“Huh, kenapa, sih, kediaman Tuan Ares letaknya jauh sekali?!” Aquila mengeluh, ia meregangkan otot-otot pada tubuhnya yang terasa kaku akibat terlalu lama di perjalanan.Efek dari menghabiskan begitu banyak waktu di dalam kereta kuda, merasakan guncangan-guncangan yang terjadi setiap kali melalui jalan yang berlubang, Aquila jadi sedikit oleng ketika menuruni kereta kuda. Untungnya ada Revel yang sigap menahan bahunya.“Terima kasih.” Aquila berujar ketika ia telah menemukan keseimbangan tubuhnya kembali. Malu rasanya, ia terlihat seperti orang yang habis mabuk, seharusnya kan ia bisa menjaga wibawanya di depan pria ini.“Kau baik-baik saja? Apa kau mau istirahat di dalam kereta saja? Biar aku yang menemui Tuan Ares.”“Tidak, tidak.” Aquila membalas kalimat Revel. “Sejak awal kan aku yang mengatakan kalau aku akan mengantarmu.” Lanjutnya. “Ayo.”Kali ini Aquila memimpin jalan menuju kediaman Tuan Ares, mereka hendak mencari informasi mengenai mantra yang bisa digunakan untuk melepas s
Mungkin akan memakan waktu lebih dari dua hari untuk menempuh perjalanan pergi, dan dua hari lagi untuk menempuh perjalanan kembali dari Kerajaan Barat. Tapi itu bukan masalah bagi Revel karena ia mampu memanfaatkan waktu dua hari itu dengan baik.Dalam kurun waktu dua hari, ia sudah menempuh perjalanan jauh sekaligus bertatapan muka dengan mantan pemimpin penyihir istana kerajaan barat, sesuai dengan rencananya.Tak begitu sulit untuk melakukannya, karena ciri-ciri yang disebutkan oleh Tuan Ares sudah menjelaskan semuanya. Revel sungguh berterima kasih atas itu. Tapi, yang Revel tak dapat ketahui dengan pasti, apakah setelah menempuh perjalanan untuk kembali ke Kekaisaran Timur, Zero sudah menyelesaikan tugasnya dan kembali ke Kapital? Apakah pria itu akan kembali menyulitkan pergerakannya?“Wahai, aku tidak menyangka, bahkan meskipun telah sampai di ujung hayatku, Sang Dewa masih tidak mengizinkanku untuk hidup tenang rupanya.” Tutur sang mantan pemimpin penyihir istana ketika Revel
Suara langkah kakinya terdengar menggema di ruangan gelap ini seiringan dengan bertambahnya anak tangga yang ia jajaki. Kosong. Ini bukan kali pertamanya ia memasuki ruangan bawah tanah sehingga ia tahu kapan waktu pergantian penjaga supaya ia dapat menghindarinya. Penjara bawah tanah. Ia berdiri persis di depan sel kosong yang dulunya merupakan tempat mereka mengurung sang ibunda. “Aku datang.” Tuturnya kepada udara kosong. Kala itu, ketika usianya belum genap sepuluh tahun, sang ibunda ditangkap atas tuduhan percobaan pembunuhan putra mahkota, hal yang sama sekali tak pernah dilakukannya. Sekuat apapun ia mencoba, sekeras apapun teriakan yang keluar dari mulutnya tak mampu mencegah eksekusi yang mereka lakukan. Bahkan untuk membersihkan nama mendiang ibunya saja ia tak mampu. “Ah.” Pria itu mengusap wajahnya. “Belakangan ini aku sangat sensitif.” Padahal sang ibunda pernah memintanya untuk terus melaju melanjutkan hidup tanpa menoleh ke belakang, tapi ia tak mendengarkan kata-
‘Aku telah berhasil mendapatkannya, tapi mantra yang disimpan oleh mantan penyihir kerajaan barat itu hanya ada setengah bagian. Entah di mana setengahnya lagi berada. Lalu, aku dengar putra mahkota telah kembali setelah menyelesaikan urusannya. Ia kembali lebih cepat dari yang aku perkirakan, untuk ke depannya kita jangan terlalu sering berinteraksi dulu.’ “Begitu rupanya.” Aquila bergumam, segera meletakkan ujung surat itu ke atas lilin, bertujuan untuk membakarnya untuk menghilangkan segala jejak. Percuma saja, segel itu tak akan bisa terbuka kalau mantranya tidak dibacakan seutuhnya. Di mana kemungkinan bagian yang lainnya berada? Wanita itu menatap ke arah jendela. Zero telah kembali, ia benar-benar menyelesaikan urusannya lebih cepat dari yang diperkirakan. Cepat atau lambat, Zero pasti akan menemuinya karena mau tidak mau ia akan menerima laporan dari para pekerja yang ia tempatkan di sini. Aquila harus lebih berhati-hati lagi. *** Benar dugaannya, cepat atau lambat Zero
