Hembusan udara pagi terasa dingin hingga menusuk kulit. Pagi itu, Keenan sedang duduk di halte menunggu bus sekolah datang. Biasanya bus itu sudah datang sekitar lima menit yang lalu, tetapi entah mengapa hari ini bus tak kunjung datang. Keenan merapatkan jaketnya untuk menghalau angin yang berusaha menembus jaket.
Sepuluh menit kemudian, dari kejauhan tampak kendaraan persegi panjang berwarna kuning menuju ke arahnya dengan perlahan. “Akhirnya datang juga,” batin Keenan sambil bernafas lega.
Pintu bus terbuka otomatis, Keenan menempelkan kartunya di card reader sebagai tanda bahwa ia adalah siswa, lalu mencari tempat duduk yang masih kosong.
"Maaf, Nak. Tadi saya kehabisan bensin jadi sedikit terlambat," ujar sopir bus itu saat Keenan masih berdiri di sampingnya sembari melihat-lihat kursi yang kosong.
"Ah ya gak masalah, Pak."
Masih ada beberapa kursi kosong, tetapi di bagian agak belakang. Keenan menuju ke kursi yang berseberangan dengan pintu bagian belakang. Menurutnya, tempat itu paling aman jika terjadi situasi darurat.
"Makin hari makin ganteng aja tuh si Keenan," bisik seorang gadis kepada teman di sebelahnya.
"Iya emang sih, tapi kayaknya lo bakal kalah saing deh sama yang lain. Secara, dia tuh sejak hari pertama masuk aja udah banyak narik perhatian perempuan."
"Lo mah gak dukung gue."
"Ya bukan gitu. Nih ya, Keenan tuh udah pinter, ganteng, wangi, tajir, tapi dia gak sombong. Lah kalau lo? Lo udah sering dicap sering bolos kelas. Kayaknya lo cuma butiran debu di mata Keenan atau —"
"STOP! Eh eh tuh cium aromanya … wangi banget gila." Keenan baru saja melewati kedua gadis itu. Ia tidak menghiraukan pembicaraan kedua gadis itu. Walau mereka berbisik-bisik, tetapi Keenan dapat mendengar obrolan mereka dengan jelas. Telinganya cukup sensitif terhadap suara disekitarnya. Bahkan, jika di tempat sepi ia dapat mendengar aliran darahnya sendiri.
"Udah gosipnya?" sahut pemuda yang duduk berseberangan dengan kedua gadis tersebut sambil menaikkan salah satu alisnya.
"Dih, ikut-ikutan lo."
Setelah Keenan duduk, bus melaju dengan kecepatan sedang. Perjalanan dari halte menuju ke sekolah menghabiskan waktu antara sepuluh hingga lima belas menit. Jendela bus nampak mengembun bekas hujan semalam. Tadi malam, hujan deras mengguyur seluruh kota menyisakan jalanan basah yang tampak memantulkan cahaya lampu dari gedung-gedung yang masih belum dipadamkan.
Gerbang sekolah masih dibuka. Sopir bus melambaikan tangan ke satpam dan bus memasuki pekarangan. Sekolah Silverleaf memiliki luas lima ratus hektare. Memang, sekolah ini sangat luas karena dulu sekolah ini bekas daerah tambang perak yang sudah tidak terpakai lagi. Konon katanya kegiatan penambangan dihentikan semenjak banyak korban jiwa akibat peledakan secara tiba-tiba. Oleh karena itu, lahan seluas ini dialihfungsikan menjadi sekolah.
Keenan menaruh tasnya ditempat langganannya, dekat jendela. Dari sini, pemandangan luar tampak begitu memesona. Perbukitan yang berbaris dan hutan hijau terlihat jauh di sana. Selain itu, kalau sedang beruntung, ia bisa melihat binatang liar yang mengintip dari balik pepohonan di hutan.
"Dah dari tadi lo?" tanya Finnley yang baru saja datang sambil melempar tas di kursi sebelah Keenan.
