Musik jazz mengalun lembut di laboratorium pribadi Keenan. Ia membaringkan tubuhnya di sofa sambil terus berpikir tentang project-nya yang belum rampung. Baru berjalan 40%, tetapi ia merasa otaknya buntu. Beberapa kali ia menguji coba alatnya ini, tetapi selalu saja gagal. Sudah di perbaiki dengan saksama, masih saja gagal. Ia menyerah malam ini. Mungkin pikirannya sedang kacau jadi ia tidak bisa fokus pada project-nya.
Tadi pagi di sekolah ia gagal mendapatkan nilai sempurna di ujian persiapan ujian akhir. Lagi-lagi karena ketidaktelitiannya dalam mengerjakan soal. Memang, walaupun Keenan bisa dibilang cerdas, tapi kelemahannya yaitu tidak teliti. Seringkali ia gagal mendapat nilai sempurna hanya karena salah baca soal, nomor kelewatan, atau bahkan hanya karena kurang memberi tanda pada suatu angka. Tadi pagi ia kelewatan tanda minus di jawabannya dan baru menyadarinya saat bertanya kepada salah satu temannya. Ia mengacak-acak rambutnya frustasi. ”Ah! Lo bego banget sih!” batinnya mengatai diri sendiri. Kesalahannya selalu mirip.
Jam digital yang terpajang di dinding telah menunjukkan pukul 11.38 pm. Menyadari hal itu akhirnya Keenan memutuskan menuju kamarnya. Suasana tampak sepi di rumah sebesar ini. Ayah dan Ibunya harus mengurus perusahaan di luar negeri yang mewajibkan mereka untuk tinggal di sana dalam tempo waktu cukup lama. Hanya ada suara kaki Keenan yang agak diseret dan sayup-sayup ia juga bisa mendengar jangkrik yang berpesta di luar sana.
•••
Para siswa telah mengantre di kantin Silverleaf sejak bel istirahat berbunyi. Ada yang antreannya mengular karena harganya murah, tetapi ada juga yang lumayan sepi karena terkenal dengan harga yang tidak ramah bagi kantong siswa. Setelah menerima pesanan masing-masing, Keenan, Finn, dan Arga menempati meja di bagian tengah. Biasanya meja itu dipakai anak-anak YOS untuk makan sekaligus membicarakan masalah event karena meja itu yang paling luas. Namun, kali ini mereka sedang tidak berkumpul di kantin jadi Keenan, Finn, dan Arga yang menempatinya. Toh Finn juga wakil ketua YOS jadi tidak ada yang perlu dikhawatirkan.
"Lo berdua tau gak sih? Rumornya semester depan bakal ada perubahan sistem lagi," ucap Arga memulai pembicaraan. Mulutnya sibuk mengunyah daging burger yang ia pesan.
"Hm? Perubahan gimana lagi?" tanya Finn.
"Lah lo wakil YOS masa gak tau infonya?"
"Enggak. Sekarang lagi pada sibuk ngurusin pelepasan kelas XII sama prom night jadi kita di YOS gak sempet bahas-bahas gituan."
"Oohh ... gue dengernya bakal lebih ketat buat nyaring siswa yang berprestasi, tapi entahlah gue juga cuma denger pas kebetulan lewat kantor guru."
“Lebih ketat gimana? Terus disaring apa lagi? Bukannya siswa di sini berprestasi semua?”
“Yang gue denger katanya bakal ada peraturan-peraturan baru. Gak semuanya gue bisa denger, tapi yang sempat bikin gue kaget sih masalah kegiatan non akademik yang rencananya setiap siswa wajib ikut olimpiade. Entahlah bakal terealisasi atau enggak.”
“Olimpiade wajib? Hm agak aneh aja kalau semua siswa ikut olimpiade.”
Arga mengedikkan bahunya. “Iya makanya itu. Tujuan yang ikut olimpiade kan emang buat siswa yang punya bakat dan kemauan di bidang itu. Kalau disamaratakan jadi ngubah tujuan awal.”
