*Susah itu. Ketika kamu masih ingat mantan tetapi, mantan bodoh amat kamu hidup atau gak ~jlep*
"Duh, ngapain lagi sih, mau bobo cantik ini," protes Lia masam.
"Jangan tidur habis makan, gak baik untuk kesehatan," jelas Diana.
Lia menatap Diana lama, kemudian ia memilih kembali merebahkan tubuhnya dan langsung saja di cegah Diana kembali.
"Iya deh, aku gak tidur dulu," ujar Lia pasrah, padahal sejak tadi ia merasa kasur tersebut telah memanggil dirinya, untuk merebahkan tubuh dengan nyaman.
"Oh, kasurku yang tercinta," teriak Lia dramatis.
"Aku akan menunjukkan sesuatu yang membuat rasa kantukmu hilang," jelas Diana percaya diri.
Sementara Lia, ia malah menguap beberapa kali tidak tertarik dengan hal yang akan di tunjukan Diana. Baginya tidur adalah hal paling menarik di dunia ini.
Diana sibuk merogoh tasnya, ia mengambil sebuah kertas. "Taraaaa."
"Apa lagi?" tanya Lia tidak bersemangat.
"Ini adalah ..." Diana memberi jeda pada kalimatnya. "SOP cara tepat melupakan mantan."
"Hah, gak salah?" tanya Lia heran, merebut kertas yang sedang Diana pegang dengan cepat.
Lia membaca deratan kata yang tertera di sana satu persatu. "Serius aku harus melakukan ini?"
Anggukan mantap Diana membuat Lia hanya bisa menghembuskan napas pelan. Seperti mulai besok ia harus menyiapkan mental dengan cukup baik.
Diana kembali merebut kertas tersebut.
"Dengar ni aku bacain," ucap Diana bersemangat.
"Standar operasianal prosedur melupakan mantan oleh Diana Mahendra. Telah disetujui oleh dewan jomblo di seluruh dunia." Lia langsung menbelakkan kedua matanya.
"Emang dewan jomblo beneran ada? Kok aku gak tahu sih." Lia langsung mengecek kembali tulisan yang ada di kertas tersebut.
Tangan Diana mendorong kepala Lia yang menutupi penglihatannya. "Makanya jadi orang itu harus update, biar gak ketinggian info."
Lia merasa tersindir dengan omongan Diana, yang benar saja setiap hari ia juga update seputar informasi terbaru apalagi tentang pasar saham dan keuangan. Tentu Lia jagonya.
Ia mengambil ponsel miliknya, berniat mencari informasi tentang dewan jomblo yang dikatakan Diana.
Tentu saja ponsel Lia langsung di rebut Diana. "Ngapain? Dengerin aku dulu." Jelas Diana dengan nada memerintahkan.
"Iya ya serah deh," Lia memilih mengalah. Ia terlalu malas berdebat dengan Diana apalagi dimalam hari, bisa-bisa ia tidak akan tidur sampai besok. Kan gak lucu.
Setelah itu, Diana mulai membaca satu persatu langkah-langkah yang tertera di sana, dimulai dengan tidak pernah menyebut nama mantan, mengganti panggilannya menjadi (sampah), menghapus segala sesuatu tentang mantan (termasuk foto, video, memblokir media sosial, intinya tidak boleh mencari tahu apapun tentang mantan). Selanjutnya, berolahraga, menyibukkan diri, mencoba mencari pria tampan lain.
Bagus, ide yang sangat bagus bukan. Membuat Lia ingin menenggelamkan dirinya sendiri ke dasar laut tanpa perlu dorongan dari manapun lagi.
Diana kemudian menempelkan kertas tersebut di diding kamar.
"Ngapain di tempel segala?" tanya Lia, ia berusaha melepas kertas tersebut.
"Tidak boleh, ini tetap harus berasa di kamarmu agar kamu selalu ingat tujuan utama."
"Tapi ..." Lia berusaha membantah.
"Pokoknya jangan dilepas. Mengerti!" Tegas Diana yang membuat Lia menghembus napas berat serta mengiyakan segala ucapan Diana.
