrakan kecil tadi, ia melihat gadis itu mengelus-elus dahinya.

"Iya gapapa." Hanya jawaban singkat yang terucap dari mulutnya, kemudian gadis itu pergi begitu saja.

Keenan hanya mengedikkan bahu lalu kembali ke mejanya.

"Lo kenapa? " tanya Arga setelah Keenan kembali ke kursinya.

"Engga kok, cuma ada orang nabrak gue terus langsung pergi gitu aja."

"Modus ya lo pasti?!"

"Enak aja. Dia yang nabrak masa gue yang modus."

"Cewek?"

Keenan mengangguk. Namun, sebenarnya itu bukan masalah baginya. Toh juga cuma tabrakan biasa tanpa menimbulkan korban atau luka yang serius. Keenan memilih melupakan itu semua.

Perbincangan mereka berdua terus berlanjut hingga larut malam. Arga seringkali melontarkan kisah-kisahnya semasa kecil saat ia bertingkah konyol. Kalau dibayangkan, Arga sering geli dengan perilakunya dahulu. Keenan lebih sering menyimak cerita Arga dan sesekali menimpali dengan kisah miliknya.

Hari sudah berganti. Jam telah menunjukkan pukul dua belas lebih. Keenan dan Arga memutuskan untuk pulang karena hari sudah larut malam.

Namun, tanpa disadari, ternyata ada yang mengamati Keenan secara diam-diam di kafe. Sejak kedatangan Keenan dan Arga, orang itu sudah memerhatikan Keenan. Seperti ada hal yang mengganjal dalam dirinya. ”Apakah dia?” batin orang itu.

Related chapters

  • Mission of Coordinate   Chapter 4

    "Ga, temenin gue jemput si Finn. Dia semalam nginep di sekolah." "Sekarang?" Keenan mengangguk. Sekarang sudah hari Minggu. Arga sudah di rumah Keenan (lagi) sejak satu jam yang lalu. Saat mereka sedang bersantai dihome theater, tiba-tiba Finn menelpon meminta untuk dijemput. Seharusnya ia biasa menaiki bus, tetapi karena teman-temannnya bisa dimanfaatkan, mengapa tidak? toh juga menunggu bus akan membutuhkan waktu yang lebih lama. Kalau dipikir-pikir kasian juga si Finn, di saat Keenan dan Arga bersantai, ia malah disibukkan dengan tugas YOS-nya. Akan tetapi, itu memang sudah konsekuensi sebagai anggota YOS. Dari awal pendaftaran memang sudah diberitahu bahwa waktu bermain anggota YOS akan jauh berkurang dibanding siswa lainnya. Sejauh ini Finn sebenarnya tidak masalah dengan hal itu karena dia juga pintar me-manage waktu. Nilainya juga bisa dibilang lumayan. Mobilsporthitam keluar dari garasi. Garasi secara otoma

  • Mission of Coordinate   Chapter 5

    Berbagai teknologi mendominasi ruangan bercat putih ini. Di tengah ruangan terdapat beberapa alat berbentuk dua limas segitiga yang alasnya digabungkan. Alat itu melayang di atas alas persegi. Ada tiga alat sama yang menyebar diketiga sudut dan dihubungkan dengan laser-laser tipis berwarna biru membentuk sebuah kerangka piramida. Di sisi lain juga terdapat tabung-tabung yang berisi berbagai kostum aneh. Kau tahu kan tempat untuk menaruh kostum-kostum seperti di film superhero? Nah seperti itu gambarannya. Masih banyak lagi teknologi dan alat canggih yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata, yang jelas ruangan ini seperti di masa depan. "Selamat datang di laboratorium Keenan," sambut Keenan saat mereka mendarat di laboratorium yang berada dibasement. "Gila! I-ini punya lo semua?" Wajar saja Arga dan Finn terlihat kagum, mereka melihat semua peralatan yang langka dan sungguh canggih. Apakah mereka berada di masa depan sekarang? "Iya. R