Finnley merupakan salah satu sahabat Keenan sejak awal masuk sekolah. Dulu waktu hari pertama masuk, Finn menawari Keenan untuk mengerjakan tugas ospek di rumahnya. Sejak hari itu, mereka menjadi akrab dan kemana-mana selalu bertiga—bersama Arga, anak kelas sebelah.
"Baru aja," jawab Keenan yang masih fokus pada pemandangan luar.
“Gue cabut dulu.”
Setelah itu Finn langsung pergi keluar kelas. Maklum, ia merupakan wakil ketua YOS (Youth Organizations School), organisasi semacam OSIS. Hampir setiap hari kerjaannya mengurus event dan sering sekali ia membolos pelajaran demi suksesnya event.
Bel masuk berdering. Seluruh siswa tergesa-gesa masuk ke kelas masing-masing. Siswa yang masih di luar gerbang langsung berlarian sebelum gerbang ditutup. Disisi lain, anggota YOS sibuk mengurus acara pelepasan kelas XII di hall. Ya, benar, sekarang merupakan masa-masa akhir semester yang tandanya akan ada libur kenaikan kelas dilanjutkan penerimaan siswa baru. Oleh karena itu, YOS sangat sibuk akhir-akhir ini.
Silverleaf merupakan salah satu sekolah terpandang di Benua Amerika karena banyak mencetak ilmuwan-ilmuwan muda tersohor. Selain itu, Silverleaf terkenal dengan julukan "The Pioneer School” karena jika ada hal baru yang berkaitan dengan pendidikan, maka Silverleaf yang akan memulainya terlebih dahulu. Tidak heran jika murid-murid di sini memiliki kemampuan lebih dibanding murid sekolah lain karena mereka sudah dididik untuk siap menghadapi segala percobaan dan perubahan.
Suasana kelas menjadi tenang ketika Prof. Vany memasuki kelas. Jangan salah, walaupun ini masih tingkat SMA, tetapi guru-gurunya sebagian adalah profesor, bahkan para ilmuwan asli pun turut turun tangan untuk mengajar kelas praktikum. Sudah tidak asing lagi bagi mereka jika mereka mendapat ilmu yang abstrak karena memang cakupan ilmu para profesor sangat luas. Tidak jarang juga para murid mengeluh karena tidak memahami apa yang dibicarakan para profesor.
"Baiklah, karena dua minggu lagi akan diadakan acara pelepasan siswa kelas XII dan juga prom night, maka kita tidak punya banyak waktu lagi untuk mempersiapkan ujian akhir minggu depan. Sekarang, nyalakan layar ujian kalian untuk menjawab sepuluh soal yang akan saya berikan," ujar Prof. Vany membuka kelas.
Di Silverleaf semuanya sudah serba canggih, para siswa hanya perlu memencet tombol hijau yang berada di samping meja dan muncullah layar biru di depan mereka masing-masing. Semacam hologram sebagai media pembelajaran.
Kebanyakan siswa mengeluh kesal karena banyak yang belum belajar. Walaupun sudah terbiasa dengan sistem tes yang diadakan dadakan, tetapi mereka biasanya belajar sungguh-sungguh hanya saat ujian tengah semester atau akhir semester karena umumnya ujian persiapan seperti ini tidak akan masuk raport, hanya sekadar latihan biasa. Namun, ternyata dugaan mereka salah kali ini. Prof. Vany malah menjelaskan bahwa hasil ujian persiapan kali ini akan membawa pengaruh beberapa persen pada ujian akhir.
"Ponsel harap dikumpulkan ke depan dan semua meja harus bersih dari barang-barang yang tidak berguna. Hanya ada selembar kertas coret-coretan dan pena!" seru Prof. Vany tegas. Seketika murid-murid langsung menaruh ponsel di keranjang yang telah disediakan.
"Satu informasi lagi. Bagi kalian yang bisa mengerjakan soal ini dan minimal mendapat skor 95, kalian akan mendapat reward dari saya. Saya akan merahasiakan apa reward itu supaya kalian berlomba-lomba mendapat nilai tinggi."