Diana tersenyum bangga dan langsung memeluk Lia. "Ya sudah ayo kita tidur, bukankah besok pagi kamu harus pergi kerjakan."
Lia menggangguk, keduanya kini tidur berdampingan di satu kasur, entahlah Lia merasa sangat tidak aman jika kertas tersebut tertempel di sana. Bagaimana jika ada seseorang yang melihat atau membacanya.
"Tenang saja, ini kamarmu. Tidak ada yang akan masuk tanpa izin darimu," jelas Diana seolah mengerti kegundahan Lia.
Akhirnya Lia ikut menarik selimut untuk tidur, matanya terasa sudah sangat berat. "Kamu benar juga."
🍀 🍀 🍀
"Lia bangun." Diana mengguncang tubuh Lia beberapa kali tetapi, gadis itu hanya mengeliat, menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut.
Diana yang melihat tingkah sahabatnya itu hanya bisa menggelengkan kepalanya tidak percaya. "Bangun woi bangun!"
Teriakan Diana membuat Lia sangat terganggu. Lia melirik jam sekilas, kemudian kembali tidur.
"Masih pagi, ngapain sih?" ujar Lia tanpa membuka matanya.
"Bangun! Kita olahraga," teriak Diana lagi.
"Malas," sahut Lia asal. Ia lebih memilih tidur dibandingkan melakukan olahraga.
Bukan Diana namanya. Jika, ia tidak bisa membuat Lia mendengar dirinya. Ide brilian pun terlihat mulus di otaknya. Ia kemudian memaksa tubuh Lia bangun sembari menggoyangkan kedua bahunya. "Bangun! Bangun woi!!!"
Teriakan Diana yang menggelegar, sukses membuat Lia segera melakukan pertolongan pertama pada telinga. Kedua tangan dengan sigap menutupi kuping miliknya.
"Ya, ya aku bangun, gak usah teriak juga kali. Sakit ni telinga."
Lia beranjak dari tempat tidur, ia pergi mencuci muka dan mengganti pakaiannya dengan baju traning. Setelah itu, keduanya pergi joging di taman yang tidak jauh dari apartemen.
"Cepetan!" Kali ini Diana kembali berteriak. Lia dengan napas yang sudah terengah-engah berusaha mencapai posisi Diana.
"Istirahat dulu ya," ucap Lia saat sudah berada di samping Diana.
Diana menepuk dahinya pelan. "Kamu ini gimana sih? Kita baru lari 3 meter doang. Udah capek."
"Lia, Diana," panggil sebuah suara yang membuat keduanya menoleh. Wajah Diana yang tadinya cemberut berubah dratis, ia memasang senyum terbaik miliknya. Diana bahkan berusaha merapikan rambutnya yang terlihat sedikit berantakan.
"Rian, untunglah kamu disini," ucap Lia senang. Ia kemudian menoleh ke arah Diana. "Temanku ini masih ingin lari, tolong temani ya. Aku masih ingin istirahat."
Senyum tanpa dosa Lia sukses menghipnotis Rian untuk langsung mengangguk, sementara Diana, diam-diam ia berteriak kegirangan di dalam hati.
Akhirnya Lia bisa menyandarkan tubuhnya di bangku taman sambil menghirup napas sebanyak mungkin. Meskipun kakinya kini terasa sedikit kram.
"Jadi jomblo memang terbaik." Batin Lia tersenyum senang sembari meregangkan kedua tangannya seolah mengumpulkan energi.