“Atau mungkin cuma wajib ikut pembinaan olimpiadenya? Nanti yang lomba bakal tertentu aja?”
“Mungkin. Dah ah gue jadi bingung. Gue harap kalau memang ada sistem yang baru sih peraturannya masih wajar.”
Keenan dari tadi hanya menyimak pembicaraan kedua sahabatnya sambil menikmati croissant. Ia tidak berminat gabung membahas sistem pendidikan lagi. Baginya topik itu sudah basi karena Silverleaf juga berkali-kali mengubah sistem pendidikan yang cocok dan itu sudah menjadi topik yang mainstream.
"Lo ngapa sih diem aja dari tadi? Biasanya juga tiba-tiba nyampurin kecap sama saos ke makanan gue tanpa izin."
Menyadari pertanyaan Arga merujuk kepada dirinya, Keenan menanggapinya,"Gue? Gapapa kok. Bosen aja kalau lo berdua ngomongin sistem pendidikan."
Kalau boleh di deskripsikan, satu kata yang menggambarkan Arga adalah cerewet. Sejak ospek penerimaan siswa baru, Arga kelihatan yang paling menonjol di angkatan. Ia selalu ke atas panggung untuk menjawab pertanyaan dari panitia YOS. Selain itu, yang membuatnya semakin terkenal yaitu saat ia tidak sengaja menyenggol piala yang berjajar di panggung hingga pecah. Panitia YOS langsung menghukumnya dengan mengelilingi lapangan basket sepuluh kali. Siang itu matahari memang sedang terik dan hukuman itu membuat Arga berujung pingsan. Ia lantas dibawa ke ruang kesehatan. Namun, secara tidak sengaja Keenan menemukan dompet Arga yang tergeletak di lapangan saat ia melewatinya. Ia mengantarkan dompet itu ke ruang kesehatan dan semenjak kejadian itu mereka menjadi dekat walaupun beda kelas.
"By the way, gue mau kasih bocoran dikit tentang prom night.” Kini Finn yang memecah keheningan setelah beberapa menit mereka hanya fokus makan. Kedua temannya kini menatap Finn. Sepertinya mereka tertarik dengan topik ini.
"Tahun ini memang sengaja dibuat berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Prom night bakal diadain dua hari. Hari pertama buat kelas X sama XI, nah baru yang buat kelas XII besoknya."
"Kok bisa gitu?" tanya Keenan. Setahu dia, prom night hanya dikhususkan untuk kelas XII saja yang akan lulus karena itu merupakan acara spesial untuk melepas stres kelas XII yang selalu disibukkan dengan ujian dan ujian.
"Iya soalnya banyak yang protes. Pengalaman tahun lalu, kelas X sama XI iri soalnya mereka gak punya acara khusus. Pasti kan event yang diadain sama YOS sifatnya umum dan mereka cuma dapet itu doank. Makanya tahun ini kita dari YOS buatin event khusus juga untuk kelas X sama XI walaupun dua angkatan digabung."
Finn menyeruput minumannya. "Nah bocorannya nih, besok kalian disuruh datang bareng pasangan da—"
"Ha?!" Keenan dan Arga kompak terkejutnya. Bahkan makanan yang dimulut Arga ada yang terjatuh di meja saat ia spontan menganga.
"Ih jorok lu, Ga!” omel Keenan sembari menyikut lengan Arga di sebelahnya.
“Eh ya maaf haha, lagian si Finn juga yang bikin shock,” balas Arga sembari membersihkan makanan yang jatuh.
“Eh gue belum selesai ngomong."
"Udah-udah mau lo ngomong sepanjang apa tetep gue gak akan ikut prom-prom-an itu kalau tetep suruh bawa pasangan. Mending gue rebahan aja,” jawab Arga ketus.