Seisi kelas mulai menebak-nebak. Tidak biasanya Prof. Vany memberikan hadiah kepada muridnya. Kebanyakan dari mereka beranggapan bahwa reward-nya adalah
traktiran makan siang di kantin. Selain itu, ada yang beranggapan bahwa akan diberi nilai tambahan ujian akhir, atau ada juga yang berasumsi bahwa mereka diloloskan dari ujian akhir.Beberapa menit kemudian, sepuluh soal di layar mulai terpampang jelas. Terdengar beberapa keluhan para siswa. Jelas saja, materi ini belum diajarkan sama sekali. Minggu lalu mereka hanya belajar materi gaya gravitasi bumi, tetapi kali ini soalnya mengenai gravitasi bulan, matahari, dan planet-planet di tata surya. Walaupun masih sama-sama ruang lingkup gravitasi, tetapi jelas saja materi dan rumus yang digunakan sangat berbeda.
"Setelah kalian submit, otomatis nilai akan muncul di layar komputer saya. Bagi yang sudah selesai harap menunggu di kelas hingga semua teman kalian juga selesai."
Jangankan untuk meng-klik submit, untuk menjawab satu soal saja itu sudah sebuah pencapaian besar bagi mereka. Lima belas menit sudah berjalan, beberapa siswa ada yang masih belum menjawab satu pun, ada juga yang sudah menjawab, tetapi kebanyakan masih di bawah tiga soal.
"Ya, sudah ada satu siswa yang mengumpulkan," kata Prof. Vany mengejutkan. Beberapa murid yang menaruh kepalanya di meja karena pusing langsung terangkat mendengar pengumuman itu. Siswa lainnya juga langsung menghadapkan kepala ke arah Prof. Vany. Namun, sepertinya mereka tahu siapa yang sudah mengumpulkan. Mereka hanya terkejut, bagaimana bisa ia mengerjakan soal secepat itu?
"Gila itu pasti si Keenan."
"Apa dia jawabnya ngasal semua?"
"Udah lah, gue gak heran."
"Gue udah tebak sih pasti si Keenan."
“Ah paling dia udah pasrah.”
Mendengar bisikan teman-temannya, Keenan hanya terkekeh kecil. Padahal jelas saja ia belum memencet tombol submit. Memang, ia sudah selesai mengerjakan, tetapi ia masih berusaha untuk memeriksa ulang jawabannya dan tidak mau yang mengumpulkan pertama.
Selama ini, Keenan memang terkenal anak yang memiliki kecerdasan di atas rata-rata. Bayangkan saja, di kelas X ini, ia sudah menguasai ilmu fisika, kimia, biologi, matematika, sejarah, astronomi, dan komputer. Materi yang ia kuasai juga bukan sembarangan, tetapi materi dari kelas VII sampai XII, bahkan ilmu-ilmu yang tidak diajarkan di sekolah pun ia mampu memahaminya dengan mudah. Lebihnya lagi, ia juga mampu menguasai beberapa bahasa asing yang mendominasi tiap benua. Kalau kata orang tuanya, ia memiliki gen warisan dari kelima benua yaitu Asia, Afrika, Amerika, Australia, dan Eropa. Gen tersebut berasal dari kakek neneknya yang memang blasteran (Kakek nenek dari ayahnya memiliki gen Afrika dan Australia, sedangkan yang dari ibunya memiliki gen Asia dan Eropa), ditambah orang tuanya juga blasteran (Ayahnya dari Eropa, Ibunya dari Asia). Kejadian yang sangat langka.
Tiga puluh lima menit berlalu. Para siswa sudah mulai mengumpulkan ujian persiapan mereka, begitu pun Keenan. Ia sudah mengumpulkan sepuluh menit yang lalu, tepatnya ia orang kelima yang mengumpulkan.
"Waktu tinggal lima menit lagi, masih ada enam siswa yang belum mengumpulkan."
Mereka yang belum mengumpulkan tampak panik. Selain karena waktu, tetapi juga mereka tidak tahu rumus apa yang akan mereka gunakan. Seperti yang telah dijelaskan Prof. Vany tadi, walaupun ini hanya ujian persiapan, tetapi hasilnya juga akan dijadikan pertimbangan hasil ujian akhir nanti. Maka dari itu mereka berusaha untuk mengerjakan sebaik mungkin walau mereka tidak tahu materinya.