🍀 🍀 🍀
Terhitung hampir satu minggu semenjak Lia melakukan semua yang tertera di SOP yang diberikan Diana, mulai dari olahraga teratur sampai menyibukkan diri dengan berkerja yang berujung masuk IGD beberapa waktu yang lalu, untunglah segala usaha yang ia lakukan kini membawakan hasil, ya meskipun tidak sepenuhnya move on namun, Lia sudah mulai bisa melupakan Arka untuk sesaat.Pagi ini setelah selesai kramas sembari mengeringkan rambut menggunakan handuk, Lia meraih ponsel, menghubungi sahabatnya. Siapa lagi kalau bukan Diana, Lia tampak tidak sabaran untuk menceritakan hasil dari proses yang sudah ia lakukan.Sudah hampir tiga puluh menit berlalu tetapi, Lia masih begitu semangat melanjutkan obrolan, di tambah lagi hari ini adalah weekend yang artinya ia bisa menikmati jadwal libur tanpa takut dikejar waktu. Jadi, Lia bisa sepuasnya berbicara dengan Diana.Lia merasa sangat senang akhirnya ia mulai bisa berhenti mem
Cinta tidak hanya membutakan mata dan hati. Namun juga, kewarasanmu.* * *Lia kembali membenamkan wajahnya ke dalam bantal, sesekali ia merengek lalu, mengoceh tidak karuan."Kenapa lagi sih?" tanya Diana menatap aneh Lia. Padahal tadi pagi, ia dengan jelas mendengar pengakuan Lia yang sudah move on, apalagi nada bicaranya juga tampak riang. Namun, sekarang malah seperti orang yang kehilangan harapan hidup."Arka," ujar Lia tergagap."Ada apa lagi? Buang ke tong sampah sana, jangan di ingat! Kalau kata dilan tu berat, seberat status jomblo yang menahun," cerocos Diana yang sangat unfaedah dan tidak membantu sama sekali.Plak.Sebuah bantal mendarat mulus di kepala Diana, bah
Semenjak Lia resmi menjadi pembantu, ralat maksudnya sekertaris sekaligus pembantu lebih tepatnya. Kehidupan Lia berubah 360°, tidak di kantor ataupun di apartemen, Arka selalu saja memerintah dirinya. Lihatlah keadaannya sekarang, sangat berantakan, rambutnya bahkan tampak sedikit acak-acakan.Ia menghampiri meja kasir untuk membayar pesanan Arka. Dengan langkah tergesa Lia segera kembali ke kantor. Jika tidak, gajinya pasti akan terancam."Dasar manusia sadis, gak punya moral, gak pake perasaan, dedemit, alien, makhluk jadi-jadian." Ya meski ia terus berjalan menuju ruangan Arka, ia tetap tidak berhenti melantunkan sumpah serapah meskipun hanya bisa ia ucapkan di dalam hati.Tanpa sengaja, Lia menabrak seseorang yang membuatnya tersungkur jatuh, namun untunglah ia masih bisa menyelamatkan bungkus plastik di tangan, agar isinya tidak tumpah."Punya mata gak sih!" Teriaknya ke arah Lia. Padahal jelas-
Diana yang tak berhenti tersenyum sambil cengengesan tidak jelas membuat Lia merasa sedikit geli sekaligus aneh.Lia mengibaskan tangannya beberapa kali di depan wajah Diana. "Woi, kerasukan setan ya."Diana terkejut, ia menatap kesal ke arah Lia. "Enak aja, aku masih sadar tau."Sementara Lia hanya menaikan kedua bahunya acuh, tangannya mulai berselancar mengambil salah satu makanan yang telah di siapkan Diana."Aww, sakit. Kok tanganku dipukul sih." Lia sedikit meringis."Cuci tangan dulu sono!"Lia mendelik sebentar ke arah Diana, tiba-tiba muncullah ide lincik di otak cantiknya, Perut yang sudah keroncongan tidak bisa menunggu lagi, intinya Lia harus mendapat sepotong tempe goreng untuk mengganjal rasa lapar."Eh, Rian udah datang," Diana menolehkan wajahnya mengikuti arah yang di tunjuk Lia. Nihil, tidak ada siapapun di sana, hanya ada sebuah pintu yang masi
Rasa khawatir di matamu, membuktikan bahwa, kamu masih begitu mencintaiku.Bisakah aku menyimpulkan begitu?~Arka~Di sisi lain, Diana kini tengah sibuk mengambil kotak P3K yang berada di lemari atas.Seseorang datang dari belakang dan mengambil kotak P3K yang sejak tadi berusaha di raih Diana.Diana sedikit terkejut, ia berbalik melihat orang yang sudah mengambil benda tersebut."Rian, kok kamu ada di sini?" tanya Diana heran, padahal sebelumnya ia yakin Rian tadi duduk di ruang tamu."Ya mau bagaimana lagi, masak aku di tinggal sendirian." tutur Rian seadanya.Sebenarnya, Diana tidak bermaksud meninggalkan Rian sendirian di ruang tamu. Namun, luka di tangannya tiba-tiba berdenyut nyeri yang membuat Diana memutuskan untuk mengobati lukanya terlebih dahulu.