Walaupun mereka bertiga memiliki wajah yang rupawan, tetapi mereka sedang tidak berminat untuk menjalin hubungan saat ini. Kalau Keenan, setiap ia melewati koridor kelas, taman, perpustakaan, dan seluruh penjuru Silverleaf pasti selalu ada perempuan yang membicarakannya. Bukannya bangga, kadang Keenan malah risih karena banyak juga yang sampai mencari informasi-informasi detail tentang dirinya dan bertingkah sok dekat. Sedangkan Arga, ia pernah trauma jika harus memiliki pasangan. Pasalnya, beberapa bulan yang lalu ia sempat dipermalukan di depan umum saat menyatakan cintanya kepada perempuan yang ia sukai. Kalau Finn, dia sebagai panitia sudah pasti tidak perlu repot-repot memikirkan itu karena dia pasti akan sibuk di hari H. Lagi pula panitia tidak diwajibkan membawa pasangan seperti siswa lain.
"Dih gak bisa gitu dong, Ga. Pokoknya lo berdua harus dateng. Lo gak kasian sama gue yang capek-capek nyiapin acara tapi kedua sahabat gue gak dateng? Lagian kan ini cuma pasangan doank dan gak berarti harus jadi pacar kalian."
"Gak!" jawab Keenan dan Arga kompak.
"Parah kalian. Gak mau tau pokoknya wajib pakai banget dateng. Kalau perlu gue cariin tuh pasangan biar kalian tinggal dateng aja gak usah mikirin ajak siapa."
"Ayolah Finn, gue takut dipermaluin lagi di depan umum. Apalagi sejak kejadian itu gue udah mutusin buat gak mikirin cewek dulu sementara waktu," ujar Arga.
"Nah bener tuh, gue sih kalau si Arga gak ikut, gue juga gak ikut. Kita harus solid kan, Ga?" sahut Keenan sambil menaikkan alisnya ke Arga.
"Yap, bener. Pokoknya kita solid. Keenan gak datang, gue juga enggak."
"Gue gak nerima alesan apapun! Lagian si Keenan juga gak punya alesan buat gak dateng jadi lo berdua harus dateng."
"Gue ..." Keenan tampak bingung. Sebenarnya memang ia tidak memiliki alasan yang kuat. Ia hanya malas saja datang jika membawa pasangan. Kalau hanya seru-seruan tanpa pasangan dia sudah pasti ikut. "Gue pokoknya nemenin Arga," lanjut Keenan asal.
"Dengerin ya sahabat-sahabat gue yang paling tampan sedunia, besok gue bawain list nama sama foto cewek-cewek angkatan. Kalian tinggal tunjuk aja mau ajak yang mana, dijamin kalau mereka ke prom sama kalian pasti langsung mau," rayu Finn yang belum kehabisan akal.
"Satu syarat," ujar Keenan membalas penjelasan Finn.
"Dua," tambah Arga seraya memberi angka dua pada jarinya.
"Apa?"
"Syarat dari gue, lo juga harus ikut bawa pasangan," kata Keenan.
"Kalau dari gue, lo harus kalahin nilai Keenan di ujian akhir." Kini giliran Arga yang menyebutkan syarat.
"C'mon bro, okelah syarat pertama gue bisa lakuin, tapi syarat dari Arga gue gak yakin. Gila aja lo, jelas-jelas Keenan otaknya udah kaya ilmuwan masa gue suruh ngalahin."
"Ya terserah sih. Lo gak jalanin syaratnya gue juga malah untung." Arga menyilangkan kedua tangannya di depan dada.
"Huuh ... Oke-oke gue bakal kalahin nilai Keenan, tapi satu mata pelajaran aja."
"Dua?"
"Satu, Ga"
"Dua atau gue sama Keenan gak ikut prom?” ancam Arga.
"Oke, dua mata pelajaran. Impas." Finn hanya bisa pasrah dan memutar kedua bola matanya. Baginya, untuk mengalahkan nilai Keenan butuh perjuangan yang ekstra. Tapi biarlah persyaratan itu berlaku, mungkin ini menjadi tantangan sendiri bagi Finn untuk lebih giat belajar lagi.