Peluh mulai bercucuran ketika waktu menunjukkan detik-detik terakhir. Tinggal dua siswa yang belum mengumpulkan di tiga puluh detik terakhir. Dengan terpaksa, akhirnya mereka berhasil mengumpulkan sebelum waktunya habis. Biasanya, jika ada yang mengumpulkan setelah waktu yang ditetapkan, Prof. Vany tidak akan memasukkan hasilnya ke dalam daftar nilai. Oleh karena itu lebih baik mengumpulkan di saat belum selesai daripada tidak mengumpulkan.
"Di layar saya sudah tertulis hasil semua siswa. Saya memang sengaja belum mengajarkan materi tentang tes kali ini, tetapi kalau kalian cermat, itu semua ada di buku. Bagi yang rajin, pasti dia sudah paham sebelum saya jelaskan."
Prof. Vany menegakkan posisi duduknya. "Baiklah, ujian persiapan kali ini ada tiga murid yang berhasil mendapatkan skor minimal 95. Saya akan tampilkan di depan."
Boom! Terdapat tiga nama di depan dengan skornya masing-masing. Kebanyakan siswa hanya menganga saat mengetahui siapa saja yang namanya tertera di depan.
Musik jazz mengalun lembut di laboratorium pribadi Keenan. Ia membaringkan tubuhnya di sofa sambil terus berpikir tentangproject-nya yang belum rampung. Baru berjalan 40%, tetapi ia merasa otaknya buntu. Beberapa kali ia menguji coba alatnya ini, tetapi selalu saja gagal. Sudah di perbaiki dengan saksama, masih saja gagal. Ia menyerah malam ini. Mungkin pikirannya sedang kacau jadi ia tidak bisa fokus padaproject-nya.Tadi pagi di sekolah ia gagal mendapatkan nilai sempurna di ujian persiapan ujian akhir. Lagi-lagi karena ketidaktelitiannya dalam mengerjakan soal. Memang, walaupun Keenan bisa dibilang cerdas, tapi kelemahannya yaitu tidak teliti. Seringkali ia gagal mendapat nilai sempurna hanya karena salah baca soal, nomor kelewatan, atau bahkan hanya karena kurang memberi tanda pada suatu angka. Tadi pagi ia kelewatan tanda minus di jawabannya dan baru menyadarinya saat bertanya kepada salah satu temannya. Ia mengacak-acak rambutnya frustasi.&
"Seminggu besok gue nginep di rumah lo, ya?""Ngapain?""Belajar lah. Besok Senin kan udah ujian akhir, gue gak mau kalah dari lo."Beberapa kendaraan berlalu-lalang di depan mereka. Jalanan juga ramai oleh orang-orang yang sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing. Banyak anak kecil berlarian di toko mainan seberang jalan. Wajar saja, hari terus mendekati musim liburan sehingga pasti banyak yang melengkapi kebutuhan masing-masing.Keenan dan Arga masih menunggu bus jemputan datang. Sekarang sudah pukul 3.00 pm, tetapi bus tak kunjung datang. Mereka sudah menunggu sekitar lima belas menit di halte sambil memerhatikan kesibukan kota."Gue ajak Finn juga, ya?" tanya Arga lagi."Ajak aja. Rumah gue selalu terbuka buat pengungsi kaya kalian," jawab Keenan lalu terkekeh kecil."Dasar lo.Btw,Finn belum pernah ke rumah lo ya?""Belum. Dia sibuk terus sama YOS."“Hm gue jamin seratus persen habis Finn
"Ga, temenin gue jemput si Finn. Dia semalam nginep di sekolah." "Sekarang?" Keenan mengangguk. Sekarang sudah hari Minggu. Arga sudah di rumah Keenan (lagi) sejak satu jam yang lalu. Saat mereka sedang bersantai dihome theater, tiba-tiba Finn menelpon meminta untuk dijemput. Seharusnya ia biasa menaiki bus, tetapi karena teman-temannnya bisa dimanfaatkan, mengapa tidak? toh juga menunggu bus akan membutuhkan waktu yang lebih lama. Kalau dipikir-pikir kasian juga si Finn, di saat Keenan dan Arga bersantai, ia malah disibukkan dengan tugas YOS-nya. Akan tetapi, itu memang sudah konsekuensi sebagai anggota YOS. Dari awal pendaftaran memang sudah diberitahu bahwa waktu bermain anggota YOS akan jauh berkurang dibanding siswa lainnya. Sejauh ini Finn sebenarnya tidak masalah dengan hal itu karena dia juga pintar me-manage waktu. Nilainya juga bisa dibilang lumayan. Mobilsporthitam keluar dari garasi. Garasi secara otoma