Revel menepati ucapannya untuk membawa Aquila pada pertemuan orang-orang yang memiliki idealisme yang sama dengannya. Aquila menempati kursi tepat di samping Revel- satu-satunya orang yang ia kenali di sini. Ruangan ini dipenuhi dengan wajah-wajah asing yang tak dikenali, ditambah sebagian dari mereka mengenakan jubah yang menutupi setidaknya setengah dari wajah mereka. “Kau mengumpulkan kami di tengah ramainya perbincangan mengenai kelompok yang ingin menggulingkan pemerintahan, benar-benar nekat.” Komentar salah seorang anggota yang terdengar jelas dari suaranya kalau ia adalah seorang wanita. “Tidak, justru ini merupakan momentum yang paling tepat karena perhatian mereka sedang teralihkan.” Totalnya, ada lima orang yang masing-masing menempati kursi pada meja besar yang berbentuk lingkaran ini. Di ruangan yang gelap ini, mereka tidak melepas jubah yang menutupi wajahnya sehingga sulit untuk mengidentifikasi wajahnya. “Waktunya semakin dekat, aku bisa merasakannya.” Ucap seseo
“Aku dengar dari temanku yang bekerja sebagai pelayan Yang Mulia Putra Mahkota, katanya beberapa hari yang lalu Pangeran Iluka datang lalu terjadi perselisihan di antara adik kakak itu.” Ujar seorang pelayan yang sedang mengelap jendela. “Ah benarkah itu?” Rekannya menyahuti, ia bahkan menghentikan kegiatannya sementara agar bisa menyimak gossip ini. “Apa yang sebenarnya sedang terjadi? Bukankah selama ini Pangeran Iluka selalu tunduk dan menghormati Yang Mulia?” Pelayan yang tadi sedang mengelap kaca jendela itu memelankan suaranya, “Aku dengar perselisihan ini terjadi dikarenakan seorang perempuan.” “Apa itu Nona Charles?” Pelayan yang lain menerka. “Aku dengar belakangan ini hubungan Nona Charles dengan Yang Mulia semakin membaik, bahkan hendak menuju ke jenjang yang lebih serius. Lalu, seperti yang kau tahu dulu sempat ada kabar burung kalau Nona Charles dan Pangeran Iluka memiliki hubungan khusus.” “Tapi bukankah kabar itu tidak benar?” “Yah, siapa yang tahu.” “Sayang sekal
Suara mendecit yang berasal dari pintu membuat seorang pria berambut putih yang merupakan pemilik rumah ini seketika menoleh ke sumber suara. Pria yang sedang membersihkan meja itu menghentikan sementara aktivitasnya. “Master A, kau telah tiba.” Aquila tak bergerak sedikitpun dari posisinya, menatap lurus ke arah pria yang penampilannya terlihat sedikit berbeda sejak pertemuan terakhir mereka. “Selamat datang.” Sambung Alken dengan disertai senyuman. Ini merupakan pertemuan pertama mereka setelah beberapa waktu. “Mau sampai kapan berdiri terdiam di depan pintu seperti itu?” Alken bertanya menyadari Aquila yang tak kunjung memberi respons. “Tidak mau masuk?” Ah? Aquila segera tersadar, ia menutup kembali pintu itu kemudian melangkah menuju sebuah kursi yang tersedia. “Pintu tersebut nampak rapuh, kau harus segera menggantinya.” Aquila mengutarakan unek-uneknya. “Terima kasih atas sarannya.” Setelah memastikan furnitur miliknya bebas dari debu, Alken menuju ke bagian dapur, memp
“Nona Charles, apa kau tahu, di istana ada sebuah cerita terkenal mengenai seorang selir yang melakukan percobaan pembunuhan terhadap putra mahkota yang masih kecil dikarenakan rasa iri hati. Atas tindakannya, selir itu diberikan siksaan paling mengerikan yang bisa ia bayangkan, tubuhnya bahkan sampai mengering di dalam sel pada penjara bawah tanah.” Aquila mendengarkan dengan saksama cerita Alken ini. “Di tengah semua orang yang menyudutkannya, anak dari selir tersebut, yang mengetahui kebenarannya, yang mengetahui sebaik apa ibundanya justru membalikkan badannya di saat sang ibu paling membutuhkannya hanya karena anak tersebut takut akan bernasib sama. Hanya karena anak tersebut takut semua kemewahan yang ia rasakan akan menghilang pada esok harinya ketika ia membuka mata. Anak tersebut memutuskan untuk menutup mata dan mulut, membiarkan ibunya berakhir dengan cara paling mengerikan.”Meskipun tanpa menyebut nama, siapa si selir dan anaknya yang Alken maksud, tapi Aquila dapat menyi