"Hahaha okay, Bro. Tos dulu nih!” ajak Arga. Finn dengan terpaksa juga ikut tos.
Mereka bertiga telah mencapai kesepakatan. Walaupun bisa dibilang hal itu sedikit merugikan Finn, tetapi itu hanya sebatas kesepakatan antara remaja untuk mewarnai kisah mereka di sekolah. Bagi mereka, persahabatan lebih dari segalanya.
Tidak lama kemudian bel berbunyi. Menandakan waktu istirahat telah usai. Para siswa yang belum selesai makan langsung buru-buru menghabiskannya. Siswa lainnya juga sudah mulai bubar meninggalkan bangku mereka menuju kelas masing-masing.
"Seminggu besok gue nginep di rumah lo, ya?""Ngapain?""Belajar lah. Besok Senin kan udah ujian akhir, gue gak mau kalah dari lo."Beberapa kendaraan berlalu-lalang di depan mereka. Jalanan juga ramai oleh orang-orang yang sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing. Banyak anak kecil berlarian di toko mainan seberang jalan. Wajar saja, hari terus mendekati musim liburan sehingga pasti banyak yang melengkapi kebutuhan masing-masing.Keenan dan Arga masih menunggu bus jemputan datang. Sekarang sudah pukul 3.00 pm, tetapi bus tak kunjung datang. Mereka sudah menunggu sekitar lima belas menit di halte sambil memerhatikan kesibukan kota."Gue ajak Finn juga, ya?" tanya Arga lagi."Ajak aja. Rumah gue selalu terbuka buat pengungsi kaya kalian," jawab Keenan lalu terkekeh kecil."Dasar lo.Btw,Finn belum pernah ke rumah lo ya?""Belum. Dia sibuk terus sama YOS."“Hm gue jamin seratus persen habis Finn
"Ga, temenin gue jemput si Finn. Dia semalam nginep di sekolah." "Sekarang?" Keenan mengangguk. Sekarang sudah hari Minggu. Arga sudah di rumah Keenan (lagi) sejak satu jam yang lalu. Saat mereka sedang bersantai dihome theater, tiba-tiba Finn menelpon meminta untuk dijemput. Seharusnya ia biasa menaiki bus, tetapi karena teman-temannnya bisa dimanfaatkan, mengapa tidak? toh juga menunggu bus akan membutuhkan waktu yang lebih lama. Kalau dipikir-pikir kasian juga si Finn, di saat Keenan dan Arga bersantai, ia malah disibukkan dengan tugas YOS-nya. Akan tetapi, itu memang sudah konsekuensi sebagai anggota YOS. Dari awal pendaftaran memang sudah diberitahu bahwa waktu bermain anggota YOS akan jauh berkurang dibanding siswa lainnya. Sejauh ini Finn sebenarnya tidak masalah dengan hal itu karena dia juga pintar me-manage waktu. Nilainya juga bisa dibilang lumayan. Mobilsporthitam keluar dari garasi. Garasi secara otoma
Berbagai teknologi mendominasi ruangan bercat putih ini. Di tengah ruangan terdapat beberapa alat berbentuk dua limas segitiga yang alasnya digabungkan. Alat itu melayang di atas alas persegi. Ada tiga alat sama yang menyebar diketiga sudut dan dihubungkan dengan laser-laser tipis berwarna biru membentuk sebuah kerangka piramida. Di sisi lain juga terdapat tabung-tabung yang berisi berbagai kostum aneh. Kau tahu kan tempat untuk menaruh kostum-kostum seperti di film superhero? Nah seperti itu gambarannya. Masih banyak lagi teknologi dan alat canggih yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata, yang jelas ruangan ini seperti di masa depan. "Selamat datang di laboratorium Keenan," sambut Keenan saat mereka mendarat di laboratorium yang berada dibasement. "Gila! I-ini punya lo semua?" Wajar saja Arga dan Finn terlihat kagum, mereka melihat semua peralatan yang langka dan sungguh canggih. Apakah mereka berada di masa depan sekarang? "Iya. R