Berbagai teknologi mendominasi ruangan bercat putih ini. Di tengah ruangan terdapat beberapa alat berbentuk dua limas segitiga yang alasnya digabungkan. Alat itu melayang di atas alas persegi. Ada tiga alat sama yang menyebar diketiga sudut dan dihubungkan dengan laser-laser tipis berwarna biru membentuk sebuah kerangka piramida. Di sisi lain juga terdapat tabung-tabung yang berisi berbagai kostum aneh. Kau tahu kan tempat untuk menaruh kostum-kostum seperti di film superhero? Nah seperti itu gambarannya. Masih banyak lagi teknologi dan alat canggih yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata, yang jelas ruangan ini seperti di masa depan. "Selamat datang di laboratorium Keenan," sambut Keenan saat mereka mendarat di laboratorium yang berada dibasement. "Gila! I-ini punya lo semua?" Wajar saja Arga dan Finn terlihat kagum, mereka melihat semua peralatan yang langka dan sungguh canggih. Apakah mereka berada di masa depan sekarang? "Iya. R
Sudah pukul 11.08 pm yang berarti mereka bertiga sudah belajar selama tiga jam. Keenan tengkurap di atas ranjang sambil membaca-baca buku. Arga duduk lesehan di atas karpet berbulu. Finn yang paling fokus dari tadi, ia menggunakan meja belajar Keenan yang menghadap ke jendela besar. Ujian akhir kali ini ia harus bisa melampaui nilai Keenan."Kalau angin matahari apaan, Keen ?" tanya Finn dari meja belajar."Angin matahari itu arus udara kuat yang bertiup dari matahari ke luar angkasa. Nah ini terjadi karena korona, yang merupakan lapisan atmosfer yang ditemukan di semua matahari dan bintang. Suhu korona matahari terlalu tinggi bagi gravitasi untuk menahannya dan itu menyebabkan angin matahari yang bisa mencapai kecepatan 800 km per detik."Keenan menolehkan kepalanya ke arah Finn. "Efeknya ke bumi bisa parah, dari badai magnetik sampai ke gangguan satelit yang bisa bikin gangguan sinyal. Coba aja lo bayangin misal gak ada sinyal sehari aja, pasti bumi udah gempa
Ruangan di lantai dua rumah Keenan berbentuk lingkaran. Memasuki lantai dua, mata langsung tertuju ke ruang kaca yang melingkar di tengah. Di tengahnya terdapat kaca yang melingkar dan di dalam kaca itu tumbuh banyak pepohonan rindang. Pintu-pintu berjajar melingkar di setiap sudut. Mereka bertiga sekarang sedang mengeksplor rumah Keenan. Ya, tentu saja atas usulan Arga."Itu apaan, Keen? Hutan di dalam rumah?" tanya Finn yang baru saja tiba di lantai dua."Shuuutt!!! Nanti ada yang marah," omel Arga menyuruh Finn diam sembari memberi isyarat dengan telunjuknya."Mau tau? Coba lihat gih." Kini Keenan menimpali.Finn yang penasaran dengan ruang berdinding kaca itu maju perlahan. Sepanjang mata memandang, ia hanya bisa melihat pepohonan gelap. Bisa dibayangkan seperti hutan di dalam rumah yang dikelilingi oleh dinding kaca sebagai pagarnya.Namun tiba-tiba ...“RRAAWRR!!”Terdengar auman yang mengagetkan Finn saat ia