  • Mission of Coordinate   Chapter 6

    Sudah pukul 11.08 pm yang berarti mereka bertiga sudah belajar selama tiga jam. Keenan tengkurap di atas ranjang sambil membaca-baca buku. Arga duduk lesehan di atas karpet berbulu. Finn yang paling fokus dari tadi, ia menggunakan meja belajar Keenan yang menghadap ke jendela besar. Ujian akhir kali ini ia harus bisa melampaui nilai Keenan."Kalau angin matahari apaan, Keen ?" tanya Finn dari meja belajar."Angin matahari itu arus udara kuat yang bertiup dari matahari ke luar angkasa. Nah ini terjadi karena korona, yang merupakan lapisan atmosfer yang ditemukan di semua matahari dan bintang. Suhu korona matahari terlalu tinggi bagi gravitasi untuk menahannya dan itu menyebabkan angin matahari yang bisa mencapai kecepatan 800 km per detik."Keenan menolehkan kepalanya ke arah Finn. "Efeknya ke bumi bisa parah, dari badai magnetik sampai ke gangguan satelit yang bisa bikin gangguan sinyal. Coba aja lo bayangin misal gak ada sinyal sehari aja, pasti bumi udah gempa

  • Mission of Coordinate   Chapter 7

    Ruangan di lantai dua rumah Keenan berbentuk lingkaran. Memasuki lantai dua, mata langsung tertuju ke ruang kaca yang melingkar di tengah. Di tengahnya terdapat kaca yang melingkar dan di dalam kaca itu tumbuh banyak pepohonan rindang. Pintu-pintu berjajar melingkar di setiap sudut. Mereka bertiga sekarang sedang mengeksplor rumah Keenan. Ya, tentu saja atas usulan Arga."Itu apaan, Keen? Hutan di dalam rumah?" tanya Finn yang baru saja tiba di lantai dua."Shuuutt!!! Nanti ada yang marah," omel Arga menyuruh Finn diam sembari memberi isyarat dengan telunjuknya."Mau tau? Coba lihat gih." Kini Keenan menimpali.Finn yang penasaran dengan ruang berdinding kaca itu maju perlahan. Sepanjang mata memandang, ia hanya bisa melihat pepohonan gelap. Bisa dibayangkan seperti hutan di dalam rumah yang dikelilingi oleh dinding kaca sebagai pagarnya.Namun tiba-tiba ...“RRAAWRR!!”Terdengar auman yang mengagetkan Finn saat ia

  • Mission of Coordinate   Chapter 8

    Hari terus berganti hingga tak terasa ujian akhir telah berakhir satu jam yang lalu. Selama seminggu ujian, tidak ada kejadian yang terlalu unik. Hanya saja kadang Arga yang mengomel karena soal yang diujikan cukup sulit. Arga juga akan mengutuk dirinya sendiri jika ia kalah dari Finn. Sebenarnya sebelum ujian, Finn dan Arga sempat membuat kompetisi. Kompetisi seperti biasa, yang nilai dan ranking-nya lebih tinggi, ia akan meminta permintaan kepada yang nilainya lebih rendah. Sedangkan yang nilainya lebih rendah, tidak hanya mengabulkan permintaan, tetapi juga harus mentraktir makanan di kantin selama seminggu. Keenan tentu saja tidak diajak dalam kompetisi itu karena sudah jelas bahwa ia akan menduduki peringkat di atas mereka berdua. "Ngomong-omong dari kemarin kita belum jadi bahas soalprom night. Lo berdua juga pada belum milih pasangan." "Ah lo mah inget terus masalah prom.Padahal gue udah seneng waktu itu kita gak

  • Mission of Coordinate   Chapter 9

    Seminggu berlalu hingga akhirnya nanti malam akan diadakanprom nightuntuk kelas X Dan XI. Besok giliran kelas XII yang melaksanakanprom nightsebagai salah satueventterakhir selain wisuda pelepasan. Panitia tentu sudah bekerja lembur sejak seminggu lalu. Mereka menginap di sekolah belakangan ini, tak terkecuali dengan Finn. Ngomong-ngomong, Keenan dan Arga terpaksa mengikutiprom nightkarena dua syarat yang diberikan mereka berhasil dipenuhi oleh Finn. Saat itu Finn tidak menyangka bahwa ada tiga mata pelajaran yang nilainya mampu melampaui nilai Keenan walaupun hanya berbeda satu hingga dua poin saja. Arga yang memberi syarat itu merasa gagal karena ternyata Finn dapat melewatinya. Bicara tentang syarat yang diberikan oleh Keenan, Finn juga akan datang ke prom nightsebagai panitia dan tamu layaknya kelas X dan XI. Beralih ke pasangan masing-masing. Saat itu Finn mendadak