Sudah pukul 11.08 pm yang berarti mereka bertiga sudah belajar selama tiga jam. Keenan tengkurap di atas ranjang sambil membaca-baca buku. Arga duduk lesehan di atas karpet berbulu. Finn yang paling fokus dari tadi, ia menggunakan meja belajar Keenan yang menghadap ke jendela besar. Ujian akhir kali ini ia harus bisa melampaui nilai Keenan."Kalau angin matahari apaan, Keen ?" tanya Finn dari meja belajar."Angin matahari itu arus udara kuat yang bertiup dari matahari ke luar angkasa. Nah ini terjadi karena korona, yang merupakan lapisan atmosfer yang ditemukan di semua matahari dan bintang. Suhu korona matahari terlalu tinggi bagi gravitasi untuk menahannya dan itu menyebabkan angin matahari yang bisa mencapai kecepatan 800 km per detik."Keenan menolehkan kepalanya ke arah Finn. "Efeknya ke bumi bisa parah, dari badai magnetik sampai ke gangguan satelit yang bisa bikin gangguan sinyal. Coba aja lo bayangin misal gak ada sinyal sehari aja, pasti bumi udah gempa
Ruangan di lantai dua rumah Keenan berbentuk lingkaran. Memasuki lantai dua, mata langsung tertuju ke ruang kaca yang melingkar di tengah. Di tengahnya terdapat kaca yang melingkar dan di dalam kaca itu tumbuh banyak pepohonan rindang. Pintu-pintu berjajar melingkar di setiap sudut. Mereka bertiga sekarang sedang mengeksplor rumah Keenan. Ya, tentu saja atas usulan Arga."Itu apaan, Keen? Hutan di dalam rumah?" tanya Finn yang baru saja tiba di lantai dua."Shuuutt!!! Nanti ada yang marah," omel Arga menyuruh Finn diam sembari memberi isyarat dengan telunjuknya."Mau tau? Coba lihat gih." Kini Keenan menimpali.Finn yang penasaran dengan ruang berdinding kaca itu maju perlahan. Sepanjang mata memandang, ia hanya bisa melihat pepohonan gelap. Bisa dibayangkan seperti hutan di dalam rumah yang dikelilingi oleh dinding kaca sebagai pagarnya.Namun tiba-tiba ...“RRAAWRR!!”Terdengar auman yang mengagetkan Finn saat ia
Hari terus berganti hingga tak terasa ujian akhir telah berakhir satu jam yang lalu. Selama seminggu ujian, tidak ada kejadian yang terlalu unik. Hanya saja kadang Arga yang mengomel karena soal yang diujikan cukup sulit. Arga juga akan mengutuk dirinya sendiri jika ia kalah dari Finn. Sebenarnya sebelum ujian, Finn dan Arga sempat membuat kompetisi. Kompetisi seperti biasa, yang nilai dan ranking-nya lebih tinggi, ia akan meminta permintaan kepada yang nilainya lebih rendah. Sedangkan yang nilainya lebih rendah, tidak hanya mengabulkan permintaan, tetapi juga harus mentraktir makanan di kantin selama seminggu. Keenan tentu saja tidak diajak dalam kompetisi itu karena sudah jelas bahwa ia akan menduduki peringkat di atas mereka berdua. "Ngomong-omong dari kemarin kita belum jadi bahas soalprom night. Lo berdua juga pada belum milih pasangan." "Ah lo mah inget terus masalah prom.Padahal gue udah seneng waktu itu kita gak