Untuk membuat orang yang kucintai bahagia, aku tidak harus ikut bahagia bukan? ~Diana~ Diana segera ke rumah sakit begitu mengetahui bahwa Lia dan Arka di serang preman. Diana langsung berlari memeluk Lia yang ketakutan di ruang tunggu. "Lia tenanglah, Arka akan baik-baik saja." "Diana aku takut, aku takut kejadian itu terulang lagi," tutur Lia sambil terus terisak, tubuhnya masih bergetar ketakutan. "Aku ini pembawa sial Diana, aku ini pembunuh!" Diana melepas pelukan mereka kasar. "Cukup Lia! Berhenti menyalahkan dirimu sendiri, kejadian itu bukan karena ulahmu, semua hanya takdir dan kamu tidak bisa menghindar." Diana memegang erat kedua tangan Lia. Ia mencoba untuk terus meyakinkan Lia bahwa apa yang terjadi memang telah di takdir kan tuhan. "Mulai hari in
Jika cinta datang hanya untuk menyakiti, tak bisakah ia pergi tanpa mengiris hati.***Diana duduk sendirian di bangku taman, ia melimpah segala rasa sedih yang di tahannya di dalam hati. Ia menangis hingga terisak pilu, tidak perduli, orang-orang yang melewati dengan tatapan bingung.Suara ponsel mengalihkan perhatian Diana, ia menghapus segera air matanya dan mengatur suaranya agar tidak terdengar serak."Iya halo," sahut Diana dengan nada riang yang dibuat-buat."Maaf Mbak, naskah novel yang anda ajukan satu bulan lalu, tidak bisa kami terima karena tidak sesuai dengan keinginan penerbit," terang suara seberang.Diana berusaha tegar, ia tidak berusaha untuk berdebat tentang naskahnya dan mengakhiri percakapan tersebut seadanya. "Tidak masalah, saya mengerti."Setelah mematikan ponselnya, Diana kini kem
Saat kamu pergi, tidak ada lagi kata 'baik-baik saja' di dalam hidupku.***FlashbackSore itu Lia tersenyum senang manatap layar ponselnya dengan tatapan berbinar, ia tampak sesekali melompat kegirangan."Aku akan segera menemui." ujar Lia penuh semangat. Senyum di wajahnya tampak begitu indah. Seindah langit senja kala itu.Lia sudah berjanji untuk bertemu Arka di sebuah jembatan dekat kampus, tak berapa lama, orang yang ia tunggu akhirnya datang. Lia langsung menyambut Arka dengan senyum terbaiknya."Hai sayang," sapa Lia, ia langsung mengandeng tangan Arka. Arka hanya diam, ia menatap dalam manik mata Lia. "Ada apa?" tanyanya ketus. Kemudian menepis tangan Lia begitu saja.Lia yang menyadari perubahan raut wajah Arka, merasa aneh sekal
Saat kamu pergi, tidak ada lagi kata 'baik-baik saja' di dalam hidupku.***FlashbackSore itu Lia tersenyum senang manatap layar ponselnya dengan tatapan berbinar, ia tampak sesekali melompat kegirangan."Aku akan segera menemui." ujar Lia penuh semangat. Senyum di wajahnya tampak begitu indah. Seindah langit senja kala itu.Lia sudah berjanji untuk bertemu Arka di sebuah jembatan dekat kampus, tak berapa lama, orang yang ia tunggu akhirnya datang. Lia langsung menyambut Arka dengan senyum terbaiknya."Hai sayang," sapa Lia, ia langsung mengandeng tangan Arka. Arka hanya diam, ia menatap dalam manik mata Lia. "Ada apa?" tanyanya ketus. Kemudian menepis tangan Lia begitu saja.Lia yang menyadari perubahan raut wajah Arka, merasa aneh sekal
