"Selamat." Keenan mengulurkan tangannya.
"Makasih, Kak. Selamat juga." Natashya menjabat tangan di depannya.
"Kalau tau gitu, harusnya lo yang ajarin gue biar gue bisa masuk tiga besar."
"Aku cuma beruntung aja, Kak."
"Ishh lo mau gue ceramahin kaya pas di kantin?""Hehe udah cukup waktu itu aja." Natashya menunjukkan deretan giginya sembari memberi tanda peace melalui jarinya."Anyway, lo mau hadiah apa dari gue?""Eh? Hadiah? Gak usah lah, Kak.""Sebutin aja. Gue bakal beliin.""Gak perlu, Kak.""Gue bisa baca sorot mata lo yang kecewa karena bukan gue yang kasih coklat, bunga, dan lainnya itu.""Isshh siapa yang kecewa? Aku cuma penasaran aja siapa yang kasih.""Halah udah gak usah sok jaga image. Kalau lo penasaran siapa yang kasih, lo bisa tanya gue.""Serius? Kak Keenan udah tau?""Lagi nyelidikin sebenernya. Tapi nih, kalau lo mau tau lo harus minta hadiah dari gue!" paksa KSepasang sepatu bergelantungan di genggaman seseorang. Daripada kaos kaki yang ia kenakan bau, ia memilih untuk melepas sepatu karena kakinya sudah basah oleh keringat. Dengan nafas tersengal-sengal orang itu berjalan menuju gedung "calon kafe" tempat markas siswa pertukaran pelajar."Hahaha akhirnya lo dateng juga!" sambut Arga begitu melihat Keenan di ambang pintu. Sembilan siswa lainnya pun juga ikut menoleh.Keenan sontak menjatuhkan dirinya di sofa. Ia baru saja menerima hukuman akibat telat lima belas menit. Lari lapangan utama —yang berbentuk seperti stadion sebanyak sepuluh putaran. Tulang kakinya seperti sudah mau patah. Seluruh tubuhnya telah dibasahi oleh keringat. Tidak hanya itu, poin hukuman tetap berlaku.Selama dua pekan sebelum keberangkatan, para siswa yang lolos memiliki jadwal intens. Mereka harus mempersiapkan banyak hal. Arza yang memimpin. Ia memberikantrainingkepada para siswa. Melatih mental dan juga menguji ko
"Kaakk!!!" pekik seseorang sembari berlari mendekat. Ia tengah mengatur nafasnya yang belum teratur. "Eh? Lo kenapa?" tanya Arga begitu melihat Nathan seperti dikejar setan. Keenan dan Finn ikut balik badan, melihat apa yang sedang terjadi. "Kak Keenan! G-gue mau ngomong sama kak Keenan," ujar Nathan disela-sela nafasnya yang tersengal. "Hm gue?" Nathan mengangguk. "Lo berdua duluan aja. Ntar gue sama Nathan nyusul," pinta Keenan kepada Arga dan Finn. Kaki Keenan sudah pulih total. Kemarin sepulang sekolah ia banyak menghabiskan waktu di alat pijat di ruang olahraga rumahnya. Selama menunggu hari keberangkatan pertukaran pelajar, sepuluh siswa itu akan selalu berkumpul di gedung "calon kafe" untuk mempersiapkan banyak hal. Nathan lalu membalik tas ransel hingga posisinya berada di depan badan. Tangannya merogoh sesuatu didalamnya. "Taraaa!!! Lihat kak, gue berhasil dapet ini," ujar Nathan sembari menunjukkan sebuah bend
Setumpuk kertas mendarat tepat di depan mata Nathan. Berbagai tulisan, bercak darah, dan foto menghiasi kertas-kertas itu."I-ini apaan, Kak?" Nathan membuka suara begitu Keenan menaruh tumpukan itu di depannya."Setelah hari dimana gue dituduh terkait kasus bangkai tikus, gue selalu dapet teror," jawab Keenan sembari memperlihatkan satu persatu bentuk dari teror itu.Keenan mengambil selembar kertas dengan tulisan "Gas alam kian langka, sesuatu dalam hitungan angka." yang ditulis menggunakan tinta merah— tapi ini lebih terkesan seperti darah. "Nih, tulisan ini yang pertama kali gue dapet pas kejadian bangkai tikus."Nathan mengambil kertas itu. "Gas alam kian langka, sesuatu dalam hitungan angka. Maksudnya apa, Kak?"Keenan hanya mengangkat kedua bahunya tanda tak paham dengan makna tulisan itu."T-tapi gimana caranya lo bisa dapet teror terus-terusan? Dan kenapa lo gak lapor ke sekolah, Kak?""Entahlah. Gue selalu nemu di temp