Seminggu berlalu hingga akhirnya nanti malam akan diadakanprom nightuntuk kelas X Dan XI. Besok giliran kelas XII yang melaksanakanprom nightsebagai salah satueventterakhir selain wisuda pelepasan. Panitia tentu sudah bekerja lembur sejak seminggu lalu. Mereka menginap di sekolah belakangan ini, tak terkecuali dengan Finn. Ngomong-ngomong, Keenan dan Arga terpaksa mengikutiprom nightkarena dua syarat yang diberikan mereka berhasil dipenuhi oleh Finn. Saat itu Finn tidak menyangka bahwa ada tiga mata pelajaran yang nilainya mampu melampaui nilai Keenan walaupun hanya berbeda satu hingga dua poin saja. Arga yang memberi syarat itu merasa gagal karena ternyata Finn dapat melewatinya. Bicara tentang syarat yang diberikan oleh Keenan, Finn juga akan datang ke prom nightsebagai panitia dan tamu layaknya kelas X dan XI. Beralih ke pasangan masing-masing. Saat itu Finn mendadak
"Aishh kau ini Keenan kenapa selalu tidak teliti?" "Ha? Memangnya ada yang salah, Prof?" "Lihat ini! Jika kau mau membentuk sebuah molekul, kau seharusnya meletakkan atom ini di bagian kanan dan kiri pasak. Ah kalau begini mana bisa berfungsi." "Benarkah? Ah maafkan aku." Prof. David mengacak-acak rambutnya. Hari ini jadwalnya untuk mengecekprojectKeenan, tetapi ia masih menemukan banyak kesalahan. Pria dewasa itu membenarkan posisi duduknya kemudian lanjut mengotak-atik pasak tersebut. "Prof, apakah isu yang masih hangat itu benar akan terjadi?" Keenan mengalihkan topik pembicaraan. "Hmm ... entahlah. Aku mengunjungi kantor NASA pekan lalu dan mereka sama sekali tidak membahas isu tersebut." "Apa kau yakin, Prof?" "Tidak sepenuhnya. Aku curiga dengan NASA dan segala konspirasinya jadi aku memutuskan untuk mencari info tersebut lebih dalam." "Lalu?" "Potensi asteroid menghantam bumi
Satu tahun pasca kejadian meteor jatuh di sebuah kota di Benua Amerika. Seluruh wilayah terdampak sudah kembali normal. Pelestarian alam dilakukan secara besar-besaran. Hutan yang gundul akibat tsunami kini sudah kembali ditanami oleh pepohonan yang rimbun. Kerusakan-kerusakan juga sudah diperbaiki sedemikian rupa. Di hari yang sama dengan kejadian itu, semuanya juga sudah terungkap. Mulai dari Keysha yang menjadi dalang dalam kasus teror hingga kisah-kisah rumit yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Hari itu juga merupakan hari dimana Keenan merasa lega karena project garapannya berhasil melindungi dari serangan bencana alam. Akan tetapi, rasa lega itu menjadi sirna saat Keysha menghancurkannya. Gadis itu memang tidak pernah main-main dengan ucapannya untuk menghancurkan hidup Keenan. Dengan sekali pencet pada remote di telapak tangannya, seluruh gedung langsung dipenuhi gas beracun berwarna ungu. Kode-kode dari teror itu benar-benar nyata terjadi, bukan ancaman belaka. Saat i
“Keysha?!” ucap Keenan yang kaget begitu topeng sang pelaku terbuka. Situasi sudah aman terkendali jadi ia bisa langsung pulang ke rumah untuk bertemu dengan pelaku teror. Kedua profesornya yang akan mengambil alih sementara sambil menunggu situasi benar-benar pulih. Di perpustakaan ini juga sudah ada Nathan, Zach, dan Alyesha.Keysha adalah gadis yang dulu menjadi pasangan prom night Keenan saat kenaikan kelas di Silverleaf. Ia juga yang pernah datang ke rumah Keenan untuk menanyakan project tongkat buatannya.“Arghh! Lepasin gue!!!” Keysha yang baru saja sadar langsung meronta-meronta. Kedua kaki dan tangannya sudah diikat oleh tali khusus.“Dia temen sekolah lo kan, Keen?” tanya Aleysha.“Iya, tapi gue sama sekali gak nyangka kalau dia pelakunya selama ini.”“Lepasin gue, Keenan!” Seluruh tubuhnya masih menggeliat berharap ada ikatan tali yang longgar lalu lepas.