  • Mission of Coordinate   Chapter 10

    "Aishh kau ini Keenan kenapa selalu tidak teliti?" "Ha? Memangnya ada yang salah, Prof?" "Lihat ini! Jika kau mau membentuk sebuah molekul, kau seharusnya meletakkan atom ini di bagian kanan dan kiri pasak. Ah kalau begini mana bisa berfungsi." "Benarkah? Ah maafkan aku." Prof. David mengacak-acak rambutnya. Hari ini jadwalnya untuk mengecekprojectKeenan, tetapi ia masih menemukan banyak kesalahan. Pria dewasa itu membenarkan posisi duduknya kemudian lanjut mengotak-atik pasak tersebut. "Prof, apakah isu yang masih hangat itu benar akan terjadi?" Keenan mengalihkan topik pembicaraan. "Hmm ... entahlah. Aku mengunjungi kantor NASA pekan lalu dan mereka sama sekali tidak membahas isu tersebut." "Apa kau yakin, Prof?" "Tidak sepenuhnya. Aku curiga dengan NASA dan segala konspirasinya jadi aku memutuskan untuk mencari info tersebut lebih dalam." "Lalu?" "Potensi asteroid menghantam bumi

  • Mission of Coordinate   Chapter 11

    Setelah semalam dilanda hujan cukup deras, matahari membalasnya dengan senyuman hangat di pagi ini. Di hari Minggu ini, Keenan tidak memiliki agenda apapun. Paling hanya mencicilproject-nya jika ia tidak sedang lelah. Namun, kemarin kata Prof. David, ia harus beristirahat sejenak dari project-nya supaya bisa kembali fokus dan tidak mengulangi kesalahan-kesalahannya, terutama kesalahan minor. Ia sekarang berada di ruang olahraga. Bermain dengan alat treadmill untuk sekadar memanaskan tubuh dan berekskresi. Sepuluh menit kemudian bajunya telah basah oleh keringat yang diproduksi. Nafasnya juga sedikit terengah-engah. Seperti yang kalian tahu, di ruang olahraga juga terdapat ruangan yang dipakai untuk menonton acara-acara olahraga. Keenan merebahkan tubuhnya di sofa lalu menekan tombolonpadaremote. Berbagai macam jenis olahraga disiarkan saluran yang berbeda-beda. Jari tangannya terus memencet tombol-tombol hin

Latest chapter

  • Mission of Coordinate   Epilog

    Satu tahun pasca kejadian meteor jatuh di sebuah kota di Benua Amerika. Seluruh wilayah terdampak sudah kembali normal. Pelestarian alam dilakukan secara besar-besaran. Hutan yang gundul akibat tsunami kini sudah kembali ditanami oleh pepohonan yang rimbun. Kerusakan-kerusakan juga sudah diperbaiki sedemikian rupa. Di hari yang sama dengan kejadian itu, semuanya juga sudah terungkap. Mulai dari Keysha yang menjadi dalang dalam kasus teror hingga kisah-kisah rumit yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Hari itu juga merupakan hari dimana Keenan merasa lega karena project garapannya berhasil melindungi dari serangan bencana alam. Akan tetapi, rasa lega itu menjadi sirna saat Keysha menghancurkannya. Gadis itu memang tidak pernah main-main dengan ucapannya untuk menghancurkan hidup Keenan. Dengan sekali pencet pada remote di telapak tangannya, seluruh gedung langsung dipenuhi gas beracun berwarna ungu. Kode-kode dari teror itu benar-benar nyata terjadi, bukan ancaman belaka. Saat i

  • Mission of Coordinate   Chapter 90

    “Keysha?!” ucap Keenan yang kaget begitu topeng sang pelaku terbuka. Situasi sudah aman terkendali jadi ia bisa langsung pulang ke rumah untuk bertemu dengan pelaku teror. Kedua profesornya yang akan mengambil alih sementara sambil menunggu situasi benar-benar pulih. Di perpustakaan ini juga sudah ada Nathan, Zach, dan Alyesha.Keysha adalah gadis yang dulu menjadi pasangan prom night Keenan saat kenaikan kelas di Silverleaf. Ia juga yang pernah datang ke rumah Keenan untuk menanyakan project tongkat buatannya.“Arghh! Lepasin gue!!!” Keysha yang baru saja sadar langsung meronta-meronta. Kedua kaki dan tangannya sudah diikat oleh tali khusus.“Dia temen sekolah lo kan, Keen?” tanya Aleysha.“Iya, tapi gue sama sekali gak nyangka kalau dia pelakunya selama ini.”“Lepasin gue, Keenan!” Seluruh tubuhnya masih menggeliat berharap ada ikatan tali yang longgar lalu lepas.