Jika cinta datang hanya untuk menyakiti, tak bisakah ia pergi tanpa mengiris hati.***Diana duduk sendirian di bangku taman, ia melimpah segala rasa sedih yang di tahannya di dalam hati. Ia menangis hingga terisak pilu, tidak perduli, orang-orang yang melewati dengan tatapan bingung.Suara ponsel mengalihkan perhatian Diana, ia menghapus segera air matanya dan mengatur suaranya agar tidak terdengar serak."Iya halo," sahut Diana dengan nada riang yang dibuat-buat."Maaf Mbak, naskah novel yang anda ajukan satu bulan lalu, tidak bisa kami terima karena tidak sesuai dengan keinginan penerbit," terang suara seberang.Diana berusaha tegar, ia tidak berusaha untuk berdebat tentang naskahnya dan mengakhiri percakapan tersebut seadanya. "Tidak masalah, saya mengerti."Setelah mematikan ponselnya, Diana kini kem
Untuk membuat orang yang kucintai bahagia, aku tidak harus ikut bahagia bukan? ~Diana~ Diana segera ke rumah sakit begitu mengetahui bahwa Lia dan Arka di serang preman. Diana langsung berlari memeluk Lia yang ketakutan di ruang tunggu. "Lia tenanglah, Arka akan baik-baik saja." "Diana aku takut, aku takut kejadian itu terulang lagi," tutur Lia sambil terus terisak, tubuhnya masih bergetar ketakutan. "Aku ini pembawa sial Diana, aku ini pembunuh!" Diana melepas pelukan mereka kasar. "Cukup Lia! Berhenti menyalahkan dirimu sendiri, kejadian itu bukan karena ulahmu, semua hanya takdir dan kamu tidak bisa menghindar." Diana memegang erat kedua tangan Lia. Ia mencoba untuk terus meyakinkan Lia bahwa apa yang terjadi memang telah di takdir kan tuhan. "Mulai hari in
Rasa khawatir di matamu, membuktikan bahwa, kamu masih begitu mencintaiku.Bisakah aku menyimpulkan begitu?~Arka~Di sisi lain, Diana kini tengah sibuk mengambil kotak P3K yang berada di lemari atas.Seseorang datang dari belakang dan mengambil kotak P3K yang sejak tadi berusaha di raih Diana.Diana sedikit terkejut, ia berbalik melihat orang yang sudah mengambil benda tersebut."Rian, kok kamu ada di sini?" tanya Diana heran, padahal sebelumnya ia yakin Rian tadi duduk di ruang tamu."Ya mau bagaimana lagi, masak aku di tinggal sendirian." tutur Rian seadanya.Sebenarnya, Diana tidak bermaksud meninggalkan Rian sendirian di ruang tamu. Namun, luka di tangannya tiba-tiba berdenyut nyeri yang membuat Diana memutuskan untuk mengobati lukanya terlebih dahulu.