Hari terus berganti hingga tak terasa ujian akhir telah berakhir satu jam yang lalu. Selama seminggu ujian, tidak ada kejadian yang terlalu unik. Hanya saja kadang Arga yang mengomel karena soal yang diujikan cukup sulit. Arga juga akan mengutuk dirinya sendiri jika ia kalah dari Finn. Sebenarnya sebelum ujian, Finn dan Arga sempat membuat kompetisi. Kompetisi seperti biasa, yang nilai dan ranking-nya lebih tinggi, ia akan meminta permintaan kepada yang nilainya lebih rendah. Sedangkan yang nilainya lebih rendah, tidak hanya mengabulkan permintaan, tetapi juga harus mentraktir makanan di kantin selama seminggu. Keenan tentu saja tidak diajak dalam kompetisi itu karena sudah jelas bahwa ia akan menduduki peringkat di atas mereka berdua. "Ngomong-omong dari kemarin kita belum jadi bahas soalprom night. Lo berdua juga pada belum milih pasangan." "Ah lo mah inget terus masalah prom.Padahal gue udah seneng waktu itu kita gak
Seminggu berlalu hingga akhirnya nanti malam akan diadakanprom nightuntuk kelas X Dan XI. Besok giliran kelas XII yang melaksanakanprom nightsebagai salah satueventterakhir selain wisuda pelepasan. Panitia tentu sudah bekerja lembur sejak seminggu lalu. Mereka menginap di sekolah belakangan ini, tak terkecuali dengan Finn. Ngomong-ngomong, Keenan dan Arga terpaksa mengikutiprom nightkarena dua syarat yang diberikan mereka berhasil dipenuhi oleh Finn. Saat itu Finn tidak menyangka bahwa ada tiga mata pelajaran yang nilainya mampu melampaui nilai Keenan walaupun hanya berbeda satu hingga dua poin saja. Arga yang memberi syarat itu merasa gagal karena ternyata Finn dapat melewatinya. Bicara tentang syarat yang diberikan oleh Keenan, Finn juga akan datang ke prom nightsebagai panitia dan tamu layaknya kelas X dan XI. Beralih ke pasangan masing-masing. Saat itu Finn mendadak
Satu tahun pasca kejadian meteor jatuh di sebuah kota di Benua Amerika. Seluruh wilayah terdampak sudah kembali normal. Pelestarian alam dilakukan secara besar-besaran. Hutan yang gundul akibat tsunami kini sudah kembali ditanami oleh pepohonan yang rimbun. Kerusakan-kerusakan juga sudah diperbaiki sedemikian rupa. Di hari yang sama dengan kejadian itu, semuanya juga sudah terungkap. Mulai dari Keysha yang menjadi dalang dalam kasus teror hingga kisah-kisah rumit yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Hari itu juga merupakan hari dimana Keenan merasa lega karena project garapannya berhasil melindungi dari serangan bencana alam. Akan tetapi, rasa lega itu menjadi sirna saat Keysha menghancurkannya. Gadis itu memang tidak pernah main-main dengan ucapannya untuk menghancurkan hidup Keenan. Dengan sekali pencet pada remote di telapak tangannya, seluruh gedung langsung dipenuhi gas beracun berwarna ungu. Kode-kode dari teror itu benar-benar nyata terjadi, bukan ancaman belaka. Saat i
“Keysha?!” ucap Keenan yang kaget begitu topeng sang pelaku terbuka. Situasi sudah aman terkendali jadi ia bisa langsung pulang ke rumah untuk bertemu dengan pelaku teror. Kedua profesornya yang akan mengambil alih sementara sambil menunggu situasi benar-benar pulih. Di perpustakaan ini juga sudah ada Nathan, Zach, dan Alyesha.Keysha adalah gadis yang dulu menjadi pasangan prom night Keenan saat kenaikan kelas di Silverleaf. Ia juga yang pernah datang ke rumah Keenan untuk menanyakan project tongkat buatannya.“Arghh! Lepasin gue!!!” Keysha yang baru saja sadar langsung meronta-meronta. Kedua kaki dan tangannya sudah diikat oleh tali khusus.“Dia temen sekolah lo kan, Keen?” tanya Aleysha.“Iya, tapi gue sama sekali gak nyangka kalau dia pelakunya selama ini.”“Lepasin gue, Keenan!” Seluruh tubuhnya masih menggeliat berharap ada ikatan tali yang longgar lalu lepas.