"Lo gak berangkat sekolah?"Keenan tengah berdiri di depan cermin. Membenarkan kerah bajunya yang belum rapi. Dasi yang dikenakan juga belum simetris."Hm?"Seseorang baru saja membuka matanya lamat-lamat. Berusaha menerima secercah cahaya matahari yang menembus retina."Astaga! Gue dimana?" Ia terkejut begitu menyadari ruangan yang asing. Ini bukan kamarnya."Ishh lo yang mo—""Loh? Kak Keenan ngapain di sini?""Ini rumah gue, Bambang.""Ha? Benarkah?"Nathan masih bingung dengan yang terjadi. Ia melihat sekeliling kamar. Ternyata benar, ini bukan rumahnya. Semalam ia terlalu lelah memecahkan kasus teror Keenan. Tanpa disadari ia tertidur di perpustakaan. Daripada membangunkan, Keenan meminta tolong tukang kebun untuk mengangkat Nathan ke kamar tamu."Buruan siap-siap. Gue udah siapin baju lo."Nathan dengan tergesa-gesa menyibak selimut dan segera bergegas. Dilihatnya jam sudah menunjukkan pukul 5.3
"Ditelan bumi, Kak. Gue udah cari kemana-mana juga gak ketemu," keluh Nathan memasang wajah pasrah."Yaudah biarin aja. Lagian kata lo juga udah gak ada bukti di alat itu.""Ishhh itu salah satu petunjuk kita. Emang waktu itu gue gak nemu petunjuk apapun, tapi tadi gue udah hampir berhasilhackalat itu.""Ya udah coba lo inget lagi di mana lo terakhir kali taruh. Udahlah gue capek. Lo pulang sana.""Gak ah, gue bosen di rumah. Mending gue mau mecahin kasus teror lo aja, Kak.""Isshh ngerepotin lo. Ambil di laci sana kalau lo masih penasaran, gue mau tidur!"Keenan dengan segera langsung menuju ranjangnya. Menyibak selimut dan memulai petualangan di dunia mimpinya. Ia baru saja menyudahi pekerjaanproject-nya dan memilih istirahat sebentar sebelum melanjutkannya nanti. Sementara Nathan beranjak menuju laci yang dimaksud Keenan. Mengambil beberapa lembar foto dan carik kertas yang terdapat kode-kode yang belum
“Speakeenan aktif.”Natashya sedikit terlunjak mendengar itu. Ia baru saja memencet tombol on-off pada benda yang diberikan Keenan tadi pagi.“Speakeenan?” tanyanya heran. Ia meneliti benda di tangannya.“Ay ay, Speakeenan dapat membantu Natashya mendapatkan informasi.”“Ha? Bukannya alat ini cuma buat pengeras suara biasa?”“Speakeenan bisa membantu Natashya.”Natashya masih belum sepenuhnya paham dengan alat aneh ini. Maksudnya bisa membantu bagaimana? Apakah bisa mengerjakan tugas atau seperti apa?“Kerjain tugasku donk,” ucap Natashya asal. Walau sebenarnya Natashya dan siswa pertukaran pelajar lainnya sudah terbebas dari tugas, tetapi ia mau mengetes alat ini benar-benar berfungsi atau tidak.“Sebutkan soalnya, Speakeenan akan menjawab.”“Serius? Ah oke pertanyaannya … ‘Di mana letak negara Selandia Baru?&