Diana yang tak berhenti tersenyum sambil cengengesan tidak jelas membuat Lia merasa sedikit geli sekaligus aneh.Lia mengibaskan tangannya beberapa kali di depan wajah Diana. "Woi, kerasukan setan ya."Diana terkejut, ia menatap kesal ke arah Lia. "Enak aja, aku masih sadar tau."Sementara Lia hanya menaikan kedua bahunya acuh, tangannya mulai berselancar mengambil salah satu makanan yang telah di siapkan Diana."Aww, sakit. Kok tanganku dipukul sih." Lia sedikit meringis."Cuci tangan dulu sono!"Lia mendelik sebentar ke arah Diana, tiba-tiba muncullah ide lincik di otak cantiknya, Perut yang sudah keroncongan tidak bisa menunggu lagi, intinya Lia harus mendapat sepotong tempe goreng untuk mengganjal rasa lapar."Eh, Rian udah datang," Diana menolehkan wajahnya mengikuti arah yang di tunjuk Lia. Nihil, tidak ada siapapun di sana, hanya ada sebuah pintu yang masi
Semenjak Lia resmi menjadi pembantu, ralat maksudnya sekertaris sekaligus pembantu lebih tepatnya. Kehidupan Lia berubah 360°, tidak di kantor ataupun di apartemen, Arka selalu saja memerintah dirinya. Lihatlah keadaannya sekarang, sangat berantakan, rambutnya bahkan tampak sedikit acak-acakan.Ia menghampiri meja kasir untuk membayar pesanan Arka. Dengan langkah tergesa Lia segera kembali ke kantor. Jika tidak, gajinya pasti akan terancam."Dasar manusia sadis, gak punya moral, gak pake perasaan, dedemit, alien, makhluk jadi-jadian." Ya meski ia terus berjalan menuju ruangan Arka, ia tetap tidak berhenti melantunkan sumpah serapah meskipun hanya bisa ia ucapkan di dalam hati.Tanpa sengaja, Lia menabrak seseorang yang membuatnya tersungkur jatuh, namun untunglah ia masih bisa menyelamatkan bungkus plastik di tangan, agar isinya tidak tumpah."Punya mata gak sih!" Teriaknya ke arah Lia. Padahal jelas-
Cinta tidak hanya membutakan mata dan hati. Namun juga, kewarasanmu.* * *Lia kembali membenamkan wajahnya ke dalam bantal, sesekali ia merengek lalu, mengoceh tidak karuan."Kenapa lagi sih?" tanya Diana menatap aneh Lia. Padahal tadi pagi, ia dengan jelas mendengar pengakuan Lia yang sudah move on, apalagi nada bicaranya juga tampak riang. Namun, sekarang malah seperti orang yang kehilangan harapan hidup."Arka," ujar Lia tergagap."Ada apa lagi? Buang ke tong sampah sana, jangan di ingat! Kalau kata dilan tu berat, seberat status jomblo yang menahun," cerocos Diana yang sangat unfaedah dan tidak membantu sama sekali.Plak.Sebuah bantal mendarat mulus di kepala Diana, bah
Terhitung hampir satu minggu semenjak Lia melakukan semua yang tertera di SOP yang diberikan Diana, mulai dari olahraga teratur sampai menyibukkan diri dengan berkerja yang berujung masuk IGD beberapa waktu yang lalu, untunglah segala usaha yang ia lakukan kini membawakan hasil, ya meskipun tidak sepenuhnya move on namun, Lia sudah mulai bisa melupakan Arka untuk sesaat.Pagi ini setelah selesai kramas sembari mengeringkan rambut menggunakan handuk, Lia meraih ponsel, menghubungi sahabatnya. Siapa lagi kalau bukan Diana, Lia tampak tidak sabaran untuk menceritakan hasil dari proses yang sudah ia lakukan.Sudah hampir tiga puluh menit berlalu tetapi, Lia masih begitu semangat melanjutkan obrolan, di tambah lagi hari ini adalah weekend yang artinya ia bisa menikmati jadwal libur tanpa takut dikejar waktu. Jadi, Lia bisa sepuasnya berbicara dengan Diana.Lia merasa sangat senang akhirnya ia mulai bisa berhenti mem
*Susah itu. Ketika kamu masih ingat mantan tetapi, mantan bodoh amat kamu hidup atau gak ~jlep*Setelah mencuci piring Lia berniat merebahkan tubuhnya di atas kasur namun, belum sempat bokongnya menyentuh permukaan kasur, ia sudah di tarik Diana untuk duduk."Duh, ngapain lagi sih, mau bobo cantik ini," protes Lia masam."Jangan tidur habis makan, gak baik untuk kesehatan," jelas Diana.Lia menatap Diana lama, kemudian ia memilih kembali merebahkan tubuhnya dan langsung saja di cegah Diana kembali."Iya deh, aku gak tidur dulu," ujar Lia pasrah, padahal sejak tadi ia merasa kasur tersebut telah memanggil dirinya, untuk merebahkan tubuh dengan nyaman."Oh, kasurku yang tercinta," teriak Lia dramatis. "Aku akan menunjukkan sesuatu yang membuat rasa kantukmu hilang," jelas Diana percaya diri.