Keenan dengan kapsulnya sudah menunggu di luar gedung. Begitu terlihat Zach dan Aleysha keluar, ia langsung memberikan kode agar kedua temannya masuk ke kapsul. Kondisi kapsul masih dalam mode invisible sehingga mereka bertiga bisa bebas kemanapun tanpa diketahui sang pelaku teror yang mengawasi melalui kameradrone.“Hai Zach, Aleysha, akhirnya lo berdua ketemu sama tubuh gue yang asli,” sapa Keenan sambil mengendarai kapsulnya.“Isshh pembelahan diri lo bikin gue serem bayanginnya,” balas Aleysha.“Yaudah gak usah lo bayangin. Btw, kalian udah susun rencana kan?”“Gak ada rencana. Kita cuma ngelakuin semuanya secara spontan,” jawab Zach.“Eh?! Lo berdua tau kan kondisinya sekarang? Tsunami aja belum reda dan pelaku itu bisa dengan mudah non-aktifin selaput pelindung.”“Iya gue paham. Lo kasih ke kita aja denah rumah lo, nanti kita pikirin cara
Satu persatu posisi drone yang semulanya membentengi dari gelombang tsunami kini berpindah untuk melindungi meteorit dari serangan tsunami. Jutaan volume air itu seperti mengamuk dan dalam hitungan detik menerjang kota. Hal yang mengerikan yaitu seluruh kota tenggelam karena ketinggian dari tsunami melebihi seluruh bangunan di kota, melewati atas kubah selaput.Selaput pelindung masih bekerja efektif walaupun keadaannya seperti berada di akuarium bawah laut. Barang-barang yang terseret ombak dapat terlihat dengan jelas. Untung saja selaput mampu menahan kekuatan tsunami dengan baik, sehingga hanya menimbulkan tetesan-tetesan seperti hujan.Seluruh penduduk bergidik ngeri melihat seluruh kejadian. Mereka seperti terperangkap di dalam sebuah dome di bawah air. Tidak bisa kemana-mana sebelum tsunami mereda. Apalagi ditambah ada hujan batu akibat proses pemecahan meteorit. Semuanya terlihat kacau.“Nathan, air tsunami bisa sampai kota sebelah
WHRROOMMM!!! Getaran hebat terjadi di setiap daerah yang dilintasi oleh meteorit itu. Api yang menyelimutinya sempat membuat sejumlah area di hutan yang dilaluinya terbakar. Orang-orang yang melihatnya menjadi terpaku di tempat.“Tiga puluh detik lagi satu meteorit mendarat di laut dan disusul meteorit yang menabrak kota dengan perbedaan waktu sekitar sepuluh detik!” seru Keenan dengan tegas.Gigi Nathan sampai menggeretak karena membayangkan apa yang akan terjadi. Ia juga belum bisa berbuat apa-apa selagi menunggu.Ratusan kilometer hanya dilalui dengan sekejap mata. Meteorit berukuran enam puluh meter itu sekarang sudah di depan mata. Melewati atas kota dan berakhir di arah tenggara. Lebih tepatnya jatuh di laut dan menimbulkan dentuman yang luar biasa hebat.Air laut di sekitar titik jatuh meteorit langsung menyebar ke segala arah. Membentuk gelombang raksasa yang jauh lebih besar daripada tsunami pada umumnya. Kekuatan dari
Zach sudah berkeliling lebih dari lima kali. Tidak ada jalan keluar selain pintu masuk utama. Maksudnya, semua pintu sudah terkunci rapat. Ia mulai pasrah dengan keadaan. Menghadapi beberapa penjaga tentu saja bukanlah hal yang mudah. Apalagi siatuasi sedang tidak mendukung seperti ini.“Gue mau pasrah, tapi gue kan udah janji sama diri sendiri kalau gue bakal bantuin Keenan. Arghh!!!” Zach meremas rambutnya. Membuat rambut yang sudah disisir menjadi berantakan.“Zach lo—” panggil seseorang dari belakang.“Udah gue bilang jangan ikutin gue!” seru Zach sembari menoleh ke belakang.“Gue gak ngikutin lo.”“Eh? Aleysha? S-sorry gue kira … ah lupain.”“Lo kenapa? Ada sesuatu yang ganggu lo, kah?” tanya Aleysha penasaran.“G-gue … gue gak nemu pintu lain untuk keluar selain pintu utama. Ada banyak penjaga yang berada di sana jadi gue b