Farewell Party akan diadakan besok. Benar-benar besok, besok malam tepatnya. Itu tandanya dua hari setelah itu adalah hari keberangkatan para siswa pertukaran pelajar. Mereka tidak sabar menantikan hal itu. Menuju ke Benua Asia dan Eropa serta menuntut ilmu dari sekolah nomor satu di kedua benua tersebut.“Okay guys, gladi bersih kita cukup sampai di sini. Gue lihat kita juga udah pada kompak, tinggal eksekusi aja besok,” ucap Annaliese si peringkat tiga. Selama latihan menari untuk pertunjukan, Annaliese lah yang selalu memimpin karena ia yang paling pandai menari diantara lainnya.“Okay!!! Semangat semuanya!” seru Arga menyemangati.Sudah tiga jam mereka berlima —siswa yang menuju Goldstone— latihan untuk pentas. Diakhiri dengan gladi bersih. Lumayan menguras energi. Harus berkali-kali mereka menyelaraskan gerakan agar padu. Keenan dan Nathan yang paling kesulitan menghafal gerakan. Selain itu, gerakan Nath
Tersisa satu hari sebelum keberangkatan. Sepuluh siswa pertukaran pelajar dibuat sibuk dengan urusan masing-masing. Masih ada beberapa siswa dengan keperluan yang harus diselesaikan di sini. Mereka juga ada yang belum menyelesaikan berkas-berkas penting. Tak terkecuali dengan Keenan yang juga dipusingkan dengan kegiatannya.Setelah semalam ia tampil di farewall party, Keenan langsung bergegas pulang dan beristirahat. Mau tidak mau ia harus berhasil menyelesaikan project-nya hari ini. Saat ini sudah sekitar 97% dari keseluruhan project-nya selesai. Namun, ia sedikit gelisah karena takut jika hari ini tidak bisa menyelesaikannya. Tiga persen bukanlah hal yang mudah dikerjakan dalam satu hari. Terlebih lagi bagian akhir dari project-nya membutuhkan ketelitian lebih. Ia juga agak menyesal mengapa tempo hari dirinya masih bermalas-malasan.“Bagaimana? Tiga persen dalam sehari tidaklah mudah,” ujar Prof. Theresa.Keenan
Satu tahun pasca kejadian meteor jatuh di sebuah kota di Benua Amerika. Seluruh wilayah terdampak sudah kembali normal. Pelestarian alam dilakukan secara besar-besaran. Hutan yang gundul akibat tsunami kini sudah kembali ditanami oleh pepohonan yang rimbun. Kerusakan-kerusakan juga sudah diperbaiki sedemikian rupa. Di hari yang sama dengan kejadian itu, semuanya juga sudah terungkap. Mulai dari Keysha yang menjadi dalang dalam kasus teror hingga kisah-kisah rumit yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Hari itu juga merupakan hari dimana Keenan merasa lega karena project garapannya berhasil melindungi dari serangan bencana alam. Akan tetapi, rasa lega itu menjadi sirna saat Keysha menghancurkannya. Gadis itu memang tidak pernah main-main dengan ucapannya untuk menghancurkan hidup Keenan. Dengan sekali pencet pada remote di telapak tangannya, seluruh gedung langsung dipenuhi gas beracun berwarna ungu. Kode-kode dari teror itu benar-benar nyata terjadi, bukan ancaman belaka. Saat i
“Keysha?!” ucap Keenan yang kaget begitu topeng sang pelaku terbuka. Situasi sudah aman terkendali jadi ia bisa langsung pulang ke rumah untuk bertemu dengan pelaku teror. Kedua profesornya yang akan mengambil alih sementara sambil menunggu situasi benar-benar pulih. Di perpustakaan ini juga sudah ada Nathan, Zach, dan Alyesha.Keysha adalah gadis yang dulu menjadi pasangan prom night Keenan saat kenaikan kelas di Silverleaf. Ia juga yang pernah datang ke rumah Keenan untuk menanyakan project tongkat buatannya.“Arghh! Lepasin gue!!!” Keysha yang baru saja sadar langsung meronta-meronta. Kedua kaki dan tangannya sudah diikat oleh tali khusus.“Dia temen sekolah lo kan, Keen?” tanya Aleysha.“Iya, tapi gue sama sekali gak nyangka kalau dia pelakunya selama ini.”“Lepasin gue, Keenan!” Seluruh tubuhnya masih menggeliat berharap ada ikatan tali yang longgar lalu lepas.