  • Mission of Coordinate   Chapter 89

    Keenan dengan kapsulnya sudah menunggu di luar gedung. Begitu terlihat Zach dan Aleysha keluar, ia langsung memberikan kode agar kedua temannya masuk ke kapsul. Kondisi kapsul masih dalam mode invisible sehingga mereka bertiga bisa bebas kemanapun tanpa diketahui sang pelaku teror yang mengawasi melalui kameradrone.“Hai Zach, Aleysha, akhirnya lo berdua ketemu sama tubuh gue yang asli,” sapa Keenan sambil mengendarai kapsulnya.“Isshh pembelahan diri lo bikin gue serem bayanginnya,” balas Aleysha.“Yaudah gak usah lo bayangin. Btw, kalian udah susun rencana kan?”“Gak ada rencana. Kita cuma ngelakuin semuanya secara spontan,” jawab Zach.“Eh?! Lo berdua tau kan kondisinya sekarang? Tsunami aja belum reda dan pelaku itu bisa dengan mudah non-aktifin selaput pelindung.”“Iya gue paham. Lo kasih ke kita aja denah rumah lo, nanti kita pikirin cara

  • Mission of Coordinate   Chapter 88

    Satu persatu posisi drone yang semulanya membentengi dari gelombang tsunami kini berpindah untuk melindungi meteorit dari serangan tsunami. Jutaan volume air itu seperti mengamuk dan dalam hitungan detik menerjang kota. Hal yang mengerikan yaitu seluruh kota tenggelam karena ketinggian dari tsunami melebihi seluruh bangunan di kota, melewati atas kubah selaput.Selaput pelindung masih bekerja efektif walaupun keadaannya seperti berada di akuarium bawah laut. Barang-barang yang terseret ombak dapat terlihat dengan jelas. Untung saja selaput mampu menahan kekuatan tsunami dengan baik, sehingga hanya menimbulkan tetesan-tetesan seperti hujan.Seluruh penduduk bergidik ngeri melihat seluruh kejadian. Mereka seperti terperangkap di dalam sebuah dome di bawah air. Tidak bisa kemana-mana sebelum tsunami mereda. Apalagi ditambah ada hujan batu akibat proses pemecahan meteorit. Semuanya terlihat kacau.“Nathan, air tsunami bisa sampai kota sebelah

  • Mission of Coordinate   Chapter 87

    WHRROOMMM!!! Getaran hebat terjadi di setiap daerah yang dilintasi oleh meteorit itu. Api yang menyelimutinya sempat membuat sejumlah area di hutan yang dilaluinya terbakar. Orang-orang yang melihatnya menjadi terpaku di tempat.“Tiga puluh detik lagi satu meteorit mendarat di laut dan disusul meteorit yang menabrak kota dengan perbedaan waktu sekitar sepuluh detik!” seru Keenan dengan tegas.Gigi Nathan sampai menggeretak karena membayangkan apa yang akan terjadi. Ia juga belum bisa berbuat apa-apa selagi menunggu.Ratusan kilometer hanya dilalui dengan sekejap mata. Meteorit berukuran enam puluh meter itu sekarang sudah di depan mata. Melewati atas kota dan berakhir di arah tenggara. Lebih tepatnya jatuh di laut dan menimbulkan dentuman yang luar biasa hebat.Air laut di sekitar titik jatuh meteorit langsung menyebar ke segala arah. Membentuk gelombang raksasa yang jauh lebih besar daripada tsunami pada umumnya. Kekuatan dari