Suara gemuruh mulai terdengar sayup-sayup. Dari langit, sesuatu dengan cahaya yang amat terang bergerak dengan kecepatan supersonik. Menjadikan pusat perhatian orang-orang yang berada di area sekitar. Sayangnya itu semua hanya bisa disaksikan dalam hitungan detik.“Perhitunganku akurat. Beberapa pecahan menyebar ke arah Samudra, dan ada satu yang berdiameter tiga belas meter hendak menabrak kota kita. Ah pastikan semua sistem bekerja dengan baik, waktu kita kurang dari satu menit!”Serangan meteorit pertama dimulai. Benda berkecepatan 25 km/detik itu melaju sangat cepat. Warna jingga kekuningan dari api menyelimutinya. Seluruh penduduk mulai panik mengetahui hal itu.“Semua sudah siap. Nathan, Keenan, pastikan semua sistem di pasak tidak terjadi error!”Ribuan drone meningkatkan ketajaman kameranya. Dari jarak ratusan kilometer dari posisinya, drone-drone itu sudah bisa merekam aktivitas meteorit itu. Sep
Beberapa menit yang lalu sistem kembali memberikan informasi bahwa meteor akan memasuki lapisan atmosfer dalam kurun waktu kurang dari lima jam. Lebih mengerikannya lagi, setelah diteliti lebih jauh, diprediksi akan ada pecahan meteor terbesar yang mendarat dua puluh kilometer di arah tenggara kota. Untung saja daerah itu adalah pantai, jadi tidak mengenai kota secara langsung, walau tentu saja efek yang ditimbulkan pasti akan luar biasa hebat.Berita di televisi nasional maupun internasional ramai membicarakan persoalan benda luar angkasa tersebut. Hampir di setiap saluran membahas hal yang serupa. NASA dan badan antariksa di seluruh dunia turut merilis berita-berita prediksi berdasarkan pengamatan. Hal demikian membuat penduduk mulai resah dan khawatir.Keenan dan profesor sudah bekerja sama dengan polisi setempat untuk menutup akses keluar kota. Para penduduk diimbau untuk tetap berada di dalam kota dan mendiami rumah masing-masing. Namun, jika mereka masih merasa k
Dengan sigap Keenan langsung mengambil tindakan. Kebocoran pada selaput dibagian barat dikarenakan ada bagian yang eror di salah satu pasak akibat ada hantaman air tsunami tadi. Sayangnya hal itu tidak bisa diperbaiki hanya lewat sistem, harus terjun langsung ke lapangan untuk bisa menambal kebocoran itu.Keenan menyerahkan control system kepada Profesor David dan Theresa. Meminta tolong kepada kedua profesor itu untuk tetap berusaha me-nonaktifkan simulasi itu lewat sistem. Sebenarnya bisa saja dimatikan lewat sistem, hanya saja pusaran tornado tidak akan langsung menghilang begitu saja. Diperlukan proses bertahap hingga ukurannya menjadi kecil.“Kak, waktunya kayaknya gak bakal cukup. Perjalanan kita ke lokasi aja udah makan waktu sekitar lima menit,” ujar Nathan saat mereka masih di basement hendak masuk ke mobil.“Terus gimana? Lo mau biarin gedung-gedung itu hancur gitu aja?!” tanya Keenan dengan nada agak tinggi.