Keenan dengan kapsulnya sudah menunggu di luar gedung. Begitu terlihat Zach dan Aleysha keluar, ia langsung memberikan kode agar kedua temannya masuk ke kapsul. Kondisi kapsul masih dalam mode invisible sehingga mereka bertiga bisa bebas kemanapun tanpa diketahui sang pelaku teror yang mengawasi melalui kameradrone.“Hai Zach, Aleysha, akhirnya lo berdua ketemu sama tubuh gue yang asli,” sapa Keenan sambil mengendarai kapsulnya.“Isshh pembelahan diri lo bikin gue serem bayanginnya,” balas Aleysha.“Yaudah gak usah lo bayangin. Btw, kalian udah susun rencana kan?”“Gak ada rencana. Kita cuma ngelakuin semuanya secara spontan,” jawab Zach.“Eh?! Lo berdua tau kan kondisinya sekarang? Tsunami aja belum reda dan pelaku itu bisa dengan mudah non-aktifin selaput pelindung.”“Iya gue paham. Lo kasih ke kita aja denah rumah lo, nanti kita pikirin cara
Satu persatu posisi drone yang semulanya membentengi dari gelombang tsunami kini berpindah untuk melindungi meteorit dari serangan tsunami. Jutaan volume air itu seperti mengamuk dan dalam hitungan detik menerjang kota. Hal yang mengerikan yaitu seluruh kota tenggelam karena ketinggian dari tsunami melebihi seluruh bangunan di kota, melewati atas kubah selaput.Selaput pelindung masih bekerja efektif walaupun keadaannya seperti berada di akuarium bawah laut. Barang-barang yang terseret ombak dapat terlihat dengan jelas. Untung saja selaput mampu menahan kekuatan tsunami dengan baik, sehingga hanya menimbulkan tetesan-tetesan seperti hujan.Seluruh penduduk bergidik ngeri melihat seluruh kejadian. Mereka seperti terperangkap di dalam sebuah dome di bawah air. Tidak bisa kemana-mana sebelum tsunami mereda. Apalagi ditambah ada hujan batu akibat proses pemecahan meteorit. Semuanya terlihat kacau.“Nathan, air tsunami bisa sampai kota sebelah
WHRROOMMM!!! Getaran hebat terjadi di setiap daerah yang dilintasi oleh meteorit itu. Api yang menyelimutinya sempat membuat sejumlah area di hutan yang dilaluinya terbakar. Orang-orang yang melihatnya menjadi terpaku di tempat.“Tiga puluh detik lagi satu meteorit mendarat di laut dan disusul meteorit yang menabrak kota dengan perbedaan waktu sekitar sepuluh detik!” seru Keenan dengan tegas.Gigi Nathan sampai menggeretak karena membayangkan apa yang akan terjadi. Ia juga belum bisa berbuat apa-apa selagi menunggu.Ratusan kilometer hanya dilalui dengan sekejap mata. Meteorit berukuran enam puluh meter itu sekarang sudah di depan mata. Melewati atas kota dan berakhir di arah tenggara. Lebih tepatnya jatuh di laut dan menimbulkan dentuman yang luar biasa hebat.Air laut di sekitar titik jatuh meteorit langsung menyebar ke segala arah. Membentuk gelombang raksasa yang jauh lebih besar daripada tsunami pada umumnya. Kekuatan dari
Zach sudah berkeliling lebih dari lima kali. Tidak ada jalan keluar selain pintu masuk utama. Maksudnya, semua pintu sudah terkunci rapat. Ia mulai pasrah dengan keadaan. Menghadapi beberapa penjaga tentu saja bukanlah hal yang mudah. Apalagi siatuasi sedang tidak mendukung seperti ini.“Gue mau pasrah, tapi gue kan udah janji sama diri sendiri kalau gue bakal bantuin Keenan. Arghh!!!” Zach meremas rambutnya. Membuat rambut yang sudah disisir menjadi berantakan.“Zach lo—” panggil seseorang dari belakang.“Udah gue bilang jangan ikutin gue!” seru Zach sembari menoleh ke belakang.“Gue gak ngikutin lo.”“Eh? Aleysha? S-sorry gue kira … ah lupain.”“Lo kenapa? Ada sesuatu yang ganggu lo, kah?” tanya Aleysha penasaran.“G-gue … gue gak nemu pintu lain untuk keluar selain pintu utama. Ada banyak penjaga yang berada di sana jadi gue b