Keenan dengan kapsulnya sudah menunggu di luar gedung. Begitu terlihat Zach dan Aleysha keluar, ia langsung memberikan kode agar kedua temannya masuk ke kapsul. Kondisi kapsul masih dalam mode invisible sehingga mereka bertiga bisa bebas kemanapun tanpa diketahui sang pelaku teror yang mengawasi melalui kameradrone.“Hai Zach, Aleysha, akhirnya lo berdua ketemu sama tubuh gue yang asli,” sapa Keenan sambil mengendarai kapsulnya.“Isshh pembelahan diri lo bikin gue serem bayanginnya,” balas Aleysha.“Yaudah gak usah lo bayangin. Btw, kalian udah susun rencana kan?”“Gak ada rencana. Kita cuma ngelakuin semuanya secara spontan,” jawab Zach.“Eh?! Lo berdua tau kan kondisinya sekarang? Tsunami aja belum reda dan pelaku itu bisa dengan mudah non-aktifin selaput pelindung.”“Iya gue paham. Lo kasih ke kita aja denah rumah lo, nanti kita pikirin cara
Satu persatu posisi drone yang semulanya membentengi dari gelombang tsunami kini berpindah untuk melindungi meteorit dari serangan tsunami. Jutaan volume air itu seperti mengamuk dan dalam hitungan detik menerjang kota. Hal yang mengerikan yaitu seluruh kota tenggelam karena ketinggian dari tsunami melebihi seluruh bangunan di kota, melewati atas kubah selaput.Selaput pelindung masih bekerja efektif walaupun keadaannya seperti berada di akuarium bawah laut. Barang-barang yang terseret ombak dapat terlihat dengan jelas. Untung saja selaput mampu menahan kekuatan tsunami dengan baik, sehingga hanya menimbulkan tetesan-tetesan seperti hujan.Seluruh penduduk bergidik ngeri melihat seluruh kejadian. Mereka seperti terperangkap di dalam sebuah dome di bawah air. Tidak bisa kemana-mana sebelum tsunami mereda. Apalagi ditambah ada hujan batu akibat proses pemecahan meteorit. Semuanya terlihat kacau.“Nathan, air tsunami bisa sampai kota sebelah
WHRROOMMM!!! Getaran hebat terjadi di setiap daerah yang dilintasi oleh meteorit itu. Api yang menyelimutinya sempat membuat sejumlah area di hutan yang dilaluinya terbakar. Orang-orang yang melihatnya menjadi terpaku di tempat.“Tiga puluh detik lagi satu meteorit mendarat di laut dan disusul meteorit yang menabrak kota dengan perbedaan waktu sekitar sepuluh detik!” seru Keenan dengan tegas.Gigi Nathan sampai menggeretak karena membayangkan apa yang akan terjadi. Ia juga belum bisa berbuat apa-apa selagi menunggu.Ratusan kilometer hanya dilalui dengan sekejap mata. Meteorit berukuran enam puluh meter itu sekarang sudah di depan mata. Melewati atas kota dan berakhir di arah tenggara. Lebih tepatnya jatuh di laut dan menimbulkan dentuman yang luar biasa hebat.Air laut di sekitar titik jatuh meteorit langsung menyebar ke segala arah. Membentuk gelombang raksasa yang jauh lebih besar daripada tsunami pada umumnya. Kekuatan dari
Zach sudah berkeliling lebih dari lima kali. Tidak ada jalan keluar selain pintu masuk utama. Maksudnya, semua pintu sudah terkunci rapat. Ia mulai pasrah dengan keadaan. Menghadapi beberapa penjaga tentu saja bukanlah hal yang mudah. Apalagi siatuasi sedang tidak mendukung seperti ini.“Gue mau pasrah, tapi gue kan udah janji sama diri sendiri kalau gue bakal bantuin Keenan. Arghh!!!” Zach meremas rambutnya. Membuat rambut yang sudah disisir menjadi berantakan.“Zach lo—” panggil seseorang dari belakang.“Udah gue bilang jangan ikutin gue!” seru Zach sembari menoleh ke belakang.“Gue gak ngikutin lo.”“Eh? Aleysha? S-sorry gue kira … ah lupain.”“Lo kenapa? Ada sesuatu yang ganggu lo, kah?” tanya Aleysha penasaran.“G-gue … gue gak nemu pintu lain untuk keluar selain pintu utama. Ada banyak penjaga yang berada di sana jadi gue b