  • Mission of Coordinate   Chapter 86

    Zach sudah berkeliling lebih dari lima kali. Tidak ada jalan keluar selain pintu masuk utama. Maksudnya, semua pintu sudah terkunci rapat. Ia mulai pasrah dengan keadaan. Menghadapi beberapa penjaga tentu saja bukanlah hal yang mudah. Apalagi siatuasi sedang tidak mendukung seperti ini.“Gue mau pasrah, tapi gue kan udah janji sama diri sendiri kalau gue bakal bantuin Keenan. Arghh!!!” Zach meremas rambutnya. Membuat rambut yang sudah disisir menjadi berantakan.“Zach lo—” panggil seseorang dari belakang.“Udah gue bilang jangan ikutin gue!” seru Zach sembari menoleh ke belakang.“Gue gak ngikutin lo.”“Eh? Aleysha? S-sorry gue kira … ah lupain.”“Lo kenapa? Ada sesuatu yang ganggu lo, kah?” tanya Aleysha penasaran.“G-gue … gue gak nemu pintu lain untuk keluar selain pintu utama. Ada banyak penjaga yang berada di sana jadi gue b

  • Mission of Coordinate   Chapter 85

    Suara gemuruh mulai terdengar sayup-sayup. Dari langit, sesuatu dengan cahaya yang amat terang bergerak dengan kecepatan supersonik. Menjadikan pusat perhatian orang-orang yang berada di area sekitar. Sayangnya itu semua hanya bisa disaksikan dalam hitungan detik.“Perhitunganku akurat. Beberapa pecahan menyebar ke arah Samudra, dan ada satu yang berdiameter tiga belas meter hendak menabrak kota kita. Ah pastikan semua sistem bekerja dengan baik, waktu kita kurang dari satu menit!”Serangan meteorit pertama dimulai. Benda berkecepatan 25 km/detik itu melaju sangat cepat. Warna jingga kekuningan dari api menyelimutinya. Seluruh penduduk mulai panik mengetahui hal itu.“Semua sudah siap. Nathan, Keenan, pastikan semua sistem di pasak tidak terjadi error!”Ribuan drone meningkatkan ketajaman kameranya. Dari jarak ratusan kilometer dari posisinya, drone-drone itu sudah bisa merekam aktivitas meteorit itu. Sep

  • Mission of Coordinate   Chapter 84

    Beberapa menit yang lalu sistem kembali memberikan informasi bahwa meteor akan memasuki lapisan atmosfer dalam kurun waktu kurang dari lima jam. Lebih mengerikannya lagi, setelah diteliti lebih jauh, diprediksi akan ada pecahan meteor terbesar yang mendarat dua puluh kilometer di arah tenggara kota. Untung saja daerah itu adalah pantai, jadi tidak mengenai kota secara langsung, walau tentu saja efek yang ditimbulkan pasti akan luar biasa hebat.Berita di televisi nasional maupun internasional ramai membicarakan persoalan benda luar angkasa tersebut. Hampir di setiap saluran membahas hal yang serupa. NASA dan badan antariksa di seluruh dunia turut merilis berita-berita prediksi berdasarkan pengamatan. Hal demikian membuat penduduk mulai resah dan khawatir.Keenan dan profesor sudah bekerja sama dengan polisi setempat untuk menutup akses keluar kota. Para penduduk diimbau untuk tetap berada di dalam kota dan mendiami rumah masing-masing. Namun, jika mereka masih merasa k

  • Mission of Coordinate   Chapter 83

    Dengan sigap Keenan langsung mengambil tindakan. Kebocoran pada selaput dibagian barat dikarenakan ada bagian yang eror di salah satu pasak akibat ada hantaman air tsunami tadi. Sayangnya hal itu tidak bisa diperbaiki hanya lewat sistem, harus terjun langsung ke lapangan untuk bisa menambal kebocoran itu.Keenan menyerahkan control system kepada Profesor David dan Theresa. Meminta tolong kepada kedua profesor itu untuk tetap berusaha me-nonaktifkan simulasi itu lewat sistem. Sebenarnya bisa saja dimatikan lewat sistem, hanya saja pusaran tornado tidak akan langsung menghilang begitu saja. Diperlukan proses bertahap hingga ukurannya menjadi kecil.“Kak, waktunya kayaknya gak bakal cukup. Perjalanan kita ke lokasi aja udah makan waktu sekitar lima menit,” ujar Nathan saat mereka masih di basement hendak masuk ke mobil.“Terus gimana? Lo mau biarin gedung-gedung itu hancur gitu aja?!” tanya Keenan dengan nada agak tinggi.

DMCA.com Protection Status