Suara gemuruh mulai terdengar sayup-sayup. Dari langit, sesuatu dengan cahaya yang amat terang bergerak dengan kecepatan supersonik. Menjadikan pusat perhatian orang-orang yang berada di area sekitar. Sayangnya itu semua hanya bisa disaksikan dalam hitungan detik.“Perhitunganku akurat. Beberapa pecahan menyebar ke arah Samudra, dan ada satu yang berdiameter tiga belas meter hendak menabrak kota kita. Ah pastikan semua sistem bekerja dengan baik, waktu kita kurang dari satu menit!”Serangan meteorit pertama dimulai. Benda berkecepatan 25 km/detik itu melaju sangat cepat. Warna jingga kekuningan dari api menyelimutinya. Seluruh penduduk mulai panik mengetahui hal itu.“Semua sudah siap. Nathan, Keenan, pastikan semua sistem di pasak tidak terjadi error!”Ribuan drone meningkatkan ketajaman kameranya. Dari jarak ratusan kilometer dari posisinya, drone-drone itu sudah bisa merekam aktivitas meteorit itu. Sep
Beberapa menit yang lalu sistem kembali memberikan informasi bahwa meteor akan memasuki lapisan atmosfer dalam kurun waktu kurang dari lima jam. Lebih mengerikannya lagi, setelah diteliti lebih jauh, diprediksi akan ada pecahan meteor terbesar yang mendarat dua puluh kilometer di arah tenggara kota. Untung saja daerah itu adalah pantai, jadi tidak mengenai kota secara langsung, walau tentu saja efek yang ditimbulkan pasti akan luar biasa hebat.Berita di televisi nasional maupun internasional ramai membicarakan persoalan benda luar angkasa tersebut. Hampir di setiap saluran membahas hal yang serupa. NASA dan badan antariksa di seluruh dunia turut merilis berita-berita prediksi berdasarkan pengamatan. Hal demikian membuat penduduk mulai resah dan khawatir.Keenan dan profesor sudah bekerja sama dengan polisi setempat untuk menutup akses keluar kota. Para penduduk diimbau untuk tetap berada di dalam kota dan mendiami rumah masing-masing. Namun, jika mereka masih merasa k
Dengan sigap Keenan langsung mengambil tindakan. Kebocoran pada selaput dibagian barat dikarenakan ada bagian yang eror di salah satu pasak akibat ada hantaman air tsunami tadi. Sayangnya hal itu tidak bisa diperbaiki hanya lewat sistem, harus terjun langsung ke lapangan untuk bisa menambal kebocoran itu.Keenan menyerahkan control system kepada Profesor David dan Theresa. Meminta tolong kepada kedua profesor itu untuk tetap berusaha me-nonaktifkan simulasi itu lewat sistem. Sebenarnya bisa saja dimatikan lewat sistem, hanya saja pusaran tornado tidak akan langsung menghilang begitu saja. Diperlukan proses bertahap hingga ukurannya menjadi kecil.“Kak, waktunya kayaknya gak bakal cukup. Perjalanan kita ke lokasi aja udah makan waktu sekitar lima menit,” ujar Nathan saat mereka masih di basement hendak masuk ke mobil.“Terus gimana? Lo mau biarin gedung-gedung itu hancur gitu aja?!” tanya Keenan dengan nada agak tinggi.