Suara gemuruh mulai terdengar sayup-sayup. Dari langit, sesuatu dengan cahaya yang amat terang bergerak dengan kecepatan supersonik. Menjadikan pusat perhatian orang-orang yang berada di area sekitar. Sayangnya itu semua hanya bisa disaksikan dalam hitungan detik.“Perhitunganku akurat. Beberapa pecahan menyebar ke arah Samudra, dan ada satu yang berdiameter tiga belas meter hendak menabrak kota kita. Ah pastikan semua sistem bekerja dengan baik, waktu kita kurang dari satu menit!”Serangan meteorit pertama dimulai. Benda berkecepatan 25 km/detik itu melaju sangat cepat. Warna jingga kekuningan dari api menyelimutinya. Seluruh penduduk mulai panik mengetahui hal itu.“Semua sudah siap. Nathan, Keenan, pastikan semua sistem di pasak tidak terjadi error!”Ribuan drone meningkatkan ketajaman kameranya. Dari jarak ratusan kilometer dari posisinya, drone-drone itu sudah bisa merekam aktivitas meteorit itu. Sep
Beberapa menit yang lalu sistem kembali memberikan informasi bahwa meteor akan memasuki lapisan atmosfer dalam kurun waktu kurang dari lima jam. Lebih mengerikannya lagi, setelah diteliti lebih jauh, diprediksi akan ada pecahan meteor terbesar yang mendarat dua puluh kilometer di arah tenggara kota. Untung saja daerah itu adalah pantai, jadi tidak mengenai kota secara langsung, walau tentu saja efek yang ditimbulkan pasti akan luar biasa hebat.Berita di televisi nasional maupun internasional ramai membicarakan persoalan benda luar angkasa tersebut. Hampir di setiap saluran membahas hal yang serupa. NASA dan badan antariksa di seluruh dunia turut merilis berita-berita prediksi berdasarkan pengamatan. Hal demikian membuat penduduk mulai resah dan khawatir.Keenan dan profesor sudah bekerja sama dengan polisi setempat untuk menutup akses keluar kota. Para penduduk diimbau untuk tetap berada di dalam kota dan mendiami rumah masing-masing. Namun, jika mereka masih merasa k
Dengan sigap Keenan langsung mengambil tindakan. Kebocoran pada selaput dibagian barat dikarenakan ada bagian yang eror di salah satu pasak akibat ada hantaman air tsunami tadi. Sayangnya hal itu tidak bisa diperbaiki hanya lewat sistem, harus terjun langsung ke lapangan untuk bisa menambal kebocoran itu.Keenan menyerahkan control system kepada Profesor David dan Theresa. Meminta tolong kepada kedua profesor itu untuk tetap berusaha me-nonaktifkan simulasi itu lewat sistem. Sebenarnya bisa saja dimatikan lewat sistem, hanya saja pusaran tornado tidak akan langsung menghilang begitu saja. Diperlukan proses bertahap hingga ukurannya menjadi kecil.“Kak, waktunya kayaknya gak bakal cukup. Perjalanan kita ke lokasi aja udah makan waktu sekitar lima menit,” ujar Nathan saat mereka masih di basement hendak masuk ke mobil.“Terus gimana? Lo mau biarin gedung-gedung itu hancur gitu aja?!” tanya Keenan dengan nada agak tinggi.